Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FIQH MUAMALAH KONTEMPORER


“WADI’AH DAN APLIKASINYA DALAM LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH”

Dosen Pengampu :
Gibtiah, .S.Ag., M.Ag

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Ananda Tiara Puspita (2130604146)
Refi Prixline (2130604148)
Widya Marcelina (2130604155)
Febri Afrido (2130604162)
Bayu Saputra (2130604189)
Novita Veronika (2130604193)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2023

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Wadi’ah dan Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah”.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh
Muamalah Kontemporer.
Untuk itu, pada kesempatan ini kami kelompok 5 selaku penyusun makalah
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Gibtiah, .S.Ag., M.Ag selaku dosen Mata
Kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan baik itu pengetahuan,
pengalaman maupun kemampuan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran
maupun kritik membangun yang bertujuan agar hasil makalah ini dapat diterima
dan bermanfaat bagi khalayak semua.
Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat dan bermanfaat bagi para pembaca.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kepada kita semua Rahmat, Hidayah
dan Taufiq-Nya.

Palembang, April 2023


Penulis,

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan Makalah.................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
2.1 Pengertian Wadi’ah............................................................................................5
2.2 Dasar Hukum Wadi’ah.......................................................................................5
2.3 Rukun dan Syarat Wadi’ah................................................................................7
2.4 Jenis - jenis Wadi’ah..........................................................................................8
2.5 Struktur Wadi’ah................................................................................................8
2.6 Aplikasi Wadi’ah dalam Lembaga Keuangan Syariah....................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................15


3.1 Kesimpulan......................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muamalah adalah kegiatan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan gaya


hidup sesama manusia untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan yang
tujuannya untuk memberikan kenyamanan dalam memenuhi kebutuhan hidup
pengertian antara penjual dan pembeli serta saling tolong menolong (ta’awul),
serta untuk mempererat silaturrahmi karena merupakan proses ta’aruf
(perkenalan). Dalam akad muamalah terdapat beberapa transaksi atau akad yang
ada, diantaranya adalah akad Al-Wadi’ah, akad Al-Wakalah, dan Al-Kafalah, dsb.
Dalam hal ini makalah kami disini mencoba menjelaskan salah satu bagian dari
mumalah tersebut yaitu akad tentang Wadi’ah (titipan).
Wadi’ah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain yang
bukan pemiliknya untuk tujuan keamanan. Wadi’ah adalah akad penitipan dari
pihak yang mempunyai uang atau barang kepada pihak yang menerima titipan,
dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima titipan wajib
menyerahkan kembali titipan tersebut dan yang dititipi menjadi penjamin
pengembalian barang titipan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Wadi’ah ?
2. Bagaimana Pengaplikasiannya Wadia’ah dalam Lembaga Keuangan
Syariah ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Mengetahui apa itu Wadi’ah.
2. Mengetahui tentang Wadi’ah dan beserta pengaplikasiannya dalam
Lembaga Keuangan Syariah.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wadi’ah

Wadi’ah menurut bahasa berarti titipan. Kata Wadi’ah berasal dari kata Wada’a-
Yada’u-Wad’an yang berarti membiarkan atau meninggalkan sesuatu. Jadi
wadi’ah adalah sesuatu yang dititipkan.
Menurut istilah terdapat dua pengertian wadiah menurut ahli fikih.
Pertama, menurut ulama Hanafiyah, wadiah (titipan) adalah mengikutsertakan
orang lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui
tindakan, maupun melalui isyarat.
Kedua, menurut ulama Malikiyah, Syafi‘iyah, dan Hanabilah. Wadiah adalah
mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu juga.
Dari dua definisi yang dikemukakan oleh ulama fikih di atas dapat dipahami,
bahwa wadiah (titipan), adalah perjanjian seseorang untuk menitipkan barangnya
kepada orang lain supaya dijaga sebagaimana yang berlaku menurut Islam. Bila di
kemudian hari ada kerusakan atau cacat pada barang yang dititipkan bukan karena
kelalaiannya, maka dia tidak harus menggantikannya, sebaliknya bila kerusakan
atau cacatnya barang tersebut disebabkan kelalainnya, maka dia harus
menggantinya.
2.2 Dasar Hukum Wadi’ah

1. Al-Qur’an
QS. Al-Baqarah [2]: 283.

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

QS. An-Nisa’ [4]: 58.

