Anda di halaman 1dari 6

TUGAS BAHASA INDONESIA

RESENSI BUKU FIKSI

Disusun oleh:

 ABIYYU M. HAIDAR (02)


 IRFAN SURYA F. ()
 RIDWAN DANI H. (27)

XI MIPA 3

SMA N 2 KUNINGAN
Para Priyayi

Judul buku : Para Priyayi


Penulis : Umar Kayam
Penerbit : PT Pustaka Utama Grafiti
Tahun terbit : 1992
Tebal : 308 Halaman

Pada novel ini diawali dengan pengenalan latar suatu daerah di jawa tengah
dengan bahasanya yang begitu kental dengan jawa. Slain itu dengan rincinya
tempat, suasana dan kebiasaan masyaraktnya yang masih mempercayai
kepercayaan, serta adatnya yang begintu kental seakan membuat para pembaca
berada didaerah tersebut, lalu dilanjut dengan masa kecil lantip yang penuh
kenangan hingga dia pindah ke keluarga soedarsono dan kenapa ibunya meninggal.

.................................

Cerita para priyayi dimulai dari sebuah tempat bernama Wanagalih, kota
fiksi yang merupakan tempat pertemuan Sungai Bengawan Solo dan Kali Mediun.
Dalam novel diceritakan bahwa terdapat anak yang bernama Lantip, nama aslinya
adalah Wage karena lahir pada hari Sabtu Wage yang pada awalnya tinggal bersama
Emboknya di Desa Wanalawas suatu ketika diangkat menjadi anak angkat keluarga
Satrodarsono dari kota Wanagalih. Semua itu bermula ketika hubungan Embok
Lantip dengan keluarga Sastrodarsono itu dimulai dari penjualan tempe. Rupanya
tempe buatan Embok Lantip itu berkenan di hati keluarga Sastrodarsono, dengan
dibuktikannya bahwa tempe Embok itu jadi langganan keluarga tersebut.
Lalu dimulailah perjalanan Soedarsono yang semula adalah putra dari
seorang petani biasa Mas Atmokasan membangun keluarga Priyayi. Dengan
bantuan majikan orang tua nya Ndoro Seten, Soedarsono berhasil memperoleh
beslit (SK di jaman sekarang ) guru bantu di sebuah sekolah desa di ploso. Sedikit
demi sedikit, Soedarsono belajar menjadi seorang priyayi Jawa, seorang Priyagung,
Priyayi agung. Yang kemudian membuat dirinya mengganti nama nya menjadi
Sastrodarsono karena di rasa nama Sudarsono tak mampu lagi menaungi
kepriyayian keluarga besar nya.

Keluarga Sastrodarsono perlahan-lahan berhasil membangun dinasti priyayi


mereka sendiri. Kelahiran tiga anak mereka Noegroho, Hardoyo dan Sumini
menambah lengkap keluarga priyayi mereka. Semua anak mereka pun sukses
megikuti jejak Sastro Darsono menjadi seorang priyayi. Noegroho yang menjadi
Guru HIS kemudian banting setir ikut PETA pada jaman pendudukan Jepang, dan
kemudian pindah menjadi perwira TNI pada jaman kemerdekaan. Hardoyo,
menjadi seorang abdi Mangkunegaran dan menantunya Harjono (suami Soemini)
seorang Asisten Wedana. Sedangkan Sumini merupakan seorang perempuan
lulusan dari Sekolah HIS dan juga Sekolah Van Deventer.

Seperti hal nya para priyayi lain nya, Sastrodarsono pun sangat baik
terhadap keluarga besar nya. Seperti dikisahkan pada suatu waktu mereka
mengambil dan merawat keponakan-keponakan mereka yang tidak mampu untuk
di sekolahkan. Salahsatunya Soenandar, seorang keponakan jauh mereka yang di
rawat dan di beri pendidikan yang sama dengan anak-anak Sastro sendiri meski
pada akhirnya tidak berguna karena Soenandar lebih memilih jalan bergabung
dengan gerombolan rampok. Tapi siapa sangka, dari Soenandar lah lahir seorang
anak haram yang kemudian menjadi anak angkat oleh keluarga Sastrodarsono, yaitu
Wage atau yang dikenal sebagai Lantip setelah diangkat menjadi bagian keluarga
Sastrodarsono.

Lantip yang sejak kecil selalu mengikuti saran dan patuh kepada
Sastrodarsono yang merupakan anak haram menjadi seorang penyelamat bagi
keluarga besar Sastro Darsono. Semua permasalahan dapat dilewati olehnya,
dimulai dari permasalahan anak dari Nugroho dan Hardoyo berhasil ia lalui dengan
kebijaksanaannya, kecakapannya, serta etenangannya. Sedangkan, cucu eyang
Sastrodarsono lain nya kemudian hidup sebagai anak jaman mereka, tumbuh
menjadi anak yang penuh dimanja. Seperti anak Nugroho yaitu Marie yang
kemudian di ketahui hamil di luar nikah, Harimurti putra Hardoyo yang terlibat di
Lekra dan Gestapu. Namun diantara cucu Sastrodarsono Lantip lah yang paling
baik diantara cucu, meskipun Lantip bukanlah cucu kandung dari Sastrodarsono,
dia lah yang kemudian menunjukkan makna "priyayi" dan "kepriyayian" itu. Lantip
inilah yang pada akhirnya berhasil mewarisi jiwa priyayi Sastrodarsono.

Pada akhir novel ini di ceritakan Sastrodarsono akhirnya meninggal dunia,


dan setelah melalu serangkaian dialog tentang siapa yang akan memberikan pidato
perpisahan akhirnya di tunjuklah Lantip yang akan memberikan pidato perpisahan.
Hal itu disampaikan oleh adik angkatnya yaitu Harimurti.

"Calon yang lebih pantas dan paling besar jasanya buat keluarga besar kita.
Dialah orang yang paling ikhlas,tulus, dan tanpa pamrih berbakti kepada kita
semua. Dialah priyayi yang sesungguhnya lebih daripada kita semua. Dia adalah
kakang Lantip." Jelas Harimurti meyakinkan yang lain saat menunjuk Lantip
sebagai pembaca pidato selamat jalan di pemakaman Sastrodarsono.

Dialog lain yang mengajak kita sedikit merenung adalah dialog Lantip
dengan pakde nya sesaat setelah selesai pemakaman.

“Kalau menurut kamu, apa arti kata priyayi itu, Tip?”

“Sesungguhnya saya tidak pernah tahu, Pakde. Kata itu tidak terlalu penting
bagi saya.”

Lewat novel ini Umar Kayam seakan ingin menyampakan bahwa "priyayi"
hanyalah sebuah retorika belaka. Inti dari priyayi sesungguhnya adalah sikap hidup.
Sikap hidup terpuji yang bisa dilakukan oleh siapa saja, seperti selalu ikhlas,tulus,
dan tanpa pamrih berbakti kepada siapapun , merekalah priyayi sesungguhnya.

..............................
dengan latar belakangnya yang lahir di jawa timur lebih tepatnya di ngawi dan
dibesarkan di sana di lingkungan keluarga jawa, novel para priyayi ini juga
bersuasana jawa yang begitu kental, dengan adanya latar tempat yang
menggambarkan suasana jawa dan budaya masyarakat jawa yang begitu kental
pada novel tersebut, beliau pun tidak hanya menggunakan bahasa jawa
sealakadarnya saja, namun beliau juga sangat begitu memperhatikan penggunaan
bahasa jawa yang digunakan oleh para tokohnya sesuai dengan umpak unsur
bahasanya, dari mulai bahasa jawa halus hingga bahsa jawa kasar selalu ia
perhatikan. Selain itu, beliau juga merupakan lulusaguru besar di Fakultas Sastra
Universitas Gajah Mada, sehingga hal yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa umar
kayam memasukkan unsur-unsur budaya pada novel ini, semua kejadian-kejadian
pada novel ini beliau sisipkan cerita-cerita perwayangan mahabharata ataupun
ramayana. Selain itu,

Uniknya setiap dalam novel ini berisi kisah tokoh sesuai dengan judul babnya, kisah
kisah yang disampaikan nya juga ada beberapa satu kisah yang dicerikatan dengan
berbagai sudut pandang setiap tokohnya dalam setiap bab.
penyelamat keluarga besar Sastro Darsono. Wage atau kemudian lebih di
kenal dengan Lantip ini, cucu Sastrodarsono atau anak Soenandar yang lahir di luar
nikah ternyata berhasil menjungkir balikkan kisah hidup dinasti priyayi Sastro
Darsono. Lantip inilah yang pada akhirnya berhasil mewarisi jiwa priyayi Eyang
kakung Sastrodarsono.

Anda mungkin juga menyukai