Anda di halaman 1dari 15

Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning)

Posted on 2 November 2009 by AKHMAD SUDRAJAT 33 Komentar


A. Latar Belakang
Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak
diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata
prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain adalah
bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered).
Guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik.
Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata
pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif,
dan logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam
pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.

Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan
pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya,
banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan
tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.

Penerapan Standar Isi yang berbasis pendekatan kompetensi sebagai upaya perbaikan kondisi
pendidikan di tanah air ini memiliki beberapa alasan, di antaranya:

1. potensi peserta didik berbeda-beda, dan potensi tersebut akan berkembang jika stimulusnya
tepat;
2. mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral, akhlak,
budi pekerti, seni & olah raga, serta kecakapan hidup (life skill);
3. persaingan global yang memungkinkan hanya mereka yang mampu akan berhasil;
4. persaingan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) produk lembaga pendidikan;
5. persaingan yang terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang jelas
mengenai standar kompetensi lulusan.

Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi


meliputi: kewenangan pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta
model sosialisasi, lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi serta era yang
terjadi saat ini. Pendekatan pembelajaran diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan kondisi
masing-masing. Dengan demikian proses pembelajaran lebih mengacu kepada bagaimana peserta
didik belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari.

Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu memiliki beberapa prinsip
mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal peserta didik di dalam
merancang strategi dan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya
dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mampu
mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual.

Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi belajar, atau belum terwujudnya
keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif peserta didik, inti
persoalannya adalah pada masalah ketuntasan belajar yakni pencapaian taraf penguasaan
minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah ketuntasan belajar
merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terutama mereka
yang mengalami kesulitan belajar.

Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk
memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu.
Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai salah satu prinsip utama
dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, berarti pembelajaran tuntas
merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh
warga sekolah. Untuk itu perlu adanya panduan yang memberikan arah serta petunjuk bagi guru
dan warga sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya dilaksanakan.

B. Asumsi Dasar

Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai kompetensi
tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (dalam pemilihan metode mengajar) maupun bagi peserta
didik (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik metode, akan makin efektif
pula pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982). Langkah metode pembelajaran yang
dipilih memainkan peranan utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi belajar
peserta didik.

Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi


dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik
menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran
tertentu. Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik
diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan
jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik akan
mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak diberi cukup waktu atau
dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan
kompetensi peserta didik tersebut belum optimal. Block (1971) menyatakan tingkat penguasaan
kompetensi peserta didik sebagai berikut :

Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning)


ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk
belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi
tertentu.
Dalam pembelajaran konvensional, bakat (aptitude) peserta didik tersebar secara normal. Jika
kepada mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang
tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah tinggi.
Secara skematis konsep tentang prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran dengan
pendekatan konvensional dapat digambarkan sebagai berikut :

Sebaliknya, apabila bakat peserta didik tersebar secara normal, dan kepada mereka diberi
kesempatan belajar yang sama untuk setiap peserta didik, tetapi diberikan perlakuan yang
berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa peserta didik yang
dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan antara bakat
dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.

Secara skematis konsep prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran tuntas, dapat digambarkan sebagai berikut:

Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses pembelajaran dengan
pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik dalam
belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian
khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi
dasar. Dari konsep tersebut, dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran tuntas
adalah:

1. Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang hirarkis,
2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus
diberikan feedback,
3. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan,
4. Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar lebih
awal. (Gentile & Lalley: 2003)
C. Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara
individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan peserta
didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun
kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi mengakui dan
melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik sedemikiah rupa, sehingga dengan
penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta
didik secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah
adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing peserta didik.

Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran


harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous
progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam
teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu caranya adalah
standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran
dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units). Peserta didik belajar selangkah demi
selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah
kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang peserta
didik yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan
pembelajaran berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai sekurang-
kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran konvensional
dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa
dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan
keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara pembelajaran
tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui
asas-asas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya kurang
memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan peserta didik secara individual. Secara
kualitatif perbandingan ke dua pola tersebut dapat dicermati pada Tabel berikut,

Tabel 1: Perbandingan Kualitatif antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran


Konvensional

Pembelajaran Tuntas Pembelajaran Konvensional

A. Persiapan

Tingkat ketuntasan

Setiap peserta didik harus mencapai


Diukur dari performance peserta didik dalam nilai 75, diukur dari performance
setiap unit (satuan kompetensi atau peserta didik yang dilakukan secara
kemampuan dasar acak

Satuan Acara Pembelajaran

Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan Dibuat untuk satu minggu
dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan pembelajaran, dan hanya dipakai
kepada peserta didik sebagai pedoman guru

Pandangan terhadap kemampuan peserta didik

Kemampuan hampir sama, namun tetap ada Kemampuan peserta didik dianggap
variasi sama

B. Pelaksanaan pembelajaran

Bentuk pembelajaran

Dilaksanakan melalui pendekatan klasikal, Dilaksanakan sepenuhnya melalui


kelompok dan individual pendekatan klasikal

Cara pembelajaran

Pembelajaran dilakukan melalui penjelasan


guru (lecture), membaca secara mandiri dan Dilakukan melalui mendengarkan
terkontrol, berdiskusi, dan belajar secara (lecture), tanya jawab, dan membaca
individual (tidak terkontrol)

Orientasi pembelajaran

Pada terminal performance peserta didik


(kompetensi atau kemampuan dasar) secara
individual Pada bahan pembelajaran

Peranan guru

Sebagai pengelola pembelajaran untuk Sebagai pengelola pembelajaran untuk


memenuhi kebutuhan peserta didik secara memenuhi kebutuhan seluruh peserta
individual didik dalam kelas

Fokus kegiatan pembelajaran

Ditujukan kepada masing-masing peserta Ditujukan kepada peserta didik dengan


didik secara individual kemampuan menengah

Penentuan keputusan mengenai satuan pembelajaran

Ditentukan oleh peserta didik dengan bantuan


guru Ditentukan sepenuhnya oleh guru

C. Umpan Balik
Instrumen umpan balik

Lebih mengandalkan pada penggunaan


Menggunakan berbagai jenis serta bentuk tes objektif untuk penggalan waktu
tagihan secara berkelanjutan tertentu

Cara membantu peserta didik

Menggunakan sistem tutor dalam diskusi


kelompok (small-group learning activities) Dilakukan oleh guru dalam bentuk
dan tutor yang dilakukan secara individual tanya jawab secara klasikal

D. Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas


1. Metode Pembelajaran

Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun
kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan
memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga
pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara
optimal.

Adapun langkah-langkahnya adalah :

mengidentifikasi prasyarat (prerequisite),


membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran
individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam
kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk
kelas atau kelompok.

Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion


kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan
dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)

2. Peran Guru

Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam
mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati
model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih
menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek belajar.
Peran guru harus intensif dalam hal-hal berikut:

Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang


lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.
Mengembangkan indikator berdasarkan SK/KD.
Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi
Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik
Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor,
dan afektif)
Menggunakan teknik diagnostik
Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami
kesulitan
3. Peran Peserta didik

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat
menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program
pembelajaran bukan pada Guru dan yang akan dikerjakannya melainkan pada Peserta didik
dan yang akan dikerjakannya. Oleh karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta
didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta
didik diberi kebebasan dalam menetapkan kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan
peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.

4. Evaluasi

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan
patokan (criterion referenced) pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan
norma (norm referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru,
misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai nilai berapa seorang
peserta didik dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam belajar.

Asumsi dasarnya adalah:

bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,
standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak lulus.
(Gentile & Lalley: 2003)

Sistem evaluasi menggunakan penilaian berkelanjutan, yang ciri-cirinya adalah:

Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar


Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)
Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan program
pengayaan.
Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor
Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner, dsb.

Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran
tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program
pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik
dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami
kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun
umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau
paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya
perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah dan
atau daerah.

Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam
pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan
pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara pembelajaran
berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk
seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan
dilaksanakannya program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari
penerapan sistem pembelajaran tuntas.

Sumber:

Diambil dan Adaptasi dari :

Depdiknas. 2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) Jakarta:


Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah
Model Pembelajaran Tuntas

A. Pengertian Model Pembelajaran Tuntas


Model pembelajaran tuntas ini sudah dijadikan sebagai salah satu pembaharuan dalam
pendidikan di Indonesia sejak diberlakukannya kurikulum tahun 1975 dan pada saat perintisan
pembelajaran dengan menggunakan sistem modul. Pembelajaran tuntas pada dasarnya
merupakan suatu model pembelajaran yang difokuskan pada penguasaan siswa terhadap bahan
pembelajaran yang dipelajari. Melalui model pembelajaran tuntas ini, siswa diberi peluang untuk
maju sesuai dengan kemampuan dan kecepatan mereka sendiri serta dapat meningkatkan tahap
penguasaan pembelajarannya.
Konsep pembelajaran tuntas dilandasi oleh pandangan bahwa semua atau hampir semua
siswa akan mampu mempelajari pengetahuan atau keterampilan dengan baik asal diberikan
waktu yang sesuai dengan kebutuhannya. Setiap siswa mempunyai kemampuan dan upaya untuk
menguasai sesuatu yang dipelajari. Tahap penguasaan bergantung kepada kualitas pembelajaran
yang dialaminya. Pembelajaran tuntas merupakan suatu model pembelajaran untuk memastikan
bahwa semua siswa menguasai hasil pembelajaran yang diharapkan dalam suatu unit
pembelajaran sebelum berpindah ke unit pembelajaran berikutnya. Model ini membutuhkan
waktu yang cukup dan proses pembelajaran yang berkualitas. Coba Anda perhatikan juga
pendapat beberapa orang pakar pendidikan berikut ini.
Menurut Bloom (1968) pembelajaran tuntas merupakan satu model pembelajaran yang
difokuskan pada penguasaan siswa dalam sesuatu hal yang dipelajari. Kemudian, Anderson &
Block (1975) berpendapat bahwa pembelajaran tuntas adalah seperangkat gagasan dan tindakan
pembelajaran secara individu yang dapat membantu siswa untuk belajar secara konsisten.
Gagasan dan tindakan ini menghasilkan proses pembelajaran yang sistematik, membantu siswa
yang menghadapi masalah pembelajaran, serta membutuhkan waktu yang cukup bagi siswa
untuk mencapai ketuntasan berdasarkan kriteria ketuntasan yang jelas. Terdapat tiga hal yang
menjadi alasan mengapa model pembelajaran tuntas ini perlu dilaksanakan dalam pembelajaran
di sekolah dasar.
1. Siswa memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan
layanan pembelajaran dan waktu yang berbeda pula.
2. Siswa membutuhkan model pembelajaran yang sesuai dan berkesan, sehingga mereka dapat
belajar dengan senang tanpa adanya paksaan.
3. Siswa pada dasarnya harus menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar berupa
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditawarkan dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan.

