Anda di halaman 1dari 1

RUANG PUTIH

MINGGU 22 DESEMBER TAHUN 2019 HALAMAN 4

Bapak
Cerpen FELIX K. NESI

SAYA sedang menyetrika ketika kepala Bapak nongol Rumah terkunci. Tetapi sepeda motor Bapak ada di situ. Hening sesaat. Saya mendengar suara Tomi bergerak sangat cepat. Kepalan tangannya
dari balik pintu. Sesudah saya memanggil berapa lama, Bapak dan kecupan. seperti batu. Kakinya datang tanpa saya sadari. Kini
”Di mana kamu ikat sapi?” ia bertanya. Agatha membuka pintu. Saya tidak ber- ** saya merasa isi perut saya berpindah ke tenggorokan,
”Di pohon ampupu. Dekat kandang babi,” saya harap ada Agatha. Tetapi ia ada. Ia ”Apakah Agatha tadi dan rahang saya tidak bisa mengunyah lagi. Seorang
menjawab. masih muda dan cantik. Mung- ke sini?” lain yang bukan Tomi menendang tengkuk saya dari
”Tidak ada.” kin hanya lima tahun lebih Saya bertanya belakang saat saya terjengkang. Saat saya terjatuh,
Matanya seperti datang dari masa lalu. Masa ketika tua dari saya. tanpa mena- banyak sekali tendangan yang bersarang di tubuh
saya yakin bahwa saya bisa bermain bola, dan ia bersikeras Bapak bilang tap Ibu. saya. Sangat pengecut. Dan mereka melakukannya
bahwa saya tidak mampu menjadi atlet. mereka baru sambil tertawa.
Saya melepas setrika dan tergopoh ke belakang. Hujan saja pulang ”Apakah kau benar laki-laki? Apakah kau masih
baru saja reda. Malam jatuh dan hari mulai menjadi dari rumah menyukai perempuan?” Tomi berkata sebelum me-
dingin. Cahaya kekuningan dari bola lampu yang sakit. reka pergi.
tergantung di depan uembubû1 terhalang kandang Suaranya Kami berkelahi karena saya mendebatnya di kelas.
babi. Saya mengeluarkan telepon genggam, menyalakan sedikit Ia setuju bahwa upacara penerimaan mahasiswa
lampunya, mengitari kandang babi dan menuju pohon gemetar. baru harus dengan gaya militer. Katanya, agar mengubah
ampupu. Pohon itu berdiri, sepi sendiri, menatap saya. Ia tahu yang banci menjadi laki-laki sejati. Saya bilang ia
Tidak ada sapi. Katak berketur dari segala arah. bahwa bodoh, apa itu laki-laki sejati? Mereka tertawa dan
Bapak mengikuti saya dari belakang. Ranting lamtoro saya tahu bilang saya menolak karena saya memang terlihat
sisa makanan sapi menggerisik beradu dengan kakinya. bahwa seperti banci. Saya bilang ayo berkelahi sekarang
”Tadi saya ikat di sini,” saya berkata. juga. Ia menolak berkelahi. Tetapi ia baru saja me-
Ia mendekati pohon ampupu. Cahaya dari telepon ngeroyok saya di luar kelas, dan sekarang bertanya
genggam membuat ubannya menjadi perak. Ia berjongkok, apakah saya menyukai perempuan. Tentu, goblok.
memperhatikan pokok pohon ampupu, lalu menengadah Tentu saja saya menyukai perempuan. Saya menyukai
dan menatap saya. rambut mereka. Saya menyukai lekuk payudara mereka.
Matanya masih datang dari masa lalu. Mata yang Lengan mereka yang halus. Tengkuk yang wangi. Saya
menatap saat saya terpental tiga meter usai beradu sangat menyukainya. Saya berharap saya mempunyai
kaki dengan seseorang berbadan kekar di tengah semua hal itu.
lapangan. Apa kata Bapak, kamu terlalu lemah untuk
sepak bola. **
Saya berjalan ke arah bahan2 dengan lampu dari Setelah pernikahan Bapak dengan Agatha, saya
telepon genggam yang hanya samar-samar. Sedikit mencoba menghindari rumah. Saya tidak pernah
membungkuk, saya melihat jejak sapi ada di mana- pulang kampung. Kadang saya ingin mati. Saya
mana. Beberapa telah samar terhapus hujan. Saya suka mendebat orang. Tidak peduli seberapa besar-
tidak bisa membedakan usia jejak-jejak itu –tidak nya dia.
seperti Bapak. Saya tidak pernah bisa menjadi Bapak. Tetapi Tomi baru saja membuat saya sakit. Usai
Sore tadi saya disergap hujan ketika menarik sapi perkelahian itu, saya tidak bisa mengunyah nasi.
