MODUL
PELATIHAN TEATER
UNTUK PENGUATAN KOMUNITAS
MODUL
PELATIHAN TEATER
UNTUK PENGUATAN KOMUNITAS
Thompson Hs
Rainy M. P. Hutabarat
DAFTAR ISI
Daftar Isi ................................................................................................................. 6
BAB I. Teater dan Pluralitas ............................................................................ 10
BAB II. Praktik Bermain Drama dan Teater ........................................................... 14
BAB III. Pelatihan Teater untuk Penguatan Komunitas ................................... 21
Petunjuk Penggunaan Modul Pelatihan...........................................................21
Sesi 1:
Sesi 2:
Sesi 3:
Spiritualitas ...........................................................................................31
Sesi 4:
Pluralisme ..............................................................................................33
Sesi 5:
Sesi 6:
Sesi 7:
Sesi 8:
Meditasi ..................................................................................................41
Sesi 9:
KATA SAMBUTAN
BAB I
Teater dan Pluralitas
oleh:
Rainy M. P. Hutabarat
Irma Riana Simanjuntak
artistik.
Unsur yang majemuk ini membuat teater lebih mungkin menyerap berbagai
unsur dan keragaman budaya sebanyak-banyaknya. Teater dan pluralisme
karenanya bukan hal yang asing. Pertama, dari aspek unsur-unsur teater, dan
kedua dari aspek keragaman media dalam teater. Singkatnya, pada dirinya
teater itu sendiri terdiri dari pluralitas media dan komunikasi.
Memahami Pluralisme
Pluralisme dan pluralitas perlu dibedakan. Pluralitas (keragaman) adalah
sesuatu yang given. Pluralitas tak semata fakta alam biota (keragaman makhluk
hidup) dan abiota (keragaman bukan makhluk hidup), namun juga kenyataan
sosial. Bahwa manusia terdiri dari berbagai ras, bangsa, suku, agama, jenis
kelamin, orientasi seksual, dan lain-lain adalah sesuatu yang given. Bahwa alam
terdiri beragam spesies hewan dan tetumbuhan, juga merupakan fakta. Bahwa
ruang juga majemuk, ada desa, kota, daerah pedalaman, daerah pinggiran,
kawasan terluar, daerah bagian Timur, Tengah pun Barat.
10
11
Teater pada dirinya terdiri dari berbagai media. Musik, cerita, lakon, kostum,
tata-ruang, adalah media dalam teater.
Pluralitas media ini memungkinkan teater menyerap keragaman dan perbedaan
budaya. Unsur musik bisa digali dari berbagai kekayaan musik etnis, baik
instrumen maupun melodinya. Unsur cerita dapat digali dari persoalanpersoalan setempat, mitologi, legenda dan cerita rakyat. Unsur tata-ruang dan
busana dapat digali dari seni arsitektur, dekorasi dan busana setempat. Lalu
bentuk teater itu sendiri dapat berupa atau mengadaptasi teater rakyat yang
beragam (ketoprak, opera Batak, lenong, ludruk, dan lain-lain).
Meski demikian, pluralisme pada dasarnya sebuah praksis hidup karena
merupakan suatu pencapaian. Sebagai praksis hidup, pluralisme dalam teater
perlu diupayakan. Ia harus menyentuh dua aspek penting media: (1) konten
teater dan (2) pengelolaan.
Pada media cetak, konten meliputi berita, foto berita, fitur, profil, wawancara,
opini, dan iklan-iklan. Dan yang juga penting disimak adalah pencitraan melalui
kata-kata dan deskripsi. Konten teater harus mendukung pluralisme termasuk
bebas bias jender dan kekerasan, meliputi kata-kata, ekspresi tubuh dan cerita
itu sendiri. Sedangkan pengorganisasian meliputi pengelolaan teater sebagai
organisme hidup. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan teater
agar mendukung pluralisme adalah berkeadilan jender dan non diskriminasi.
Pengambilan keputusan tidak dimonopoli oleh laki-laki dan mengupayakan
kepemimpinan bersama (collective leadership) dan praksis bersama (shared
praxis).
Berdasarkan alasan collective leadership, team work dan shared praxis tersebut,
maka pengelolaan teater mensyaratkan adanya interaksi di antara kepelbagaian
dan perbedaan. Pluralisme adalah suatu pencapaian karena itu perlu dibangun
mekanisme dan perilaku yang mendukung. Interaksi mengandaikan
partisipatisipasi aktif semua pihak. Ada 2 (dua) hal dalam pengelolaan teater
terkait dengan relasi-relasi manusia yang bersifat pengembangan partisipasi:
a) Seluruh anggota teater belajar mengembangkan relasi-relasi
dengan sesama anggota. Misalnya, belajar menerima kelemahan dan
keunggulan orang lain, belajar toleransi atas perbedaan-perbedaan,
belajar menerima kritik, belajar mengembangkan empati dan solidaritas;
b) Pengorganisasian. Pengorganisasian di sini adalah belajar bersama dan
bekerjasama. Meningkatnya interaksi diharapkan dapat mendorong
12
13
BAB II
Praktik Bermain Drama
dan Teater
oleh:
Thompson Hs.
___
Disampaikan dalam Pelatihan Teater
oleh Pengmas Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)
di Pematangsiantar, 18 -20 Nopember 2010.
14
dilakonkan. Jadi ada drama yang disebut sebagai naskah dan ada juga yang
dianggap sebagai lakon itu sendiri berdasarkan naskah.
Pengertian drama dari versi lain adalah perbuatan di atas panggung (to do, to
dran) dan bentuknya (draomai). Tentu yang berbuat di atas panggung untuk
mewujudkan bentuk itu adalah pemain drama. Tuntutan bagi seorang pemain
drama sesuai dengan perkataan William Shakespeare (pengarang drama klasik
Inggris) dengan kalimat: Sesuaikan perbuatan dengan kata, dan kata dengan
perbuatan. Para pemain drama dapat dianggap melebihi seorang pahlawan
karena mewujudkan sebuah cerita lakon di atas panggung. Seorang Maxim Gorki
(pengarang Rusia) kelihatan sinis kepada para pahlawan dengan kalimatnya:
Memang, ia seorang pahlawan, tetapi ia tidak dapat bercerita (Luxemburg
dkk, 1986:158). Dalam kaitan drama sebagai cerita lakon atau naskah
kategorinya masuk dalam sastra drama. Namun dalam kaitannya dengan lakon
cerita dapat menjadi pintu masuk ke dalam teater.
Lalu bagaimana dengan teater? Awalnya teater diartikan dari kata teatron
(bahasa Yunani) dengan pemahaman atas sebuah tempat pertunjukan yang
kadang bisa memuat sekitar 100.000 penonton (N. Riantiarno, 2003:7). Tempat
pertunjukan itu mungkin berupa lapangan terbuka (out-door) atau stadion.
Namun akhirnya dapat mencakup sebuah gedung (in-door) seperti bioskop atau
gedung khusus yang dirancang untuk tempat pertunjukan.
15
tadi. Namun peristiwa teater tidak selalu terikat lagi dengan situasi dramatis
demikian. Semua jenis tontonan, baik yang sedih, gembira, lucu, gila-gilaan, dan
lain-lain dianggap bersifat teaterikal.
Menurut perkembangannya secara umum sampai sekarang teater mengalami
berbagai tahap kasar dalam bentuknya sebagai tontonan. Sampai sekarang
teater dapat dilihat bentuk-bentuknya yang semakin berkembang atau berubah
dari bentuk awal. Contoh dari bentuk-bentuk itu dapat disampaikan sebagai
berikut.
a) Teater sebagai Upacara (primitif, agama, kenegaraan)
b) Teater sebagai Permainan (meniru hewan-hewan tertentu, petak umpet,
jembatan tapanuli, alip-alipan, dan lain-lain)
c) Teater Sebagai Tontonan (opera, pertunjukan sendratari, sepak bola,
garapan drama-modern)
d) Teater dalam Peristiwa (televisi, sinetron, filem, dan media elektronik
lainnya)
e) Teater dalam Kenyataan Sosial (penipuan, intrik politik, bencana , dan
lain-lain)
Contoh bentuk-bentuk itu sudah dapat dipahami maksudnya dan masih bisa
berkembang secara teoritis dan tafsir. Namun inti dan kecenderungannya tetap
perlu dibedakan untuk tidak membingungkan. Maksudnya, meskipun semua hal
yang kita hadapi dapat dianggap teater namun teater yang kita pilih harus lebih
jelas untuk kepentingan suatu pemeranan dan pengembangan ekspresi yang
diinginkan. Maklum saja kalau pada zaman ini juga peristiwa teater semakin
terbuka dengan berbagai panggung; standard atau tidak standar, aktor di atas
panggung atau di luar panggung, pemain di depan layar atau di balik layar.
Analogi sungguh bisa macam-macam sesuai dengan lirik lagu: dunia ini
panggung sandiwara!
Unsur-unsur Teater
Teater yang kita pilih melalui catatan ini bernuansa teater yang dekat dengan
kaitan a, b, dan c. Secara umum ada prasyarat utama teater yang perlu
diperhatikan. Prasyarat utama itu merupakan unsur-unsur teknis yang harus
diperhatikan. Berikut adalah unsur-unsur teater secara umum.
a) Seni Peran
Seni peran sebagai unsur utama menjadi citra penting untuk menjaga
keberlangsungan sebuah teater. Teater tanpa seni peran menjadi
mustahil kalau mau bicara dan beraktivitas melalui teater. Tentu saja seni
16
peran itu dilakukan oleh para personil seperti pemain, aktor, atau aktris.
Teori seni peran bertujuan untuk kepentingan lakon yang diatur secara
dramatis atau menarik. Pemain atau aktor dapat menggali seni peran itu
melalui berbagai cara di luar arahan sutradara. Seni peran dijiwai dari
suatu pemikiran, konsep, bahan peran (seperti cerita, teks, naskah),
teknis, dan adaptasi ke tempat permainan. Teori seni peran juga memiliki
macam-macam aliran, seperti realisme, karikaturis, gaya pantomim,
absurd, dan lain-lain. Pemahaman atas aliran atau gaya itu sering menjadi
bahan pembicaraan antara pemain atau aktor/aktris dengan sutradara.
Elemen penyutradaraan tidak mungkin mengabaikan persoalan aliran
dalam teater.
b) Seni Panggung
Seni panggung merupakan unsur penting kedua untuk sebuah peristiwa
teater. Seni panggung mencakup tempat pertunjukan atau pentas,
dekorasi atau setting panggung secara visual atau simbolik, kelengkapan
artistik seperti lampu atau cahaya. Selama peristiwa teater berlangsung
di atas panggung kostum dan rias secara visual menjadi bahagian dari
seni panggung itu sendiri. Kostum dapat terdiri dari pakaian dan alat
yang digunakan pemain selama permainan. Dalam upacara primitif
kostum sering tidak ditonjolkan. Sebaliknya dalam upacara agama,
kostum selalu diperhatikan secara simbolik sebagai tanda kebesaran.
Dalam garapan teater sebagai tontonan kostum sering membedakan para
pemain secara visual. Itu sudah terkondisi dan harus terjadi. Bayangkan
kalau dua kubu dalam permainan sepak bola dengan kostum yang serupa,
pasti berabe!
c) Seni Gerak
Seni gerak memperkaya seni peran dalam teater. Malahan dapat menjadi
satu kesatuan, seperti yang dilakukan dalam opera dengan musik dan
sastra. Seni gerak menyangkut koreografi atau garapan tari yang dapat
mendukung dan menajamkan permainan secara artistik.
d) Seni Musik
Seni Musik di dalam teater dapat bersifat fleksibel dan kadangkala
dianggap sebagai pengiring saja. Namun garapan musik dalam teater
tidak boleh dikatakan terpisah dan dilakukan semaunya saja. Kalau hal
itu terjadi, malahan semakin merusak pertunjukan teater itu sendiri.
Pelaku musik dalam teater harus mengerti teater itu sendiri dan tidak
harus ahli musik secara umum.
17
e) Seni Sastra
Di tataran kecil, seni sastra dapat menjajah permainan teater karena
ketergantungannya kepada naskah. Namun seni sastra tidak mungkin
dilepaskan dari teater yang menampilkan seni perannya secara verbal
atau menggunakan dialog dalam bentuk kalimat atau susunan kata-kata.
Seni sastra dalam teater seperti partitur dalam konser musik klasik.
Namun diwujudkan kembali melalui bentuk hafalan dan penghayatan isi
naskah. Dialog-dialog yang dilontarkan pemain atau aktor/aktris selama
penampilan mereka bahannya dapat dihafal dan diambil dari naskah.
Namun ada juga dialog-dialog yang bersifat spontan atau tanpa
mengandalkan naskah. Penampilan teater-teater rakyat seperti Opera
Batak, Lenong, Ketoprak, dan lain-lain naskah tidak diperlukan lagi
karena para pemainnya dapat secara spontan menciptakan dialog di atas
panggung.
f) Non-Artistik
Unsur unsur seni dalam teater menjadi kategori yang diperhatikan
secara intens dalam proses membentuk pertunjukan teater. Setelah
proses menemukan bentuk pertunjukan selesai, non-artistik merupakan
kategori pelengkap untuk membuat sauatu pertunjukan teater berhasil.
Non-Artistik menyangkut sistem produksi dan promosi untuk mengajak
para penonton datang dan hadir melihat pertunjukan teater. Tentu NonArtistik memerlukan personil yang mengetahui sistem-sistem itu, seperti
personil yang dibutuhkan dalam penggarapan unsur-unsur seni tadi
dalam teater.
18
19
Referensi
Anirun, Suyatna (2002), Menjadi SUTRADARA, STSI PRESS BANDUNG.
Hartoko, Dick (1986), Pengantar Ilmu Sastra, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Mitter, Shomit (2002), Stanislavski, Brecht, Grotowski, Brook, Sistem Pelatihan Lakon,
Arti Yogyakarta.
Saptaria, Rikrik El (2006), Panduan Praktis Akting untuk Film & Teater, Penerbit
Rekayasa Sains, Bandung.
Sitorus, Eka D. (2002), Seni Peran untuk Teater, Film & TV, Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Stanislavski, Constantin (2008), Membangun Tokoh, KPG Jakarta dan Laboratory of
Theatre Creations (Teater Garasi Yogyakarta).
Sumardjo, Jakob (1986), Ikhtisar Sejarah Teater Barat, Penerbit Angkasa, Bandung.
20
BAB III
Pelatihan Teater untuk
Penguatan Komunitas
Komposisi modul
Komposisi modul ini terdiri dari 30 persen pengetahuan, 50 persen
keterampilan dan 20 persen sikap, dengan tahapan sebagai berikut:
1. Mengenal Teater Komunitas
2. Memahami Seni Peran
3. Penciptaan Naskah untuk Pementasan
4. Pengorganisasian Kelompok untuk Pementasan
21
5. Evaluasi
Peserta
Modul ini disiapkan untuk kelompok pemula. Jumlah peserta maksimal yang
direkomendasikan adalah 35 orang.
Metode
Proses pelatihan berorientasi kepada peserta (participant-centered) dengan
metode partisipatif. Metode partisipatif yang digunakan adalah:
Ceramah
Metode ini cocok untuk memperkenalkan topik atau materi baru yang
membutuhkan penjelasan sistematis, mendalam dan panjang lebar. Untuk
mencapai hasil yang maksimal,
ceramah perlu disampaikan secara
komunikatif diselingi humor dan dibantu dengan alat-alat visual (infokus,
slides, poster) dan menyediakan kesempatan kepada para peserta untuk
menanyakan hal-hal yang dianggap kurang jelas atau belum dipahami.
Penceramah sebaiknya menyajikan materi berupa pokok-pokok pikiran,
berdiri di tengah-tengah peserta dan melakukan kontak mata secara bergilir.
Kelemahan metode ini antara lain: peserta pasif, sulit mengukur sejauh mana
materi dipahami peserta. Penyampaian yang membosankan membuat
peserta mengantuk.
Tanya-jawab
Metode ini efektif untuk memberi kesempatan kepada para peserta untuk
mendorong partisipasi peserta: menanyakan hal-hal yang berkaitan yang
belum dipahami, menyamakan persepsi antara fasilitator dengan peserta,
dan mengukur tingkat pemahaman peserta terutama penanya dan
penanggap. Kelemahan metode ini, hanya sebagian peserta yang aktif
sementara sebagian lagi diam.
Meta-plan
Karton warna-warni yang digunting menurut bentuk dan ukuran tertentu.
Penggunaan meta-plan merupakan salah satu cara efektif untuk
memampukan peserta mengungkapkan dirinya secara tertulis dengan
menggunakan kata-kata kunci. Karena itu meta-plan mengajak peserta untuk
berpikir dan atau berkomunikasi secara fokus dan singkat mengimbangi
budaya lisan yang cenderung kurang fokus dan bertele-tele.
22
Diskusi Kelompok
Metode ini cocok untuk pendalaman pokok bahasan, studi kasus, perumusan
usulan-usulan dan menyamakan persepsi. Diskusi kelompok adalah bentuk
komunikasi partisipatif; memberi kesempatan kepada tiap peserta untuk
mengutarakan ide dan pikiran, pengalaman pribadi; merumuskan usulanusulan dan menyamakan persepsi. Melalui media ini para peserta didorong
untuk bekerjasama, mengembangkan toleransi, simpati, menumbuhkan rasa
percaya diri individu dalam kelompok, dan merangkum perbedaanperbedaan pendapat. Fasilitator perlu menjaga agar dalam kelompok tidak
ada suara dominan atau menguasai, dan tiap anggota kelompok ambil-bagian
dan pendapatnya dihargai.
Curah pendapat
Metode ini efektif untuk mendapatkan umpan balik dari para peserta. Umpan
balik penting untuk memperoleh kesamaan persepsi dan menghilangkan
asumsi yang berbeda antara fasilitator dengan peserta.
Sharing (Berbagi Pengalaman)
Metode ini efektif untuk menggali dan mengidentifikasikan pengalamanpengalaman terkait kebutuhan pelatihan dan memetakan permasalahan dan
tantangan-tantangan yang dihadapi.
Bermain peran
Metode ini efektif untuk meningkatkan interaksi antara para peserta dan
proses pembelajaran learning by doing. Peserta diperhadapkan dengan
permasalahan
dan
memecahkan
masalah
bersama-sama
serta
menerapkannya dalam laku hidup. Karena itu pula, metode ini melatih para
peserta untuk mencermati berbagai perilaku manusia dalam kehidupan:
perasaan-perasaannya, kesulitan-kesulitannya atau harapan-harapannya.
Pemutaran Video
Metode ini memampukan para peserta untuk memahami secara lebih
menyeluruh dan mendalam serta mengidentifikasikan keterkaitan antara
satu soal dengan persoalan yang lebih luas. Sifat audio-visual membuat
materi lebih mudah dipahami dan diingat oleh para peserta. Untuk
memperoleh hasil yang maksimal, perlu diikuti diskusi dalam kelompok
besar atau kelompok kecil untuk saling memberi tanggapan atas tayangan
yang ditonton bersama.
23
Exposure
Metode ini bermanfaat untuk melakukan analisa sosial secara langsung di
lapangan secara berkelompok; memampukan peserta menggali
permasalahan dengan berinteraksi langsung melalui wawancara dengan
orang-orang terkait; melakukan koordinasi dalam kerja tim; memetakan
temuan masalah dan menuliskannya.
Langkah-langkah persiapan
Langkah-langkah persiapan sebelum memfasilitasi pelatihan teater adalah:
Tim fasilitator sudah membaca seluruh Buku Modul ini dan memahami
isinya.
Tim fasilitator menyepakati apakah materi pelatihan dalam modul ini
digunakan seluruhnya atau tidak. Modul dapat diadaptasi menurut
kebutuhan setempat. Materi-materi yang dianggap kurang relevan atau
bobotnya tidak sesuai dengan kapasitas setempat sebaiknya tidak digunakan.
Video/VCD yang akan diputar sebaiknya ditonton bersama. Susun dan
diskusikan bersama pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada
peserta. Sharing apakah yang diharapkan dengan pemutaran video ini?
Lakukan pertemuan tim untuk membahas tiap sesi, materi pelatihan, dan
proses-proses. Bahan-bahan yang hendak diadaptasikan dalam konteks atau
kebutuhan setempat didiskusikan bersama. Konteks budaya dan tradisi
setempat untuk kebutuhan pelatihan teater perlu diidentifikasikan dan
dibahas. Capailah pemahaman dan kesepakatan bersama.
Memeriksa daftar peserta bersama-sama dan mencoba mengenali latarbelakang, pengalaman berteater dan harapan mengikuti pelatihan teater.
Karena pelatihan teater membutuhkan banyak latihan, diskusi kelompok dan
workshop, maka jumlah peserta paling banyak 30 orang, dibagi dalam 4-5
kelompok.
Bersama-sama memeriksa seluruh perlengkapan selama proses pelatihan
(spidol,
kartun
warna-warni,
krayon,
kertas
plano,
lakban,
infokus/proyektor, papan tulis/white-board, peralatan video dan kamera
untuk dokumentasi dan proses simulasi, peralatan musik, ATK, dan lain-lain
yang dibutuhkan).
Catatan:
a) Selama proses latihan, dianjurkan untuk mengkonsumsi langsung makan
yang tidak berat, seperti nasi dan porsi makanan yang tidak berlebihan.
b) Jadwal makan siang cukup 1 (satu) jam
c) Jadwal sesi disesuaikan dengan durasi (waktu) dalam modul
Modul Pelatihan untuk Penguatan Komunitas
24
d)
e)
f)
g)
25
26
HARI PERTAMA
Sesi 1: PENJELASAN ACARA PELATIHAN
Waktu: 60 menit (1 jam)
Pokok-pokok Materi:
- Perihal latar-belakang kegiatan dan proses Pelatihan Teater Komunitas
- Kesepakatan Kontrak Belajar
Tujuan:
- Peserta memahami latar-belakang kegiatan pelatihan, sesi-sesi, proses
dan menyepakatinya bersama.
- Peserta menyepakati kontrak belajar (misal: wajib mengikuti seluruh
acara dari awal hingga akhir, tepat waktu, ponsel non-aktif selama di
kelas, berkomunikasi secara efektif dan efisien, dll).
Metode:
- Presentasi
- Curah pendapat dan koreksi langsung
Perlengkapan:
- Lembar fotokopi/kertas catatan/pulpen
- Infokus/Proyektor
Langkah-langkah Kegiatan:
- Fasilitator menjelaskan jadwal, materi dan pokok-pokok pemikiran
penting, metode-metode pelatihan yang digunakan, alur, proses, kegiatan
dan tujuan serta hasil yang diharapkan. Berikan waktu kepada para
peserta untuk bertanya dan menanggapi.
-
27
Catatan:
- Kontrak belajar antara lain: 1) Non-aktif (bukan silent) penggunaan alat
telekomunikasi (ponsel, facebook) selama proses pelatihan. Untuk
antisipasi informasi mendesak dari keluarga, panitia mempersiapkan
nomor kontak khusus. 2) Kewajiban mengikuti semua kegiatan dan
proses hingga pelatihan hingga usai; 3) Tata-tertib penginapan (contoh:
listrik, pendingin ruangan dan keran air dimatikan bila meninggalkan
kamar); 4) Larangan merokok, dan seterusnya.
-
28
29
30
Sesi 3: SPIRITUALITAS
Waktu: 60 menit (1 jam)
Pokok-pokok Materi:
- Ibadah sebagai satu skenario tindakan untuk suatu penghayatan dan teori
peran
Tujuan:
- Peserta mampu memahami spiritualitas dalam kaitannya dengan tubuh
makrokosmos, sesama, dan Tuhan
Metode:
- Ceramah (dengan gaya praktis dan mengambil tokoh tertentu dari Kitab
Suci yang dikutip)
- Ibadah reflektif dan inkulturatif
- Sharing dan kesimpulan
Perlengkapan:
- Proyektor
- Kitab Suci dan Buku Nyanyian
- Lonceng kecil
- Lilin
Langkah-langkah Kegiatan:
-
31
32
Sesi 4: PLURALISME
Waktu: 90 menit (1,5 jam)
Pokok-pokok Materi:
- Memahami pluralitas dan pluralisme
- Kaitan Teater dan Pluralisme
- Kekuatan Teater sebagai Media Komunitas untuk Pemberdayaan
Tujuan:
- Peserta mampu memahami pluralitas dan pluralisme.
- Peserta mampu mengidentifikasikan pengalaman pluralisme dalam
hidupnya.
- Peserta mampu mengidentifikasikan persepsinya terhadap sesama
beragama lain
- Peserta mampu mengidentifikasikan kaitan teater dan pluralisme.
Metode:
- Ceramah
- Diskusi Kelompok
- Presentasi dan Curah Pendapat
Perlengkapan:
- Proyektor
- Kertas Plano
- Lakban, Spidol/Krayon
Langkah-langkah Kegiatan:
-
33
34
HARI KEDUA
Sesi 5: SEJARAH TEATER (LOKAL DAN BARAT)
Waktu: 240menit (4 jam)
Pokok-pokok Materi:
- Lahirnya Teater dalam Sejarah Peradaban Manusia
- Kontribusi Teater Lokal melalui pemahaman historisnya
Tujuan:
- Peserta mengenal sejarah teater; sejarah teater Barat dan teater lokal
secara komparatif.
- Peserta mendapat gambaran ihwal kemungkinan pengaruh teater Barat
terhadap teater lokal.
- Peserta mampu mengidentifikasi potensi-potensi teater lokal.
- Peserta mampu mengenal dramaturgi teater lokal.
Metode:
- Ceramah
- Tanya-jawab/curah pendapat
Perlengkapan:
- Proyektor
- Kertas Plano
- Lakban
- Spidol (2 warna, yakni biru dan merah)
- Video penelitian/pementasan Teater Lokal dan Barat
Langkah-langkah Kegiatan:
-
35
36
Sesi 6:
37
Catatan:
Fasilitator untuk sesi ini sebaiknya sudah berpengalaman sebagai penulis
naskah drama dan mengkaji teks-teks pertunjukan sebelum dipentaskan.
38
39
Catatan:
Setiap peserta dimungkinkan mendapat kesempatan untuk praktik untuk
memerankan orang buta, bisu, dan tuli dengan konstruksi cerita yang dapat
disesuaikan 5-10 menit.
40
Sesi 8: M E D I T A S I
Waktu: 180 menit (3 jam)
Pokok-pokok Materi:
- Stimulasi untuk totalitas irama tubuh
- Stimulasi vokal dan konsonan
- Stimulasi teknik vokal dalam kaitan pola pernafasan
- Stimulasi untuk otak kanan dan kiri
Tujuan:
- Peserta mengenal anatomi tubuhnya dan fungsi-fungsi organiknya dalam
kehidupan.
- Peserta menyadari kebertubuhannya (kesadaran akan kebertubuhan).
- Peserta mampu mengungkapkan refleksi atas kebertubuhannya
Metode:
- Curah-pendapat
- Latihan-latihan (duduk bersila , berdiri, dan terlentang)
- Refleksi
Perlengkapan:
- Lembar catatan
- Pulpen
- Musik instrumentalia (terpilih)
Langkah-langkah Kegiatan:
-
41
akan tubuh. Perlu diingat bahwa koreksi spontan bagi peserta bisa
terjadi.
-
42
HARI KETIGA
Sesi 9: OLAH TUBUH, SUARA DAN IMAJINASI
Waktu: 420 menit (7 jam)
Pokok-pokok Materi:
- Praktik kesiapan dan ketahanan organ-organ pendukung tubuh sebagai
media utama berteater
- Melatih vokal dan konsonan
- Melatih teknik vokal dalam kaitan pola pernafasan
- Latihan daya ucap (artikulasi)
- Latihan suara artifisial
- Melatih imajinasi
Tujuan:
- Peserta memahami peran tubuh dan kesiapannya dalam berteater
- Peserta memahami peran suara/vokal dalam berteater
- Peserta memahami peran imajinasi dalam berteater
Metode:
- Latihan
- Sharing
- Evaluasi-refleksi
Perlengkapan:
- Musik instrumentalia (terpilih dan jika diperlukan)
Langkah-langkah Kegiatan:
-
43
Catatan:
Setiap pribadi memiliki kemauan dan kecerdasan tubuh, keunikan suara, dan
kebiasaan diri. Pendampingan dan pencatatan dilakukan selama proses atas
situasi itu.
44
HARI KEEMPAT
Sesi 10: ANALISA SOSIAL dan EXPOSURE
Waktu: 180 menit (3 jam)
Pokok-pokok Materi:
- Analisa sosial (SWOT).
- Exposure ke komunitas desa atau komunitas basis tertentu.
Tujuan:
Peserta mampu menggali bahan naskah pertunjukan berdasarkan
permasalahan dari lapangan.
Metode:
- Diskusi Kelompok (4-5 kelompok tetap)
- Presentasi
- Curah pendapat
Perlengkapan:
- Lembar Catatan
- Kertas Plano
- Spidol
Langkah- langkah Kegiatan:
1. Analisa Sosial dan Pluralisme (Persiapan Exposure)
a) Fasilitator menjelaskan apakah analisa sosial itu? Mengapa analisa sosial
diperlukan dalam berteater dan bagaimana menerapkannya?
b) Ajaklah peserta untuk curah pendapat permasalahan sosial dalam
masyarakat atau komunitas terkait pluralisme. Catatlah masukanmasukan di kertas koran yang sudah ditempel di depan kelas. Simpulkan
masalah pluralisme yang muncul dalam masyarakat atau komunitas
berdasarkan masukan-masukan dari para peserta.
c) Jika tersedia, analisa sosial terkait pluralisme dapat disajikan melalui
video showing.
d) Selanjutnya, bagilah dalam kelompok (4-5 kelompok) untuk workshop
pluralisme. Kelompok-kelompok ini bersifat tetap hingga pementasan.
Jika ada sajian pemutaran video, ajaklah peserta membedah materi video
dan mintalah masing-masing kelompok untuk memilih juru-tulis dan
45
46
47
48
Catatan:
Sifat tekstual yang tidak diciptakan sebagai naskah baku dapat berubah sesuai
dengan spontanitas, situasi pengamatan proses manifestasi, dan potensi
pemeranan.
49
50
51
HARI KELIMA
Sesi 14: WORKSHOP LAKON CERITA
Waktu: 480 menit (8 jam)
Pokok-pokok Materi:
- Memilah cerita yang dianggap lebih sulit atau lebih mudah untuk
dipentaskan.
- Menampilkan sosok tokoh yang diperankan secara terpisah.
- Mempertemukan sosok tokoh itu dalam situasi non-cerita dan cerita yang
diperankan.
Tujuan:
- Peserta mampu berlakon sesuai dengan cerita dan teknis
- Peserta memahami dan mengalami kerja tim secara langsung
- Peserta mampu merealisasikan cerita di atas panggung
Metode:
- Workshop Kelompok
- Pendampingan
- Atraksi Tokoh
Perlengkapan:
- Panggung kecil
- Properti menurut ketersediaan bahan-bahan lokal dan sesuai kebutuhan
pemeranan
Langkah-langkah Kegiatan:
-
Ajaklah peserta untuk latihan dialog dan lakon cerita dan kemungkinan
spontanitas dialog sesuai dengan pemeranan masing-masing. Untuk ini
berikan waktu latihan dalam kelompok. Tekankan lamanya waktu
latihan.
Usai latihan dialog dan lakon dalam kelompok, mintalah tiap peserta
untuk latihan pengulangan dialog dalam praktik lakon. Mintalah peserta
mempraktikkannya di depan kelas dan ajaklah peserta yang lain untuk
memperhatikan, menyimak, dan menanggapi.
52
Latihan dialog dan peran ditutup dengan mengajak peserta untuk praktik
dalam keseluruhan alur. Berilah waktu latihan dalam kelompok dan
umumkan lamanya waktu latihan. Mintalah peserta untuk
mempraktikkannya di depan kelas dan ajaklah peserta yang lain untuk
menyimak dan menanggapi.
Ajaklah peserta untuk sharing refleksi dan mengevaluasi atas kerja dan
latihan dialog dalam tim (kendala, kemudahan, perasaan, dan
pengalaman pribadi).
Catatan:
Proses pelakonan perlu diamati dengan cermat, fokus dan perlu direkam dalam
dokumentasi video untuk keperluan evaluasi proses berteater.
53
HARI KEENAM
Sesi 15: BELAJAR GERAK DI LAPANGAN
Waktu: 240 menit (4 jam)
Pokok-pokok Materi:
- Menentukan posisi masing-masing di lapangan
- Mencatat hal-hal yang diperlukan di lapangan sesuai dengan pemeranan
- Melakukan interaksi di lapangan
- Mencatat hal-hal yang tidak terduga di lapangan
Tujuan:
- Peserta mampu mengidentifikasikan potensi-potensi gerak lakon dari
berbagai kegiatan dalam masyarakat.
Metode:
- Pengamatan
- Workshop Kelompok
Perlengkapan:
- Lembar catatan
- Kamera atau HandyCam
Langkah-langkah Kegiatan:
-
Catatan:
Fasilitator mendampingi para peserta di lapangan dan bilamana perlu terlibat
dalam pendokumentasian.
54
55
Catatan:
Iringan dan dukungan artistik sudah dipertimbangkan selama proses latihan
lanjutan.
56
HARI KETUJUH
Sesi 17: PEMENTASAN BERSAMA KOMUNITAS &
EVALUASI
Waktu: Disesuaikan
Pokok-pokok Materi:
- Hasil Manifestasi Gerak dari Teks Cerita
- Bentuk Cerita Lakon di Panggung
- Latihan bentuk pertunjukan untuk kepentingan simulasi
- Latihan gabungan dengan iringan dan dukungan artistik
- Pementasan bersama komunitas-komunitas eskposure
Tujuan:
- Peserta mampu mempersiapkan penampilan
- Peserta mampu mengidentifikasikan hasil pelatihan secara kongkrit
- Peserta mampu melakukan pementasan bersama komunitas-komunitas
Metode:
- Presentasi di panggung
- Curah-pendapat
Perlengkapan:
- Properti panggung berdasarkan bahan-bahan lokal yang tersedia
- Peralatan Musik berdasarkan bahan-bahan setempat yang tersedia
(termasuk benda-benda yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian
tertentu seperti gelas, sendok, dll).
- Kostum berdasarkan bahan-bahan setempat yang tersedia.
- Lembar Catatan
- Lembar Evaluasi
Langkah-langkah Kegiatan:
-
57
58
A. MATERI PELATIHAN
1.
Spiritualitas
a) Relevan
b) Kurang Relevan
c) Tidak Relevan
2.
3.
c) Tidak Relevan
4.
5.
c) Tidak Relevan
Meditasi
a) Relevan
b) Kurang Relevan
c) Tidak Relevan
c) Tidak Relevan
Analisa Sosial
a) Relevan
b) Kurang Relevan
c) Tidak Relevan
Exposure
a) Relevan
b) Kurang Relevan
c) Tidak Relevan
6.
7.
8.
9.
59
c) Tidak Relevan
c) Tidak Relevan
c) Tidak Relevan
c) Tidak Relevan
B. METODE PENYAMPAIAN
a) Partisipatif
a) Menarik
b) Kurang Partisipatif
b) Kurang Menarik
c) Monoton
c) Membosankan
D. WAKTU PELATIHAN
a) Terlalu Lama
b) Cukup
c) Terlalu singkat
60
61
62
63
DAFTAR BACAAN
1. Modul Belajar Sekolah Perempuan untuk Perdamaian, Terbitan AMAN
Indonesia dan British Embassy
2. Modul Pelatihan Sosialisasi Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
disusun oleh Rainy MP Hutabarat dan Rosmalia Barus, Penerbit:
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, 2009.
3. Seni dalam Ritual Agama, Y. Sumandiyo Hadi, Penerbit Pustaka
Yogyakarta 2006
4. Ritus Modernisasi Aspek Sosial dan Simbolik Teater Rakyat Indonesia,
James L. Peacock, Penerbit Desantara Jakarta 2005
5. Kabar Gembira tentang Makanan Nabati, Lazuarti Linan, Penerbit KVMI
Yogyakarta 2001
6. Menuju Teater Miskin, Jerzy Grotowski, Penerbit Arti Yogyakarta 2002.
7. Ikhtisar Sejarah Teater Barat, Jakob Sumardjo, Penerbit Angkasa Bandung
1986
8. Interkulturalisme dalam Teater, Nur Sahid (ed), Penerbit Yayasan untuk
Indonesia Yogyakarta 2000
9. Percikan Pemikiran tentang Teater, Filem, dan Opera, Peter Brook,
Penerbit Arti Yogyakarta 2002
10. Makko Ho Latihan Kesegaran Jasmani Ala Jepang, Haruka Nagai,
Penerbit Pionir Jaya Bandung 1993
11. Keceriaan Hidup Mengungkap Rahasia dan Kunci Ilmiah Kebahagian,
Yongey Mingyur Rinpoche dan Eric Swanson, Yayasan Penerbit
Karaniya 2008
12. Kebijaksanaan yang Membahagiakan, Yongey Mingyur Rinpoche dan Eric
Swanson, Yayasan Penerbit Karaniya 2010
13. Yoga untuk Kesehatan, Rachman Sani, Penerbit Dahara Prize Semarang
2003
14. Pengantar Ilmu Sastra, Dick Hartoko, Penerbit PT Gramedia Jakarta 1986
15. The Art of Acting Seni Peran untuk Teater, Film & TV, Eka D. Sitorus,
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2002
16. Membangun Tokoh, Constantin Stanislavski, Penerbit KPG dan Teater
Garasi Yogyakarta 2008.
17. Menguak Tubuh, Jurnal Kalam 15, Jakarta
64
65
66
67