B. Karakteristik pembelajaran tuntas


Karakteristik Pembelajaran Tuntas menganut pendekatan individual, artinya meskipun
kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok siswa (kelas), tetapi mengakui dan melayani
perbedaan-perbedaan individual siswa, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya
potensi masing-masing siswa secara optimal. Dengan demikian, yang menjadi dasar pemikiran
dari penerapan pendekatan individual dalam pembelajaran tuntas adalah adanya pengakuan
terhadap perbedaan individual masing-masing siswa.
Dalam merealisasikan pengakuan terhadap perbedaan individual maka dalam pendekatan
pembelajaran tuntas digunakan azas maju berkelanjutan (continuous progress). Kompetensi yang
diharapkan dicapai oleh siswa harus dinyatakan dalam rumusan yang jelas dan pembelajaran
dipecah-pecah menjadi unit-unit yang memungkinkan siswa belajar selangkah demi selangkah
dan baru diperbolehkan untuk mempelajari kompetensi berikutnya setelah kompetensi
sebelumnya dikuasai menurut kriteria tertentu. Misalnya ditetapkan kriteria jika siswa telah
menguasai kompetensi sekurang-kurangnya 75% dari yang ditetapkan, maka siswa bisa
melanjutkan untuk mempelajari unit pelajaran/kompetensi yang lainnya. Anda diminta untuk
mengingat kembali saat Anda mengalami proses pembelajaran, baik pada saat di SD, SMP, dan
SLTA. Adakah guru pada saat itu memperhatikan perbedaan individual para siswanya? Atau
sebaliknya, guru memandang sama semua siswa yang dididiknya, guru melayani dengan cara
atau metode yang sama bagi semua siswa dalam setiap kesempatan. Adakah pada saat itu upaya
guru menggunakan kriteria untuk menetapkan kelanjutan pelajaran?. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut sebenarnya dapat menjadi dasar dalam melihat apakah proses pembelajaran yang Anda
alami tersebut sudah mengarah pada penerapan konsep pembelajaran tuntas atau sebaliknya.
Untuk lebih jelasnya mengenai karakteristik dari pendekatan pembelajaran tuntas ini, Anda bisa
mengkajinya dengan cara membandingkannya dengan karakteristik pendekatan pembelajaran
yang pada umumnya sudah biasa digunakan atau yang sering disebut dengan pendekatan
konvensional. Pendekatan konvensional ini pada dasarnya sama dengan pendekatan yang
berpusat pada guru (teacher-centered approach). Dalam pendekatan ini hampir seluruh kegiatan
pembelajaran dikendalikan sepenuhnya oleh guru. Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam
jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh lembaga/sekolah. Metode pembelajaran yang
sering digunakan kurang beragam dan cenderung memperbanyak komunikasi satu arah (one-way
communication) dengan penggunaan metode ceramah. Dari uraian di atas, Anda dapat melihat
perbedaan yang sangat menonjol dari kedua pendekatan tersebut yaitu bahwa pendekatan
konvensional kurang memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan siswa secara
individual, sedangkan pendekatan pembelajaran tuntas menganut azas-azas ketuntasan belajar.

C. Ciri-ciri Model Pembelajaran Tuntas


Ciri-ciri cara belajar mengajar dengan prinsip belajar tuntas antara lain adalah :
1. Pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Jadi baik cara belajar mengajar maupun alat evaluasi yang digunakan untuk mengatur
keberhasilan siswa harus berhubungan erat dengan tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai.
2. Memperhatikan perbedaan individu
Yang dimaksud dengan perbedaan individu adalah perbedaan siswa dalam menerima rangsangan
dari luar dan dari dalam dirinya serta laju belajarnya. Dalam hal ini pengembangan proses belajar
mengajar hendaknya dapat disesuaikan dengan sensitivitas indra siswa.
3. Evaluasi dilakukan secara kontinu dan didasarkan atas kriteria
Evaluasi dilakukan secara kontinu (continuous evaluation) ini diperlukan agar guru dapat
menerima umpan balik yang cepat/segera, sering dan sistematis. Evaluasi berdasarkan kriteria
mengenal dua macam bentuk yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Test formatif adalah
tes yang digunakan selama siswa mempelajari bahan pelajaran untuk menguasai tujuan
intruksional yang telah ditentukan. Menurut Michael Scriven, evaluasi formatif mempunyai dua
tujuan :
a. Untuk menemukan sampai seberapa jauh siswa telah menguasai bahan pelajaran.
b. Untuk melakukan penilaian cara mengajar yang direncanakan dan yang diterapkan itu telah
cukup baik atau masih memerlukan perbaikan.

4. Menggunakan program perbaikan dan program pengayaan


Program perbaikan dan program pengayaan adalah sebagai akibat dari penggunaan evaluasi yang
kontinu dan berdasarkan kriteria serta pandangan terhadap perbedaan kecepatan belajar mengajar
siswa dan administrasi sekolah. program perbaikan ditunjukan kepada mereka yang belum
menguasai tujuan intruksional tertentu, sedangkan program pengayaan diberikan kepada mereka
yang telah menguasai unit pelajaran yang diberikan.
5. Menggunakan prinsip siswa belajar aktif
Cara belajar mengajar demikian mendorong siswa untuk bertanya bila mengalami kesulitan
mencari buku-buku atau sumber-sumber lain untuk memecahkan persoaln-persoalan yang
dihadapinya.
6. Menggunakan satuan pelajaran yang kecil.
Cara belajar mengajar dengan menggunakan prinsip belajar tuntas menuntut pembagian bahan
pengajaran menjadi unit yang kecil-kecil. Pembagian unit pelajaran menjadi bagian-bagian kecil
ini sangat diperlukan guna dapat memperoleh umpan balik secara mungkin.

D. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Tuntas


a. Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang hirarkis.
b. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus
diberikan feedback.
c. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan.
d. Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar lebih
awal. (Gentile & Lalley: 2003)

E. Langkah-langkah Model Pembelajaran Tuntas


Langkah-langkah yang harus diambil guru untuk melaksanakan belajar tuntas mencakup:
1. Memecah-mecah mata pelajaran ke dalam sejumlah unit belajar yang lebih kecil (misalnya
pengajaran dua mingguan), menetapkan tujuan pembelajaran untuk setiap unit belajar, dan
mengurutkan unitunit belajar tersebut berdasarkan tingkat kesulitannya (diawali dengan yang
paling mudah).
2. Memberikan pretest untuk unit pelajaran yang akan disajikan. 3. Membagi siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar kecil.
3. Siswa mempelajari unit pelajaran pertama dalam kelompok belajarnya masing-masing.
4. Melaksanakan tutorial individual bagi siswa yang berkesulitan.
5. Melaksanakan tes formatif pada akhir setiap unit pelajaran.
6. Memberikan materi penghubung tambahan (supplementary instructional connectives) untuk
membantu siswa mengatasi kesulitan belajar pada unit itu sebelum pembelajaran kelompok
dilanjutkan ke unit pelajaran berikutnya.
7. Memberikan pengayaan kepada siswa yang telah mencapai penguasaan penuh untuk unit
pelajaran ini.
8. Memberikan tes sumatif untuk mengecek ketuntasan belajar siswa bagi seluruh mata
pelajaran.
9. Jika pada hasil tes sumatif tersebut siswa tidak menunjukkan ketuntasan, maka guru
menggunakan strategi-strategi korektif hingga ketuntasan dicapai.
Instrumen yang harus dipersiapkan guru meliputi:
1. Sejumlah satuan acuan pembelajaran (unit pelajaran) yang berisikan materi pokok
pembelajaran dan tujuan khusus pembelajaran untuk setiap unit pelajaran.
2. Tes formatif untuk masing-masing unit pelajaran.
3. Instrumen korektif/pengayaan untuk setiap unit.
4. Materi penghubung tambahan (supplementary instructional connectives) antar-unit.
5. Tes sumatif.

F. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Tuntas


Setiap pendekatan pembelajaran sudah tentu tidak akan lepas dari kelebihan dan
kekurangan yang dimilikinya. Setelah mengkaji beberapa hal yang berkaitan dengan pendekatan
pembelajaran tuntas di atas, tiba saatnya kita menganalisis kelebihan dan kekurangan dari
pendekatan pembelajaran tuntas. Apabila Anda telah membaca dan memahami berbagai uraian
dan penjelasan sebagaimana telah dikemukakan di atas, nampaknya Anda sendiri sudah bisa
menangkap apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari pendekatan pembelajaran tuntas
ini.
Kelebihan pendekatan pembelajaran tuntas:
1. Pendekatan ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada
prinsip perbedaan individual.
2. Memungkinkan siswa belajar lebih aktif dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah sendiri dengan proses menemukan dan
bekerja sendiri.
3. Guru dan siswa dapat bekerja sama secara partisipatif dan persuasif, baik dalam proses belajar
maupun proses bimbingan terhadap siswa lainnya.
4. Berorientasi kepada peningkatan produktivitas hasil belajar karena siswa dapat menguasai
bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh, dan utuh.
5. Pendekatan ini pada hakekatnya tidak mengenal siswa yang gagal belajar atau tidak naik kelas.
Siswa yang hasil belajarnya kurang memuaskan atau masih di bawah target hasil yang
diharapkan, terus menerus dibantu oleh rekannya dan gurunya.
6. Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsur objektivitas
yang tinggi sebab penilaian dilakukan oleh guru, rekan sekelas dan oleh diri sendiri, dan
berlangsung secara berlanjut serta berdasarkan ukuran keberhasilan (standar perilaku) yang jelas
dan spesifik.
7. Didasarkan pada suatu perencanaan yang sistemik yang memiliki derajat koherensi yang tinggi
dengan kurikulum yang berlaku.
8. Menyediakan waktu belajar yang cukup sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masing-masing
individu siswa sehingga memungkinkan mereka belajar secara lebih leluasa.
9. Berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada pendekatan pembelajaran
konvensional yang pada umumnya berdasarkan pendekatan klasikal.
Beberapa kekurangan atau kelemahan dari pembelajaran tuntas, antara lain:
1. Guru sering mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan mengajar karena harus dibuat
untuk jangka waktu yang cukup panjang di samping penyusunan perencanaan mengajar yang
lengkap dan menyeluruh.
2. Pendekatan pembelajaran tuntas ini dalam pelaksanaannya harus melibatkan berbagai kegiatan,
yang berarti menuntut macam-macam kemampuan guru yang memadai.
3. Guru-guru yang sudah terbiasa melaksanakan pembelajaran dengan cara-cara yang lama
(konvensional) biasanya akan mengalami hambatan untuk melaksanakan pendekatan
pembelajaran tuntas ini.
4. Pendekatan ini mempersyaratkan tersedianya berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana, dan
waktu yang cukup banyak, sedangkan sekolah-sekolah kita pada umumnya masih langka dalam
segi sumber-sumber teknis seperti yang diharapkan.
5. Diberlakukannya sistem ujian seperti EBTA, EBTANAS, UAN/UN yang menuntut
penyelenggaraan program pembelajaran pada waktu yang telah ditetapkan dan usaha persiapan
para siswa untuk menempuh ujian, mungkin menjadi salah satu unsur penghambat pelaksanaan
pembelajaran tuntas yang diharapkan.
6. Untuk melaksanakan pendekatan ini yang mengacu kepada penguasaan materi belajar secara
tuntas pada gilirannya menuntut para guru agar mengusai materi tersebut secara lebih luas,
menyeluruh, dan lebih lengkap. Hal ini menuntut para guru agar belajar lebih banyak dan
menggunakan sumber-sumber yang lebih luas.

G. Penerapan Pembelajaran Tuntas Di Sekolah Dasar


1. Tujuan Penerapan Pembelajaran Tuntas di SD
Tujuan ideal dari penerapan pembelajaran tuntas di SD yaitu agar bahan yang dipelajari dapat
dikuasai sepenuhnya oleh seluruh siswa. Penerapan konsep pembelajaran tuntas dalam
pembelajaran di SD dapat mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan
memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan serta perhatian khusus bagi siswa-
siswa yang lambat agar menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penerapan Pembelajaran Tuntas di SD
Penerapan pembelajaran tuntas dalam proses pembelajaran dilandasi oleh pandangan bahwa pada
dasarnya semua siswa memiliki kesanggupan untuk menguasai bahan pelajaran yang diajarkan
secara tuntas dengan syarat-syarat tertentu. Menurut S. Nasution (2000), terdapat lima faktor
yang mempengaruhi ketuntasan belajar, yaitu:
a. Bakat untuk mempelajari sesuatu
b. Mutu pengajaran
c. Kesanggupan untuk memahami pengajaran
d. Ketekunan
e. Dan waktu yang tersedia untuk belajar

3. Kemampuan Guru Dalam Penerapan Pembelajaran Tuntas


a. Kemampuan merencanakan pembelajaran
Makna dari perencanaan program pembelajaran dalam konteks pembelajaran tuntas yaitu
membuat perkiraan atau proyeksi mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama proses
pembelajaran itu berlangsung. Secara terinci di dalam perencanaan tersebut harus dapat
dijelaskan pertanyaanpertanyaan: kemana siswa akan dibawa/diarahkan?, apa yang harus
dipelajari siswa?, bagaimana cara siswa mempelajarinya?, dan bagaimana mengetahui
pencapaian tujuan/kompetensi oleh siswa?. Pertanyaan pertama berkaitan dengan tujuan atau
kompetensi yang harus dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, pertanyaan
kedua berkaitan dengan bahan ajar atau materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa,
pertanyaan ketiga berkaitan dengan strategi/metode yang digunakan dalam pembelajaran, dan
pertanyaan keempat berkaitan dengan evaluasi/penilaian hasil belajar.
b. Kemampuan melaksanakan pembelajaran
Dalam pelaksanaan pendekatan pembelajaran tuntas, guru juga harus mampu: (a)
memberikan koreksi kepada para siswa yang ternyata belum mencapai penguasaan tuntas
terhadap suatu bahan yang dipelajarinya, (b) memberikan bahan pengayaan kepada para siswa
yang telah mencapai ketuntasan belajar dengan maksud agar siswa tersebut terus meningkatkan
kemampuannya, (c) menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang bervariasi sesuai
dengan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai dan mengarah kepada pembelajaran yang
berkualitas, (d) melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan perbedaan individual
masing-masing siswa, (e) memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mempelajari bahan
pelajaran sampai mencapai target ketuntasan belajar, (f) memberikan bantuan dan bimbingan
kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar agar dapat menyamakan kemampuan dengan
siswa lainnya.
c. Kemampuan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran
Dalam pendekatan pembelajaran tuntas, untuk lebih meningkatkan mutu belajar siswa, maka
penilaian oleh guru perlu ditunjang juga dengan cara mengadakan pengamatan (observasi) yang
terus menerus terhadap perubahan dan kemajuan belajar yang dicapai masing-masing siswa. Di
samping guru harus mampu mengembangkan alat penilaian berdasarkan standar perilaku dan
kriteria keberhasilan tertentu, juga harus mampu mengembangkan penilaian diagnostik
kemampuan belajar untuk menemukan kesulitan yang dihadapi siswa. Hasil penilaian diagnostik
ini dapat dijadikan dasar dalam pemberian bimbingan belajar bagi siswa yang mengalami
kesulitan tersebut.
d. Kemampuan menguasai bahan pelajaran yang seluas-luasnya

Guru yang profesional mutlak harus menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkannya.
Terdapat hubungan positif antara penguasaan bahan oleh guru dengan hasil belajar yang dicapai
siswa, artinya semakin tinggi penguasaan bahan pelajaran oleh guru semakin tinggi pula hasil
belajar yang dicapai siswa. Banyak penelitian yang menunjang pendapat tersebut. Selain itu
perlu juga diperhatikan, bahwa para siswa dewasa ini makin banyak menerima informasi atau
pengetahuan dari luar guru/sekolah, seperti dari bahan-bahan tercetak dan media elektronik. Hal
ini menuntut kemampuan guru dalam menguasai bahan pelajaran penunjang, guru harus
memiliki pengetahuan umum yang luas. Dalam konteks pembelajaran tuntas, kemampuan guru
dalam menguasai bahan pelajaran ini akan lebih mempermudah memberikan bantuan belajar
serta memperkaya wawasan para siswa.

Anda mungkin juga menyukai