Anda di halaman 1dari 12

Sejarah Perkembangan Sosiolingustik di

Amerika hingga di Indonesia


Dalam bab History of Sociolinguistics pada Sosiolinguistics: The Essential
Readings dikatakan bahwa sosiolinguistik sebagai sebuah disiplin ilmu mulai
berkembang sejak 50 tahun terakhir. Sosiolinguistik mengkaji aspek sosial dalam
bahasa dan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Seharusnya sosioliguistik
ada sejak manusia memiliki bahasa, sebab tidak ada masyarakat tanpa bahasa dan
bahasa tanpa masyarakat (penuturnya).

William Dwight Whitney (Shuy, 2003: 4)


mengatakan bahwa bahasa dalam kaitannya dengan proses komunikasi bukanlah
milik individu, melainkan milik sosial (anggota masyarakat). Tidak ada bahasa yang
dapat bertahan jika hanya digunakan oleh seorang saja, sehingga dapat dikatakan
bahwa sesuatu dapat diterima sebagai bahasa jika telah diterima, dipahami, serta
dipakai oleh anggota masyarakat.

Kata sosiolinguistik muncul pertama kali pada 1939 pada sebuah artikel karya
Thomas C. Hudson yang berjudul Sociolinguistics in India dalam Man in India.
Sosiolinguistik juga pertama kali digunakan Eugene Nida pada buku edisi keduanya
yang berjudul Morphology (1949), tetapi ada sesesorang yang sering menggunakan
istilah sosiolinguistik yaitu Haver Currie (1952), yang meklaim bahwa dirinyalah
yang memperkenalkan sosiolinguistik. Semua ahli sepakat bahwa tahun 1960-an
adalah tahun yang penting bagi lahirnya sosiolinguistik, terlebih di Amerika. Pada
awal 1960-an Joshua Fishman pertama kali mengajar sosiolinguistik (tetapi
menggunakan istilah Sociology of Language) di Universitas Pennsylvania.

Ketika sosiolingustik menjadi populer sebagai sebuah disiplin ilmu pada akhir 1960,
ada 2 label yang melekat di dalamnya, yaitu sosiolinguistik dan sosiologi bahasa
yang sama-sama merujuk pada fenomena yang sama yaitu sebuah kajian
hubungan dan interaksi antara bahasa dan masyarakat, dan kedua istilah tersebut
dapat dipertukarkan penggunaannya. Pada akhirnya perbedaan antara keduanya
pun jelas, yaitu sosiolinguistik berfokus pada deskripsi bahasa yang lebih luas (yang
melakukan adalah linguis dan antropologis), sedangkan sosiologi bahasa berfokus
pada penjelasan dan prediksi fenomena bahasa dalam masyarakat (yang
melakukan biasanya sosiolog).

dalam buku An Introduction to Sociolinguistics karya Ronald Wardhaugh.


Wardhaugh (1986: 12) dikenalkan istilah sosiolingustik dengan mikro-sosiolinguistik
dan sosiologi bahasa dengan makro-sosiolinguistik. Perbedaan di antara keduanya,
yaitu sosiolinguistik menyelidiki hubungan anatara bahasa dengan masyarakat
dengan tujuan adanya pemahaman yang lebih baik mengenai struktur bahasa dan
bagaimana fungsi bahasa dalam komunikasi sedangkan sosiologi bahasa mencoba
menunjukkan bagaimana struktur sosial dapat memberikan pengertian yang lebih
baik melalui studi bahasa.

Hudson via Wardhaugh (1986: 12) menyatakan perbedaan di antara keduanya,


yaitu sosiolinguistik adalah studi tentang bahasa yang dikaitkan dengan masyarakat,
sedangkan sosiologi bahasa adalah studi tentang masyarakat yang dikaitkan
dengan bahasa.Apabila kita melihat pendapat Hudson, maka akan nampak
perbedaan yang jelas antara keduanya. Sosiolinguistik menunjukkan bahasa yang
lebih berpengaruh terhadap masyarakat, sedangkan sosiologi bahasa menunjukkan
masyarakatlah yang lebih berperan terhadap bahasa.

Shuy (2003: 5) dalam artikel A Brief History of American Socioliguistics 1949-1989


menuliskan bahwa beberapa ahli bahasa berpendapat asal mula sosiolinguistik
berasal dari kajian linguistik antropologi. Mereka mengatakan bahwa sosiolinguistik
adalah bentuk modern dari linguistik antropologi. Pada awal April 1966, para
sosiolog menggelar sebuah acara untuk membahas sosiolinguistik sebagai bagian
dari acara tahunan Ohio Valley Sociological Society. Hymes melontarkan sebuah
pertanyaan Di mana para sosiolog dapat pergi untuk belajar sosiolinguistik? Untuk
menjawab hal tersebut, maka diadakanlah pertemuan lanjutan di Los Angeles tiga
bulan kemudian di kediaman William Bright. Tokoh-tokoh yang hadir pada waktu itu
adalah Charles A. Ferguson, Joshua A. Fishman, Harold Garfinkel, Erving Goffman,
John Gumperz, Dell Hymes, William Labov, Harvey Sacks, Edgar Polome, Leonard
Savits, dan Emanuel Schegloff. Para sosiolog menyampaikan pengalaman mereka
mengajar sosiolinguistik di universitas mereka. Savits menekankan bahwa para
sosiolog membutuhkan pelatihan atau penjelasan mengenai linguistik. Karena
sosiolinguistik adalah sebuah disiplin ilmu bahasa yang interdisipliner, maka sebagai
seorang sosiolinguis mereka harus mengetahui kedua disiplin ilmu utamanya, yaitu
sosiologi dan linguistik, agar kajian yang mereka lakukan menjadi sebuah kajian
yang utuh.

Pada November 1966, istilah sosiolinguistik telah menjadi istilah yang lazim di
kalangan linguis dan sosiolog. Pertemuan tahunan Linguistic Society of America
(LSA) telah memiliki sesi tersendiri yang diberi nama Sosiolinguistics yang telah
berlangsung lebih dari 15 tahun. LSA telah mendeskripsikan sosiolinguistik sebagai
sebuah komponen utama dalam disiplin ilmu linguistik. Dewasa ini sosiolinguistik
mengandung beberapa topik di dalamnya, di antaranya perencanaan bahasa, studi
mengenai bahasa dan jenis kelamin, variasi bahasa (dialek), register, pidgin, creol,
dan lain-lain.
Indonesia menjadi sebuah ladang subur bagi kajian Sosiolinguistik. Menurut peta
bahasa yang diterbitkan Lembaga Bahasa Nasional pada tahun 1992 (Nababan,
1986: 12) terdapat 418 bahasa daerah di Indonesia dengan jumlah penutur berkisar
antara 100 orang (Irian Jaya) sampai dengan kurang lebih 50 juta orang (bahasa
Jawa). Kebanyakan orang Indonesia akan mempelajari dan memakai bahasa
daerah sebagai bahasa pertama, sedangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
kedua. Orang tersebut dinamakan berdwibahasa. Selain itu, masyarakat Indonesia
sangat multikultur, sehingga akan terdapat banyak klasifikasi sosial yang membuat
kajian sosiolinguistik menjadi menarik.

Daftar Pustaka:
Hymes, Dell. 1997. The Scope of Sociolinguistics dalam Nikolas Coupland dan Adam
Jaworski (Ed.) Sociolinguistics: A Reader and Coursebook. United States of America:
Macmillan Press Ltd.

Nababan, P.W.J. 1986. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

SEJARAH DAN LINGKUP


SOSIOLINGUISTIK

SEJARAH DAN LINGKUP SOSIOLINGUISTIK


A. Sejarah Sosiolinguistik
Perkembangan sosiolinguistik baru mulai pada akhir 1960an dan awal 1970an, sehingga kajian
bahasa ini dapat dipandang sebagai disiplin ilmu bahasa yang masih muda. Meskipun demikian, hal ini
tidak berararti bahwa sosiolinguistik ini merupakan penemuan dekede 1960an. Dewasa ini, perhatian
terhadap sosiolinguistik semakin luas dan kesedaran yang semakin meningkat bahwa sosioliguistik dapat
memperjelas hakikat bahasa dan hakikat masyrakat.

