(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Antropologi)
Kelompok 10 :
SEMESTER 7
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa atas Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada baginda Nabi besar kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang yang lurus
berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta Rahmatan
Lil ‘Alamin bagi seluruh alam semesta.
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori Antropologi pada semester 7 di FITK, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyusun mengharapkan, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
dalam mempelajari Teori Stukruralisme Levi-Strauss.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, masih banyak cacat dan cela pada
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat
kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Segala kekurangan yang ada pada makalah ini adalah milik penyusun dan
segala kelebihannya adalah milik Allah SWT. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penyusun
ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................5
C. Tujuan Masalah...................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. Sumber inspirasi strukturalisme dari Levi- Strauss..........................................6
a) Antropologi F. Boas...........................................................................................6
b) Sosiologi Durkheim dan Mauss..........................................................................6
c) Linguistik Modern (Ssaussure, Jacobson, dan Trubetzkoy.................................8
B. Konsep struktural dalam teori strukturalisme................................................10
C. Kajian etnografi Levi-Strauss...........................................................................13
BAB III...........................................................................................................................18
PENUTUP.......................................................................................................................18
A. Kesimpulan.........................................................................................................18
B. SARAN................................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa memiliki tempat yang istimewa dalam ilmu sosial. Sebagai alat
komunikasi bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kebudayaan
manusia. Oleh karena itu bahasa dan sosiologi merupakan dua hala tak
terpisahkan. Marcel Mauss (via Allen, 1968) menuliskan bahwa “Sociology
would certainly have progressed much further if it had everywhere followed the
lead of the linguists…”. Dengan kata lain sosiologi akan berkembang jika
diinspirasi oleh para ahli bahasa.
Keterkaitan antara ilmu sosial dan ilmu bahasa melahirkan perspektif baru
bagi perkembangan kedua bidang ilmu tersebut. Penemuan di bidang antropologi
telah membantu perkembangan ilmu bahasa. Begitu juga perkembangan ilmu
sosial tau antrolopogi dipengaruhi oleh pakar-pakar linguistik. inilah yang
akhirnya melahirkan teori strukturalisme Levi-Strauss.
Teori ini dirasa menarik untuk dibahas karena dianggap baru dalam dunia
antropologi. Selain itu, strukturalisme memberikan perspektif baru dalam melihat
fenomena budaya. Teori ini menunjukkan bahwa hal-hal yang dianggap sepele
justru memiliki peran yang samngat penting dalam menemukan gejala sosial
budaya. Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal penting
berhubungan dengan teori strukturalisme Levi-Strauss dimulai dari sejarah hidup
Levi-Strauss, konsep strukturalisme yang ditawarkan oleh Levi-Strauss, dan
asumsi dasar dari teori strukturalisme ini.
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa sumber inspirasi struktruralisme dari Levi-Strauss?
2. Apa yang dimaksud dari struktural dalam teori strukturalisme?
3. Apa yang dimaksud dengan struktur dan kajian etnografi Levi-Strauss?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sumber inspirasi strukturalisme dari Levi-Strauss.
2. Untuk mengetahui konsep struktural dalam teori strukturalisme
3. Untuk mengetahui kajian etnografi Levi-Strauss
5
BAB II
PEMBAHASAN
a) Antropologi F. Boas.
1 Agus Cremers, Antara Alam Dan Mitos: Memperkenalkan Antropologi Struktural Claude Levi-
Strauss, Ende, 1997, hlm 38.
6
memperhatikan seluruh kategori dan prinsip berpikir universal dan kolektif yang
mendasari semua keanekaragaman klasifikasi dan hubungan sosial yang kelihatan
kacau balau. Orientasi ilmiah Durkheim dan Mauss itu sejalan dengan minat Levi-
Strauss sendiri, yakni untuk menemukan prinsip dan hukum pada tatanan yang tak
kelihatan yang melatar belakangi aneka ragam gejala kompleks yang tampak.
Tetapi secara khusus harus disebut dua gagasan Mauss yang mewarnai
seluruh pemikiran Levi-Strauss, yaitu ide mengenai totalitas (“fakta sosial
menyeluruh” dan “prestasi sosial”) dan prinsip resiprositas dalam hal saling tukar
wanita, barang, jual beli, kata-kata. Gagasan Mauss tentang resiprositas dalam hal
tukar-menukar sangat fundamental bagi Levi-Strauss. Namun bagi Levi-Strauss,
Mauss keliru dengan berpikir bahwa pemberian itu bersifat wajib karena hal yang
ditukarkan sebagai objek pemberian dalam dirinya sendiri mengandung sejenis
kekuatan magis, yakni “roh” dari sang pemberi itu sendiri. Menurut Levi-Strauss,
tindak memberi itu sendirilah yang menghubungkan pihak-pihak terlibat itu satu
dengan yang lain selaku partner yang saling berhutang. Objek pemberian
sebenarnya sekunder.
7
ilmu linguistik”.3 Levi-Strauss berikhtiar merealisasikan gagasan Mauss ini secara
sistematis dalam antropologi.
Gagasan pertama Saussure ialah bahwa bahasa terdiri dari dua unsur, yaitu
langue dan parole. Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang dimiliki oleh
kelompok orang yang menggunakan bahasa itu. Parole adalah perwujudan
individual dari sistem tanda itu, yaitu tindak bicara konkret individu. Maka bagi
Saussure, bahasa dalam Langue adalah sebuah sistem. Selanjutnya dikatakan
bahwa tanda linguistik bersifat arbitrer dan kontingen; pertama karena hubungan
antara signifie/signified (yang ditandakan) dan signifiant/signifier (penanda) tidak
bersifat intrinsik, tetapi sewenang-wenang; kedua, karena keseluruhan dunia
dibagi-bagi secara sewenang-wenang. Maka tidak ada label-label tetap yang
terikat dan melekat secara intrinsik pada hal-hal objektif itu, tetapi hanya atas
dasar konvensi.
Apabila bahasa dipandang sebagai suatu sistem tanda maka tanda tidak
boleh dipandang sebagai suatu kesatuan objektif tersendiri yang mengandung arti
dalam dirinya sendiri. Justru sebaliknya, karena tanda merupakan satu unsur dari
suatu keseluruhan tanda yang lebih luas maka setiap tanda linguistik ditentukan
dalam dan oleh relasinya dengan tanda-tanda lain dari sistem itu. Bukan unsur-
unsur, melainkan relasilah yang merupakan kesatuan analisis yang paling
fundamental. Setiap tanda dalam suatu sistem menentukan sekaligus ditentukan
oleh semua tanda lain berdasarkan tempat (posisi, peranan, fungsi) spesifiknya
dalam sistem dan jaringan relasinya.
3 Claude Levi-Strauss, Structural Anthropology, London: Alen Lane, 1968, hlm. 31-32.
8
spesifik dari tanda dihasilkan oleh berbagai kombinasi oposisional berdasar
prinsip “perbedaan” fonologis dan semantis. Semboyan Saussure berbunyi:
“dalam bahasa hanya terdapat perbedaan-perbedaan”. Hal yang sama diungkapkan
Levi-Strauss dalam pernyataan: “persamaan pada dirinya sendiri tidak ada sebab
persamaan hanyalah kasus khas dari perbedaan, yakni kasus di mana perbedaan
mendekati nilai nol”.4
Gagasan penting yang kedua datang dari Jacobson. Analisis Jacobson atas
fonem sangat penting bagi Levi-strauss. Fonem dapat didefinisikan sebagai hasil
kombinasi dari sejumlah oposisi-oposisi berpasangan. Itu berarti bahwa dalam
analisis fonologis semacam ini fonem sebenarnya tidak memiliki substansi.
Fonem terbentuk karena adanya relasi-relasi, dan relasi-relasi ini muncul karena
adanya oposisi. Maka yang ada hanyalah relasi. Hal lain bahwa fonem berbeda
dengan entitas kebahasaan lainnya, karena di situ terdapat seperangkat sifatsifat
yang tidak ada dalam entitas kebahasaan, yakni bahwa fonemfonem tersebut
bersifat oppositive, relative, dan negative.5
Jika sebuah fonem berdiri sendiri, ia tidak akan bermakna sama sekali. Jadi,
sebuah fonem memperoleh maknanya dari posisinya dalam sebuah sistem fonem.
Pandapat semacam ini tidak berbeda jauh dengan pandangan Saussure mengenai
tanda. Bedanya adalah pengertian ‘tanda’ dalam teori Saussure adalah ‘kata’,
sedangkan dalam teori Jacobson ‘tanda’ adalah fonem. Prinsip-prinsip penting
9
dalam linguistik struktural inilah yang kemudian mengilhami cara analisis Levi-
Strauss atas berbagai macam fenomena budaya.
10
tersebut. Oleh karena itu ada kesamaan konsep antara bahasa dan budaya manusia.
Ia berpendapat bahwa bahasa dapat digunakan untuk mempelajari kebudayaan
atau perilaku suatu masyarakat.
11
kata melainkan fokus pada bentuk (pattern) dari kata. Menurut Levi-Strauss
bentuk-bentuk kata memiliki kaitan erat dengan bentuk atau susunan sosial
masyarakat. Sementara itu, oposisi dianggap sebagai konsep yang sama dengan
organisasi pemikiran manusia dan kebudayaan. Misalnya kata 'hitam-putih' yang
biasa dengan kejahatan sebagai kejahatan, bayangan, dan putih sebagai kesucian,
kebenaran, kebersihan, dan sebagainya. Atau kata rasional yang dianggap lebih
istimewa dari kata emosional. Kata rasional dianggap superior dan diasosiasikan
dengan laki-laki dan emosional sebagai inferior dan diasosiasikan dengan
perempuan.
Levi-Strauss mengambil beberapa konsep Ferdinan de Saussure dalam
menerapkan strukturalisme di bidang antropologi budaya. Hal yang utama adalah
konsep tanda bahasa yang terdiri dari penanda (penanda) yang berwujud bunyi
dan penanda (petanda/ yang ditandai) yaitu satu konsep atau pemikiran. Hubungan
antara penanda dan petanda bersifat arbiter atau semena yang didasarkan pada
hubungan konvensional satu masyarakat (Susanto, 2012: 98). Selain itu, Levi-
Strauss juga menerapkan konsep langue dan parole. Bahasa merupakan satu
sistem atau struktur yang sering disebut kaidah kebahasaan, sedangkan parole
dapat diartikan sebagai penggunaan bahasa sehari-hari.
Kurzweil dalam Barkah (2013) Levi-Strauss memandang kajian bahasa
Saussure sebagai sebuah sistem mandiri yang mengendalikan adanya suatu
hubungan dinamis antara komponen setiap tanda lnguistik, yaitu system bahasa
(langue) dan tututran individu (parole), serta antara citra bunyi (signifier) dan
konsep (ditandai). Berdasarkan dualisme tersebut, Levi-Strauss menerapkan
model analisis fonemik yang dalam struktur linguistik bertujuan untuk
membuktikan bahwa struktur semua bahasa selalu mengikuti garis biner
konstruksi paralel.
Dalam analisis struktural itu, Lévi-Strauss membedakan struktur menjadi
dua macam; struktur luar (surface structure) dan struktur dalam (deep structure).
Struktur luar adalah relasi-relasi antar unsur yang dapat kita buat atau bangun
berdasarkan atas ciri-ciri luar atau ciri-ciri empiris dari relasi-relasi tersebut,
sedangkan struktur dalam adalah susunan tertentu yang kita bangun berdasarkan
atas struktur yang telah berhasil kita buat, namun tidak selalu tampak pada sisi
12
empiris dari fonomena yang kita pelajari. Struktur dalam ini dapat disusun dengan
menganalisis dan membandingkan berbagai struktur luar yang berhasil
diketemukan atau dibangun. Lebih jauh peneliti dijelaskan bahwa struktur dalam
inilah yang lebih tepat dipakai sebagai model untuk memahami fenomena yang
harus dipelajari, karena melalui struktur inilah yang dapat memahami berbagai
fenomena budaya yang dipelajarinya.
13
antropolog Jerman-Amerika Franz Boas dan ahli bahasa dan strukturalis Rusia
Roman Jakobsondi. Yang terakhir telah ikut mendirikan fonologi, berdasarkan
Ferdinand de Saussure, berhubungan dengan fungsi suara. Sementara Jakobson
mencari struktur yang sebanding dalam bahasa yang berbeda, Levi-Strauss mulai
meneliti kesamaan dalam kebiasaan, ritus, dan perilaku manusia.
7 Spardley, The Etnographic Interview terjm. Misbah Z, Elisabeth. Metode Etnografi (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1997), 121.
8 Santri Sahar, “Kebudayaan Simbolik: Etnografi Religi Victor Turner”, Sosioreligius , Nomor IV
volume 2 (Desember, 2019), 2.
9 Ibid., 2
10 Heddy Shri Ahimsa-Putra,”Strukturalisme Levi-Strauss untuk Arkeologi Semiotik”,
Humaniora, Volume XI (Mei-Agustus, 1999), 5.
14
menjadi alat mengekspresikan nilai-nilai, instrumen utama dari pikiran manusia
bahkan menjadi penyeimbang dari pengalaman manusia.11
Simbol tidak bisa lepas dengan mitos, simbol-simbol religius pun
menampakkan maknanya yang terdalam, karena suatu mitos merupakan
serangkaian simbol yang disatukan si seputar suatu tema dan disusun dalam
bentuk naratif.12 Di dalam masyarakat, mitos masih hidup dan memiliki makna,
orang dengan hati-hati membedakan mitos dan fabel (cerita palsu).13 Claude Levi-
Strauss menetapkan sejumlah aturan dan patokan untuk metode analisis mitos.
Sebagai cerita khas, mitos harus dibaca seperti sebuah partitur musik yang dibagi
menurut poros horisonatal dan vertikal. Cerita mitos hendaknya ditinjau dan
ditafsir dengan bantuan pengertian-pengertian linguistik.14
Dalam terang linguistik, mitos bukan merupakan hasil imajinasi yang aneh,
tanpa arti apapun, tidak masuk akal, juga bukan suatu rancang pragmatis dan
fungsional bagi tindak sosial, melainkan merupakan suatu sarana logis yang
berfungsi menurut berbagai aturan logis yang tegas. Sebagai contoh, Claude
LeviStrauss mengutarakan suatu analisis singkat mengenai cerita Oedipus, yaitu
sebuah mitos klasik Yunani yang terkenal di Barat dan yang digunakan S. Freud
sebagai peneltiannya tentang psikoanalisis yang terdalam perihal drama dari
roman keluarga kecil (keinginan inses terhadap ibu, dan keinginan membunuh
ayah dan sebagainya). Tafsiran seksual Freud ini dibantah Claude Levi-Strauss
dan ia mengemukakan tafsiran sosiologisnya. Karangan ini boleh dianggap
sebagai pemaparan singkat yang paling sederhana dan baik mengenai cara
bagaimana satu mitos dianalisis menurut Levi-Strauss.15
Seturut perspektif linguistik Claude Levi-Strauss, cerita mitos adalah bentuk
susunan bahasa khas yang sekaligus bersifat historis dan ahistoris, sinkronis dan
diakronis serta reversibel (yang dapat dibalikkan) dan ireversibel. Karena struktur
ganda tadi, cerita mitos serentak harus dibaca menurut kedua porosnya ibarat
partitur musik orkes di mana kelompok-kelompok notnya harus dibaca serentak
11 Ibid., 5.
12 Dhavamony, Fenomenologi Agama., 162.
13 Ibid., 148.
14 Cremers, Antara Alam dan Mitos., 62.
15 Ibid.,
Ibid., 63.
15
menurut arah vertikal dan horisontal sebagai unsur-unsur dari suatu keseluruhan
yang simultan. Claude Levi-Strauss mengatakan bahwa suatu partitur orkes hanya
berarti apabila dibaca secara diakronis menurut poros horisontal (pada baris kiri
ke kanan, dari satu halaman ke halaman berikutnya), tetapi serentak juga secara
sinkronis seturut poros vertikalnya (dari atas ke bawah). Dengan kata lain, semua
not pada poros vertikal yang sama membentuk satu subunit atau satu berkas relasi
yang besar.33
Pandangan mengenai susunan ganda cerita mitos ini melandasi metode
analisisnya. Claude Levi-Strauss menganjurkan agar secara metodis
memenggalmenggal cerita mitos sebagai satu rantai sintagmatis dari berbagai
peristiwa yang berurutan secara linier ke dalam unsur atau satuan terkecil yang
disebutnya sebagai “mitem” (mytheme, mythologem). Namun, kesatuan konstitutif
terkecil ini adalah “relasi”, yang dalam bentuk suatu putusan singkat (subjek-
predikat) dinyatakan dan diberi angka seperti sebuah kartu dari kartutek. Yang
penting di sini adalah bahwa “relasi” tersebut tidaklah bersifat relasi terlepas,
tetapi suatu berkas-relasi yang menggabungkan berbagai subrelasi dan
mencirikan berkas-relasi yang bersangkutan. Setiap berkas-relasi harus
dilaporkan dalam salah satu lajur vertikal. Hanya karena kombinasi-kombinasi
antara berbagai berkas relasi itulah, mitos mendapatkan makna struktural
spesifiknya.16
16 Ibid., 63.
17 Claude Levi-Strauss, Antropologi Struktural Penerjemah Ninik Rochani Sjams (Bantul:
Kreasi Wacana Offset, 2005), 277.
16
signifikasi.36 Levi-Strauss menyatakan bahwa sistem-sistem simbol adalah
didasarkan pada adanya universal antara alam dan kebudayaan. Pertentangan
secara dualistik ini ditunjukkan bukti-buktinya baik secara sinkronik maupun
secara diakronik, sebagaimana terwujud dalam prinsip-prinsip statis dari alam dan
kebudayaan yang diperantai oleh suatu prinsip transformasi yang bersifat
dualistik, yaitu jika tidak berasal dari transformasi atau proses alam maka akan
berasal dari suatu transformasi kebudayaan. Hal ini dijelaskan oleh Levi-Strauss
melalui teori segitiga kuliner (culinary triangle) pada tahun 1996, bahwa suatu
makanan yang mentah akan matang dengan menggunakan transformasi
kebudayaan atau dengan yang dilakukan manusia yaitu memasak atau akan
menjadi busuk dengan melalui transformasi alamiah.18 Levi-Strauss menguraikan
berbagai macam unsur kebudayaan manusia menggunakan metode analisa dari
ilmu linguistik yang dikenal sebagai segitiga kuliner ini. Makanan juga menjadi
salah satu unsure kebudayaan dan sumber energi bagi manusia. Jadi, unsur
makanan dirasa sangat cocok untuk mengilustrasikan perbedaan antara alam dan
kebudayaan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Strukturalisme memberikan perspektif baru dalam melihat fenomena
budaya. Teori ini menunjukkan bahwa hal-hal yang dianggap sepele justru
memiliki peran yang samngat penting dalam menemukan gejala sosial budaya.
Untuk itu, dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal penting berhubungan
dengan teori strukturalisme Levi-Strauss dimulai dari sejarah hidup Levi-Strauss,
konsep strukturalisme yang ditawarkan oleh Levi-Strauss, dan asumsi dasar dari
teori strukturalisme ini. Levi-Strauss melahirkan konsep strukturalismenya sendiri
dihasilkannya terhadap fenomenologi dan eksistensialisme.
Karena para ahli antropologi pada saat itu tidak pernah mempertimbangkan
peranan bahasa yang sebenarnya sangat dekat dengan kebudayaan manusia itu
sendiri. Dalam bukunya yang berjudul Trites Tropique (1955) ia menyatakan
bahwa penelaahan budaya perlu dilakukan dengan model linguistik. Ia tidak setuju
dengan Bergson yang menganggap tanda linguistik dianggap sebagai hambatan
yang merusak impresi kesadaran individu yang halus, cepat berlalu, dan mudah
rusak (Fokkema via Wajiran 2008)
B. SARAN
Demikianlah makalah ini saya buat, penulis menyadari bahwa makalah
yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak hal yang
perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
bisa memberikan manfaat bagi kita semua.
18