Anda di halaman 1dari 17

RABIAH AL ADAWIYAH DAN AJARAN TASAWUFNYA

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah : ilmu Akhlak dan Tasawuf

Dosen Pengampu : Ulpah Maspupah, M.Pd.I

Disusun oleh:

Kelompok 7

Islakhul Anam (2017403006)

Hana Hairina Muhafidah (2017403020)

Khalashara Putri (2017403022)

Riza Chusna Fadilah (2017403042)

ROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI

PURWOKERTO 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah menciptakan
makhluk yang bemacam macam dan bersuku suku. Shalawat serta salam tidak
lupa kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami
bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah serta taufik-Nya
kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berjudul Rabiah al adawiyah dan ajaran tasawufnya yang


berisikan tentang sosok sufi wanita yang memberi nuansa tersendiri dalam dunia
tasawuf dan wanita itu bernama Rabiah Al Adawiyah.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh mencapai kata sempurna.
Oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan
untuk dijadikan ishlah bagi kami kedpannya. Akhir kata, kami sampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut berperan dalam pembuatan
makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Demikian
makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita semua. Amin.

Purwokerto, 17 maret 2021

penulis

2
DAFTAR ISI

RABIAH AL ADAWIYAH DAN AJARAN TASAWUFNYA .......................................................... 1


KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 3
A. PENDAHULUAN ............................................................................................................... 4
1. Latar belakang ........................................................................................................ 4
2. Rumusan masalah .................................................................................................. 4
3. Tujuan Masalah ...................................................................................................... 4
B. PEMBAHASAN ................................................................................................................. 5
1. Biografi Rabi’ah al-Adawiyah ................................................................................. 5
2. Ajaran Tasawuf Rabi’ah al-Adawiyah .................................................................... 6
3. Akhlak dalam pemikiran Rabiah Al Adawiyah .................................................... 10
C. PENUTUP ....................................................................................................................... 16
1. Kesimpulan ............................................................................................................... 16
2. Saran ......................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

3
A. PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Tasawuf merupakan salah satu jalan dalam mendekatkan diri kepada


Tuhan, sebuah kesadaran akan adanya komunikasi dengan Tuhan. Jika melihat
sejarah bahwa tasawuf merupakan amalan dan ajaran rasulullah saw. dan para
sahabat. Tasawuf sangat erat hubungannya dengan keadaan menjauhi hidup
duniawi dan kesenangan material atau biasa disebut dengan istilah zuhud.
Setelah menajadi seorang yang zahid, barulah meningkat menjadi seorang
sufi.

Jika dilihat dari pemaknaan zuhud, bahwa yang dimaksud dengan zuhud
adalah meninggalkan kehidupan dunia serta kesenangan material dan
memperbanyak ibadah kepada Allah dan ingin selalu mendekatkan diri dengan
Sang pencipta. Kalangan sufi yang termasuk dalam kalangan ini adalah
Rabi‟ah al-Adawiah, dengan konsep pemikiran tasawufnya yaitu mahabbah
illahiyah (kecintaan kepada Tuhan). Seorang wanita sufi dari Basrah yang
terkenal dengan ibadah dan kedekatannya dengan Allah Swt dengan
memasukkan konsep kecintaan terhadap Tuhan dalam dunia tasawuf.
Bagaimana ajaran tasawuf Rabi‟ah al-Adawiah?

2. Rumusan masalah

a) Siapakah sosok Rabi‟ah al-Adawiyah?


b) Bagaimana konsep ajaran tasawuf Rabi‟ah al-Adawiyah?
c) Bagaimana Akhlak dalam pemikiran Rabi‟ah al-Adawiyah?

3. Tujuan Masalah

a) Mengetahui sosok Rabi‟ah al-Adawiyah.


b) Memperkaya tasawuf dan mengenal tokoh sufi wanita yang sangat
berperan dalam memperkenalkan dan mengembangkan konsep
ajaran tasawufnya.
c) Memahami tentang Rabi‟ah al-Adawiyah?

