Anda di halaman 1dari 14

Ni Kadek Ika Pratiwi

1601511034
BAB V
Teks dan Konteks Dalam Penelitian Antropologi Sastra

A. Teks Etnografi Sastra dan Sastra Etnografi


Pada tahun 1980 mulai ada kecenderungan para ahli
sastra mengembangkan perspektif kritis pada tradisi menulis
antropologi sastra. James Clifford berpendapat, “Seorang
etnografer dari awal sampai akhir terjerat dalam menulis.”
Menulis etnografi tidak jauh berbeda dengan menulis sastra.
Gaya etnografer dan sastrawan memang mempunyai
kesamaan. Keduanya sama-sama sering bermain dengan
imajinasi, mengandalkan simbol sebagai ekspresi yang aman.
B. Teks Sastra dan Keragaman Budaya
Teks sastra merefleksikan keragaman budaya, sebab sastra adalah
ekspresi kehidupan. Menurut Barthes (Ratna, 2005:617) teks tidak
pernah tunggal, tetapi berada dalam jalinan teks lain dan konteks.
Peneliti antropologi sastra tentu akan berhadapan dengan sebuah teks
sastra. Sastrawan ada yang cerdas, pandai menyembunyikan makna.
Makna di balik kata adalah gempuran budaya yang sengaja atau tidak
hendak disisipkan lewat karyanya.

C. Keluar Masuk Teks Sastra


Keluar dan masuk teks adalah langkah tepat dalam analisis
antropologi sastra. Pada suatu saat, peneliti masuk, mendalami,
hanyut dalam teks sastra. Ketika meneliti, perlu menemukan ideologi
baru yang menjadi roh teks sastra itu. Sambil “keluar masuk” teks,
peneliti dapat melakukan rekreasi penelitian. Maksudnya, menikmati
teks sastra sudah semestinya seperti orang sedang outbound, kemah,
tamasya, dan sejenisnya agar benar-benar terhibur. Dengan demikian,
peneliti merasakan kelezatan luar biasa pada waktu menghadapi teks.
D. Konteks Sastra dan Budaya
Konteks dalam sastra adalah sesuatu yang menyertai teks.
Konteks tidak begitu tampak, melainkan tersirat secara halus.
Konteks budaya dalam sastra juga disampaikan secara hati-
hati, semu, dan penuh simbol. Sejalan dengan pemikiran
Geertz (Syam, 2007:92–93) kebudayaan adalah sistem
simbol.
BAB VI
Interpretasi Dalam Penelitian Antropologi Sastra
A. Tafsir Antropologi Sastra
Tafsir selalu lekat dalam penelitian antropologi
sastra. Melalui tafsir, antropologi sastra diharapkan
mampu mengungkap fenomena simbolik dalam
sastra. Tafsir tersebut merupakan strategi untuk
mencermati kedekatan sastra dan antropologi. Lewat
tafsir, peneliti antropologi sastra akan tertantang
untuk menggali makna yang semakin beragam.
B. Interpretasi Puisi Antropologi
Interpretasi itu bebas, terlebih lagi jika berhadapan dengan
puisi. Puisi adalah karya yang amat padat, tetapi memuat
makna yang luas dan bebas. Sastra yang kaya interpretasi
boleh ditafsir apa saja. Puisi antropologi adalah karya yang
padat makna. Puisi antropologi biasanya memiliki lapis-
lapis makna budaya.

C. Hermeneutika dan Semiotika dalam Antropologi Sastra


Hermeneutika cocok untuk semua penelitian makna teks.
Hermeneutika sebenarnya mirip dengan penelitian
semiotika. Keduanya banyak menafsirkan simbol dalam
sastra. Biasanya hermeneutika cenderung mengangkat
simbol-simbol sastra dari kode-kode budaya. Adapun
semiotika lebih dilandasi kode-kode bahasa.
D. Antropologi Sastra dalam Teks Humanistik dan
Ilmiah
Antropologi sastra adalah ilmu yang hendak
mempelajari kehidupan manusia secara mendalam.
Karya-karya puisi tampak menggoda para
antropolog. Puisi antropologi dan antropologi puisi
kiranya dapat terjadi dan sah-sah saja. Keduanya
sama-sama jalur humanistik dan ilmiah dalam
pemahaman hidup manusia.
BAB VII
Antropologi Sastra Memandang Pengalaman Sastra
A. Pengalaman Fiksi dan Budaya Simbol
Pengalaman seorang antropolog kadang-kadang
mirip dengan pengalaman penulis fiksi. Terlebih lagi
jika pengarang fiksi gemar blusukan seperti antropolog,
tentu karyanya amat mirip. Keduanya adalah figur yang
canggih dalam melukiskan kejadian dengan penuh
estetika. Menurut Ratna (2011:476) karya sastra
bercirikan kreativitas imajinatif. Antropolog bebas
menyuarakan apa saja yang dia amati, terlebih yang
dialami dalam kehidupannya.
B. Pengalaman Etnografi Sastra dan Saksi Budaya
Pengalaman etnografi itu mahal harganya. Tidak setiap
orang memiliki pengalaman yang sama ketika berada pada
tempat yang sama persis. Biasanya kisah itu berbentuk
prosa sederhana, tetapi dapat ditulis lebih estetis. Seperti
halnya dengan puisi telah melahirkan saksi budaya yang
penuh makna. Puisi adalah sebuah rekaman budaya yang
ditaati oleh sebagian orang. Menghayati puisi sama halnya
sedang mengalami hidup.
C. Simulacrum, Pengalaman Sastra, dan Dunia Nyata
Simulacrum adalah gagasan ontologis yang dikenalkan
Plato sebagai tiruan dari budaya asli. Plato (Cavallaro,
2004: 365–367) sebagai penggagas simulacrum sastra
menyatakan bahwa hubungan antara yang nyata (the real)
dengan tiruan (the copy) jelas memuat sebuah penilaian
budaya.
D. Pengalaman Sastra, Realitas, dan Budaya Rakyat
Kemampuan peneliti antropologi sastra menangkap
pandangan dunia dalam teks diharapkan muncul. Pandangan
dunia adalah sebuah konteks yang menyertai teks sastra.
Antropologi sastra akan lebih akurat lagi mengaitkan
pandangan dunia dengan aspek budaya.

