Kata sosiolinguistik muncul pertama kali pada 1939 pada sebuah artikel karya
Thomas C. Hudson yang berjudul Sociolinguistics in India dalam Man in India.
Sosiolinguistik juga pertama kali digunakan Eugene Nida pada buku edisi keduanya
yang berjudul Morphology (1949), tetapi ada sesesorang yang sering menggunakan
istilah sosiolinguistik yaitu Haver Currie (1952), yang meklaim bahwa dirinyalah
yang memperkenalkan sosiolinguistik. Semua ahli sepakat bahwa tahun 1960-an
adalah tahun yang penting bagi lahirnya sosiolinguistik, terlebih di Amerika. Pada
awal 1960-an Joshua Fishman pertama kali mengajar sosiolinguistik (tetapi
menggunakan istilah Sociology of Language) di Universitas Pennsylvania.
Ketika sosiolingustik menjadi populer sebagai sebuah disiplin ilmu pada akhir 1960,
ada 2 label yang melekat di dalamnya, yaitu sosiolinguistik dan sosiologi bahasa
yang sama-sama merujuk pada fenomena yang sama yaitu sebuah kajian
hubungan dan interaksi antara bahasa dan masyarakat, dan kedua istilah tersebut
dapat dipertukarkan penggunaannya. Pada akhirnya perbedaan antara keduanya
pun jelas, yaitu sosiolinguistik berfokus pada deskripsi bahasa yang lebih luas (yang
melakukan adalah linguis dan antropologis), sedangkan sosiologi bahasa berfokus
pada penjelasan dan prediksi fenomena bahasa dalam masyarakat (yang
melakukan biasanya sosiolog).
Pada November 1966, istilah sosiolinguistik telah menjadi istilah yang lazim di
kalangan linguis dan sosiolog. Pertemuan tahunan Linguistic Society of America
(LSA) telah memiliki sesi tersendiri yang diberi nama Sosiolinguistics yang telah
berlangsung lebih dari 15 tahun. LSA telah mendeskripsikan sosiolinguistik sebagai
sebuah komponen utama dalam disiplin ilmu linguistik. Dewasa ini sosiolinguistik
mengandung beberapa topik di dalamnya, di antaranya perencanaan bahasa, studi
mengenai bahasa dan jenis kelamin, variasi bahasa (dialek), register, pidgin, creol,
dan lain-lain.
Indonesia menjadi sebuah ladang subur bagi kajian Sosiolinguistik. Menurut peta
bahasa yang diterbitkan Lembaga Bahasa Nasional pada tahun 1992 (Nababan,
1986: 12) terdapat 418 bahasa daerah di Indonesia dengan jumlah penutur berkisar
antara 100 orang (Irian Jaya) sampai dengan kurang lebih 50 juta orang (bahasa
Jawa). Kebanyakan orang Indonesia akan mempelajari dan memakai bahasa
daerah sebagai bahasa pertama, sedangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
kedua. Orang tersebut dinamakan berdwibahasa. Selain itu, masyarakat Indonesia
sangat multikultur, sehingga akan terdapat banyak klasifikasi sosial yang membuat
kajian sosiolinguistik menjadi menarik.
Daftar Pustaka:
Hymes, Dell. 1997. The Scope of Sociolinguistics dalam Nikolas Coupland dan Adam
Jaworski (Ed.) Sociolinguistics: A Reader and Coursebook. United States of America:
Macmillan Press Ltd.
Panini (500SM) diyakini oleh banyak linguis sebagai pelopor pengkaji sosiolinguistik dalam karyanya
yang berjudul Astdhayayi satu buku yang beris tentag stilistika bahasa pengkajian sosiolinguistik mulai
mendapat perhatian. Baru beberapa abad kemudian, tepatnya pada abad 19, Schuchardt, Hasseling, dan
Van Name (1869-1897) untuk pertama kalinya memulai kajan tentang dialek bahasa pedalaman Eropa
dan kontak bahasa yang mengahsilkan bahasa campuran. Perkemabangan kajian sosiolinguistik semakin
menemukan titik cerah setelah De Saussure (1857-1913) berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah
fakta sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam hal ini, terdapat dua istilah yang masih popular
hingga saat ini: Langue dan Parole. Tak lama berselang, langkah de Saussure ini ditindaklanjuti oleh
beberapa sarjana bahasa Amerika Serikat, seperti Franz Boas, Edward Sapir, dan Leonard Blommfield
yang melakukan beberapa kajian bahasa budaya, dan kognisi.
Istilah sosiolinguistik digunakan pertama sekali oleh Harver Currie pada tahun 1952. Tokoh ini
sebelumnya melihat kajian linguistik tidak memiliki perhatian terhadap realitas sosial. Setahun
berikutnya, Weinreich (1953) menulis Language in Contact, yang diikuti dengan kemunculan karya-karya
besar lain dalam bidang ini sehingga mulai saat itu sosiolinguistik menjadi ilmu yang mantap dan
menarik perhatian banyak orang.
Mengenai ruang lingkup sosiolinguistik, dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut.
1. Mikro sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil, misalnya system tegur sapa.
2. Makro sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah perilaku bahasa dan struktur sosial.
Sosiolinguitik meliputi tiga hal, yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat.
Cakupan sosiolinguistik akan semakin jelas jika kita lihat paparan yang membandigkan sosiolinguistik
dengan dengan bidang studi lain yang terkait sebagaimana dijelaskan di bawah ini:
Sosiologi mempelajari anatara lain struktur sosial, organisasi kemasyarakatan, hubungan antar
anggota masyarakat, tingkah laku masyarakat. Secara konkret, sosiologi mempelajari kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Di dalam masyarakat ada semacam lapisan, seperti lapisan penguasa dan
lapisan rakyat jelata, atau kasta-kasta yang berjenjang juga dipelajari sosiologi. Sampai tahap tertentu
sosiologi memang menyentuh bahasa. Objek utama sosiologi bukan bahasa, melainkan masyarakat, dan
dengan tujuan mendeskripsikan masyarakat dan tingkah laku. Dan objek utama sosiolinguistik adalah
variasi bahasa, bukan masyarakat.
Linguistik umum (general linguistics) seringkali disebut linguistik saja, mencakup fonologi, morfologi, dan
sintaksis. Linguistik disini hanya berbicara tentang struktur bahasa, mencakup bidang struktur bunyi,
struktur morfologi, struktur kalimat dan struktur wacana. Linguistik menitik beratkan pembicaraan pada
bunyi-bunyi bahasa, karena atas dasar anggapan, bahasa itu berupa bunyi-bunyi yang berstruktur dan
bersistem. Linguistik mempunyai pandangan monolitik terhadap bahasa. Artinya, bahasa dianggap satu
sistem yang tunggal, 1. Linguistik melihat bahasa sebagai suatu sistem tertutup suatu sistem yang berdiri
sendiri terlepas dari kaitannya dengan struktur masyarakat. 2. Sosiolinguistik melihat bahasa sebagai
suatu sistem tetapi yang berkaitan dengan struktur masyarakat, bahasa dilihat sebagai sistem yang tidak
terlepas dari ciri-ciri penutur dan dari nilai-nilai sosiobudaya yang dipatuhi oleh penutur itu, jadi bahasa
dilihat sebagai sistem yang terbuka. Sosiolinguistik menitik beratkan fungsi bahasa dalam penggunaan,
makna bahasa secara sosial.
c. Sosiolinguistik dengan Dialektologi
Dialektologi adalah kajian tentang variasi bahasa. Dialektologi mempelajari berbagai dialek
dalam suatu bahasa yang tersebar diberbagai wilayah. Tujuan untuk mencari hubungan kekeluargaan
diantara berbagai dialek-dialek itu juga menentukan sejarah perubahan bunyi atau bentuk kata, berikut
maknanya, dari masa ke masa dan dari saru tempat ke tempat lain. Titik berat kajian terletak pada kata.
Setelah ditemukan sejumlah kata ayang mempunyai berbagai bentuk atau lafal pada sejumlah dialek
diberbagi tempat, dialektologi membuat semacam peta, yakni peta dialek. Peta itu tertera garis-garis
yang menghubungkan tempat satu ketempat yang lain.
Antropologi adalah kajian tentang masyarakat dari sudut kebudayaan dalam arti luas. Kebudayaan
dalam arti luas seperti kebiasaan, adat, hukum, nilai, lembaga sosial, religi, teknologi, bahasa. Bagi
antropologi bahasa dianggap sebagai ciri penting bagi jati diri (identitas) bagi sekelompok orang
berdasarkan etnik.
sosiolinguistik makro adalah ruang lingkup sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah
prilaku bahasa dan struktur sosial. Kajian intinya adalah komunikasi antar kelompok, barangkali didalam
konteks satu kelompok masyarakat, misalnya tentang penggunaan bahasa ibu dengan bahasa local oleh
kelompok-kelompok linguistic minoritas. Sedangkan sosiolinguistik mikro adalah ruang lingkup
sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil. Titik pusat pengkajian mikro sosiolinguistik
adalah tingkah ujar (speech act) (Sharle,1965) yang terjadi didalam kelompok-kelompok primair
menurut sosiolog, dan tingkah ujar itu dimodifikasi oleh variable-variabel seperti status keakraban
(intimasi), pertalian keluarga, sikap dan tujuan antar tiap anggota kelompok. Kebanyakan variable
linguistik digolongkan kedalam kelompok yang umunya disebut register (Crystal dan Davi, 1969) dan
bukan dalam kelompok dialek, yaitu variable yang diakibatkan oleh penggunaan bahasa oleh individu
dalam variable tertentuyang diamati,dan bukan pula variasi yang diakobatkan oleh karakteristik yang
relative permenen pada diri si pemakai bahasa seperti umur, kelas sosioal, pendidikan dan seterusnya.
Kedua istilah ini, makro dan mikro mengaju pada luas dan sempit cakupan. Jika sosiolinhuistik
membicarakan masalah-masalah besar dan luas, ia masuk sosiolinguistik makro. Sebaliknya, jika yang
dibicarakan masalah-masalah kecil dan sempit ia masuk sosiolinguistik mikro.
Sosiolinguistik mikro menurut Roger Bell (1976), lebih menekankan perhatian pada interaksi bahasa
antar penutur didalam suatu kelompok guyuk tutur (intragrupinteraction), sedangkan sosiologi makro
menitik beratkan perhatian kepada interaksi antar penutur dalam kontek antar kelompok
(intragrupinteraction).
DAFTAR PUSTAKA