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
2. Hadist

Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin ‘Abdullah berkata, telah


menceritakan kepadaku Sulaiman bin Bilal dari Yahya dari Yazid, Maula
Al Munba’its bahwa dia mendengar Zaid bin Khalid radliallahu ‘anhu
berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang barang temuan.”
Maka Beliau bersabda: “Kamu kenali tutup bungkus dan talinya kemudian
umumkan selama satu tahun”. Yazid berkata: “Dan jika tidak ada yang
mengakuinya maka dapat digunakan oleh penemunya karena itu berarti
titipan Allah baginya”. Yahya berkata: “Inilah yang aku tidak tahu apakah
kalimat ini termasuk bagian dari hadis yang disabdakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam atau hanya perkataan dari Yazid. Kemudian
orang itu bertanya lagi: “Bagaimana tentang menemukan kambing?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ambillah karena kambing itu
untuk kamu atau saudaramu atau serigala”. Yazid berkata: “Untuk kambing
juga diumumkan dahulu”. Kemudian orang itu bertanya lagi: “Bagaimana
tentang menemukan unta?” Yazid berkata; maka Beliau menjawab:
“Biarkanlah unta itu, karena ia selalu nampak sepatunya dan perutnya (yang
terisi air) sehingga ia bisa hilir mudik mencari air dan makan rerumputan
hingga ditemukan oleh pemiliknya”. (HR. Bukhari No.2250)

2.3 Rukun dan Syarat Wadi’ah

Menurut ulama Hanafiyah rukun wadiah (titipan) hanya satu, yaitu ijab yaitu
ucapan penitipan barang dari pemilik, seperti “saya titipkan tas dan bukunya ini
kepada” saya terima, dan qabul yaitu ucapan menerima titipan oleh yang
dititipi,seperti “ya saya terima titipan tas dan buku saudara”, sedangkan yang
lainnya syarat dan tidak termasuk rukun.
Menurut jumhur ulama fikih bahwa rukun dan syarat wadiah (titipan) ada 3 (tiga):
a. Orang yang berakad (orang yang menitipkan dan yang menerima titipan).
1.Harus berakal
apabila anak kecil yang telah berakal dan diizinkan oleh walinya untuk
melakukan transaksi wadiah (titipan), maka hukumnya sah, mereka tidak
mensyaratkan baligh dalam persoalan wadiah (titipan).
2.Disyaratkan telah baligh, berakal, dan cerdas, karena akad wadiah
(titipan) merupakan akad yang banyak mengandung risiko penipuan.
b. Barang yang dititipkan.
Syarat barang yang dititipkan itu harus jelas dan diketahui identitasnya
dengan jelas dan boleh dikuasai untuk dipelihara. Menurut ulama fikih,
syarat kejelasan dan dapat dikuasai ini dianggap penting karena terkait
erat dengan masalah kerusakan barang titipan yang mungkin akan timbul
atau barang itu hilang selama dalam penitipan. Apabila barang yang
dititipkan tidak dapat dikuasai orang yang dititipi, kemudian hilang dan
rusak, maka orang yang dititipi tidak dapat dimintai pertanggung jawaban
di pengadilan.
c. Sighat ijab dan qabul (ungkapan serah terima barang titipan)
Disyaratkan dimengerti oleh kedua orang yang berakad, baik dengan jelas
maupun sindiran.

2.4 Jenis - jenis Wadi’ah

Dalam Islam wadi’ah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:


1) . Wadi’ah yad Amanah yaitu barang yang dititipkan sama sekali tidak boleh
digunakan oleh pihak yang menerima titipan, sehingga dengan demikian pihak yang
menerima titipan tidak bertanggung jawab terhadap risiko yang menimpa barang yang
dititipkan. Penerima titipan hanya punya kewajiban mengembalikan barang yang
dititipkan pada saat diminta oleh pihak yang menitipkan secara apa adanya.
2) Wadi’ah yad Dhamanah adalah titipan terhadap barang yang dapat dipergunakan atau
dimanfaatkan oleh penerima titipan. Sehingga pihak penerima titipan bertaggung jawab
terhadap risiko yang menimpa barang sebagai akibat dari penggunaan atas suatu barang,
seperti risiko kerusakan dan sebagainya. Tentu saja penerima titipan wajib
menegmbalikan barang yang dititipkan pada saat diminta oleh pihak yang menitipkan.

