Anda di halaman 1dari 5

Seperti kita ketahui bersama bahwa Ferdinand de Saussure adalah Bapak ilmu linguistik modern, dia

adalah orang yang menyusun dan mengorganisasikan kajian yang sistematik terhadap bahasa
sehingga memungkinkan tercapainya prestasi dalam ilmu linguistik abad kedua puluh. Hal ini telah
menjadikannya sebagai penguasa yang modern: yakni penguasa suatu disiplin ilmu yang
dimodernkan. Saussure merupakan sosok yang sangat menarik dan penuh teka-teki karena ia
menjalani kehidupan yang tidak banyak peristiwanya. Menurut sejarah, saussure tidak mempunyai
krisis intelektual yang besar, perubahan, atau petualangan personal yang penting. Pemikirannya
sangat sederhana dan cukup berani tanpa kompromi sehingga sulit melacak asal usul pemikiran
tersebut. Bahkan awal karya utamanya dalam kehidupan intelektualnya tetap dalam keadaan tak
tertulis, ini menjadi klimaks yang sesuai dari karierya yang sifatnya melawan arus ini.

Pada tahun 1857 Saussure dilahirkan di Jenewa. Dia adalah anak lelaki dari seorang naturalis
terpandang dan anggota keluarga dengan tradisi keberhasilan yang kuat dalam bidang ilmu alam.
Adolf Pictet yang merupakan ahli filologi telah memperkenalkan saussure tentang penelitian
linguistik pada awal-awal usianya. Adolf Pictet adalah teman keluarganya. Pada usia lima belas tahun
ia mempelajari bahasa Yunani selain bahasa Perancis, Jerman, Inggris, dan latin. Saussure mencoba
menemukan suatu sistem bahasa yang umum dan menuliskan sebuah essei untuk Pictet berjudul
'Essay on Ianguages '. Saussure menganjurkan bahwa semua bahasa berakar pada suatu sistem dua
atau tiga konsonan dasar. Pictet tersenyum melihat reduksionisme ekstrim dari upaya yang dini
tersebut, ia tidak mengecilkan hati anak didiknya yang mulai mempelajari bahasa Sanskerta pada
usia belia.

Di kota Jenewa Saussure mempelajari bahasa Sansekerta dan komparatif linguistik, kemudian
melanjutkan studi di Paris dan Lepzig dari tahun 1875-76. Ia menguasai bahasa Latin, Yunani, Jerman,
Inggris, serta mempelajari kimia, fisika, teologi dan hukum. Pada usia 21 tahun, Saussure berhasil
menerbitkan sebuah buku berjudul “Memoire sur le systeme primitif des voyelles dans les langues
Indo-europeennes (1878) atau "Catatan mengenai sistem primitif vokal bahasa-bahasa Indo Eropa”
pada saat ia masih menjadi seorang mahasiswa. Karya itu merupakan karya penting dalam
rekonstruksi bahasa-bahasa proto Indo-Eropa saat itu hingga sekarang.

Pada usia 23 tahun, Saussure memperoleh gelar Doktor dari Universitas Leipzig, Jerman. Sebagai ahli
linguistik historis, Saussure mengajar di Ecole Pratique des Hautes Etudes di Paris dari tahun 1881-
1891 sebelum akhirnya kembali ke Jenewa pada tahun 1891 untuk mengajar di almamaternya. Pada
akhir tahun 1906, ia dibujuk untuk mengajar mata kuliah Linguistik Umum, sejarah dan perbandingan
bahasa-bahasa Indo Eropa. Tugas itu diteruskan Saussure pada tahun kuliah 1908-9 dan 1910-11.

Pada tahun pertama, Perkuliahan dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan sejarah bahasa oleh
Saussure. Sedangkan pada tahun kedua Saussure meperkenalkan secara ringkas mengenai linguistik
sinkronis, dan di tahun ketiga Saussure menggunakan satu semester penuh untuk membahas teori
linguistik sinkronis.

Pada tahun 1913 Saussure meninggal dunia tanpa sempat mempublikasikan teori linguistik
sinkronisnya. Pemikiran Saussure sampai kepada kita atas inisiatif dua kolega Saussure, Charles Bally
dan Albert Sechehaye, yang sebenarnya keduanya tidak pernah mengikuti perkuliahan Saussure.
Kedua sarjana itu berusaha merekonstruksi pemikiran Saussure dengan mengumpulkan catatan
perkuliahan dari murid-murid Saussure serta catatan kuliah Saussure sendiri dan menerbitkannya
dengan judul Cours de linguistique generale (Kuliah linguistik umum).
Semiologi adalah ilmu yang didirikan oleh Saussure. Semiologi adalah ilmu yang mempelajari tanda
atau semiotika walaupun Saussure sendiri menyebutnya bukan semiotika tetapi semiologi. Saussure
sebagaimana dikutip Berger (2005: 6) mengatakan bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda
yang mengungkapkan pikiran atau gagasan, dan oleh karenanya dapat dibandingkan dengan sistem
tulisan, sistem alfabet orang bisu-tuli, ritual simbolis, rumus kesantunan, sinyal militer, dan lainnya.
Lebih jauh Saussure mengemukakan bahwa satu bidang ilmu yang merupakan bagian dari psikologi
sosial dan karenanya merupakan bagian dari psikologi umum dapat dilahirkan; Ia menyebutnya
semiologi (dari bahasa Yunani, semeion”tanda”). Dalam pemikirannya Semiologi akan
memperlihatkan apa yang membentuk tanda dan bagaimana aturan yang menentukannya (Saussure,
1966:16). Mengenai kaitan antara linguistik dan semiologi, Jakobson (1965: 23) menjelaskan bahwa
dalam pandangan Saussure, linguistik merupakan bagian dari semiologi dan yang disebut terakhir ini
akan menentukan karakteristik dan ciri apa saja yang menyebabkan bahasa menjadi sebuah sistem
yang terpisah dalam totalitas fakta semiologis.

Saussure merupakan Bapak linguistik modern yang menata ulang kajian bahasa secara sistematis
sehingga memungkinkan prestasi yang dicapai ahli bahasa pada abad 20 ini disampaikan oleh Culler
(1976). Hal ini menjadikan Saussure menjadi seorang Master modern. Master sebuah disiplin yang ia
buat modern. Salah satu bukti bahwa pengaruh Saussure begitu kuat dalam kehidupan kita adalah
keberadaan sejumlah warisan pemikiran Saussure yang hingga saat ini masih terus dibicarakan dan
menjadi bahan kajian yang tiada henti selain disiplin ilmu bahasa dan sastra, disiplin ilmu lainnya
seperti antropologi, sosiologi, musik dan film, sejarah, arsitektur dan periklanan

Para ahli bahasa berusaha mengidentifikasi unit-unit bermakna dalam bahasa, menggambarkan
hubungan antar unit tersebut, dan mencapai kekayaan deskriptif yang tak terbayangkan sebelumnya.
Pendekatan seperti ini dikenal dengan istilah strukturalisme. Jejak pengaruh Saussure di Amerika
ditandai dengan munculnya aliran linguistik struktural yang dikembangkan Leonard Bloomfield yang
terinspirasi oleh apa yang dilakukan Louis Hjelmslev di Denmark. Bloomfield melakukan penelitian
yang sangat intensif mengenai bahasa-bahasa suku Indian di Amerika Utara dan menerbitkan
bukunya yang berpengaruh berjudul Language (1933). Pemikiran Bloomfield ini kemudian mewarnai
karya-karya yang dihasilkan aliran strukturalis Amerika lainnya dari tahun 1940an hingga sekarang
seperti karya Zellig Harris (ahli linguistik struktural, analisis wacana dan penemu struktur
transformasional dalam bahasa, dan promotor Chomsky), Charles Hockett (pengembang linguistik
strukturalis), Kenneth Pike (pengembang teori tagmemik dan pencipta istilah “emic”, pemahaman
dan penjelasan makna bunyi bahasa secara subyektif dan “etic”, kajian obyektif bunyi bahasa), Sapir-
Whorf (analisis transformasional), dan Chomsky. Noam Chomsky sendiri merupakan bahasawan
paling berpengaruh pada abad 20 dan 21 sekarang ini. Menurut Gibbon (2007/2008), gagasan
Chomsky tidak hanya mempengaruhi disiplin ilmu linguistik tetapi juga ilmu komputer, psikologi,
filsafat dan politik. Dalam bidang linguistik, Chomsky mengembangkan tatabahasa generatif dengan
sejumlah istilah turunannya seperti tatabahasa transformasional, tatabahasa transformasional
leksikalis, teori X-Bar, teori penguasa dan pengikat (government-binding), teori prinsip dan
parameter, sintaksis minimalis, dan fonologi generatif.

De Saussure mengatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mengungkapkan gagasan, dengan
demikian dapat dibandingkan dengan tulisan, abjad orang-orang bisu tuli, upacara simbolik, bentuk
sopan santun, tanda-tanda kemiliteran dan lain sebagainya. Bahasa hanyalah yang paling penting
dari sistem-sistem ini. Jadi kita dapat menanamkan benih suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda
di tengahtengah kehidupan kemasyarakatan; ia akan menjadi bagian dari psikologi umum, yang
nantinya dinamakan oleh de saussure sebagai semiologi.

Ilmu ini akan mengajarkan kepada kita, terdiri dari apa saja tanda-tanda itu, kaidah mana yang
mengaturnya. Karena ilmu ini belum ada, maka kita belum dapat mengatakan bagaimana ilmu ini,
tetapi ia berhak hadir, tempatnya telah ditentukan lebih dahulu.

Adapun strukturalisme, sebagai sebuah teori sastra, mempunyai hubungan yang erat dengan
linguistik, misalnya unsur fonologi dalam linguistik dapat membantu teori sastra dalam menganalisis
tingkat suara dalam karya sastra lisan. Selain itu, analisis fungsi linguistik dapat membantu studi
tentang gaya bahasa puisi, yang pada gilirannya dapat pula memahami semiotik bahasa yang
memandang karya sastra sebagai tanda. Strukturalisme pada perkembangan selanjutnya
berkembang ke konsep semiotika karya sastra. Untuk itu, strukturalisme-semiotik berfungsi meneliti
sebuah fenomena menjadi sebuah fakta sosial, yaitu meneliti perkembangan sejarah sastra dengan
semua aspek lain dari kebudayaan manusia.

Strukturalisme juga menjelaskan pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang bebas dan terlepas
dari aturan maupun struktur yang ada. Namun dengan munculnya paham Strukturalis maka kini
manusia punya aturan yang baku dan jelas. Hal ini merupakan protes atas reaksi bahwa Eropa
menempatkan manusia sebagai makhluk yang bebas.

Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai pokok pikiran bahwa
semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap.

Strukturalisme lebih tertarik untuk berbicara tentang praktek-praktek penandaan dimana makna
merupakan produk dari struktur atau regularitas-regularitas yang dapat diramalkan yang terletak di
luar jangkauan manusia (human agents).

Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara
menganalisa bahasa, yang juga dapat dipergunakan untuk menganalisa sistem tanda atau simbol
dalam kehidupan masyarakat, dengan menggunakan analisis struktural. De Saussure mengatakan
bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mengungkapkan gagasan, dengan demikian dapat
dibandingkan dengan tulisan, abjad orang-orang bisu tuli, upacara simbolik, bentuk sopan santun,
tanda-tanda kemiliteran dan lain sebagainya. Strukturalisme menganalisa proses berfikir manusia
dari mulai konsep hingga munculnya simbol-simbol atau tanda-tanda  (termasuk didalmnya upacara-
upacara, tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya) sehingga membentuk sistem bahasa.

Untuk mengenal lebih lanjut tentang strukturalisme, maka ada baiknya kalau kita menyimak pemikiran
Ferdinand de Saussure yang dikenal orang sebagai bapak strukturalisme, walaupun bukan orang pertama
yang mengungkap strukturalisme. Membaca pemikiran Saussure tentang strukturalisme, seolah-olah kita
diajak untuk berdialog sistemik yang dapat mengantarkan kita pada wilayah linguistik dan gramatikal.
Mengingat, landasan filosofis yang digagas Saussure lebih menekankan pada aspek kajian bahasa yang
merupakan nilai filosofis terpenting dalam memahami arus strukturalisme. Dalam pandangan Steven Best
dan Douglas Kellner, strukturalisme merupakan konsep-konsep struktural linguistik dalam sains manusia
yang mereka gunakan untuk merekonstruksi dasar yang lebih mapan. Levis-Strauss, misalnya,
menerapkan analisis linguistik terhadap kajian sosial mitologi, sistem kekeluargaan dan fenomena
antropologis, sedangkan Lacan mengembangkan psikoanalisa struktural dan Althusser mengembangkan
Marxisme struktural. Itulah sebabnya, kenapa strukturalis diatur oleh kode dan aturan-aturan yang tak
sadar, seperti ketuika bahasa membentuk makna melalui serangkaian oposisi biner yang berbeda-beda,
atau ketika mitologi mengatur prilaku makna dan teks menurut sistem atau aturan kode.Selain sebagai
bapak strukturalisme, Saussure juga sebagai bapak linguistik yang memiliki sikap concern terhadap
landasan filosofis sebuah bahasa. Ia yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara mengalisa bahasa
untuk memahami sistem tanda atau simbol dengan menggunakan analisis struktural dalam kehidupan
masyarakat. Maka, tak heran kalau Saussure mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang mandiri,
karena bahan penelitiannya menggunakan bahasa yang bersifat otonom. Bahasa, menurut Saussure, adalah
sistem tanda yang paling lengkap karena mengungkapkan gagasan struktural yang terungkap dalam
sistem tanda dan simbol tersebut. Dengan demikian, bahasa hanyalah penting dalam sistem interdisipliner
yang tercakup pada wilayah nilai dan makna sehingga memperkuat landasan filosofis yang kita analisis.
Kajin Saussure memang tak lepas dari aspek linguistik, sehingga analisis strukturalisme yang digagasnya
mempunyai relevansi dengan sistem tanda maupun bahasa. Itulah kenapa, strukturalisme berupaya
mengisolasi struktur umum aktivitas manusia dengan mengaplikasikan analogi pertamanya dalam bidang
linguistik. Seperti yang kita ketahui, bahwa lingiustik struktural melakukan empat perubahan
dasar. Pertama, linguistik struktural bergeser dari kajian fenomena linguistik sadar ke kajian infratuktur
tak sadarnya. Kedua, linguistik struktural tidak melihat pengertian sebagai entitas independen, dan
menempatkan hubungan antar pengertian sebagai landasan analisisnya. Ketiga, linguistik struktural
memperkenalkan konsep sistem. Keempat, berusaha menemukan sistem hukum umum.Walaupun
melakukan perubahan secara mendasar, strukturalisme yang digagas Saussure banyak mendapatkan kritik
pedas dari berbagai filosofis yang kompeten dalam bidang strukturalisme. Salah satunya adalah Derrida
yang secara tegas mengkritik landasan filosofis strukturalisme Saussure. Pertama, ia meragukan
kemungkinan hukum umum. Kedua, ia mempertanyakan oposisi antara subjek dan objek, yang menjadi
dasar diskripsi yang objektif. Menurut Derrida, diskripsi objek tidak dapat dilepaskan dari pola hasrat
subjek. Ketiga, ia mempertanyakan struktur oposisi biner. Ia mengajak kita untuk memahami oposisi
bukan dalam pengertian lain, tetapi harus didasarkan pada pemahaman yang holistik mengenai
persamaan yang seimbang, sehingga tidak terjadi pertentangan gagasan yang hanya akan melahirkan
kejumudan dalam ranah filsafat. Namun demikian, kita harus yakin bahwa tujuan seluruh aktivitas
strukturalis, dalam bidang pemikiran maupun bahasa adalah untuk membentuk kembali sebuah objek
dan melalui proses ini, juga akan diperkenalkan aturan-aturan fungsi dari objek tersebut. Sehingga,
strukturalisme secara efektif merupakan kesan objek (simulacrum) yang menghasilkan sesuatu yang bisa
dilihat atau bahkan tidak menghasilkan ketidakjelasan dalam objek natural. Dalam konteks inilah,
strukturalisme menekankan pada penurunan subjektivitas dan makna yanng berbeda dengan keutamaan
sistem simbol, ketidaksadaran, dan hubungan sosial. Dalam model ini, makna bukan merupakan ciptaan
dan tujuan subjek otonom transparan yang dibentuk melalui hubungan dalam bahasa, sehingga
subjektivitas dilihat dalam konteks konstruksi sosial dan linguistik. Itulah sebabnya, kenapa parole atau
kegunaan khusus bahasa oleh subjek-subjek individual ditentukan oleh langue, atau sistem bahasa itu
sendiri.Analisis strukturalis baru dalam beberapa hal meruapakan produk perubahan linguistik yang
berakar dari teori semiotika Saussure. Ia berpendapat bahwa bahasa dapat dianalisa dalam hal hukum
operasi terakhirnya, tanpa mengacu pada sifat dan evolusi historisnya, sehingga Saussure
menginterpretasikan tanda linguistik (linguistic sign) sebagai sesuatu yang terbentuk dari dua bagian yang
terkait secara integral atau sebuah komponen akuistik-visual, tanda dan komponen konseptual, dan
petanda (signified). Maka tak berlebihan, kalau Saussure menekankan dua sifat bahasa yang merupakan
nilai terpenting dalam memahami perkembangan teori kontemporer. Pertama, dia melihat tanda
linguistik bersifat arbiter, yaitu tidak ada hubungan alamiah antara tanda dan penanda. Kedua, dia
menekankan bahwa tanda merupakan sesuatu yang berbeda, yaitu sistem makna telah memperoleh
signifikansinya. Karena di dalam bahasa, hanya terdapat perbedaan-perbedaan “tanpa term-term
positif”.Berangkat dari analisis strukturalisme di atas, gagasan yang paling mendasar dari Saussure tentang
strukturalisme adalah sebagai berikut. Pertama, diakronis dan sinkronis. Yaitu, suatu bidang ilmu yang
tidak hanya dapat dilakukan menurut perkembangannya, melainkan juga melalui struktur yang se
zaman. Kedua, langue-parole. Langue adalah penelitian bahasa yang mengandung kaidah-kaidah dan telah
menjadi konvensi. Sementara parole adalah penelitian terhadap ujaran yang dihasilkan secara
individual. Ketiga, sintagmatik dan paradikmatik (asosiatif). Sintagmatik adalah hubungan antara unsur
yang hadir dan yang tidak hadir, dan dapat saling menggantikan karena bersifat asosiatif (sistem).
Keempat, penanda dan petanda. Saussure menampilkan tiga istilah dalam teori ini, yaitu tanda
bahasa (sign), penanda (signifier), dan petanda (signified). Menurutnya, setiap tanda bahasa mempunyai dua
sisi yang tak terpisahkan, karena masing-masing saling membutuhkan. Dengan demikian, gagasan
strukturalisme Saussure lebih menekankan pada aspek linguistik yang berupa bahasa, sistem tanda, simbol,
maupun kode dalam bahasa itu sendiri. Sehingga tak heran, kalau Saussure dikenal sebagai bapak
linguistik yang sangat kompeten dalam menganalisis makna dibalik teks bahasa maupun simbol-simbol
yang melatarbelakanginya.

Anda mungkin juga menyukai