4
B. PEMBAHASAN

1. Biografi Rabi’ah al-Adawiyah

Biografi Rabi‟ah al-Adawiyah Rabi‟ah al-Adawiyah adalah salah seorang


tokoh sufi terkemuka. Nama lengkapnya adalah rabi‟ah binti Isma‟il al-Adawiyah
al-Qissiyah. Ia diberi nama dengan Ra‟biah karena ia merupakan puteri keempat
dari tiga puteri lainnya. Dan ia lahir di Basrah sekitar tahun 95 atau 99 H/ 713 dan
717 Miladiah. Ada yang menyebutkan tahun kelahirannya 714 Miladiah. Dan
meninggal di tahun 801 M.

Meskipun dunia Islam mempunyai banyak sufi wanita, namun hanya


Rabi‟ah al- Adawiyah, Fariduddin Attar (513 H/1119 M-627 H/1230 M) seorang
penyair mistik Persia, beliau melukiskan betapa kemiskinan menimpa kehidupan
keluarga tersebut ketika Rabi‟ah al-Adawiyah dilahirkan. Pada saat itu di
rumahnya tidak ada seuatu yang akan dimakan dan tidak ada pula sesuatu yang
bisa dijual. Di malam hari rumah keluarga ini gelap karena tak ada lampu. Malam
gelap gulita karena minyak untuk penerangan juga telah habis.

Pada suatu hari menjelang usia remajanya, ketika keluar rumah, ia


ditangkap dan dujual degan harga 6 dirham. Orang yang membeli Rabi‟ah
menyuruhnya mengerjakan pekerjaan yang berat, memperlakukannya dengan
bengis dan kasar. Namun demikian ia tabah menghadapi penderitaan, pada siang
hari melayani tuannya, dan pada malam hari beribadah kepada Allah swt.
mendambakan rida-Nya. Pada suatu malam, tuannya terjaga dari tidur, dan
melalui jendela melihat Rabi‟ah sedang sujud dan berdoa, “Ya Allah, Engkau
bahwa hasrat hatiku adalah untuk mematuhi perintah-Mu; jika aku dapat merubah
nasibku ini, niscaya aku tidak akan istirahat barang sedik pun dari mengabdi
kepada Mu”. Menyaksikan peristiwa itu, ia merasa takut semalaman termenung
sampai terbit fajar. Pagi-pagi sekali ia memanggil Rabi‟ah, bersikap lunak
kepadanya dan membebaskannya.

Menurut cerita orang yang memilikinya bahwa ia melihat cahaya di atas


kepala Rabi‟ah, dan sewaktu ia beribadah cahaya itu menerangi seluruh ruangan
rumahnya. Setelah dibebaskan ia pergi menyendiri ke padang pasir dan memilih

5
hidup sebagai zahidah, dan menurut riwayat dari Imam Sya‟rani bahwa pada suatu
ketika ada orang yang menyebut-nyebut siksa neraka di depan Rabi‟ah,
mendengar ucapan itu ia pingsanlah. Pingsan yang dimaksud di sini, pingsan
dalam bentuk istigfar, memohon ampunan Tuhan dan setelah ia siuman dari
pingsannya ia berkata: “saya mesti meminta ampun lagi dengan cara memohon
ampun yang pertama”. Sebagai seorang sufi ia dikunjungi oleh murid-murid yang
ingin belajar dan mendengarkan ajaran-ajarannya, di antaranya Malik bin Dinar,
Rabah al-Kais, Sufyan al-Tsauri dan Syaikh al-Balkhi. Karena pada zamannya ia
dikenal dengan kes}alehannya serta pengabdiannya hanya untuk mencari
keridhaan dari Allah swt.

Dalam kehidupannya sebagai zahidah, Rabi‟ah sangat membenci dengan


kesenangan dunia, sebagaimana kritikannya terhadap Sufyan al-Tsauri yang
banyak dikunjungi orang karena kealimannya. Rabi‟ah memandangnya sebagai
kesenangan duniawi saja. Ketika Sufyan al-Tsauri bertanya tentang hikmat,
jawab: “alangkah baiknya bagimu jika engkau tidak mencintai dunia ini”.
Memang benar pendapat Rabi‟ah tersebut, karena dunia ini tidak abadi, apalah
artinya bagi seseorang dunia akhirnya akan fana‟, meninggalkan segala apa yang
dicintai dan dimilikinya. Selama hidupnya Rabi‟ah tidak pernah menikah, bukan
karena ke-zuhudan- nya semata-mata terhadap perkawinan itu sendiri, meskipun
banyak orang yang meminangnya namun ia lebih suka menyindiri dan beribadah
kepada Tuhan, sampai akhir hayatnya.

2. Ajaran Tasawuf Rabi’ah al-Adawiyah

Ajaran tasawuf yang dibawanya itu, dikenal dengan istilah al-Mahabbah.


Paham ini merupakan kelanjutan dari tinggat kehidupan zuhud yang
dikembangkan oleh Hasan al-Basri, yaitu takut dan pengharapan dinaikkan oleh
Rabi‟ah menjadi zuhud karena cinta. Cinta yang suci murni itu lebih tinggi dari
pada takut dan pengharapan.

Kata mahabbah itu sendiri berasal dari kata ‫ أحب‬-‫ یحب‬-‫ هحبة‬yang secara
harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang
mendalam. dan hubb yang berarti lawan dari al-Bugd{, yakni cinta lawan dari

6
benci. Begitu juga memiliki makna al-Wada>d yang artinya cinta, kasih sayang,
persahabatan.

Menurut Harun Nasution, mahabbah ialah:

a. Memeluk kepatuhan kepada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-


Nya.
b. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi
c. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari diri yang dikasihi.

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa Rabi‟ah dikenal dengan konsep


mahabbah-nya. Hal ini diketahui dari jawabannya atas pertanyaan: Ketika Rabi‟ah
ditanya; “ Apakah kau cinta kepada Tuhan yang Maha Kuasa? „ya‟. Apakah kau
benci kepada syeitan? „tidak‟, cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang
kosong dalam diriku untuk rasa benci kepada syeitan.”

Seterusnya Rabi‟ah menyatakan: “ saya melihat Nabi dalam mimpi, Dia


berkata: Oh Rabi‟ah, cintakah kamu kepadaku? Saya menjawab, Oh Rasulullah,
siapa yang menyatakan tidak cinta? Tetapi cintaku kepada pencipta memalingkan
diriku dari cinta atau membenci kepada makhluk lain.”

Mahabbah kepada Allah merupakan suatu keajaiban yang harus


ditanamkan kepada setiap individu, karena tanpa adanya mahabbah, seseorang
baru berada pada tingkatan yang paling dasar sekali yaitu tingkat muallaf.
Menurut al-Saraf sebagaimana yang dikutip oleh Harun Nasution bahwa
mahabbah itu mempunyai tiga tingkatan:

a. Cinta biasa, yaitu selalu mengingat Tuhan dengan zikir, suka menyebut
nama- nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan
Tuhan senantiasa memuji-Nya.
b. Cinta orang yang siddiq yaitu orang yang kenal kepada Tuhan, pada
kebesaran- Nya, pada ilmu-Nya dan lainnya. Cinta yang dapat
menghilangkan tabir yang memisahkan diri seseorang dari Tuhan, dan
dengan demikian dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada Tuhan. Ia
mengadakan dialog dengan Tuhan dan memperoleh kesenangan dari
dialog itu. Cinta tingkat kedua ini membuat orang sanggup menghilangkan

7
kehendak dan sifat-sifatnya sendiri, sedang hatinya penuh dengan perasaan
cinta dan selalu rindu kepada Tuhan.
c. Cinta orang arif, yaitu orang yang tahu betul kepada Tuhan. Cintanya yang
serupa ini timbul karena telah tahu betul kepada Tuhan. Yang dilihat dan
dirasa bukan lagi cinta tapi diri yang dicintai. Akhirnya sifat-sifat yang
dicintai masuk ke dalam diri yang dicintai.

Faham tentang mahabbah seperti tersebut di atas mempunyai dasar dalam


al- Qur‟an sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Maidah [5]: 54 Sulesana
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2014 ‫ف یَأْجِي هللاَّ ُ بِقَ ْو ٍم ی ُِحبُّ ُھ ْن َوی ُِحبُّوًَ ُھ‬ َ َ‫ف‬Terjemahnya: “Allah
َ ‫س ْو‬
akan mendatangkan suatu ummat yang Allah mencintai mereka dan mereka
mencintai-Nya.”

Ajaran yang dibawa oleh Rabi‟ah adalah versi baru dalam kehidupan
kerohanian, dimana tingkat zuhud yang diciptakan oleh Hasan Basri yang bersifat
khauf dan raja dinaikkan tingkatnya oleh Rabi‟ah al-Adawiyah ke tingkat zuhud
yang bersifat hub (cinta). Cinta yang suci murni lebih tinggi dari pada khauf dan
raja, karena yang suci murni tidak mengahrapkan apa-apa. Cinta suci murni
kepada Tuhan merupakan puncak tasawuf Rabi‟ah. Rabi‟ah betul-betul hidup
dalam keadaan zuhud dan hanya ingin berada dekat dengan Tuhan. Ia banyak
beribadah, bertobat dan menjauhi hidup duniawi, dan menolak segala bantuan
materi yang diberikan orang kepadanya. Bahkan ada doa-doa beliau yang isinya
tidak mau meminta hal-hal yang bersifat materi dari Tuhan. Hal ini dapat dilihat
dari ketika teman-temannya ia memberi rumah kepadanya, ia menyatakan;

“aku takut kalau-kalau rumah ini akan mengikat hatiku, sehingga aku
terganggu dalam amalku untuk akhirat.”

Kepada seorang pengunjung ia memberi nasehat: “memandang dunia


sebagai sesuatu yang hina dan tak berharga, adalah lebih baik bagimu”.

Segala lamaran cinta pada dirinya, juga ditolak, karena kesenangan


duniawi itu akan memalingkan perhatian pada akhirat. Kecintaan Rabi‟ah al-
Adawiyah kepada Tuhan, antara lain tertuang dalam syair-syair berikut ini;

‫الھي أًارت الٌجوم وًاهث العیوى وغلقث الولوك أبوابھا وخال مل حبیب بحبیبھ وھذا هقاهي بیي یدیل‬.

8
Artinya: Ya Tuhan bintang di langit telah gemerlapan, mata telah
bertiduran, pintu-pintu istana telah dikunci dan tiap pecinta telah menyendiri
dengan yang dicintainya dan inilah aku berada di hadirat-Mu”.

‫ قد ابي القلب‬.‫ یا رجائي وراححي و سزوري‬.‫ فارحن الیوم هذًبا قد أجاما‬.‫یا حبیب القلب هالي سواما‬
‫أى یحب سواما‬.

Artinya: “Buah hatiku, hanya Engkaulah yang kukasihi. Beri ampunlah


pembuat dosa yang datang ke hadirat-Mu. Engkaulah harapanku, kebahagianku
dan kesenanganku. Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau.

Dan ada pula doa yang terkenal dan yang pernah diucapkan oleh Rabi‟ah
sebagai perwujudan cinta dan rindu seorang sufi terhadap Tuhannya, hingga
baginya tak ada nafas dan detak jantung kecuali untuk merindudambakan
pertemuan dengan Sang penciptanya. Salah satu syairnya pula yang terkenal:

Tuhan

Apapun karunia-Mu untukku di dunia

Hibahkan pada musuh-musuh-Mu

Dan apapun karunia-Mu untukku di akhirat

Persembahkan pada sahabat-sahabat-Mu

Bagiku cukup Kau

Tuhan

Bila sujudku pada Mu karena takut nereka

Bakar aku dengan apinya

Dan bila sujudku pada-Mu karena damba surge

Tutup untukku surge itu

Namun, bila sujudku demi Kau semata

Jangan palingkan wajah-Mu Aku rindu menatap keindahan-MU Menurut


Rabi‟ah, hubb itu merupakan cetusan dari perasaan rindu dan pasrah kepada

9
Allah, seluruh ingatan dan perasaannya tertuju kepada-Nya. Hal ini dapat terlihat
dalam gubahan prosanya yang syahdu sebagai berikut:

‫ فلیث شعزي أقبلث هٌي لیلحي فأھٌأ أم رددجھا علي‬,‫إلھي ! ھذااللیل قد أدبز وھذاالٌھار قد أسفز‬
‫ ھذا دأبي ها أحببحٌي و أعٌحٌي وعزجل لو طزدجٌي عي بابل ها بزحث عٌھ لوا وقع في‬,‫فأعزي فو عزجل‬
‫قلبي هي هحبحل‬.

Artinya: “Tuhanku, malam telah berlalu dan siang segera menampakkan


diri. Aku gelisah, apakah amalanku Engkau terima hingga aku merasa bahagia,
ataukah Engkau tolak hingga aku merasa sedih. Demi ke Mahakuasaan-Mu, inilah
yang akan aku lakukan selalma aku Engkau beri hayat. Sekiranya Engkau usir aku
dari depan pintu-Mu, aku tidak akan pergi, karena cinta pada-Mu telah memenuhi
hatiku.”

Itulah beberapa ucapan yang menggambarkan rasa cinta yang memenuhi


rasa cinta Rabi‟ah kepada Tuhan, yaitu cinta yang memenuhi seluruh jiwanya,
sehingga ia menolak lamaran kawin, dengan alasan bahwa dirinya hanya milik
Tuhan yang dicintainya, dan siapapun yang ingin kawin dengannya, harus
meminta izin kepada Tuhan. Paham mahabbah di atas, dapat kita temukan dalam
al-Qur‟an yang menggambarkan bahwa antara manusia dengan Tuhan dapat
saling mencintai, sebagaimana firman Allah swt.

ُ َّ‫قُ ْل إِ ْى ُم ٌْح ُ ْن ج ُ ِحبُّوىَ هللاَّ َ فَاجَّ ِبعُوًِي یُحْ بِ ْب ُن ُن هللا‬

Terjemahnya: “jika kamu cinta kepada Allah, maka turutkanlah aku dan
Allah akan mencintai kamu”

3. Akhlak dalam pemikiran Rabiah Al Adawiyah

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah dijadikan bahasa

Indonesia; yang diartikan juga sebagai tingkah laku, perangai atau kesopanan.

Kata akhlaq juga merupakan jama‟ taksir dari kata khuluq, yang sering juga

diartikan dengan sifat bawaan atau tabiat, adat -kebiasaan dan agama.

10
Berikut adalah macam -macam pemikiran Rabi‟ah tentang akhlak:

a. Tobat

Tobat merupakan salah satu tema yang termassuk bagian dari

akhlak mulia. Tobat merupakan awal berangkatnya peserta tasawuf menuju


kepada tingkatan maqam berikutnya. Karena itu, membangun tobat harus dengan
kuat, yaitu harus didasari dengan takwa yang kuat pula. Tobat yang paling tinggi
tingkatannya adalah tobatny a para Nabi, dan tingkatan tobat tersebut yang paling
diinginkan oleh para sufi yang melakukan perjalanan spiritual dalam tasawuf.
Dalam ajaran tasawuf, tobat menduduki maqam yang pertama, karena dosa itu
dinding antara manusia dan Tuhannya. Rabi‟ah menganggap bahwa tobat
seseorang yang berdosa adalah berdasarkan pada kehendak Allah. At au dengan
kata lain, terhadap anugerah atau karunia Allah dan bukan terhadap kehendak
manusia. Sebab jika Allah menghendaki, seorang pendosa akan bertaubat.
Seorang laki -laki berkata pada Rabi‟ah: “Aku senang sekali melakukan dosa dan
kemaksiatan. Apakah Allah akan menerima tobatku?.” Maka berkatalah Rabi‟ah:
“Tidak! Bahkan jika Allah menerima tobatmu, maka engkau akan bertobat.” Jadi
menurut Rabi‟ah tobat adalah suatu karunia dari Allah. Tobat yang benar adalah
yang diusahakan dengan sungguh -sungguh dan tulus Pemikiran Rabi‟ah tentang
tobat, mungkin mengacu pada ayat al-Quran: “Sesudah itu Allah menerima taubat
dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. ” (Q.S. Taubat:27).

Sedangkan Jalaluddin Rumi ketika berbicara tentang tobat, ia mengatakan,

“Aku telah bertobat dan kembali kepada Allah dengan tulus dan tak akan

kulanggar (sumpah penyesalan) sampai jiwa meninggalkan jasadku. Siapakah

selain orang dungu yang melangkah ke arah kutukan setelah begitu banyak

menderita (lantaran dosa -dosanya)?

b. Ridho

Maqam ridho dalam tasaw uf, didasarkan atas surah al -Bayyinah ayat 8

11
yang intinya adalah Allah merelakan surga kepada orang yang baik, khusus

karena iradat-Nya dan kerelaan hamba menerima apa saja yang diberikan Allah

padanya, disertai dengan pahala dari sikap relanya menerima ketentuan-Nya.

Salah satu perkataannya tentang ridho adalah sebagaimana yang dikemukakan al-
Kalabadzi dalam kitabnya yang berjudul Ta‟aruf bahwa Sufyan Tsauri berkata di
dekat Rabi‟ah: “Ya Allah! Ridhoilah (relakanlah) aku.” Maka berkatalah Rabi‟ah
kepadanya: “Apakah engkau tidak merasa malu meminta ridho dari zat yang
engkau sendiri tidak ridha terhadapnya.” Ini menunjukkan bahwa kerelaan adalah
bersifat timbal balik antara hamba de ngan Tuhan, sesuai denganfirman Allah:
“Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah
keberuntungan yang paling besar. ” (Q.S. al-Maidah: 119). Berbeda dengan
pandangan Dzun Nun al-Mishri yang mempunyai pendapat tentang ridho, yakni
ridho berarti lebih memilih kehendak Tuhan ketimbang kehendaknya sendiri, dan
menerima tanpa mengeluh akibat-akibat dari keputusan-Nya dan memandang
bahwa apapun yang Dia lakukan adalah baik. Ini juga berarti tenggelam dalam
cinta kepada-Nya meskipun merintih dalam kubangan penderitaan. Ali Zaynal
Abidin mendeskripsikan ridho sebagai ketetapan hati seorang salikuntuk tidak
mencari atau mengejar segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak dan
kemauan Al lah. Menurut Abu Utsman, ridho menunjukkan kesenangan terhadap
semua keputusan Allah dan pemberian-Nya, entah itu datang dari Rahmat-Nya
ataupun dari Murka-Nya atau dari Keagungan-Nya, tanpa membeda-bedakannya.
Inilah apa yang diacu dalam ucapan Rasulullah SAW, “Aku mohon kepada-Mu
keridhoan terhadap keputusan-Mu atas sesuatu.” Ridho terhadap apa pun yang
ditetapkan Allah berarti seseorang bertekad untuk memasrahkan diri kepadanya,
tenang saat keputusan itu menimpanya.

c. Cinta

Pada suatu hari ada yang bertanya kepada Rabi‟ah, “Bagaimana


pendapatmu tentang cinta?” Rabi‟ah menjawab, “Sulit menjelaskan apa hakikat
cinta itu. Ia hanya memperlihatkan kerinduan gambaran perasaan. Hanya orang
yang merasakannya yang dapat mengetahuinya. Bagaimana mungkin engkau

12
dapat menggambarkan sesuatu yang engkau sendiri bagai telah hilang dari
hadapan-Nya, walaupun wujudmu masih ada oleh karena hatimu yang gembira
telah membuat lidahmu bungkam.” Rabi‟ah mempunyai sebuah syair yang
memperlihatkan betapa dalam cintanya kepada Ilahi. Kekasihku tak ada yang
menandingi-Nya. Hatiku hanya tercurah pada-Nya.Kekasihku tidak tampak
padaku, namun dalam hatiku tak pernah sirna. Ia juga pernah bersyair, O
kegembiraan, tujuan dan harapanku, Engkau semangat hatiku. Engkau
telahmemberikan kebahagiaan p adaku.Kerinduan pada-Mu, merupakan bekalku,
Kalau bukan karena mencari-Mu, tak kujelajahi negeri-negeri yang luas ini.
Betapa banyaknya limpahan nikmat kurnia-Mu. Cinta pada-Mu tujuan hidupku.
Rabi‟ah merupakan orang pertama yang mampu membuat pembagian cinta cinta
karena dorongan hati belaka, dan cinta yang didorong karena hendak
membesarkan dan mengagungkan. Rabi‟ah mencintai Allah karena ia merasakan
dan menyadari betapa besarnya nikmat dan kekuasaan-Nya, sehingga cintanya
menguasai seluruh relung hatinya. Ia me ncintai Allah karena hendak
mengagungkan dan memuliakan -Nya.10 Rabi‟ahlah yang telah menyebar luaskan
kata „cinta‟ yang akhirnya digunakan oleh para sufi setelahnya. Dia bahkan tidak
hanya sebatas pemicu tersebarnya kata „cinta‟ saja, namun ia juga orang pertama
yang melakukan analisis terhadap arti kata tersebut, menjelaskan kandungan arti
keikhlasan yang ada dalam kata itu, serta gentian yang akan diperoleh dari Allah
dari pelaksanaan kecintaan tersebut.

d. Hakikat Keimanan

Diceritakan, bahwa suatu hari Sufyan Tsauri berkata kepada Rabi‟ah:

“Pada tiap-tiap akidah terdapat sebuah syarat, dan pada tiap -tiap keimanan

terdapat sebuah hakikat. Oleh karena itu, apa hakik at keimananmu?.” Maka

Rabi‟ah berkata: “Aku menyembah-Nya bukan karena takut akan api neraka dan

juga bukan karena suka akan surga-Nya sehingga aku bagaikan seorang pedagang

yang takut kerugian. Aku menyembah-Nya tak lain karena kecintaan dan

13
kerinduanku terhadap-Nya. Dan diceritakan pula, bahwa ia berkata dalam
munajatnya: “Wahai Tuhanku, jika aku menyembah -Mu karena takut neraka,
maka bakarlah aku dengan api neraka Jahanam. Dan jika aku menyembah -Mu
karena menginginkan surga, maka halangilah aku untuk m encapainya. Namun
jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku terhadap-Mu, maka jangan Engkau
halangi aku untuk melihat keindahan -Mu yang abadi.”12

e. Rendah Diri dan Riya

Mengenai rendah diri, Rabi‟ah mempunyai pemikiran sebagai berikut:

“Aku tak pernah menganggap sedikit pun amal perbuatan yang muncul dari

diriku.” Jahid meriwayatkan dalam kitabnya yang berjudul Bayan wa Tabyin,

bahwa ia berkata kepada Rabi‟ah: “Apakah engkau sama sekali tidak pernah

beranggapan, bahwa engkau akan me ndapatkan balasan dari amal perbuatanmu

itu?.” Maka Rabi‟ah berkata: “Aku takut sekali jika setiap sesuatu dikembalikan

kepadaku.” Begitu pula perkataannya tentang riya‟ (pamer): “Sembunyikanlah


kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.” Rabi‟ah tidak
suka memperlihatkan amal perbuatannya di hadapan manusia. Ia selalu
menganjurkan keikhlasan dalam setiap perbuatan baik dan melarang perbuatan
yang sifatnya riya. Menurutnya, bahwa orang yang salah adalah orang yang sela
lu menyembunyikan kesalahannya, maka seharusnya berbuat baik juga harus
disembunyikan.

Akhlak dalam pemikiran Rabi‟ah termasuk kategori akhlak yang baik, diantaranya
meliputi: tobat, ridho, cinta, hakikat keimanan, rendah diri dan riya. Ia selalu
mengajarkan akhlak yang baik kepada setiap teman atau sahabat yang bertanya
kepadanya. Setiap perkataan Rabi‟ah pasti akan selalu diingat, dan dilaksanakan
dalam kehidupan sahabat -sahabatnya. Perkataan maupun pemikiran Rabi‟ah akan
menjadi suatu kenangan yang tak ternilai harganya di mata teman dan sahabatnya.
bahwa ia berkata kepada Rabi‟ah: “Apakah engkau sama sekali tidak pernah
beranggapan, bahwa engkau akan me ndapatkan balasan dari amal perbuatanmu
itu?.” Maka Rabi‟ah berkata: “Aku takut sekali jika setiap sesuatu dikembalikan

14
kepadaku.” Begitu pula perkataannya tentang riya‟ (pamer): “Sembunyikanlah
kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.” Rabi‟ah tidak
suka memperlihatkan amal perbuatannya di hadapan manusia. Ia selalu
menganjurkan keikhlasan dalam setiap perbuatan baik dan melarang perbuatan
yang sifatnya riya. Menurutnya, bahwa orang yang salah adalah orang yang selalu
menyembunyikan kesalahannya, maka seharusnya berbuat baik juga harus
disembunyikan. Akhlak dalam pemikiran Rabi‟ah termasuk kategori akhlak yang
baik, diantaranya meliputi: tobat, ridho, cinta, hakikat keimanan, rendah diri dan
riya. Ia selalu mengajarkan akhlak yang baik kepada setiap teman atau sahabat
yang bertanya kepadanya. Setiap perkataan Rabi‟ah pasti akan selalu diingat, dan
dilaksanakan dalam kehidupan sahabat-sahabatnya. Perkataan maupun pemikiran
Rabi‟ah akan menjadi suatu kenangan yang tak ternilai harganya di mata teman
dan sahabatnya.

15
C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Rabi‟ah al-Adawiyah merupakan sufi perempuan kenamaan yang hidup pada


abad ke-8 Masehi. Beliau dilahirkan dalam keluarga yang sangat serba
kekurangan. Hingga saat usianya memasuki remaja, beliau diculik dan dijual
sebagai budak. Meskipun hidupnya terlihat begitu menderita, namun dari titik
itulah Rabi‟ah al-Adawiyah mampu dikenal secara luas karena kezuhudannya
terhadap dunia. Salah satu ajarannya tasawufnya yang paling masyhur adalah
mengenai mahabbah. Maqom ini merupakan kelanjutan dari maqom sebelumnya,
yakni raja dan khauf yang dikembangkan oleh Hasan Al Basri. Pada maqom
mahabbah ini, seorang salik hatinya hanya diisi rasa cinta kepada Sang Khaliq
sehingga tidak meninggalkan sedikitpun ruang kosong untuk rasa yang lain.
Selain mahabbah, akhlak atau ajaran tasawuf lain Rabi‟ah al-Adawiyah juga
meliputi taubat, ridho, dan rendah diri.

2. Saran

Sangatlah perlu bagi kita untuk meneladani dan mengimplementasikan


ajaran tasawuf Rabi‟ah al-Adawiyah ini. Namun, jangan sampai pula kita
mengalami miskonsepsi terhadap pola kehidupan Rabi‟ah al-Adawiyah yang
begitu zuhud dengan menjauhi hal-hal keduniawian. Kebanyakan memahami
bahwa zuhud adalah tentang meninggalkan dunia sepenuhnya. Namun
sebetulnya zuhud ialah rasa tidak tergantung pada dunia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Siti Rihanah, Biografi dan Pemikiran Rabi‟ah Al Adawiyah (Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah, 2011)

Wasalmi, Mahabbah dalam Tasawuf Rabi‟ah Al-Adawiyah, Jurnal Sulesana, Vol.


IX, No. 2, 2014.

Rahmawati, Rabiatul Adawiyah dan Pemikirannya, Jurnal Al Munzir, Vol. X, No.


1, 2018.

17

Anda mungkin juga menyukai