2.5 Struktur Wadi’ah

1. Hukum Menerima Barang Titipan


Tidak semua orang atau jasa penitipan bisa dipercaya untuk menerima barang
titipan, kecuali orang atau jasa penitipan yang memiliki komitmen dan tanggung
jawab yang tinggi. Oleh sebab itu, hukum menerima titipan dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a.Sunah, disunahkan menerima titipan bagi orang yang percaya kepada
dirinya bahwa dia sanggup menjaga benda-benda yang dititipkan kepadanya.
Wadiah adalah salah satu bentuk tolong-menolong yang diperintahkan oleh
Allah dalam Al-Qur’an, tolong-menolong secara umum hukumnya sunnah.
Hal ini dianggap sunah menerima benda titipan ketika ada orang lain yang
pantas pula untuk menerima titipan.
b.Wajib, diwajibkan menerima barang-barang titipan bagi seseorang yang
percaya bahwa dirinya sanggup menerima dan menjaga barang- barang
tersebut, sementara orang lain tidak ada seorang pun yang dapat dipercaya
untuk memelihara barang-barang tersebut.
c.Haram, apabila seseorang tidak kuasa/mampu dan tidak sanggup
memelihara barang-barang titipan, sebab dengan menerima barang- barang
titipan, berarti memberikan kesempatan (peluang) kepada kerusakan atau
hilangnya barang-barang titipan sehingga akan menyulitkan pihak yang
menitipkan.
d.Makruh, bagi orang yang percaya kepada dirinya sendiri bahwa dia mampu
menjaga barang-barang titipan, tetapi dia kurang yakin (ragu) pada
kemampuannya, maka bagi orang yang seperti ini dimakruhkan menerima
barang-barang titipan sebab dikhawatirkan dia akan berkhianat terhadap yang
menitipkan dengan cara merusak barang- barang titipan atau
menghilangkannya.

2. Rusak dan Hilangnya Barang Titipan


Jika orang yang menerima titipan mengaku bahwa benda-benda titipan telah rusak
tanpa adanya unsur kesengajaan darinya, maka ucapannya harus disertai dengan
sumpah supaya perkataannya itu kuat kedudukannya menurut hukum, namun Ibn
al-Mundhir berpendapat bahwa orang tersebut di atas sudah dapat diterima
ucapannya secara hukum tanpa dibutuhkan adanya sumpah.
Menurut Ibn Taimiyah apabila seseorang yang memelihara benda- benda titipan
mengaku bahwa benda-benda titipan ada yang mencuri, sementara hartanya yang
ia kelola tidak ada yang mencuri, maka orang yang menerima benda-benda titipan
tersebut wajib menggantinya.
Pendapat Ibn Taimiyah ini berdasarkan asar (ucapan sahabat) bahwa Umar r.a
pernah meminta jaminan dari Anas bin Malik r.a ketika barang titipannya yang
ada pada Anas r.a dinyatakan hilang, sedangkan harta Anas r.a sendiri masih ada.
Orang yang meninggal dunia dan terbukti padanya terdapat benda- benda titipan
milik orang lain, ternyata barang-barang titipan tersebut tidak dapat ditemukan,
maka ini merupakan utang bagi yang menerima titipan dan wajib dibayar oleh
para ahli warisnya. Jika terdapat surat dengan tulisannya sendiri, yang berisi
adanya pengakuan benda-benda titipan, makasurat tersebut dijadikan pegangan
karena tulisan dianggap sama dengan perkataan apabila tulisan tersebut ditulis
oleh dirinya sendiri. Bila seseorang menerima benda-benda titipan, sudah sangat
lama waktunya sehingga ia tidak lagi mengetahui di mana atau siapa pemilik
benda-benda titipan tersebut dan sudah berusaha mencarinya dengan cara yang
wajar, namun tidak dapat diperoleh keterangan yang jelas, maka benda-benda
titipan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan agama Islam, dengan
mendahulukan hal-hal yang paling penting di antara masalah-masalah yang
penting.
2.6 Aplikasi Wadi’ah dalam Lembaga Keuangan Syariah

Wadi’ah yang praktiknya adalam LKS ada dua macam, yaitu wadi’ah Yad al-
Amanah dan jaminan (damanah). Biaya LKS mengenakan biaya administrasi
terkait pendaftaran barang titipan di LKS. Selain itu, ada biaya penjagaan terhadap
barang wadi’ah yang berharga, surat berharga, dokumen-dokumen penting dan
barang lain yang bernilai dan membutuhkan penjagaaan dan perawatan khusus.
Berdasarkan biaya-biaya ini, maka apabila terjadi kehilangan, kerusakan atau
kemusnahan walaupun tidak disengaja. Apabila LKS menggunakan barang titipan
seperti uang untuk perniagaan atau usaha lain, maka LKS wajib mengembalikan
sepenuhnya uang wadi’ah yang telah digunkan itu kepada pemilik.
Wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya
menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis wadiah: wadiah yad al-amanah dan
wadia‘ah yad al-damanah.
1) Wadi’ah Yad al-Amanah (Trustee Depository)
Wadiah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan
oleh penerima titipan
b.Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan
berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh
memanfaatkannya.
c.Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya
kepada yang menitipkan.
d.Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh
penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah
jasa penitipan atau save deposit box.
Mekanisme seperti di atas dapat digambarkan dalam diagram berikut ini.
Keterangan : Dengan konsep wadiah yad amanah, pihak yang menerima titipan
tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang
dititipkan. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip
sebagai biaya penitipan.

2) Wadiah Yad al-Damanah (Guarantee Depository)


Wadiah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang
menerima titipan.
b.Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat
menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima
titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si penitip.
c.Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan.
d.Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang dihitung
berdasarkan persentase yang telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah,
pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak boleh disebutkan dalam kontrak
ataupun dijanjikan dalam akad, tetapi benar- benar pemberian sepihak sebagai
tanda terima kasih dari pihak bank.
e.Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank
syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekannya adalah titipan.
f.Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadiah karena pada prinsipnya
tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang bisa diambil setiap saat.
Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau alat lain yang
dipersamakan.
Mekanisme wadiah yad al-damanah dapat digambarkan dalam skema sebagai
berikut:

Keterangan:
Dengan konsep wadiah yad al-damanah, pihak yang menerima titipan boleh
menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Tentu,pihak
bank dalam hal ini mendapatkan hasil dari pengguna dana. Bank dapat
memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus.
Dalam perbankan syariah akad wadi’ah yad dhammah di aplikasikan ke dalam
dua jenis produk:
a. Giro
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya atau dengan
pemindah bukuan. Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro
yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Berdasarkan fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) No : 01/DSN-MUI/IV/2000, menetapkan
bahwa Giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro yang berdasarkan
prinsip Mudharabah dan Wadi'ah. Giro wadi'ah adalah giro yang dijalankan
berdasar akad wadi'ah, yaitu titipan murni yang setiap saat dapat diambil bila
pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadi'ah yad dhamanah, pihak yang
menerima titipan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang
yang dititipkan. Hal ini berarti bahwa wadi’ah yad dhamanah mempunyai
implikasi hukum yang sama dengan qardh, yakni nasabah bertindak sebagai
pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang
mengelola dana. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak boleh saling
menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan
dana atau barang titipan tersebut. Dalam kaitannya dengan produk giro, Bank
syariah menerapkan prinsip wadi’ah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak
sebagai prinsip yang memberikan hak kepada bank syariah untuk
menggunakan dan memanfaatkan uang sebagai pihak yang dititipi yang
disertai hak untuk mengelola dana titipan dengan tanpa mempunyai
kewajiban. Namun demikian, bank syariah diperkenankan memberikan
insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya. Dari
pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa giro wadi’ah mempunyai
beberapa ketentuan sebagai berikut :
1) Bersifat titipan
2) Titipan bisa diambil kapan saja (on call), dan
3) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
bonus yang bersifat sukarela dari pihak bank.
b. Tabungan
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Yang
dimaksud tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasar prinsip-
prinsip syariah.Berdasarkan fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000,
menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan yaitu tabungan yang
berdasarkan prinsip Mudharabah dan wadi’ah. Tabungan wadi’ah merupakan
tabungan yang dijalankan berdasar akad wadi’ah, yakni titipan murni yang
harus dijaga dan dikembalikan setiap saat jika pemiliknya menghendaki.
Berkaitan dengan produk tabungan wadi’ah, bank syariah menggunakan akad
wadi’ah yad dhamanah. Dalam hal ini, setiap nasabah bertindak sebagai
penitip menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya. Bank
syariah betindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang yang disertai
hak untuk menggunakan dan memanfaatkan dana atau barang tersebut.
Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta
titipan tersebut seta mengembalikannya kapan saja pemiliknya menghendaki.
Di sisi lain bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil
penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang tersebut. Adapun nasabah
penitip dari dan bank tidak boleh saling menjanjikan untuk bagi hasil
keuntungan harta tersebut. Namun demikian bank diperkenankan memberi
bonus kepada pemilik harta titipan sela tidak disyaratkan di muka. Dengan
kata lain, pemberian bonus merupakan kebijakan bank syariah semaat dan
bersifat sukarela.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Al-Wadi’ah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai meninggalkan atau


meletakkan, atau meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara dan dijaga.
Dari aspek teknis, wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip kehendaki. Dalam Islam wadi’ah dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu Wadi’ah yad amanah dan Wadi’ah yad
dhamanah.
Landasan hukum wadi’ah tertera pada Q.S. An-Nisa’ : 58 dan Q.S. Al-Baqarah:
283 dan ada juga di dalam hadis dari Nabi. Adapun aplikasi dari masing-masing
wadi’ah yaitu :
1. Wadi’ah yad amanah berupa harta benda, dokumen, dan barang berharga
lainnya
2. Wadi’ah yad dhamanah berupa giro wadi’ah dan tabungan wadi’ah
Menurut jumhur ulama fikih bahwa rukun dan syarat wadiah (titipan) ada 3 (tiga):
a) Orang yang berakad (orang yang menitipkan dan yang menerima titipan).
1.Harus berakal
2.Disyaratkan telah baligh, berakal, dan cerdas.
b) Barang yang dititipkan.
Syarat barang yang dititipkan itu harus jelas dan diketahui identitasnya
dengan jelas dan boleh dikuasai untuk dipelihara.
c) Sighat ijab dan qabul (ungkapan serah terima barang titipan)
Disyaratkan dimengerti oleh kedua orang yang berakad, baik dengan jelas
maupun sindiran.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syari’ah di Indonesia, Gadjah Mada University


Press: Yogyakarta, 2007
Al Hadi, Abu Azam. (2017). Fikih Muamalah Kontemporer. Depok : PT.Raja
Grafindo Persada.
Herdianto, Dendy. 2019. Akad Wadiah dalam Ekonomi Islam : Pengertian, Dalil,
Rukun dan Contoh. Diakses dari https://qazwa.id/blog/akad-wadiah/ pada 12 April
2023.
Imam Mustofa, FIQH MU’AMALAH KONTEMPORER, (Kaukaba Dipantara:
Yogyakarta, 2014
Ismail Nawawi. fikih muamalah klasik dan kontemporer. Bogor: ghalia indnesia,
2012.
Mardani, Fiqih Muamalah, Kencana Premadina Group: Jakarta, 2013
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.
Setyaningsih, Sulis. 2018. Pengertian Muamalah, Beserta Prinsip dan
Penerapannya dalam Berbisnis. Diakses dari
https://www.wajibbaca.com/2018/05/muamalah-adalah.html pada 12 April 2023.

Anda mungkin juga menyukai