Panini (500SM) diyakini oleh banyak linguis sebagai pelopor pengkaji sosiolinguistik dalam karyanya
yang berjudul Astdhayayi satu buku yang beris tentag stilistika bahasa pengkajian sosiolinguistik mulai
mendapat perhatian. Baru beberapa abad kemudian, tepatnya pada abad 19, Schuchardt, Hasseling, dan
Van Name (1869-1897) untuk pertama kalinya memulai kajan tentang dialek bahasa pedalaman Eropa
dan kontak bahasa yang mengahsilkan bahasa campuran. Perkemabangan kajian sosiolinguistik semakin
menemukan titik cerah setelah De Saussure (1857-1913) berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah
fakta sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam hal ini, terdapat dua istilah yang masih popular
hingga saat ini: Langue dan Parole. Tak lama berselang, langkah de Saussure ini ditindaklanjuti oleh
beberapa sarjana bahasa Amerika Serikat, seperti Franz Boas, Edward Sapir, dan Leonard Blommfield
yang melakukan beberapa kajian bahasa budaya, dan kognisi.

Istilah sosiolinguistik digunakan pertama sekali oleh Harver Currie pada tahun 1952. Tokoh ini
sebelumnya melihat kajian linguistik tidak memiliki perhatian terhadap realitas sosial. Setahun
berikutnya, Weinreich (1953) menulis Language in Contact, yang diikuti dengan kemunculan karya-karya
besar lain dalam bidang ini sehingga mulai saat itu sosiolinguistik menjadi ilmu yang mantap dan
menarik perhatian banyak orang.

B. Ruang Lingkup Sosiolinguistik

Mengenai ruang lingkup sosiolinguistik, dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut.

1. Mikro sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil, misalnya system tegur sapa.

2. Makro sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah perilaku bahasa dan struktur sosial.
Sosiolinguitik meliputi tiga hal, yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa dan masyarakat.
Cakupan sosiolinguistik akan semakin jelas jika kita lihat paparan yang membandigkan sosiolinguistik
dengan dengan bidang studi lain yang terkait sebagaimana dijelaskan di bawah ini:

a. Sosiolinguistik dengan Sosiologi

Sosiologi mempelajari anatara lain struktur sosial, organisasi kemasyarakatan, hubungan antar
anggota masyarakat, tingkah laku masyarakat. Secara konkret, sosiologi mempelajari kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Di dalam masyarakat ada semacam lapisan, seperti lapisan penguasa dan
lapisan rakyat jelata, atau kasta-kasta yang berjenjang juga dipelajari sosiologi. Sampai tahap tertentu
sosiologi memang menyentuh bahasa. Objek utama sosiologi bukan bahasa, melainkan masyarakat, dan
dengan tujuan mendeskripsikan masyarakat dan tingkah laku. Dan objek utama sosiolinguistik adalah
variasi bahasa, bukan masyarakat.

b. Sosiolinguistik dengan Linguistik Umum

Linguistik umum (general linguistics) seringkali disebut linguistik saja, mencakup fonologi, morfologi, dan
sintaksis. Linguistik disini hanya berbicara tentang struktur bahasa, mencakup bidang struktur bunyi,
struktur morfologi, struktur kalimat dan struktur wacana. Linguistik menitik beratkan pembicaraan pada
bunyi-bunyi bahasa, karena atas dasar anggapan, bahasa itu berupa bunyi-bunyi yang berstruktur dan
bersistem. Linguistik mempunyai pandangan monolitik terhadap bahasa. Artinya, bahasa dianggap satu
sistem yang tunggal, 1. Linguistik melihat bahasa sebagai suatu sistem tertutup suatu sistem yang berdiri
sendiri terlepas dari kaitannya dengan struktur masyarakat. 2. Sosiolinguistik melihat bahasa sebagai
suatu sistem tetapi yang berkaitan dengan struktur masyarakat, bahasa dilihat sebagai sistem yang tidak
terlepas dari ciri-ciri penutur dan dari nilai-nilai sosiobudaya yang dipatuhi oleh penutur itu, jadi bahasa
dilihat sebagai sistem yang terbuka. Sosiolinguistik menitik beratkan fungsi bahasa dalam penggunaan,
makna bahasa secara sosial.
c. Sosiolinguistik dengan Dialektologi

