disusun oleh :
NIM: F1011161036
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
Cerita dari novel Para Priyayi karya Umar Kayam ini didominasi oleh si
”aku” dari sudut pandang setiap tokoh yang bergantian dan memiliki cerita beralur
maju mundur, membuat pembaca membutuhkan waktu untuk memahami jalan
cerita dan maksud yang terkandung didalamnya. Apalagi pada awal cerita, penulis
hanya fokus menjelaskan sebuah tempat yang disebut Wanagalih. Latar tempat
yang diceritakan oleh tokoh latip, yang pada saat itu telah menjadi priyayi besar di
Jakarta. Penggambaran latar tempat secara nyata memancing pembaca untuk
mengenali tempat yang nantinya akan menjadi sejarah atas kisah kepriyayian
mereka.
Hal lain yang terlihat dari konflik dalam novel ini dalah jenis kelamin,
seorang wanita dalam keluarga yang menyandang status priyayi ini, tidak
memiliki hak untuk menentukan pasangan hidupnya sendiri, karena mereka akan
melewati proses perjodohan. Hal ini, terlihat dari Ngaisah yang dijodohkan
dengan Sastradarsono dan Soemini yang dijodohkan dengan mantri polosi di
Kawedanan Karangelo yang akan naik pangkat menjadi Asisten Wedana muda
bernama Raden Harjono, sedangkan Marie yang tidak bisa dijodohkan karena
sudah terlebih dahulu dihamili oleh Maridjan. Sedangkan mereka yang berjenis
kelamin laki-laki dapat memilih calon mereka sendiri asalkan memenuhi
persyaratan dari aturan keluarga, seperti Hardjojo yang gagal menikahi gadis yang
ia cintai karena memiliki agama yang berbeda dengan keluarganya.
Dalam novel ini juga banyak nilai sosial yang dapat kita petik dari para
tokoh dalam cerita. Seperti dua tokoh kuat dalam cerita ini, yaitu Latip dan
Sastrodarsono. Tokoh Latip yang tidak melupakan jasa mbah wedok dan mboknya
yang telah meninggal dunia karena mereka pernah merawat Latip saat masih
kecil. Hal ini, terlihat pada saat beberapa kali Latip masih mengunjungi makam
mereka, bahkan hingga di akhir cerita. Tokoh latip juga menggambarkan sikap
seorang priyayi yang sesungguhnya, karena ia tumbuh dengan proses yang berat,
dari seorang anak kampung, ternyata bisa tumbuh menjadi pemuda yang dapat
menerima didikan menjadi seorang priyayi. Latip tumbuh menjadi sosok yang
bisa diandalkan dan bertanggung jawab atas hidupnya dan orang disekitarnya.
Kelapangan hati latip, ketika nengetahiu cerita sebenarnya membuat Latip dapat
berdamai dengan dirinya sendiri dan akhirnya dapat melanjutkan hidunya yang
lebih baik, dengan menikah dan bekerja dengan cara baik-baik.