Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TASAUF IRFANI ( Rabi’ah Adawiyah)

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : NURUSDIYATI., S.Ag.,M.Pd.I

Disusun Oleh :
Fanesya Triyanti ( 2020161216 )
Sabila Aulia (
Suhartini (

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI

2021/2022
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam mata kuliah Bisnis dan Investasi
kami mendapatkan tugas makalah yang berjudul “Tasauf Irfani” dengan dosen
pembimbing Ibuk NURUSDIYATI., S.Ag.,M.Pd.I atas bimbingannya, petunjuk dan
dorongan Alhamdulillah sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak kekurangan
dan kekeliruan, maka dari itu mengarapkan kritikan positif sehingga bisa diperbaiki
dengan baik. Akhirnya semoga makalah ini menjadi amalan dan bermanfaat khususnya
bagi kami dan umumnya bagi seluruh pembaca. Amin Yaa Rabbal’Alamin.

Muara Bulian April 2022

Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar................................................................................................................ii

Daftar Isi...........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 4

A. Latar Belakang................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah.............................................................................................4

C. Tujuan...................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................5

A. Pengertian Tasawuf Irfani ..............................................................................5

B. Biografi Rubiah Al-Adawiyah.........................................................................7

C. Kehidupan sebahagi sufidan pilihan untuk tidak menikah................... 9

1. Ajaran………………………………………….,………. ………………… 10

2. Pengatuh terhadap perkembangan sufisme……………….…………10

3. Relevansi Tasawuf Rabiah Adawiyah……………………….……… 10

BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 11

A. Kesimpulan....................................................................................................... 11

B. Saran...................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Timbulnya tasawuf dalam islam bersamaan dengan kelahiran agama islam itu
sendiri, yaitu semenjak Nabi Muhammmad SAW di utus menjadi rasul untuk segenap
umat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukan bahwa pribadi
Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali tahnuts dan Khalwat
di gua Hira, disamping untuk mengasingkan diri dan kehidupan masyarakat Mekah
yang sibuk dengan hal-hal yang menghinggapi masyarakat disekitarnya pada waktu itu.

Kecendrungan yang seperti inilah yang diikuti oleh orang-orang sufi, mereka
berusaha untuk mendekatkan diri serta meninggikan cintanya kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa.
Pengalaman religius orang sufi sangat berbeda jauh dengan pengalaman religius
dengan orang biasa (awam), pengalaman religius mereka dapat menghantarkan
kepada ma’rifah Tuhanya. Orang sufi untuk mencapai tingkatan pengalaman religius
tertinggi itu tidak hanya dialami oleh kaum laki-laki saja, tetapi dapat pula dicapal oleh
kaum wanita , yang salah satu diantaranya adalah Rabiah Al Adawiyah.

B. Rumusan Masalah
A. Apa yang dimaksud dengan Tasawuf irfani ?
B. Bagaimana Biografi Rubiah Al-Adawiyah ?
C. Kehidupan sebagai sufi dan pilihan untuk tidak menikah ?

C. Tujuan
A. Untuk mengetahui Pengertian Tasawuf Irfani
B. Untuk mengetahui Biografi Rubiah Al-Adawiyah.
C. Untuk mengetahui kehidupan sebagai sufi dan pilihN untuk tidak menikah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf Irfani

Secara Etimologis , kata ‘irfan merupakan kata jadian (mashdar) dari


kata ‘arafa’ (mengenal atau pengenalan). Adapun secara
terminologis, ‘irfan diidentikkan dengan ma’rifat sufistik. Orang yang ‘irfan/ma’rifat
kepada Allah adalah yang benar-benar mengenal Allah
melalui dzauq dan kasyf (ketersingkapan).

Menurut Cecep Alba pengertian Tasawuf Irfani adalah tasawuf yang berusaha
menyingkap hakikat kebenaran atau makrifat yang diperoleh dengan tidak melalui
logika atau pembelajaran atau pemikiran, tetapi melalui pemberian
Tuhan (mauhibah). Ilmu itu diperoleh karena seorang sufi berupaya melakukan tasfiyat
al-Qalb. Dengan hati yang suci seseorang dapat berdialog secara batini dengan Tuhan,
sehingga pengetahuan atau makrifat dimasukkan Allah ke dalam hatinya, hakikat
kebenaran tersingkap lewat ilham.

Sebagai sebuah ilmu, ‘irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek
teoretis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan
pertanggungjawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan Tuhan. Sebagai ilmu praktis,
bagian ini menyerupai etika, bagian praktis ini juga disebut sayr wa suluk (perjalanan
rohani). Sementara itu, irfan teoretis memfokuskan perhatiannya pada masalah wujud,
mendiskusikan manusia, Tuhan serta alam semesta.

Pembicaraan tentang ‘irfan atau makrifat di kalangan sufi dimulai sekitar abad III dan
IV H. Tokoh sufi yang sangat menonjol membicarakannya adalah Dzu An-Nun Al-Mishri.
Sementara Al-Ghazali diposisikan sebagai tokoh sufi yang pertama kali mendalaminya
secara intens.

5
B. Biografi Rabiah Al-Adawiyah

Rabiah Al-Adawiyah (bahasa Arab‫ راﺑﻌﺔ اﻟﻌدوﯾﺔ اﻟﻘﯾﺳﯾﺔ‬:) dikenal juga dengan
nama Rabi'ah Basriadalah seorang sufi wanita yang dikenal karena kesucian dan
kecintaannya terhadap Allah.Rabi'ah merupakan klien (bahasa Arab: Mawlat) dari klan
Al-Atik suku Qays bin 'Adi, dimana ia terkenal dengan sebutan al-Qaysiyah Ia dikenal
sebagai seorang sufi wanita yang zuhud, yaitu tidak tertarik kepada kehidupan duniawi,
sehingga ia mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Rabiah
diperkirakan lahir antara tahun 713 - 717 Masehi, atau 95 - 99 Hijriah, di kota Basrah,
Irakdan meninggal sekitar tahun 801 Masehi / 185 Hijriah. Nama lengkapnya
adalah Rabi'ah binti Ismail al-Adawiyah al-Basriyah. Rabiah merupakan sufi wanita
beraliran Sunni pada masa dinasti Umayyah yang menjadi pemimpin dari murid-murid
perempuan dan zahidah, yang mengabdikan dirinya untuk penelitian hukum kesucian
yang sangat takut dan taat kepada Tuhan. Rabi'ah Al-Adawiyah dijuluki sebagai "The
Mother of the Grand Master" atau Ibu Para Sufi Besar karena kezuhudannya.Ia juga
menjadi panutan para ahli sufi lain seperti Ibnu al-Faridh dan Dhun Nun al-
Misri.]Kezuhudan Rabi'ah juga dikenal hingga ke Eropa.

Rabi'ah dilahirkan di kota Basrah, Irak, sekitar abad ke delapan tahun 713-717
Masehi. Ia dilahirkan dari keluarga yang sangat miskin dan merupakan anak keempat
dari empat bersaudara, sehingga ia dinamakan Rabiah yang berarti anak
keempat. Ayahnya bernama Ismail, ketika malam menjelang kelahiran Rabi'ah,
keadaan ekonomi keluarga Ismail sangatlah buruk sehingga ia tidak memiliki uang dan
penerangan untuk menemani istrinya yang akan melahirkan. Beberapa hari setelah
kelahiran Rabi'ah, Ismail bermimpi bertemu dengan nabi Muhammad, dalam mimpinya
dia berkata pada Ismail agar jangan bersedih karena anaknya, Rabi'ah, akan menjadi
seorang wanita yang mulia, sehingga banyak orang akan mengharapkan syafaatnya.

Sejak kecil Rabi'ah sudah dikenal sebagai anak yang cerdas dan taat
beragama. Beberapa tahun kemudian, ayahnya, Ismail, meninggal dunia kemudian
disusul oleh ibunya, sehingga Rabi'ah dan ketiga saudara perempuannya menjadi
anak yatim piatu.Ayah dan Ibunya hanya meninggalkan harta berupa sebuah perahu

6
yang kemudian digunakan Rabi'ah untuk mencari nafkah.Rabi'ah bekerja sebagai
penarik perahu yang menyebrangkan orang dari tepi Sungai Dajlah ke tepi sungai yang
lain.Sementara ketiga saudara perempuannya bekerja dirumah menenun kain atau
memintal benang.

Ketika kota Basrah dilanda berbagai bencana alam dan kekeringan akibat
kemarau panjang, Rabi'ah dan ketiga saudara perempuannya memutuskan untuk
berkelana ke berbagai daerah untuk bertahan hidup.Dalam pengembaraanya, Rabi'ah
terpisah dengan ketiga saudara perempuannya sehingga ia hidup seorang diri.Pada
saat itulah Rabi'ah diculik oleh sekelompok penyamun kemudian dijual sebagai hamba
sahayaseharga enam dirham kepada seorang pedagang.Pedagang yang membeli
Rabi'ah sebagai hamba sahaya memperlakukannya dengan kejam, sehingga Rabi'ah
harus selalu bekerja keras sepanjang hari.Dalam suatu malam, Rabi'ah bermunajat
kepada Allah jika ia dapat bebas dari perbudakan maka ia tak akan berhenti sedikit pun
beribadah.[5][6] Ketika Rabi'ah sedang berdoa dan melakukan salat malam, pedagang
yang menjadi majikannya itu dikejutkan oleh sebuah lentera yang bergantung di atas
kepala Rabi'ah tanpa ada sehelai tali punCahaya bagaikan lentera yang menyinari
seluruh rumah itu merupakan cahaya sakinah (diambil dari
bahasa Ibrani yaitu "Shekina"yang berarti cahaya rahmat Tuhan) dari seorang
muslimah suci.

Melihat peristiwa tidak biasa yang terjadi pada Rabi'ah, pedagang itu menjadi
ketakutan dan keesokan harinya membebaskan Rabi'ah.Sebelum Rabi'ah pergi,
Pedagang itu menawarkan Rabi'ah untuk tinggal di Basrah dan ia akan menanggung
segala keperluan dan kebutuhan Rabi'ah, namun karena kezuhudannya, Rabi'ah
menolak dan sesuai janjinya jika ia bebas, maka Rabi'ah akan mengabdikan hidupnya
hanya untuk beribadah.

C. Kehidupan sebagai sufi dan pilihan untuk tidak menikah

Setelah bebas sebagai hamba sahaya, Rabi'ah pergi mengembara di padang


pasir. Setelah beberapa saat tinggal di padang pasir, ia menemukan tempat tinggal.Di

7
tempat itulah ia menghabiskan seluruh waktunya beribadah kepada Allah.Rabiah juga
memiliki majelis yang dikunjungi banyak murid. Majelisnya itu juga sering dikunjungi
oleh zahid-zahid lain untuk bertukar pikiran. Di antara mereka yang pernah
mengunjungi majelis Rabi'ah adalah, Malik bin Dinar (wafat 748/130 H), Sufyan as-Sauri
(wafat 778 / 161H), dan Syaqiq al-Balkhi (wafat 810/194H). Rabi'ah hanya tidur sedikit
disiang hari dan menghabiskan sepanjang malam untuk bermunajat sehingga ia dikenal
sebagai pujanggadengan syair-syair cintanya yang indah kepada Allah.Rabi'ah telah
terkenal karena kecerdasan dan ketaatannya ke pelosok negeri sehingga ia menerima
banyak lamaran untuk menikah.

Di antara mereka yang melamarnya adalah Abdul Wahid bin Zaid, seorang
teolog dan ulama, Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi, seorang amir dari
dinasti Abbasiyah yang sangat kaya, juga seorang Gubernur yang meminta rakyat
Basrah untuk mencarikannya seorang istri dan penduduk Basrah bersepakat bahwa
Rabi'ah adalah orang yang tepat untuk gubernur tersebut.Riwayat lain juga
menyebutkan bahwa Hasan al-Bashri, seorang sufi besar dan sahabat Rabi'ah, juga
meminangnya, namun hal itu masih diragukan kebenarannya mengingat Hasan al-
Bashri meninggal 70 tahun sebelum kematian Rabi'ah.[6]Rabi'ah menolak seluruh
lamaran itu dan memilih untuk tidak menikah.Meskipun tidak menikah, Rabi'ah sadar
bahwa pernikahan termasuk sunah agama, sebab, tidak ada kependetaan
(bahasa Arab: Rahbaniyah) dalam syariat islam.Rabi'ah memilih untuk tidak menikah
karena ia takut tidak bisa bertindak adil terhadap suami dan anak-anaknya kelak karena
hati dan perhatiannya sudah tercurahkan kepada Allah.Tidak ada satupun di dunia ini
yang dicintai Rabi'ah kecuali Allah.lSehingga atas dasar itulah, Rabi'ah memuntuskan
untuk tidak menikah hingga akhir hidupnya.

Sekembalinya Rabi'ah dari Mekah untuk melaksanakan ibadah haji, kesehatan


Rabi'ah mulai menurun. Ia tinggal bersama sahabatnya, Abdah binti Abi Shawwal, yang
telah menemaninya dengan baik hingga akhir hidupnya.Rabi'ah tak pernah mau
menyusahkan orang lain,sehingga ia meminta kepada Abdah untuk membungkus
jenazahnya nanti dengan kain kafan yang telah ia sediakan sejak lama.Menjelang
kematiannya, banyak orang-orang saleh ingin mendampinginya, namun Rabi'ah

8
menolak.Rabiah diperkirakan meninggal dalam usia 83 tahun pada tahun 801 Masehi /
185 Hijriah dan dimakamkan di Bashrah, Irak.

 Ajaran

Ketika menjadi hamba sahaya, Rabi'ah mengembangkan aliran sufi yang


berlandaskan seluruh amal ibadahnya atas dasar cinta kepada Ilahi tanpa pamrih atas
pahala, surga atau penyelamatan dari azab neraka.Rabi'ah terkenal dengan metode
cinta kepada Allah (Bahasa Arab: Al-mahabbah, artinya cinta tanpa pamrih) dan uns
(kedekatan dengan Tuhan).Perkataan mistik Rabi'ah menggambarkan kesalehan
dirinya, dan banyak di antara mereka yang menjadi kiasan atau kata-kata hikmah yang
tersebar luas di wilyah-wilayah negara Islam.Rabi'ah al-Adawiyah terkenal zahid (tak
tertarik pada harta dan kesenangan duniawi) dan tak pernah mau meminta pertolongan
pada ornag lain.Ketika ia ditanya orang mengapa ia bersikap demikian, Rabi'ah
menjawab:

“Saya malu meminta sesuatu pada Dia yang memilikinya, apalagi pada orang-
orang yang bukan menjadi pemilik sesuatu itu.Sesungguhnya Allah lah yang
memberi rezeki kepadaku dan kepada mereka yang kaya.Apakah Dia yang
memeberi rezeki kepada orang yang kaya, tidak memberi rezeki kepada orang-
orang miskin? Sekiranya dia menghendaki begitu, maka kita harus menyadari
posisi kita sebagai hamba-Nya dan haruslah kita menerimanya dengan hati rida
(senang). “

Berbeda dari para zahid atau sufi yang mendahului dan sezaman dengannya,
Rabi'ah dalam menjalankan tasawuf itu bukanlah karena dikuasai oleh perasaan takut
kepada Allah atau takut kepada nerakanya.Hatinya penuh oleh perasaan cinta kepada
Allah sebagai kekasihnya.

Para ulama tasawuf memandang Rabi'ah sebagai tonggak penting


perkembangan tasawuf dari fase dominasi emosi takut kepada Allah menuju fase
dominasi atau mengembangkan emosi cinta yang maksimal kepada-Nya.Tingkat
kehidupan zuhud yang tadinya direntangkan oleh Hasan al-Bashri sebagai ketakutan
9
dan pengharapan kepada Allah, telah dinaikkan maknanya oleh Rabi'ah sebagai zuhud
karena cinta kepada Allah.Rabi'ah telah membuka jalan ma'rifat Illahisehingga ia
menjadi teladan bagi para cendikiawan muslim, seperti Sufyan ath-Thawri, Rabah bin
Amr al-Qaysi, dan Malik bin Dinar

 Pengaruh terhadap perkembangan sufisme

Ajaran-ajaran Rabi'ah tentang tasawuf dan sumbangannya terhadap


perkembangan sufismedapat dikatakan sangat besar.Sebagai seorang guru dan
penuntun kehidupan sufistik, Rabi'ah banyak dijadikan panutan oleh para sufi dan
secara praktis penulis-penulis besar sufi selalu membicarakan ajarannya dan
mengutip syair-syairnya sebagai seorang ahli tertinggi.Di antaramereka adalah Abu
Thalib al-Makki, As-Suhrawandi, dan teolog muslim, Al-Ghazali yang mengacu pada
ajaran-ajaran Rabi'ah sebagai doktrin-doktrin dalam sufisme.

 Relevansi Tasawuf Rabiah Adawiyah

Tasawuf Rabiah al-Adawiyah dalam paham mahabbah-nya terlihat benar-benar


dalam keadaan zuhud dan hanya ingin berada dekat degan Tuhan. Dia tulus dalam
beribadah tanpa mengharapkan sesuatu apapun dari Allah. Dia hidup dalam
kesederhanaan dan menyerahkan seluruh hidupnya hanya kepada Allah semata tanpa
memikirkan segala hal duniawi.

Jika dilihat pada zaman sekarang ini, tidak mungkin bagi orang muslim dapat
mengikuti paham mahabbah Rabiah al-Adawiyah yang hanya memikirkan akhirat saja
tanpa memikirkan dunia. Itu merupakan hal yang sulit untuk diikuti. Sebaiknya kita
mengikuti bagaimana Rabiah al-Adawiyah mencintai Allah, namun kita juga memikirkan
kegiatan dunia seperti bekerja untuk mencari nafkah, belajar, beribadah dan lain-lain.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Secara Etimologis , kata ‘irfan merupakan kata jadian (mashdar) dari


kata ‘arafa’ (mengenal atau pengenalan). Adapun secara terminologis, ‘irfandiidentikkan
dengan ma’rifat sufistik. Menurut Cecep Alba pengertian Tasawuf Irfani adalah tasawuf
yang berusaha menyingkap hakikat kebenaran atau makrifat yang diperoleh dengan
tidak melalui logika atau pembelajaran atau pemikiran, tetapi melalui pemberian
Tuhan (mauhibah).

Diantara tokoh-tokoh Tasawuf irfani adalah Rabi’atul Adawiyah, Dzu An-Nun Al-
Mishri, Abu Yazid Al-Bustami, dan Abu Manshur Al-Hallaj.

B. Saran
Kami selaku penyusun makalah mohon maaf atas segala kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu, mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman semua
agar makalah ini dapat dibuat dengan lebih baik lagi kedepannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal, 2010, Fulsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Isa, Ahmad, 2001, Tokoh-tokoh Sufi Tauladan kehidupan yang saleh, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Nasirudin, 2009, Pendidikan Tasawuf, Semarang: Rasail Media Group.
Solihin dkk, 2008, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia.

12

Anda mungkin juga menyukai