E. Pengalaman Imajinatif dan Permainan Politik


Sastra dan antropologi diperoleh melalui interaksi
kejadian sehari-hari, bahkan perjuangan di lapangan ketika
mengumpulkan data. Sebelum menulis, sastrawan pun
memerlukan data yang dikemas secara imajinatif. Sastrawan
yang kaya data akan memiliki karya jauh lebih berbobot dan
menarik banyak pihak. Begitu pula antropolog yang kaya
data, etnografinya semakin tepercaya.
Sekarang begitu jelas bahwa menulis sastra dan
etnografi adalah tindakan politik. Muatan politik itu
merupakan sebuah refleksi budaya dalam sastra.
Budaya dan politik adalah dua hal yang saling
mengisi, bahkan tindakan sastrawan yang memihak
pada segmen kehidupan pun sudah politis.
BAB VIII
Antropologi Sastra Memahami Kolaborasi Pertunjukan
Sastra
A. Kolaborasi Sastra dan Pengalaman Budaya
Pertunjukan sastra biasanya dilakukan dengan cara
kolaborasi. Kolaborasi adalah upaya percampuran
teks dengan seni. Kolaborasi adalah tradisi pentas
yang belakangan dianggap dapat menarik minat
penonton. Penelitian kolaborasi sastra membutuhkan
pengalaman budaya yang disebut partisipasi budaya.
Dengan partisipasi budaya, peneliti akan semakin
mendalami roh sastra. Pengalaman budaya adalah
pengalaman langsung menjadi pelaku, mulai dari
persiapan sampai akhir.
B. Fiksi Kolaboratif Merekam Keanekaragaman Budaya
Fiksi kolaboratif memang ada, yakni puisi yang memuat
campuran unsur lain dalam sastra. Fiksi yang digabung dengan
puisi dan drama boleh saja terjadi. Fiksi-fiksi yang
diperuntukkan dunia panggung biasanya sudah dikreasikan
secara kolaboratif. Fiksi adalah karya yang direka-reka sehingga
aneka tiruan budaya dan seni pun boleh masuk di dalamnya.
Karya fiksi boleh juga dibangun secara kolaboratif dengan unsur
budaya (tradisi).
C. Membaca Sugesti Dramatik Sastra Kolaboratif
Sugesti adalah dorongan yang menggiring seseorang harus
berbuat sesuatu. Sugesti dibangun di atas landasan kuat melalui
unsur dramatik. Unsur dramatik karya sastra akan menggugah
peneliti antropologi sastra dalam mencermati fenomena
kolaboratif. Sugesti terbesar dalam pertunjukan etnografi sastra
adalah ketika penonton terbius hingga enggan beranjak dari
tempat duduk.
D. Perjuangan Menuju Kolaborasi Sastra
Menurut Barry (Rokhman, 2003:28–29) bahwa ada
tiga pandangan penting dalam kaitannya dengan
penelitian sastra dan budaya layak untuk diperhatikan.
Penelitian inilah yang disebut antropologi sastra yang
meliputi (1) sastra dianggap baik apabila signifikasinya
menembus ruang dan waktu (spaceless and timeless);
karya semacam ini melampaui batas waktu ketika
karya itu ditulis, membicarakan sifat-sifat manusia; (2)
memiliki konteks tersendiri tanpa harus mengaitkan
dengan masalah sosial, budaya, dan politik; (3)
menyimpan keagungan, yaitu nilai-nilai kemanusiaan.

Anda mungkin juga menyukai