Dialektologi adalah kajian tentang variasi bahasa. Dialektologi mempelajari berbagai dialek
dalam suatu bahasa yang tersebar diberbagai wilayah. Tujuan untuk mencari hubungan kekeluargaan
diantara berbagai dialek-dialek itu juga menentukan sejarah perubahan bunyi atau bentuk kata, berikut
maknanya, dari masa ke masa dan dari saru tempat ke tempat lain. Titik berat kajian terletak pada kata.
Setelah ditemukan sejumlah kata ayang mempunyai berbagai bentuk atau lafal pada sejumlah dialek
diberbagi tempat, dialektologi membuat semacam peta, yakni peta dialek. Peta itu tertera garis-garis
yang menghubungkan tempat satu ketempat yang lain.

d. Sosiolinguistik dengan Retorika


Retorika sebagai kajian tentang tutur terpilih. Salah satu cabangnya adalah kajian tentang gaya bahasa.
Seseorang yang akan bertutur memepunyai kesempatan untuk menggunakan berbagai variasi dan untuk
itu bahasa menyediakan bahan-bahannya. Retorika mempunyai kesejajaran dengan sosiolinguistik, yaitu
variasi bahasa sebagai objek studi keduanya. Tetapi tidak seperti retorika. Sosiolonguistik tidak hanya
memperhatikan bentuk-bentuk bahasa yang terpilih saja. Sosiolinguistik mempelajari semua variasi yang
ada, kemudian dikaitkan dengan dasar atau faktor yang memunculkan variasi itu. Retorika cenderung
kearah kajian tutur individu.
e. Sosiolinguistik dengan Psikologi Sosial
Sosiologi sosial merupakan paduan antara kajian sosiologi dengan psikologi, tetapi merupakan bagian
dari kajian psikologi. Psikologi mengurusi masalah mental individu, seperti inteligensi, minat, sikap,
kepribadian, dan semacamnya. Sosiolinguistik berkaitan dengan bahasa masyarakat, hubungan antara
sosiolinguistik dengan psikologi sosial tentu ada. Pendekatan psikologi sosial dipakai di dalam
menganalisis.

f. Sosiolinguistik dengan Antropologi

Antropologi adalah kajian tentang masyarakat dari sudut kebudayaan dalam arti luas. Kebudayaan
dalam arti luas seperti kebiasaan, adat, hukum, nilai, lembaga sosial, religi, teknologi, bahasa. Bagi
antropologi bahasa dianggap sebagai ciri penting bagi jati diri (identitas) bagi sekelompok orang
berdasarkan etnik.

g. Sosiolinguistik Makro dengan Sosiolinguistik Mikro

sosiolinguistik makro adalah ruang lingkup sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah
prilaku bahasa dan struktur sosial. Kajian intinya adalah komunikasi antar kelompok, barangkali didalam
konteks satu kelompok masyarakat, misalnya tentang penggunaan bahasa ibu dengan bahasa local oleh
kelompok-kelompok linguistic minoritas. Sedangkan sosiolinguistik mikro adalah ruang lingkup
sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil. Titik pusat pengkajian mikro sosiolinguistik
adalah tingkah ujar (speech act) (Sharle,1965) yang terjadi didalam kelompok-kelompok primair
menurut sosiolog, dan tingkah ujar itu dimodifikasi oleh variable-variabel seperti status keakraban
(intimasi), pertalian keluarga, sikap dan tujuan antar tiap anggota kelompok. Kebanyakan variable
linguistik digolongkan kedalam kelompok yang umunya disebut register (Crystal dan Davi, 1969) dan
bukan dalam kelompok dialek, yaitu variable yang diakibatkan oleh penggunaan bahasa oleh individu
dalam variable tertentuyang diamati,dan bukan pula variasi yang diakobatkan oleh karakteristik yang
relative permenen pada diri si pemakai bahasa seperti umur, kelas sosioal, pendidikan dan seterusnya.

Kedua istilah ini, makro dan mikro mengaju pada luas dan sempit cakupan. Jika sosiolinhuistik
membicarakan masalah-masalah besar dan luas, ia masuk sosiolinguistik makro. Sebaliknya, jika yang
dibicarakan masalah-masalah kecil dan sempit ia masuk sosiolinguistik mikro.

Sosiolinguistik mikro menurut Roger Bell (1976), lebih menekankan perhatian pada interaksi bahasa
antar penutur didalam suatu kelompok guyuk tutur (intragrupinteraction), sedangkan sosiologi makro
menitik beratkan perhatian kepada interaksi antar penutur dalam kontek antar kelompok
(intragrupinteraction).

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Paul, Ohoiwutun. 2007. Sosiolinguistik. Jakarta: Kesaint Blanc.

Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA.

SEJARAH & PERKEMBANGAN SOSIOLINGUISTIK Guna memenuhi tugas mata kuliah


sosiolinguistik Pengampu: Prof. Dr. Abdul Ngalim, M.M., M.Hum. Oleh: Laila Qudhori
A310130012 Indah Setyawati A310130020 Tri Santoso A310130042 PENDIDIKAN BAHASA
SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015 A. PENDAHULUAN Bahasa memiliki peranan penting
dalam kehidupan manusia tidak hanya sekadar sebagai alat komunikasi yang merupakan fungsi
bahasa itu sendiri bahasa juga memiliki fungsi untuk menjadi petanda kepada sebuah tanda.
Saussure juga mengatakan bahwa bahasa adalah sebuah lembaga di masyarakat layaknya
lembaga-lembaga yang lain. Bahasa juga merupakan objek pembelajaran ilmiah, oleh sebab itu
ada sebuah kajian mengenai bahasa yang kemudian disebut sebagai linguistik. Linguistik
adalah sebuah kajian mengenai bahasa yang digunakan oleh manusia. Linguistik secara garis
besar dibagi menjadi dua yaitu linguistik teoritik adalah linguistik yang menekuni penyusunan
model atau teori bahasa dan menerangkan struktur-strukturnya. Kemudian ada yang disebut
sebagai linguistik terapan yaitu linguistik yang memanfaatkan teori temuan linguistik teoritik
untuk digunakan dalam pengajaran bahasa, penyusunan kamus, atau terapi gangguan
berbahasa. Salah satu linguistik terapan adalah sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah ilmu
antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yaitu sosiologi dan
linguistik. Untuk memahami apa itu sosiolinguistik maka terlebih dahulu mempelajari sosiologi
dan linguistik. Sosiolinguistik juga mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. B.
LANDASAN TEORI Secara umum sosiolinguistik membahas hubungan bahasa dengan penutur
bahasa sebagai anggota masyarakat. Hal ini mengaitkan fungsi bahasa secara umum yaitu
sebagai alat komunikasi. Sosiolingistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri
dan pelbagai variasi bahasa serta hubungan diantara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi
bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana, 1978:94), Fishman (1972) dalam
Chaer dan Agustina (2004:3) mengemukakan bahwa sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri
khas variasi bahasa, fungsi variasi bahasa, dan pengunaan bahasa karena ketiga unsur ini
berinteraksi dalam dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur, identitas
sosial dari penutur, lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi serta tingkatan variasi dan
ragam linguistik. Berdasarkan teori Platt dalam (Siregar dkk 1998:54) berpendapat bahwa
dimensi identitas sosial merupakan faktor yang mempengaruhi penggunaan bahasa di dalam
masyarakat yang multilingual, dimensi ini mencakup kesukaran, umur, jenis kelamin, tingkat
dan sarana pendidikan dan latar sosial ekonomi. Sedangkan Nababan (1994:2) mengatakan
bahwa pengkajian-pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan disebut sosiolinguistik.
Sosiolinguistik memfokuskan penelitian pada variasi ujaran dan mengkajinya dalam suatu
konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor- faktor sosial itu dengan variasi
bahasa. Berdasarkan pengertian menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang erat kaitannya dengan sosiologi, hubungan
antara bahasa dengan faktor- faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur serta mengkaji
tentang ragam dan variasi bahasa. Selanjutnya ada tujuh dimensi yang merupakan penelitian
sosiolinguistik yaitu: (1) identitas sosial dari penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang
terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi (4) analisis
sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5) penilaian sosial yang berbeda oleh penutur
akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, (7) penerapan
praktis dari penelitian sosiolinguistik. (Chaer, 2004:5). C. PEMBAHASAN 1. Sejarah Lingusitik
Panini (500 SM) diyakini oleh banyak linguis sebagai pelopor pengkaji sosiolinguistik. Dalam
karyanya yang berjudul Astadhayayi suatu buku yang berisi tentang stilistika bahasa.
Pengkajian sosiolinguistik mulai mendapat perhatian. Baru beberapa abad kemudian, tepatnya
pada abad 19, Schuchardt, Hasseling, dan Van Name (1869-1897) untuk pertama kalinya
memulai kajian tentang dialek bahasa pedalaman Eropa dan kontak bahasa yang menghasilkan
bahasa campuran. Perkembangan kajian sosiolinguistik semakin menemukan titik cerah setelah
de Saussure (1857-1913) berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah fakta sosial yang terdapat
dalam masyarakat. Dalam hal ini, terdapat dua istilah yang masih populer hingga saat ini yaitu
langue dan parole. Langue adalah pengetahuan yang dimiliki seorang penutur sehingga dapat
membedakan gramatikal tidaknya suatu kalimat dalam bahasa yang ia gunakan, sementara
parole adalah perilaku bahasa atau ujaran yang diucapkan oleh penutur. Langkah de Saussure
ini ditindaklanjuti oleh beberapa sarjana bahasa Amerika Serikat, seperti Franz Boas, Edward
Sapir, dan Leonard Bloomfield yang melakukan beberapa kajian bahasa, budaya, dan kognisi.
Istilah sosiolinguistik digunakan pertama sekali oleh Harver Currie pada tahun 1952. Tokoh ini
sebelumnya melihat kajian linguistik tidak memiliki perhatian terhadap realitas sosial. Setahun
berikutnya, Weinreich (1953) menulis Language in Contact, yang diikuti dengan kemunculan
karya-karya besar lain dalam bidang ini sehingga mulai saat itu sosiolinguistik menjadi ilmu
yang mantap dan menarik perhatian banyak orang. Dua hal yang menjadi fokus kajian linguistik
yaitu bahasa dan dimensi kemasyarakatan. Secara garis besar kajian mengenai sosiolinguistik
muncul karena para ahlli bahasa menemukan tidak adanya korelasi antara linguistik dengan
keadaan sosial masyarakat. Konferensi sosiolinguistik yang pertama dilaksanakan di University
of California, Los Angles pada tahun 1964. Koferensi tersebut merumuskan adanya tujuh
dimensi dalam penelitian linguistik. Ketujuh dimensi tersebut yaitu:. 1. Identitas sosial dari
penutur 2. Identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi 3. Lingkungan
sosial tempat peristiwa tutur terjadi 4. Analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial 5.
Penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran 6. Tingkatan
variasi dan ragam linguistik 7. Penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik (Dittmar
1976:128) Analisis sinkronik adalah analisis yang mengkaji kronologi suatu bahasa yang
terdapat pada suatu masa tertentu tanpa adanya interval waktu. Sedangkan analisis diakronik
adalah analisis yang mengkaji perubahan perubahan pada suatu bahasa yang terjadi
antara 2 waktu. Istilah sosiolinguistik sebagai judul tulisan, baru dijumpai secara kongkrit pada
buku yang berjudul Two Types Of Linguistic Relativy dalam Wm. Bright (Ed.).
Sociolinguistict karya Hymes (1966). Setelah itu terbitlah artikel yang berjudul
Sociolinguistics and The Language Problems Of Developing Nations , International,
Social, Science Journal karya Fishman (1968). 2. Perkembangan Soiolinguistik Perkembangan
kajian sosiolinguistik di dunia berawal pada tahun 1970 setelah Fishman menerbitkan buku
kajian The Sociology Of Language , lalu diikuti oleh penulis seperti Hudson pada tahun
1980 yang berhasil menerbitkan buku yang berjudul Sociolinguistics (Sosiolinguistik) .
Di dalam buku tersebut diuraikan tentang sosiolinguistik dan sosiologi bahasa (Sociolinguistics
and The Sociology Of Language), variasi bahasa (Parieties Of Language), Alih kode (Code
Switching), pinjaman (Borrowing), fungsi turunan (The function of speech), dan sebagainya.
Setelah itu pada tahun 1986 terbit buku yang berjudul The Introdution Of Sociolinguistics karya
Ronald Wardhaugh. Selanjutnya diikuti oleh para sosiolinguis lain yang berupaya
mengembangkan dengan menerbitkan buku seperti yang telah dilakukan oleh Holmes yang
berjudul An Introduction To Sociolinguistics, cetakan 1 yang terbit pada tahun 1972. Didalam
buku tersebut telah dimuat uraian mengenai jawaban What do sociolinguist study ?
Bab 1 Multilingual Speech Communities (Komunitas Penutur Multilingual). Satu bab ini dirinci
menjadi empat subbab. Empat subbab meliputi Language Choice In Multilingual
Communities (Pemilihan Bahasa dalam Komunikasi Multingual) Di Indonesia pada tahun
1979, Poedjosoedamo menjadi salah satu perintis berkembangnya sosiolinguistik dengan
menerbitkan buku yang berjudul Tingkat Tutur Bahasa jawa . Judul tersebut memang
tidak secara langsung menyebutkan kata sosiolinguistik, namun tindak tutur (Undha usuk)
merupakan salahsatu pokok bahasan yang dikaji dalam sosiolinguistik. Berikutnya, pada tahun
1983 Suwito menerbitkan buku yang berjudul Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan
Problema . Buku tersebut samapi saat ini banyak dijadikan sebagai salah satu referensi
pengkajian sosiolinguistik. Satu tahun kemudian (1984) Nababan menerbitkan bukunya yang
berjudul Sosiolinguistik Suatu Pengantar . Setelah itu diikuti oleh penulis lain seperti
Mansur Pateda (1987) menerbitkan buku sosiolinguistik tentang Abdul Chaer dan Leonie
Agustin (1987) menerbitkan buku sosiolinguistik yang berjudul Perkenalan awal (Edisi
Revisi) . Buku-buku tersebut tidak secara langsung menyebut kata sosiolinguistik namun
substansinya dominan berupa unsur sosiolinguistik. Secara umum, bahasa dipahami sebagai
sistem tanda arbiter yang dipakai oleh manusia untuk tujuan komunikasi antara satu sama lain.
Dengan demikian, konteks sosial dalam penggunaan bahasa menjadi sesuatu yang penting
untuk dikaji. Menurut Chomsky, sosiolinguistik menyoroti segala yang dapat diperoleh dari
bahasa, dengan cara apa pendekatan sosial dapat menjelaskan segala yang dikatakan dengan
bahasa, oleh siapa, kepada siapa, pada saat kehadiran siapa, kapan dan di mana, atas alasan
apa, dan dalam keadaan bagaimana. Sementara menurut Hymes (1971), perhatian
sosiolinguistik tertuju pada kecakapan manusia dalam menggunakan bahasa dengan tepat
dalam latar yang berbeda. Pendapat Chomsky dan Hymes secara garis besar sama hanya saja
Chomsky lebih memperinci perhatian sosiolinguistik. Perkembangan sosiolinguistik
menghasilkan ilmu yang bisa diperoleh dari mempelajari sosiolinguistik. Beberapa manfaat
yang dapat diperoleh dari mempelajari linguistik yaitu: 1. Konsep dasar tentang guyub tutur 2.
Variasi dan perubahan bahasa (dialek dan kelompok sosial) 3. Kontak bahasa 4. Bahasa,
kekuasaan, dan ketidaksetimbangan 5. Perencanaan, kebijakan, dan praktek bahasa 6. Bahasa
dan pendidikan 7. Metode penelitian sosiolinguistik 8. Sosiolinguistik sebagai profesi. D.
KESIMPULAN Sosiolinguistik menyentil fokus kajian ahli bahasa. Ahli bahasa pada abad ke 13
hanya memfokuskan kajian linguistik dalam ranah internal dalam artian mengkaji bahasa dan
unsur-unsur atau kajian-kajian yang bersifat teoritis. Mulai abad ke 19 linguistik mula menelaah
kajian yang bersifat interdisipliner karena para ilmuwan mulai menyadari kajian linguistik secara
teoritis tidak menyinggung ranah sosial. Pada abad ini muncul kajian mengenai linguistik
sebuah kajian antardisiplin yang mengkaji hubungan sosiologi atau keadaan masyarakat
dengan linguistik. Perkembangan sosiolinguistik diawali dengan kajian sosiolinguistik yang
mengkaji keadaan sosial masyarakat suatu daerah. Kajian mengenai keadaan sosial suatu
kelompok masyarakat kemudian diikuti dengan bagaimana bahsa yang digunakan dalam
kelompok masyarakat tersebut. Seiring berkembangnya waktu kajian mengenai sosiolinguistik
mampu menghasilkan beberapa manfaat. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai