Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesusastraan Jepang, khususnya literatur peninggalan zaman kuno telah ada sejak
akhir abad ke-7 atau sekitar awal abad ke-8 Masehi, yaitu sejak Jepang mengenal sistem
tulisan dan kegiatan tulis-menulis. Karya sastra yang menggunakan tulisan yang pertama
sekali muncul adalah kayo. Kayo adalah nyanyian rakyat yang biasanya digunakan oleh pria
dan wanita Jepang pada zaman dahulu sebagai alat berkomunikasi. Kemudian kayo
berkembang menjadi waka. Waka sudah berbentuk seperti syair, sajak, dan pantun Jepang.
Dalam perkembangannya kayo dan wakakemudian dituliskan dalam buku kumpulan syair
Jepang yaitu manyoshu. Terdiri dari dua puluh jilid, keseluruhannya memuat lebih dari 4.500
buah sajak, disusun oleh beberapa orang selama ratusan tahun.

Setelah itu pada Zaman Chusei muncul lagi yang disebut renga. Awalnya renga
berasal dari waka yang dibuat untuk tujuan bermain-main karena termasuk jenis pantun
bersahut-sahutan atau pantun berbalas dan hal inilah yang menjadi alasan mengapa renga
tidak bisa dibuat oleh satu orang. Seiring perjalanannya renga kemudian berubah lagi menjadi
haiku.

Haiku dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai puisi. Puisi adalah kata-
kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang
setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya (Samuel Taylor Coleridge, dalam
Pradopo, 1999:6). SedangkanWordsworth berpendapat bahwa puisi adalah
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau
diangankan (Pradopo, 1999:6).

Puisi-puisi inilah yang kemudian menjadi cikal bakal buku-buku kumpulan hasil karya sastra
pertama di Jepang. Namun dalam perkembangannya, hasil karya sastra yang terkenal dan
masih diminati sampai saat ini adalah haiku.

Haiku adalah bentuk puisi paling singkat di dunia yang hanya terdiri atas 17
suku kata yang terdiri dari 3 matra (baris) yang masing-masing tersusun dari
5,7, dan 5 suku kata secara berurutan (Encyclopedia of Japan, 1985:78).

Haiku mulai berkembang di Jepang pada pertengahan abad ke-16. Haiku dapat berisi
tentang apa saja, tetapi banyak orang menulis haiku untuk menceritakan tentang alam dan
kehidupan sehari-sehari yang biasanya dialami oleh pengarang itu sendiri . Didalam puisi
kuno haiku terdapat aturan bentuk 5-5 silabel,dan berbalas –balasan dari satu sama lain
seperti pantun. Selain itu didalam haiku juga terdapat istilah “kigo”/ bahasa alam. Kigo
sendiri merupakan kata kata yang terikat erat dengan 4 musim yang ada di jepang. Dan sering
digunakan dalam pembuatan haiku. Didalam meneliti haiku itu sendiri ada banyak
pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap karya sastra,seperti
pendekatan mimesis, pragmatis, ekspresif, objektif, semiotik, sosiologis, psikologis, dan
pendekatan moral. Maka dalam makalah ini akan membahas mengenai pendekatan mimesis
dengan menggunakan haiku yang mencerminkan kigo pada musim dingin.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana bentuk pencerminan (mimesis) kondisi masyarakat pada haiku musim
dingin ?
C. Tujuan
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Pembaca mengetahui bentuk pencerminan (mimesis) kondisi masyarakat pada haiku
musim dingin
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Mimesis
Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan plato dan aristoteles sejak
masa keemasan filsafat Yunani kuno. Hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya
menjadi salah satu pendekatan utama untuk mengaalisis sastra selain pendekatan ekspresif,
pragmatis dan obyektif dan merupakan ibu dan pendekatan sosiologi sastra yang darinya
dilahirkan puluhan metode kritik karya sastra yang lain.Secara umum pendekatan mimetik
adalah pendekatan yang berhubungan dengan karya sastra dengan universe (semesta)atau
lingkungan sosial budaya yang melatarbelakangi lahirnya sastra itu.tetapi menurut beberapa
pakar mimetik yakni :
Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan terhadap
hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra sebagai imitasi dan
realitas (Abraham 1981:89).

Pendapat plato tentang seni. Menurut plato seni hanya dapat meniru dan
membayangkan hal-hal yang ada dalam kenyataan yang nampak. Dan seni terbaik adalah
lewat mimetik.

Pandangan Plato mengenai mimetik ide oleh manusia hanya dapat diketahui melalui
rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan panca indra. ide bagi Plato adalah hal
yang tetap atau tidak dapat berubah. misalnya ide mengenai bentuk segitiga. ia hanya satu
tetapi dapat ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dan kayu dengan jumlah
lebih dan satu ide mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah tetapi segitiga yang terbuat
dan kayu bisa berubah (Bertnensl979:13).

Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep ide tersebut, Plato sangat memandang
rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republik bagian kesepuluh.
Bahkan ia mengusir seniman dan sastrawan dari negerinya. Karena menganggap seniman dan
sastrawan tidak berguna bagi Athena, mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan
emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimesis yang dilakukan oleh seniman dan
sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan tetap jauh dan
‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut Plato hanya merupakan copy
dan ide, sehingga barang tersebut tidak akan pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam ide-
ide mengenai barang tersebut). Sekalipun begitu bagi Plato seorang tukang lebih mulia dan
pada seniman atau penyair. Seorang tukang yang membuat kursi, meja, lemari dan lain
sebagainya mampu menghadirkan ide ke dalam bentuk yang dapat disentuh panca indra.
Sedangkan penyair dan seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh panca indra
(seperti yang dihasilkan tukang), mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dan jiplakan
(Luxemberg:16).

B. Pandangan Aristoteles mengenai mimetik

Aritoteles berpendapat bahwa mimesis bukan sekedar tiruan . Bukan sekedar potret
dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya. Puisi sebagai
karya sastra mampu memaparkan realitas di luar diri manusia persi apa adanya.maka karya
sastra seperti halnya puisi merupakan cerminan representasi dan realitas itu sendiri.
Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan Plato tentang mimesis, yang
berarti juga menentang pandangan rendah Plato terhadap seni.

Apabila Plato beranggapan bahwa seni hanya merendahkan manusia karena


menghimbau nafsu dan emosi. Aristoteles justru menganggap seni sebagai sesuau yang bisa
meninggikan akal budi. Teew (1984: 221) mengatakan bila Aristoteles memandang seni
sebagai katharsis, penyucian terhadap jiwa. Karya seni oleh Aristoteles dianggap
menimbulkan kekhawatiran dan rasa khas kasihan yang dapat membebaskan dan nafsu
rendah penikmatnya. Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan
mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk
menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dan
kenyataan indrawi yang diperolehnya.

Itulah yang membuat Aristoteles dengan keras berpendapat bahwa seniman dan
sastrawan jauh lebih tinggi dari tukang kayu dan tukang-tukang lainnya. Pandangan positif
Aristoteles terhadap seni dan mimesis dipengaruhi oleh pemikirannya terhadap ada’ dan Idea-
Idea Aristoteles menganggap Idea-idea manusia bukan sebagai kenyataan. Jika Plato
beranggapan bahwa hanya idea-lah yang tidak dapat berubah. Aristoteles justru mengatakan
bahwa yang tidak dapat berubah (tetap) adalah benda-benda jasmani itu sendiri.

Dari kedua pandangan para ahli tersebut kami sangat setuju dengan pandangan
Aristoteles. Bahwa karya sastra itu bukan tiruan, justru pembaharuan kedalam bentuk nyata
sebagai kreatifitas penyair untuk mengutarakan isi hatinya, bahkan isi hati masyarakat saat itu
yang dapat tersampaikan, dianalisis banyak orang dan memberikan banyak motivasi serta
nilai moral terhadap apa yang sedang terjadi saat itu. Sehingga segala bentuk yang terasa
dapat disampaikan secara indah dengan pemilihan diksi yang bagus sehingga tidak harus
menggunakan kekrasan fisik. Dan itu akan membuat nilai seseorang lebih tinggi. Dengan
demikian kami memutuskan menggunakan pendekatan mimesis yang berdasarkan pada
pemikiran Aristoteles.
BAB III

PEMBAHASAN

1. 画・玉井泉

芥川龍之介

木がらしや

目刺しにのこる海のいろ。

外に木枯が吹いている。目刺しを焼こうと手にとったら、腹に残っている青い色は、 まっさおな

海の色だった。

読み方(yomikata/cara baca) :

Ga Tamai Izumi . Akutagawa ryūnosuke. ki garashi ya mezashi ni nokoru umi no iro. Soto ni
kogarashi ga fuite iru. Mezashi o yakou to te ni tottara, hara ni nokotte iru aoi iro wa,
massaona umi no irodatta.-Ga Tamai Izumi

意味(imi/arti):

Ryunosuke Ayukawa
Lukisan, Izumi Tamai
Warna laut yang tersisa dipohon kayu menusuk
Pohon bertiup di luar. Ketika saya mengambil sashimi saya, warna biru yang tersisa
di perut saya adalah warna laut.
Analisis:

a. Pada puisi di atas menceritakan tentang kebiasaan masyarakat Jepang disaat musim
dingin mereka menghangatkan diri dengan membakar sashimi. Hal itu sangat jelas
digambarkan pada lukisan tamai izumi yang terdapat pada haiku karya akutagawa.
b. Pada umumnya sashimi adalah makanan yang berupa ikan segar yang dimakan
pada keadaan segar ( mentah) namun pada musim dingin sashimi dibakar bersama
dengan bumbu khas jepang guna menghangatkan diri. Dimana ikan tersebut
didapatkan dari laut yang telah membeku.
c. Dengan menggukanan mata mereka dapat melihat dan merasakan panasnya api di
musim dingin, dan dapat melihat warna air laut yang membeku pada musim dingin.
d. Kogarashi merupakan angin dingin yang berhembus pada awal musim dingin

2. 久保田万太郎

画・水島慎二
竹馬や

いろはにほへとちりぢりに

竹馬で子供たちがあそんでいるよ。いろはにほへととかぞえていたら、あれっ、もっといたのにどこかへ

散らばってしまった。

読み方(yomikata/cara baca) :

Ga Mizushima Shinji . kubota mantarō takeuma ya irohanihoheto chiri djiri ni. Takeuma de
kodomo-tachi ga asonde iru yo. Irohanihoheto to kazoete itara, are ~tsu, motto itanoni doko
ka e chirabatte shimatta

意味(imi/arti):

Lukisan oleh Shinji Mizushima


Mantaro Kubota
Untuk enggrang dan kabut.
Anak-anak bermain dengan egrang. Ketika Iroha pergi ke Jepang, itu tersebar lebih dari suatu
tempat.

Analisis:
puisi ini menceritakan tentang populernya permainan enggrang di kalangan anak
anak karena sangat populernya sampai sampai terkumpul dalam satu komunitas dan
tersebar di berbagai tempat di jepang . Enggrang merupakan permainan yang populer
pada musim dingin. Saking populernya di ibaratkan seperti asap kereta api yang
tersebar ke segala penjuru , hal itu ditunjukkan lewat lukisan shinji mizushima.

3. 冬の水
いっしの影も
欺かず
風がなくて溌みきった冬の水。木の枝をくっきりと写ている が、その影
は枝のありのままの姿だ。
Air kolam pada musim dingin
Tidak mencerminkan
Bahkan sehelaipun
Air pada musim dingin tanpa angin. Memimdahkan dari ranting pohon. Bayangan itu seperti
figur pada ranting pohon.

Pada puisi di atas menceritakan tentang kebiasaan masyarakat jepang di saat musim
dingin mereka menghangatkan tubuh dengan cara berendam. Salah satu ciri khas orang
jepang adalah suka berendam. Berendam juga dianggap sangat baik untuk kesehatan maupun
kulit.

4. まぼろしの
白き船ゆく
牡丹雪
まぼろしの白い船がゆらゆらと通って行くようだ。牡丹雪が音もなく降りつずいてる。
Suatu khayalan.
Akan kedatangan kapal berwarna putih
Pada turunnya salju
Seperti akan pergi kapal putih itu dengan bergoyang – goyang pada suatu khayalan. Dengan
Salju terus menurun tanpa ada suatu suara.

Pada puisi di atas menceritakan sebuah “kapal putih”. Kapal putih di sini merupakan
kapal pemecah es. Dimana kapal tersebut serupakan kapal yang selama ini diimpikan oleh
masyarakat Jepang untuk menghadapi musim dingin, Dimana pada musim ini kondisi
perairan di jepang membeku, sehingga masyarakat sulit untuk melakukan akses untuk
berpergian pada musm dingin. Dengan adanya kapal itu diharapkan dapat melakukan
perjalanan. Salju sering digunakan dalam sebuah cerita. Di dalam kehidupan nyata kita tidak
dapat mengetahi kapan salju akan turun karena salju turun dengan perlahan. Didalam puisi ini
penyair ingin menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi di duia ini berjalan dengan
perlahan dan berubah tanpa kita sadari, oleh karena itu kita harus mempersiapkan diri untuk
sebuah perubahan / inovasi baru.

5.本買えば
表紙が匂い
雪が暮
買えって自分ものになった本。
表紙が匂うようでうれしい。
寒いはずの雪の日暮を、うきうき歩いて帰った。
Kalau membeli buku
Aromanya sampul
Pekatnya salju
Buku yang telah saya beli dan sudah menjadi milik saya.
Dan saya senang sampulnya masih wangi.
Saya berjalan dengan riang di malam yang sedang turun salju yang seharusnya dingin.
Pada puisi diatas menceritakan seseorang yang baru saja membeli buku pada saat
hujan turun. Dimana pada saaat itu hidung kita dapat merasakan dingin nya saju yang turun
pada malam hari, yang turun dengan derasnya. Orang tersebut tidak merasakan dinginnya
salju pada malam itu karena ia berjalan dengan perasaan riang . penyair ingin penikmatnya
mengetahui bahwa dengan perasaan senang semua permasalahan hidup tidak akan dapat
untuk dirasakan.

BAB IV
KESIMPULAN

Mimesis merupakan pendekatan yang berhubungan dengan karya sastra selain itu juga
berkaitan dengan pola pikir, budaya masyarakat jepang.
Dalam hasil analisis pnelitian. Bahwa haiku merupakan sebuah pencerminan terhadap
kebiasaan, pola pikir dan budaya masyarakat jepang pada musim dingin.
Daftar Pustaka

www.kompasiana.com

http://e2jin.cocolog-nifty.com/blog/2012/12/post-bf3f.html

http://e2jin.cocolog-nifty.com/blog/2013/02/post-93c0.html

Anda mungkin juga menyukai