Anda di halaman 1dari 4

HASIL DISKUSI KELOMPOK 1

ANALISIS TEORI ABRAMS DALAM NOVEL BEKISAR MERAH

Dosen Pengampu : Dr. Sulastri, M.Hum

Anggota Kelompok :
1. Aidah Salsabil Azizah 2210722012
2. Amelia Nur Qholid 2210722008
3. Jihan Putri Utami 2210722004
4. Rozi Wulandari 2210723018
5. Syahida Mardiah 2210721010
6. Tasya Salsabila J. 2210722014
7. Vadila Amelia Putri 2210721012

Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya


Universitas Andalas
Analisis Teori Abrams dalam Novel Bekisar Merah
1. Ekspresif
Kehidupan Ahmad Tohari sebagai orang santri yang pernah hidup di kalangan pondok
pesantren merupakan salah satu latar belakang munculnya nilai agama yang dituangkan dalam
novel ini. Kepasrahan rakyat miskin yang dilandasi kepercayaan akan Tuhan dituangkan
Ahmad Tohari melalui tokoh rakyat yang ikhlas mendapatkan uang seberapapun Dan
menganggap itu adalah rezeki yang patut disyukuri.

Melalui sudut pandangnya yang dinarasikan dalam novel Bekisar Merah, dapat nilai
bahwa Ahmad Tohari adalah seorang yang berorientasi pada detail. Cara Ahmad Tohari
mendeskripsikan bentangan alam Karangsoga sampai pada bagian terkecil seperti serangga di
sana, terkesan bertele-tele namun patut dikagumi detail tulisan itu.

Perlu diingat pula, Ahmad Tohari hanyalah SMTA di SMAN II Purwokerto, namun
narasinya penuh dengan pengetahuan yang menarik. Ia juga banyak menuangkan aspirasinya
sebagai seorang yang lama hidup di pedesaan. Segala pengetahuan yang Ahmad Tohari tulis
pada narasinya, tidak didapatnya dari pendidikan formal yang tinggi, melainkan dari
pengalaman hidupnya. Oleh sebab itu, suara wong cilik yang ia coba suarakan sangat lantang
dalam tulisannya.

Sudut pandang yang digunakan oleh Ahmad Tohari adalah sudut pandang orang ketiga.
Ahmad Tohari menggunakan kata ganti orang ketiga, seperti dia, nama tokoh, atau variasi nama
tokoh. Dengan sudut pandang orang ketiga ini, Ahamad Tohari dapat dengan bebas
mengungkap apa yang ingin ia ungkapkan. Dalam novel Bekisar Merah, Ahmad Tohari
mengangkat cerita tentang ketidakberdayaan wong cilik terhadap orang-orang yang memiliki
pengaruh dan dominasi.

Terjadi beberapa perpindahan latar tempat dalam novel Berkisar Merah, cerita ini
berangkat dari desa Karangsoga, kemudian berpindah ke Jakarta; Klender, Slipi, Cikini. Juga
disebut-sebut Singapura, Sulawesi, dan Purwokerto. Latar waktu tidak disebutkan secara jelas,
namun dapat diperkiran novel ini berlatar di tahun 1970-an.

Tokoh utama dalam novel Bekisar Merah adalah Lasiyah yang dideskripsikan seorang
wanita dengan ayah Jepang dan ibu Jawa. Lasi sering digoda oleh anak-anak sebayanya
sehingga ia sulit melupakan itu. Lasi digambarkan sebagai istri yang setia pada suaminya.

Tokoh pendukung yang banyak berperan terhadap alur cerita di antaranya adalah (1)
Darsa, mantan suami Lasi sebagai salah satu pemicu konflik. Darsa adalah seorang yang
memiliki semangat kerja yang tinggi; (2) Kanjat, cinta lama Lasi yang menjadi penolong Lasi.
Kanjat digambarkan sebagai seorang pemuda yang sangat peduli terhadap sesama dan berhati
lembut; (3) Bu Lanting, seorang makelar yang menjebak Lasi pada dunia gelap di perkotaan.
Bu Lanting sangat manipulatif; (4) Pak Han, suami tua Lasi yang kaya raya. Dia adalah seorang
egois dan lalai terhadap kejawen seorang priyayi; (5) Bambung adalah seorang pelobi yang
memiliki banyak relasi dengan orang-orang penting. Bambung digambarkan bersifat mudah
marah tapi takut pada istrinya. Ada pula tokoh-tokoh pendukung yang tidak terlalu banyak
berperan dalam alur cerita, seperti Eyang Mus, Mbok Wiryaji, Mukri, Bu Koneng, Pardi, dan
lain-lain.
2. Pragmatis
Cerita yang diangkat oleh Ahmad Tohari dalam novelnya yang berjudul Berkisar
Merah adalah kisah manusia yang terjebak dilematika kehidupannya. seorang gadis kecil,
bernama Lasi yang merupakan campuran dari seorang ayah Jepang dan ibu Jawa. Lasi sedari
kecil tidak mengetahui siapa ayah kandungnya yang menyebabkan kedudukannya di
masyarakat direndahkan dan dipertanyakan. Di dalam novel Berkisar Merah, Ahmad Tohari
memasukan unsur-unsur sosial pada masa itu. Ketika seorang anak yang kelahirannya
dipertanyakan dan ia merupakan seorang campuran maka masyarakat di sekitar akan
memberikan pandangan paling rendah pada keluarga tersebut.
Di dalam novel ini masalah yang diangkat bukan hanya masalah sosial tetapi juga
terdapat masalah moral dan pendidikan. Masalah moral yang di bahas terdapat pada tindakan
yang tidak terpuji yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam novel tersebut. Sedangkan masalah
pendidikan yang diceritakan dalam novel tersebut adalah bagaimana pendidikan yang tinggi
bisa merubah pola pikir sesorang kearah yang lebih baik.
3. Mimetis
Mimetis bukan peniruan yang tidak tepat dari kenyataan, tetapi sebuah penafsiran yang
dapat diterima. Sebagaimana Ahmad Tohari menggambarkan seorang wanita Jawa melalui
tokoh Lasi, meskipun tidak semua wanita Jawa memiliki sifat dan sikap seperti Lasi. Namun
tokoh Lasi juga tidak menggambarkan perseorangan atau individual.

Jika mendengar kata wanita Jawa, otomatis adalah wanita-wanita yang ada di wilayah
kebudayaan Jawa tersebut. Selanjutnya sifat sabar, rila, dan nrimo adalah sifat-sifat yang telah
dimiliki oleh para wanita Jawa yang dalam kehidupan mereka telah diwarnai oleh suatu aliran
kebatinan. Sifat-sifat tersebut merupakan kepribadian wanita Jawa dalam gambaran ideal dari
wanita Jawa. Kepribadian yang dibentuk oleh sistem nilai budaya Jawa yang ada dalam
lingkungan keluarga dan sosial.

4. Objektif
Dalam novel ini terjadi persamaan fakta yang terjadi di kalangan masyatakat,
khususnya penderes nira. Salah satu masalah yang dihadapi para penderes yaitu ketika musim
hujan dan nira yang sudah ditampung dengan pongkor-pongkor dibiarkan saja, niranya akan
menjadi masam serta manggarnya menjadi busuk. Masalah lain yang harus dihadapi oleh para
penderes nira adalah keselamatan kerjanya. Sangat rentang untuk terjatuh dari atas pohon,
seperti yang dialami Darsa dalam novel.

Dalam novel berkisar merah terdapat istilah-istilah Jawa yang menunjukkan kentalnya
kebudayaan Jawa dalam novel tersebut.
• Nrimo salah, yaitu bahwa kehidupan hendaknya bersikap mau menerima
kesalahan. dengan rasa ikhlas menerima kenyataan maka hati akan tenang
sehingga dapat menemukan jalan keluar.
• Wohing pakarti, yaitu bahwa dalam bersikap hendaknya hati-hati dan berpikir
terlebih dahulu, karena segala perbuatan pasti akan ada akibat ke depannya.
• juga terdapat ritual ruwatan yang dimasukkan dalam cerita seperti cerita
pewayangan ruwatan murwokolo dan budaya kesenian alat musik yang
dimainkan oleh Paman Satinah yaitu alat musik siter.
Selain 3 hal diatas, nilai pendidikan agama yang dituangkan pada novel ini
• ketentraman batin tokoh, yaitu berupa keikhlasan yang dituangkan ketika keluar Lasi
mengalami ujian hidup, masyarakat Karangsoga menguatkan hati dan menasehati
keluarga lain yang mendapat musibah.
• rasa syukur kepada Tuhan atas kenikmatan yang diberikan tuhan kepada umatnya.
• Nembang, dengan nembang seseorang akan mencapai tingkat ketentraman batin dan
kedamaian. ternyata tembang juga termasuk salah satu nilai dakwah karena di dalam
tembang-tembang banyak mengandung nilai yang membuat orang merasa bahagia dan
kebahagiaan itu akan membuat khusyuk dalam menjalankan ibadah.

Anda mungkin juga menyukai