dari sabana. Sapi betina dan anaknya yang lincah, Rahang saya sakit. Saya juga terlalu lemah untuk
nakal sekali. Dulu Bapak punya banyak sapi. Berkurang memasak, apalagi pergi ke mana-mana. Teman-teman
banyak sesudah Ibu meninggal. Saya basah kuyup. di Kos Pelangi menelepon ke rumah. Agatha datang
Dua sapi itu berdiri di semak dan tidak ingin bergerak. satu hari kemudian. Bapak terlalu sibuk untuk
Yang kecil melompat-lompat, menangkap pucuk datang, katanya. Atau itu cara Bapak untuk
dedaunan gamal dengan lidahnya. Dengan usaha mendekatkan saya dengan Agatha.
keras saya berhasil menarik mereka ke belakang Saya tidak punya pilihan lain selain makan
rumah. Saya ikat terburu-buru di pohon ampupu bubur buatan Agatha. Mendengarkan kata-
dan berlari ke dalam rumah. Saya mandi dan me- katanya.
nyetrika baju baru. ”Kamu bisa menjadi siapa pun yang kamu
”Apa yang kamu lakukan?” Bapak bertanya. mau. Apa pun. Berhentilah mendengarkan Bapak.
Setengah berteriak. ”Kamu tidak bisa menemukan Berhenti mendengarkan orang-orang. Mereka
sapi hanya dengan bengong di dekat bahan.” hanya bisa menghakimi.”
Ia selalu tahu bahwa saya tidak bisa Ia perempuan yang cerdas. Saya menangis. Dan
melakukan apa-apa. Saya tidak bisa merasa seperti telah lama mengenalnya. Kami
bermain bola. Saya tidak bisa memanjat berpelukan.
pohon tuak. Saya tidak bisa menunggang
kuda. Saya tidak bisa mencari sapi. **
”Romi! Sudah habis kau setrika pakaian?” ”Lihat, kamu cantik sekali.”
Suara Agatha mengembalikan saya dari Saya tertawa. Agatha punya selera yang baik untuk
masa lalu. Saya menoleh. Perempuan itu pakaian. Ia baru saja memberikan kemeja putihnya
berdiri di belakang uembubû. Pelita di tangan untuk saya. Bapak hanya punya satu kemeja putih,
kanan. Nampan di tangan kiri. Uap ubi jalar tidak bisa dipinjamkan. Saya memakai kemeja Agatha.
yang mengepul dari nampan menari-nari menem- Kemeja perempuan, dengan pinggang yang kecil dan
bus cahaya lampu senter. pinggul yang besar. Juga rumbai di pinggang dan
Saya teringat kepada sesuatu. Spontan saya berlari lehernya. Sangat pas untuk saya. Saya mengikat kain
ke dalam rumah. Bau hangus menusuk hidung sejak tenun sedikit di atas pinggang dan melilitkan selendang
saya menapaki tangga licin di pintu belakang. Buru- ke leher untuk menyamarkannya bentuk kemeja itu.
BUDIONO/JAWA POS
buru saya masuk ke kamar. Di depan saya, baju putih Ini Malam Natal, semua orang mengenakan kain
yang rupawan itu telah menyatu dengan selimut yang tenun. Di balik kain tenun, orang tidak akan tahu
saya pakai sebagai alas setrika. Lubang sebesar setrika ia berbohong. Tetapi ia Saya pisahkan paprika apakah itu kemeja perempuan atau laki-laki.
menganga di punggungnya. Saya merasa ingin kencing. tidak berhenti berbicara, dari kotpese4, dan menyu- Sebelum menyembunyikan kemeja itu di balik kain
berharap di suatu titik me- api Ibu. tenun, Agatha berdiri di depan saya dan mengagumi
** nemukan alasan yang ”Nona Agatha? Yang berdoa bajunya yang sangat cocok di badan saya. Ia membuka
Bapak menikahi Agatha dua tahun yang lalu. Belisnya membuat saya percaya. seperti orang Protestan itu?” Ibu tas, mengeluarkan gincu, dan mengoleskannya ke
tujuh puluh lima juta. Ia punya darah Flores dan per- ”Kami hanya singgah se- bertanya sesudah menelan ma- bibir saya.
nah kuliah di Surabaya. Kombinasi yang bagus untuk bentar untuk mengambil kanannya. ”Kamu cantik sekali. Kamu seharusnya menjadi
harga belis. beberapa barang. Bapak akan Saya mengangguk. perempuan!”
Mereka mengadakan pesta yang meriah. Dansa mengantar Agatha pulang. ”Sudah lama kami tidak ber- Dari kamarnya, Bapak ikut tertawa. Tawa yang datang
sampai matahari naik. Kue pengantin diganti piramida Kenapa tidak telepon dahulu? temu. Apakah kamu bertemu?” dari masa lalu. Tawa yang datang setiap kali orang
sirih-pinang. Setiap undangan mendapatkan gantung- Kan Bapak bisa menjemputmu ”Kamu bisa menjadi Ibu bertanya. mengatakan bahwa saya seperti perempuan. Saya
an kunci sebagai hadiah, bertulisan nama mereka. di terminal.” Saya menggeleng. Wajah Aga- selalu tidak punya pilihan selain ikut tertawa. Berharap
Romantis sekali. siapa pun yang tha di beranda ketika bertemu setiap tawa dapat mengubah hal-hal yang menyakit-
Saya terlalu sedih untuk pulang kampung dan mengikuti ** dengan saya beberapa saat yang kan menjadi lelucon.
pesta meriah itu. Ibu baru saja meninggal. Belum juga ”Apakah kau punya baju lain?” kamu mau. Apa lalu tiba-tiba terbayang. Tahi ”Kamu punya uang receh? Untuk uang derma?”
satu tahun. Saya bertahan saja di Kupang.
”Dosen tidak memberi izin,” saya memberi alasan.
Agatha bertanya. Saya baru saja
berteriak histeris karena baju
pun. Berhentilah lalat di dagu, gincu setengah
terhapus, dan rambut ikal yang
Bapak bertanya.
”Di tempat sirih-pinang!” Agatha menjawab.
”Apakah kamu tidak bisa bolos? Titip absen ke temanmu.” saya hangus. Dan ia datang. Ber- mendengarkan diikat dengan terburu-buru. ”Di mana tempat sirih-pinang?”
”Jadwal kuliah sangat padat. Yang bolos tidak bisa diri di pintu kamar. Melongok. Saya membuang muka, men- ”Di sekitar situ. Cari dahulu sebelum bertanya. Saya
mengikuti ujian semester.” Saya ingin menangis. Baju Bapak. Berhenti coba menyembunyikan bayang- masih membetulkan pakaian Romi!”
Tetapi saya tidak masuk kuliah. Dua hari di kos saja. hangus itu saya beli dengan an Agatha dari hadapan Ibu. Bapak terdiam sebentar. Kemudian menggerutu
Tidur dan menangis untuk Ibu. uang dari Tanta Claudia. Ru-
mendengarkan ”Apa yang ingin kamu kata- dalam bahasa Metô.
Kematian Ibu, sebenarnya, bukan hal yang buruk-
buruk amat. Bukan sesuatu yang mendadak. Stroke
mahnya di Penfui, istri seorang
dosen. Saya membantunya
orang-orang. kan?” Ibu bertanya dalam ba-
hasa Metô.
”Kalian cocok sekali,” katanya sambil mencari. ”Yang
satu perempuan cantik. Yang satu laki-laki tetapi
telah lama membuat sebelah badannya berhenti ber- membuat kue makao. Ia menjual Mereka hanya bisa Kaha, Aina. Tidak, Mama. tidak tahu cara ikat sapi. Laki-laki tetapi pakai baju
fungsi. Ia berjalan dengan tongkat, seperti mayat hidup. kue untuk dosen dan anak kos Ibu terdiam. Lama. perempuan untuk Malam Natal. Seperti perempuan
Kadang tidak bisa melakukan apa-apa. Perlu disuapi. di sekitar Jalan San Juan. Sebe- menghakimi.” ”Baik-baiklah kepada Bapak. kecil. Dua perempuan di rumah saya. Cocok sekali.
Perlu diceboki. Setengah orang yang melihatnya berha- lum saya pulang kampung, ia Jangan membencinya.” Kalian cocok sekali.”
rap ia segera mati. Agar penderitaannya berakhir. memberi uang dua ratus ribu. Ibu tahu sesuatu. Saya pegang Saya ikut tertawa. Tetapi tawa saya tidak mengubah
Bapak meniduri Agatha sebelum Ibu meninggal. Saya bilang tidak usah. Saya selalu senang berada di tangannya. Saya kecup. Saat ia meninggal, saya tidak tawa Bapak menjadi lelucon. Saya hapus gincu di bibir,
Saya berharap tidak ada orang yang tahu itu. Tetapi dapur. Ia bilang ambil saja. Kamu perlu sesuatu untuk tahu harus membenci siapa. dan saya mulai mencukur kumis tipis saya. Agatha me-
saya tahu. Tentu banyak orang yang tahu juga. Di Hari Natal, katanya. Saya pergi ke Pasar Kupang, saya nyetrika selendang sambil memiringkan bibirnya.
kampung sekecil ini, kabar menyebar lebih cepat beli kemeja putih. Panjang lengannya. Akan saya pakai ** Jangan dengarkan Bapakmu, matanya berkata. Kami
daripada wabah. di Malam Natal. Dengan sarung tenun. Selendang. ”Kau berkelahi seperti bencong!” memang cocok sekali. Saya dan Agatha. Bapak tidak
Agatha adalah pendoa. Kali pertama ia ke rumah ini Mungkin juga ikat kepala. Seperti laki-laki pada umumnya. Tomi Faifui baru saja meninju saya dengan keras. tahu apa yang kami lakukan di Kupang.
adalah untuk mendoakan Ibu. Bapak yang membawanya. Sebelum saya menjawab Agatha, bunyi gelas ber- Teman-temannya tertawa. Pacarnya sempat menegur
Ia berdoa sangat panjang sambil mengangkat-angkat derak-derak di rak piring. agar ia berhenti memukul, tetapi akhirnya ikut tertawa Leiden, 2019
tangannya ke langit-langit rumah. Ia mencelupkan ro- ”Uuu…” Bapak memanggil, seperti orang Timor me- juga. Menikmati betapa jago pacarnya berkelahi.
sario ke dalam segelas air dan meminta Ibu meminumnya. manggil. ”Ubi ini bikin saya tersedak. Apakah ada kopi ”Lapor sana sama teman-temanmu. Semua anak
Tak lama saya diberi tahu bahwa Ibu telah dipindahkan untuk saya?” Kos Pelangi. Kalau berani, kita berkelahi.”
ke rumah sakit Kefamnanu. Di rumah, Ibu jarang Agatha berlalu dari pintu, menuju ruang makan. Wendelinus Hutu berkata sambil melempari kepala Keterangan
mendapatkan perawatan. Bapak sibuk. Para ponakan ”Anak itu membuat sapi terlepas,” Bapak berbisik saya dengan botol air mineral. Uembubû : Rumah tradisional masyarakat Timor
yang datang merawat kebanyakan menjadi bosan dan dalam bahasa Metô3. Ia harus belajar cara berbisik. Teman-temannya tertawa lebih keras. Bahan : Pagar yang terbuat dari susunan kayu
pulang diam-diam, tidak ingin terganggu saat bermain Saya masih bisa mendengarnya. ”Saya akan keluar dan ”Kos Pelangi itu isinya bencong semua! Termasuk Bahasa Metô : Bahasa masyarakat suku Metô, Timor
Kotpese : Sejenis kacang-kacangan
gawai. Saya ingin berhenti kuliah dan merawat Ibu. mulai mencari jejak. Sebelum sapi-sapi berjalan jauh.” Bapak Kos juga bencong!”
Tetapi Ibu marah. ”Ini Malam Natal. Kamu bisa mencari besok,” Agatha Badan anak lain yang berbicara itu kecil saja. Tetapi
”Ibu orang bodoh. Hanya tamat SD. Kamu harus menjawab. mulutnya seperti pisau. Saya merasa jijik jika harus
menjadi sarjana. Agar tidak dibodohi.” ”Besok pasti kau bilang: Ini Hari Natal! Jangan cari menuliskan namanya di sini.
Suatu hari Jumat, saya mencegat bus Sinar Gemilang sapi. Ayo ke gereja!” Tadi, saat Tomi mulai memukul, saya telah mencoba
FELIX K. NESI
dan pulang kampung. Saya rindu Ibu. Enam jam per- ”Sapi tidak pergi jauh. Ada pagar kampung. Malam untuk melawan. Saya tinju beberapa kali. Dengan
Lahir di Nesam-Insana, Nusa Tenggara
jalanan, dengan kondektur yang suka memaki dan Natal hanya ada setahun sekali.” kepalan tangan dan jurus yang Bapak ajarkan saat Timur. Bukunya yang telah terbit berjudul
penumpang yang muntah-muntah, sangat melelahkan. Saya mendengar Bapak menarik napas panjang. saya kecil. ”Usaha Membunuh Sepi” (2016) dan
Saya tiba saat hari mulai malam. Saya singgah di pasar, ”Anak tidak berguna. Seperti perempuan saja. Disuruh Tunduk, pukul. Tunduk, pukul lagi. Pukul kuat. ”Orang-Orang Oetimu” (2019). Bergiat di
membeli sayur dan buah-buahan, dan menumpang masukkan sapi saja tidak bisa.” Saya menunduk dan memukul. Tetapi hanya dua Komunitas Leko Kupang, Komunitas Dusun
ojek ke rumah. Saya akan memasak untuk Ibu. ”Husshh!” kali mengenai Tomi. Flobamora, dan bacapetra.co.

Anda mungkin juga menyukai