MAKALAH
Disusun oleh:
Kelompok 7
PURWOKERTO 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah menciptakan
makhluk yang bemacam macam dan bersuku suku. Shalawat serta salam tidak
lupa kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami
bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah serta taufik-Nya
kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh mencapai kata sempurna.
Oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan
untuk dijadikan ishlah bagi kami kedpannya. Akhir kata, kami sampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut berperan dalam pembuatan
makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Demikian
makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita semua. Amin.
penulis
2
DAFTAR ISI
3
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Jika dilihat dari pemaknaan zuhud, bahwa yang dimaksud dengan zuhud
adalah meninggalkan kehidupan dunia serta kesenangan material dan
memperbanyak ibadah kepada Allah dan ingin selalu mendekatkan diri dengan
Sang pencipta. Kalangan sufi yang termasuk dalam kalangan ini adalah
Rabi‟ah al-Adawiah, dengan konsep pemikiran tasawufnya yaitu mahabbah
illahiyah (kecintaan kepada Tuhan). Seorang wanita sufi dari Basrah yang
terkenal dengan ibadah dan kedekatannya dengan Allah Swt dengan
memasukkan konsep kecintaan terhadap Tuhan dalam dunia tasawuf.
Bagaimana ajaran tasawuf Rabi‟ah al-Adawiah?
2. Rumusan masalah
3. Tujuan Masalah
4
B. PEMBAHASAN
5
hidup sebagai zahidah, dan menurut riwayat dari Imam Sya‟rani bahwa pada suatu
ketika ada orang yang menyebut-nyebut siksa neraka di depan Rabi‟ah,
mendengar ucapan itu ia pingsanlah. Pingsan yang dimaksud di sini, pingsan
dalam bentuk istigfar, memohon ampunan Tuhan dan setelah ia siuman dari
pingsannya ia berkata: “saya mesti meminta ampun lagi dengan cara memohon
ampun yang pertama”. Sebagai seorang sufi ia dikunjungi oleh murid-murid yang
ingin belajar dan mendengarkan ajaran-ajarannya, di antaranya Malik bin Dinar,
Rabah al-Kais, Sufyan al-Tsauri dan Syaikh al-Balkhi. Karena pada zamannya ia
dikenal dengan kes}alehannya serta pengabdiannya hanya untuk mencari
keridhaan dari Allah swt.
Kata mahabbah itu sendiri berasal dari kata أحب- یحب- هحبةyang secara
harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang
mendalam. dan hubb yang berarti lawan dari al-Bugd{, yakni cinta lawan dari
6
benci. Begitu juga memiliki makna al-Wada>d yang artinya cinta, kasih sayang,
persahabatan.
a. Cinta biasa, yaitu selalu mengingat Tuhan dengan zikir, suka menyebut
nama- nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan
Tuhan senantiasa memuji-Nya.
b. Cinta orang yang siddiq yaitu orang yang kenal kepada Tuhan, pada
kebesaran- Nya, pada ilmu-Nya dan lainnya. Cinta yang dapat
menghilangkan tabir yang memisahkan diri seseorang dari Tuhan, dan
dengan demikian dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada Tuhan. Ia
mengadakan dialog dengan Tuhan dan memperoleh kesenangan dari
dialog itu. Cinta tingkat kedua ini membuat orang sanggup menghilangkan
7
kehendak dan sifat-sifatnya sendiri, sedang hatinya penuh dengan perasaan
cinta dan selalu rindu kepada Tuhan.
c. Cinta orang arif, yaitu orang yang tahu betul kepada Tuhan. Cintanya yang
serupa ini timbul karena telah tahu betul kepada Tuhan. Yang dilihat dan
dirasa bukan lagi cinta tapi diri yang dicintai. Akhirnya sifat-sifat yang
dicintai masuk ke dalam diri yang dicintai.
Ajaran yang dibawa oleh Rabi‟ah adalah versi baru dalam kehidupan
kerohanian, dimana tingkat zuhud yang diciptakan oleh Hasan Basri yang bersifat
khauf dan raja dinaikkan tingkatnya oleh Rabi‟ah al-Adawiyah ke tingkat zuhud
yang bersifat hub (cinta). Cinta yang suci murni lebih tinggi dari pada khauf dan
raja, karena yang suci murni tidak mengahrapkan apa-apa. Cinta suci murni
kepada Tuhan merupakan puncak tasawuf Rabi‟ah. Rabi‟ah betul-betul hidup
dalam keadaan zuhud dan hanya ingin berada dekat dengan Tuhan. Ia banyak
beribadah, bertobat dan menjauhi hidup duniawi, dan menolak segala bantuan
materi yang diberikan orang kepadanya. Bahkan ada doa-doa beliau yang isinya
tidak mau meminta hal-hal yang bersifat materi dari Tuhan. Hal ini dapat dilihat
dari ketika teman-temannya ia memberi rumah kepadanya, ia menyatakan;
“aku takut kalau-kalau rumah ini akan mengikat hatiku, sehingga aku
terganggu dalam amalku untuk akhirat.”
الھي أًارت الٌجوم وًاهث العیوى وغلقث الولوك أبوابھا وخال مل حبیب بحبیبھ وھذا هقاهي بیي یدیل.
8
Artinya: Ya Tuhan bintang di langit telah gemerlapan, mata telah
bertiduran, pintu-pintu istana telah dikunci dan tiap pecinta telah menyendiri
dengan yang dicintainya dan inilah aku berada di hadirat-Mu”.
قد ابي القلب. یا رجائي وراححي و سزوري. فارحن الیوم هذًبا قد أجاما.یا حبیب القلب هالي سواما
أى یحب سواما.
Dan ada pula doa yang terkenal dan yang pernah diucapkan oleh Rabi‟ah
sebagai perwujudan cinta dan rindu seorang sufi terhadap Tuhannya, hingga
baginya tak ada nafas dan detak jantung kecuali untuk merindudambakan
pertemuan dengan Sang penciptanya. Salah satu syairnya pula yang terkenal:
Tuhan
Tuhan
9
Allah, seluruh ingatan dan perasaannya tertuju kepada-Nya. Hal ini dapat terlihat
dalam gubahan prosanya yang syahdu sebagai berikut:
فلیث شعزي أقبلث هٌي لیلحي فأھٌأ أم رددجھا علي,إلھي ! ھذااللیل قد أدبز وھذاالٌھار قد أسفز
ھذا دأبي ها أحببحٌي و أعٌحٌي وعزجل لو طزدجٌي عي بابل ها بزحث عٌھ لوا وقع في,فأعزي فو عزجل
قلبي هي هحبحل.
Terjemahnya: “jika kamu cinta kepada Allah, maka turutkanlah aku dan
Allah akan mencintai kamu”
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah dijadikan bahasa
Indonesia; yang diartikan juga sebagai tingkah laku, perangai atau kesopanan.
Kata akhlaq juga merupakan jama‟ taksir dari kata khuluq, yang sering juga
diartikan dengan sifat bawaan atau tabiat, adat -kebiasaan dan agama.
10
Berikut adalah macam -macam pemikiran Rabi‟ah tentang akhlak:
a. Tobat
“Aku telah bertobat dan kembali kepada Allah dengan tulus dan tak akan
selain orang dungu yang melangkah ke arah kutukan setelah begitu banyak
b. Ridho
Maqam ridho dalam tasaw uf, didasarkan atas surah al -Bayyinah ayat 8
11
yang intinya adalah Allah merelakan surga kepada orang yang baik, khusus
karena iradat-Nya dan kerelaan hamba menerima apa saja yang diberikan Allah
Salah satu perkataannya tentang ridho adalah sebagaimana yang dikemukakan al-
Kalabadzi dalam kitabnya yang berjudul Ta‟aruf bahwa Sufyan Tsauri berkata di
dekat Rabi‟ah: “Ya Allah! Ridhoilah (relakanlah) aku.” Maka berkatalah Rabi‟ah
kepadanya: “Apakah engkau tidak merasa malu meminta ridho dari zat yang
engkau sendiri tidak ridha terhadapnya.” Ini menunjukkan bahwa kerelaan adalah
bersifat timbal balik antara hamba de ngan Tuhan, sesuai denganfirman Allah:
“Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah
keberuntungan yang paling besar. ” (Q.S. al-Maidah: 119). Berbeda dengan
pandangan Dzun Nun al-Mishri yang mempunyai pendapat tentang ridho, yakni
ridho berarti lebih memilih kehendak Tuhan ketimbang kehendaknya sendiri, dan
menerima tanpa mengeluh akibat-akibat dari keputusan-Nya dan memandang
bahwa apapun yang Dia lakukan adalah baik. Ini juga berarti tenggelam dalam
cinta kepada-Nya meskipun merintih dalam kubangan penderitaan. Ali Zaynal
Abidin mendeskripsikan ridho sebagai ketetapan hati seorang salikuntuk tidak
mencari atau mengejar segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak dan
kemauan Al lah. Menurut Abu Utsman, ridho menunjukkan kesenangan terhadap
semua keputusan Allah dan pemberian-Nya, entah itu datang dari Rahmat-Nya
ataupun dari Murka-Nya atau dari Keagungan-Nya, tanpa membeda-bedakannya.
Inilah apa yang diacu dalam ucapan Rasulullah SAW, “Aku mohon kepada-Mu
keridhoan terhadap keputusan-Mu atas sesuatu.” Ridho terhadap apa pun yang
ditetapkan Allah berarti seseorang bertekad untuk memasrahkan diri kepadanya,
tenang saat keputusan itu menimpanya.
c. Cinta
12
dapat menggambarkan sesuatu yang engkau sendiri bagai telah hilang dari
hadapan-Nya, walaupun wujudmu masih ada oleh karena hatimu yang gembira
telah membuat lidahmu bungkam.” Rabi‟ah mempunyai sebuah syair yang
memperlihatkan betapa dalam cintanya kepada Ilahi. Kekasihku tak ada yang
menandingi-Nya. Hatiku hanya tercurah pada-Nya.Kekasihku tidak tampak
padaku, namun dalam hatiku tak pernah sirna. Ia juga pernah bersyair, O
kegembiraan, tujuan dan harapanku, Engkau semangat hatiku. Engkau
telahmemberikan kebahagiaan p adaku.Kerinduan pada-Mu, merupakan bekalku,
Kalau bukan karena mencari-Mu, tak kujelajahi negeri-negeri yang luas ini.
Betapa banyaknya limpahan nikmat kurnia-Mu. Cinta pada-Mu tujuan hidupku.
Rabi‟ah merupakan orang pertama yang mampu membuat pembagian cinta cinta
karena dorongan hati belaka, dan cinta yang didorong karena hendak
membesarkan dan mengagungkan. Rabi‟ah mencintai Allah karena ia merasakan
dan menyadari betapa besarnya nikmat dan kekuasaan-Nya, sehingga cintanya
menguasai seluruh relung hatinya. Ia me ncintai Allah karena hendak
mengagungkan dan memuliakan -Nya.10 Rabi‟ahlah yang telah menyebar luaskan
kata „cinta‟ yang akhirnya digunakan oleh para sufi setelahnya. Dia bahkan tidak
hanya sebatas pemicu tersebarnya kata „cinta‟ saja, namun ia juga orang pertama
yang melakukan analisis terhadap arti kata tersebut, menjelaskan kandungan arti
keikhlasan yang ada dalam kata itu, serta gentian yang akan diperoleh dari Allah
dari pelaksanaan kecintaan tersebut.
d. Hakikat Keimanan
“Pada tiap-tiap akidah terdapat sebuah syarat, dan pada tiap -tiap keimanan
terdapat sebuah hakikat. Oleh karena itu, apa hakik at keimananmu?.” Maka
Rabi‟ah berkata: “Aku menyembah-Nya bukan karena takut akan api neraka dan
juga bukan karena suka akan surga-Nya sehingga aku bagaikan seorang pedagang
yang takut kerugian. Aku menyembah-Nya tak lain karena kecintaan dan
13
kerinduanku terhadap-Nya. Dan diceritakan pula, bahwa ia berkata dalam
munajatnya: “Wahai Tuhanku, jika aku menyembah -Mu karena takut neraka,
maka bakarlah aku dengan api neraka Jahanam. Dan jika aku menyembah -Mu
karena menginginkan surga, maka halangilah aku untuk m encapainya. Namun
jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku terhadap-Mu, maka jangan Engkau
halangi aku untuk melihat keindahan -Mu yang abadi.”12
“Aku tak pernah menganggap sedikit pun amal perbuatan yang muncul dari
bahwa ia berkata kepada Rabi‟ah: “Apakah engkau sama sekali tidak pernah
itu?.” Maka Rabi‟ah berkata: “Aku takut sekali jika setiap sesuatu dikembalikan
Akhlak dalam pemikiran Rabi‟ah termasuk kategori akhlak yang baik, diantaranya
meliputi: tobat, ridho, cinta, hakikat keimanan, rendah diri dan riya. Ia selalu
mengajarkan akhlak yang baik kepada setiap teman atau sahabat yang bertanya
kepadanya. Setiap perkataan Rabi‟ah pasti akan selalu diingat, dan dilaksanakan
dalam kehidupan sahabat -sahabatnya. Perkataan maupun pemikiran Rabi‟ah akan
menjadi suatu kenangan yang tak ternilai harganya di mata teman dan sahabatnya.
bahwa ia berkata kepada Rabi‟ah: “Apakah engkau sama sekali tidak pernah
beranggapan, bahwa engkau akan me ndapatkan balasan dari amal perbuatanmu
itu?.” Maka Rabi‟ah berkata: “Aku takut sekali jika setiap sesuatu dikembalikan
14
kepadaku.” Begitu pula perkataannya tentang riya‟ (pamer): “Sembunyikanlah
kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.” Rabi‟ah tidak
suka memperlihatkan amal perbuatannya di hadapan manusia. Ia selalu
menganjurkan keikhlasan dalam setiap perbuatan baik dan melarang perbuatan
yang sifatnya riya. Menurutnya, bahwa orang yang salah adalah orang yang selalu
menyembunyikan kesalahannya, maka seharusnya berbuat baik juga harus
disembunyikan. Akhlak dalam pemikiran Rabi‟ah termasuk kategori akhlak yang
baik, diantaranya meliputi: tobat, ridho, cinta, hakikat keimanan, rendah diri dan
riya. Ia selalu mengajarkan akhlak yang baik kepada setiap teman atau sahabat
yang bertanya kepadanya. Setiap perkataan Rabi‟ah pasti akan selalu diingat, dan
dilaksanakan dalam kehidupan sahabat-sahabatnya. