Anda di halaman 1dari 5

Model Pembelajaran Experiential (Experiential Learning)

Model pembelajaran Experiential merupakan sebuah model pembelajaran yang didasarkan


pada teori Kolb, yaitu merupakan proses dimana pengetahuan terkonstruksi melalui
transformasi pengalaman. Belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara berbuat (the
doing) dan berpikir (the thinking). Menurut Kolb & Kolb (2005), tujuan teori pembelajaran
konstruktivis sosial Vygotsky sejalan dengan pengembangan model pembelajaran Experiential.
Seseorang akan belajar jauh lebih baik lewat keterlibatannya secara aktif dalam proses belajar.
Menurut Vygotsky, konstruksi pengetahuan fisik dan logiko matematis bersifat inter-
individualistik. Proses konstruksi pengetahuan lewat pengalaman tidak dapat terjadi pda ruang
lingkup yang kosong.

Pembelajaran Experiential menawarkan perbedaan yang mendasar yang melihat proses belajar
yang didasarkan atas epistemologi empiris (Arsoy & zad, 2005). Teori ini menekankan akan
kebutuhan lingkungan belajar dengan menyediakan kesempatan siswa belajar untuk
mengembangkan dan membangun pengetahuan melalui pengalamannya. Pengalaman akan
menyajikan dasar untuk melakukan refleksi dan observasi, mengkonseptualisasi dan
menganalisis pengetahuan dalam pikiran anak.

Model pembelajaran Experiential mendefinisikan pembelajaran sebagai sebuah proses yang


didapatkan melalui kombinasi antara memperoleh pengalaman (grasping experiece) dengan
mentransformasi pengalaman (transformation of experiece) (Holzer & Andruet, 2000; Adam, et
al., 2004). Kegiatan memperoleh pengalaman (grasping experience) dapat terjadi secara
langsung, yaitu melalui indra dan secara tidak langsung, yaitu berupa bentuk simbolis, misalnya
konsep. Kegiatan mentransformasi pengalaman (transforming experience) berupa refleksi dan
keterlibatan siswa dalam suatu aktivitas sains. Model pembelajaran Experiential
menggambarkan dua model peroleh informasi yaitu concrete experience dan abstract
conceptualization, dan dua model transformasi pengalaman yaitu reflective observation dan
active experimentation.
Pengalaman memberi peranan penting dalam kontruksi pengetahuan. Madnesen & Sheal
mengemukakan bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana cara belajar. Jika belajar
hanya dengan membaca kebermaknaan belajar bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari
melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengkomunikasikan mencapai 70 %, dan belajar
dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai 90% (Suherman, 2006). Jelas bahwa
kegiatan belajar dengan peran aktif siswa dalam pengalaman nyata dapat mengoptimalkan
kegiatan dalam mencapai tujuan belajar.

Kolb (1994) mengemukakan 3 karakteristik model pembelajaran Experiential, yaitu 1) belajar


paling baik diterima sebagai suatu proses, di mana konsep diperoleh dan dimodifikasi dari
kegiatan eksperimen, tidak dinyatakan dalam bentuk produk, 2) belajar merupakan proses
kontinu bertolak dari pengalaman, dan 3) proses belajar memerlukan resolusi konflik (Wita et
al.,2007).

Model pembelajaran Experiential menekankan pada peranan pengalaman dalam proses


pembelajaran, pentingnya keterlibatan aktif siswa, dan kecerdasan sebagai kesan interaksi
antara pebelajar dengan lingkungannya (Yusof et al., 2007). Prior experiences dalam MPE
sangat penting yang merupakan starter dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Kolb
menyampaikan learning is a process, in which knowledge is created through transformation of
experience. Kegiatan belajar merupakan suatu proses. Pengetahuan dibentuk melalui
tranformasi pengalaman siswa.

Teori pembelajaran Experiential memberikan jalan dan alternatif di dalam pembelajaran,


menyediakan sebuah pemahaman nyata (concrete understanding) tentang bagaimana sebuah
kelas dapat belajar lebih baik (Sharlanova, 2004). Witherington mengungkapkan ciri-ciri
pengalaman edukatif adalah berpusat pada satu tujuan yang berarti bagi anak (meaningful),
kontinu dengan kehidupan anak, interaksi dengan lingkungan, dan menambah integrasi anak
the process is learning is doing, reacting, undergoing, and experiencing. The product are all
achieved by the learner through his own activity (Djamarah & Zain, 2002).
Pembelajaran Experiential adalah proses belajar secara edukatif, berpusat pada pebelajar, dan
berorientasi pada aktivitas. Refleksi secara personal tentang suatu pengalaman dan
memformulasikan rencana untuk menetapkan apa yang telah diperoleh dari pengalaman sains
untuk konteks sains yang lain adalah faktor kritis dalam menjaga efektivitas pembelajaran
Experiential.

Pengalaman-pengalaman yang telah dialami siswa mempunyai peranan penting dalam


pembentukan pengetahuan kognitif dalam pikiran siswa. Siswa merefleksikan pengalamannya
pada sebuah pengetahuan baru. Suparno (1997) memaparkan bahwa konsep baru dapat
diintegrasi dengan konsep yang ada di dalam struktur kognitif siswa apabila konsep baru
tersebut dapat mereka bayangkan atau dapat mereka kaitkan dengan dunia nyata (realistik).
Pengetahuan yang diperoleh kemudian diaplikasikan pada situasi lain (Diem, 2001; Walt &
Blicblau. 2005).

Keterlibatan siswa dalam kegiatan eksperimen akan membuat individu memperoleh


pengalaman langsung yang konkrit. Menurut Bruner, ketika siswa dilibatkan dalam kegiatan
pengalaman eksperimen, mereka akan mengembangkan kemampuan untuk pemecahan
masalah yang ada (Gonen & Ozek, 2005). Siswa atau individu kemudian akan mengembangkan
keterampilan observasi dan kemudian merefleksikan pengalaman yang diperolehnya. Setelah
fase ini, siswa akan membentuk generalisasi dalam pikirannya yang kemudian menghasilkan
sebuah implikasi yang menjadi pegangan dalam pengalaman baru. Kolb menguraikan beberapa
manfaat penerapan pembelajaran yang didasarkan pada pengalaman sebagai berikut (Adam, et
al., 2004).

1) Menyediakan arah pembelajaran yang tepat dalam penerapan apa yang dipelajari.
2) Memberikan arah cakupan metode pembelajaran yang diperlukan.
3) Memberikan kaitan yang erat antara teori dan praktek.
4) Dengan jelas merumuskan pentingnya para siswa untuk merefleksikan dan merangsang
siswa memberikan umpan balik tentang apa yang mereka pelajari.
5) Membantu dalam mengkombinasi gaya pengajaran sehingga pembelajaran menjadi
lebih efektif.

Pembelajaran Experiential digambarkan dalam suatu siklus pembelajaran yang terhirarki pada
masing-masing fase. Terdapat empat tahapan model belajar berbasis pengalaman (Experiential
Learning Model), yaitu Concrete Experience, Refective Observation, Abstract Conceptualization,
Active Experimentation. Sharlanova (2004) menyampaikan kegiatan belajar dalam siklus belajar
Kolb sebagai berikut.

1. Concrete Experience (CE)


Pada tahap concrete experience, pebelajar baik secara individu, tim, atau organisasi hanya
mengerjakan tugas. Tugas yang dimaksudkan adalah aktivitas sains yang mendorong mereka
melakukan kegiatan sains atau mengalami sendiri suatu fenomena yang akan dipelajari. Siswa
berperan sebagai partisipan aktif. Fenomena ini dapat berangkat dari pengalaman yang pernah
dialami sebelumnya baik formal ataupun informal, atau situasi yang bersifat real problematic
sehingga mampu membangkitkan interest siswa untuk menyelidiki lebih jauh.

2. Refective Observation (RO)


Pada tahap refective observation, siswa mereview apa yang telah dilakukan atau dipelajari.
Keterampilan mendengarkan, memberikan perhatian atau tanggapan, menemukan
perbedaaan, dan menerapakan ide atau gagasan dapat membantu dalam memperoleh hasil
refleksi. Siswa mengamati secara seksama dari aktivitas sains yang sedang dilakukan dengan
menggunakan panca indra (sense) atau perasaan (feeling) kemudian merefleksikan hasil yang
didapatkan. Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan satu sama lain hasil refleksi yang
dilakukan

3. Abstract Conceptualization (AC)


Tahap abstract conceptualization merupakan tahapan mind-on atau fase think di mana
pebelajar mampu memberikan penjelasan mtematis terhadap suatu fenomena dengan
memikirkan, mencermati alasan hubungan timbal balik (reciprocal-causing) terhadap
pengalaman (experience) yang diperoleh setelah melakukan observasi dan refleksi terhadap
penglaman sains pada fase concrete experience. Pebelajar mencoba mengkonseptualisasi suatu
teori atau model terhadap penglaman yang diobservasi dan mengintegrasikan pengalaman
baru yang diperoleh dengan pengalaman sebelumnya (prior experience).

4. Active Experimentation (AE)


Pada tahap ini, pebelajar mencoba merencanakan bagaimana menguji kemampuan suatu teori
atau model untuk menjelaskan pengalaman baru yang diperoleh selanjutnya. Proses belajar
bermakna akan terjadi pada tahap active experimentation (Mardana, 2006). Pengalaman yang
diperoleh pebelajar sebelumnya dapat diterapkan pada pengalaman baru dan atau situasi
problematik yang baru. Melalui kegiatan active experimentation ini siswa akan melatih
kemampuan berpikir kritis. Siswa mengetahui sejauh mana pemahaman yang telah dimiliki
dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pengalaman sehari-hari.
Terdapat tahapan penting dalam pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran
Experiential yang terangkum dalam sintak pembelajaran. Menurut Mardana (2006), model
pembelajaran Experiential mampu menyediakan tahapan-tahapan pembelajaran yang
menekankan pada terjadinya proses transformasi pengalaman sains berangkat dari pengalaman
sehari-hari

Anda mungkin juga menyukai