Aku milik tempat itu. Aku memiliki banyak kenangan. Aku dilahirkan seperti setiap
orang dilahirkan.
Aku memiliki seorang ibu, sebuah rumah dengan banyak jendela, saudara-saudara
laki-laki, kawan-kawan, dan sebuah sel penjara
dengan sebuah jendela yang dingin menggigilkan! Aku memiliki ombak yang direbut
oleh burung-burung camar dan panorama milikku sendiri.
Aku memiliki padang rumput yang basah embun. Di horison kataku, aku memiliki
sebuah bulan,
makanan untuk burung, dan sebuah pohon zaitun yang tak mati-mati.
Aku sudah tinggal di negeri itu lama sebelum pedang membuat manusia jadi mangsa.
Aku milik tempat itu. Waktu sorga meratapi ibunya, kukembalikan sorga
ke ibunya.
Dan aku menangis biar awan yang pulang ke sana akan membawa airmataku.
Untuk melanggar aturan, aku pelajari semua kata yang dibutuhkan bagi pengadilan
darah.
Telah kupelajari dan bongkar semua kata agar bisa kudapatkan
satu kata tunggal: Rumah.
(Terjemahan: Saut Situmorang)
=========
I BELONG THERE
I belong there. I have many memories. I was born as everyone is born. I have a mother,
a house with many windows, brothers, friends, and a prison cell with a chilly window!
I have a wave snatched by seagulls, a panorama of my own. I have a saturated
meadow. In the deep horizon of my word, I have a moon, a bird’s sustenance, and an
immortal olive tree. I have lived on the land long before swords turned man into prey.
I belong there. When heaven mourns for her mother, I return heaven to her mother.
And I cry so that a returning cloud might carry my tears. To break the rules, I have
learned all the words needed for a trial by blood. I have learned and dismantled all the
words in order to draw from them a single word: Home.
=========
KARTU IDENTITAS (Mahmoud Darwish)
Catat! Aku orang Arab Dan nomor kartu identitasku limapuluh ribu Aku punya
delapan anak Dan yang kesembilan akan lahir setelah musim panas Apa kau akan
marah?
Catat! Aku orang Arab Bekerja dengan sesamaku di sebuah tambang batu Aku punya
delapan anak Aku beri mereka roti Pakaian dan buku dari batu... Aku tidak mengemis
bantuan dengan mengetuk pintu rumahmu Atau merendahkan diriku di tangga
kamarmu Jadi apa kau akan marah? Catat! Aku orang Arab Namaku tanpa gelar
Bersabar di negeri Yang penuh orang-orang marah Akarku Tertanam di sini sebelum
lahirnya waktu Dan sebelum dimulainya zaman Sebelum pohon-pohon pinus dan
pohon-pohon zaitun Dan sebelum rumput-rumput tumbuh. Bapakku... keturunan
keluarga pembajak tanah Bukan dari kelas priyayi Dan kakekku... seorang petani
Bukan orang kaya ataupun orang sekolahan! Diajarkannya aku tentang harga diri
matahari Sebelum mengajariku membaca Dan rumahku seperti gubuk penjaga malam
Terbuat dari ranting pohon dan tebu Apa kau sudah puas dengan statusku sekarang?
Aku punya nama tanpa gelar!
Catat! Aku orang Arab Telah kau curi kebun-kebun buah nenek moyangku Dan tanah
yang kugarap Bersama anak-anakku Dan tak ada lagi sisa bagi kami Kecuali batu-batu
ini... Apa Negara pun akan mengambilnya juga Seperti kata orang?!
Jadi Catat di bagian atas halaman pertama: Aku tidak benci Atau akan menyerang
orang Tapi kalau aku kelaparan Daging penindasku akan jadi makananku Hati-
hatilah... Hati-hatilah... Dengan lapar Dan marahku!
1964
(Terjemahan: Saut Situmorang)
=========
IDENTITY CARD
I am an Arab.
Attributes:
My address:
Write it down!
I am an Arab.
Therefore,
Write down on the top of the first page:
But if I starve
And my rage.
1964
Jadilah pohon
Agar aku melihat bayanganmu
Jadilah rembulan
Agar aku melihat bayanganmu
Jadilah belati
Agar aku melihat bayanganmu dalam bayanganku
Sebagai mawar dalam debu
Selalu
Aku mendengar langkah kaki mendekat
Dan menjadi pengasinganku
Juga menjadi penjaraku
Coba saja bunuh aku
Dengan keputusan bulat
Tapi jangan bunuh aku
Dengan cara meneror
Sebagai ‘langkah kaki yang mendekat’
Mahmoud Darwish mempunyai nama asli Mahmoud Salim Husein Darwish yang
lahir di al-Birwa, Galilea, sebuah desa yang diduduki lalu akhirnya dihancurkan oleh
tentara Israel. Karena melewatkan sensus resmi dari pemerintah Israel, Darwish dan
keluarganya menjadi “pengungsi dalam negeri” atau “liyan yang ada-tapi tak ada.”
Darwish hidup sekian lama dalam pengasingan di Beirut dan Paris. Ia dianggap
sebagai penyair kebangsaan Palestina. Pada usia 17 tahun ia membaca puisi untuk
pertama kalinya dalam acara perayaan kelulusan di sekolahnya dengan judul “ Akhi
al-Ubry” (Adikku seorang Ibrani). Dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1958,
ia menerbitkan buku puisinya untuk pertama kali dengan judul Ashofiru Bila Ajnihah
(Burung Tanpa Sayap). Pada tahun 1965, ketika masih muda beliau membacakan
puisinya “Bitaqat Huwiyya”, Kad Pengenalan, yang kemudian tersebar di seluruh
dunia Arab dan dijadikan lagu perjuangan. Mahmoud Darwish meninggal dunia pada
9 Agustus 2008 di Amerika Serikat selepas menjalani pembedahan jantung.
Jenazahnya dikebumikan di tanah Palestina seperti mana yang diwasiatkan.
Presiden Menteri Palestina mengisytiharkan tiga hari berkabung. Selama hidup,
Mahmoud Darwish telah menghasilkan lebih dari 30 buku puisi dan 8 buku prosa,
juga mendapatkan penghargaan Lannan Cultural Freedom Prize dari Yayasan
Lannan, the Lenin Peace Prize, dan Knight of Arts and Belles Lettres
Medal dan Perancis.
Catatan:
Puisi “Aku Berasal dari Sana” dan “Langkah di Malam Hari” diterjemahkan oleh
Usman Arrumy dari A’mal Kamilah, Mahmoud Darwish, Dar Shofa, Mesir. Usman
Arrumy. Lahir di Demak. Baru saja menerbitkan buku Surat Dari Bawah Air—puisi-
puisi Nizar Qobbani (2016, Perpustakaan Mutamakkin Kajen), dan buku Hammuka
Daimun—puisi-puisi Sapardi Djoko Damono (2016, Dar Twetta, Giza, Mesir).
Sekarang sedang belajar di Al-Azhar Kairo, jurusan Bahasa Arab.
Puisi “Bumi Mengimpit Kita” dan “Kami Berjalan Menuju ke Sebuah Rumah”
dialihbahasa dari terjemahan bahasa Inggris oleh Munir Akash dan Carolyn Forche
dalam buku “Unfortunately, It Was Paradise, Selected Poems” karangan
Mahmoud Darwish.
Mahmud Darwis Penyair Palestina:
“Orang Tanpa Puisi Adalah Orang
yang Kalah”
BY KORAN YOGYA · 28/03/2018
“Tanpa keraguan sedikit pun, hari ini kita membutuhkan puisi, lebih dari
sebelumnya, untuk memulihkan kepekaan kita dan kesadaran kita tentang
kemanusiaan kita yang terancam, dan kemampuan kita untuk mengejar
salah satu mimpi paling indah kemanusiaan, yaitu kebebasan. “
Saya belum berusaha untuk menjadi, atau tetap, simbol apa pun. Sebaliknya, saya
ingin terbebas dari beban berat ini.”
Berikut puisinya:
Cemara itu pecah seperti menara dan dia tertidur dijalan pertapaan
bayangannya,hijau, gelap, seperti dirinya sendiri. Semua orang aman.Mobil mobil
berlalu, cepat, di dahan-dahannya. Debu menutupi jendela … Jeruk itu pecah tapi
burung merpati itu tidak meninggalkan sarangnya di rumah tetangga.*
Tidak ada spanduk di angin, yang mengapung. Tidak ada kuda yang berenang di
angin. Tidak ada drum yang mengumumkan pendakian atau memecah ombak.
Tidak ada yang terjadi dalam tragedi pada hari ini.Tirai itu jatuh.Penyair dan
penonton murca.*
Itu pasir. Menyebarkan ide dan perempuan. Mari kita berjalan seiring dengan
kematian. Pada mulanya pohon-pohon tinggi adalah wanita, Air naik, bahasa.
Apakah bumi mati seperti laki-laki? Dan apakah burung itu membawanya sebagai
kekosongan?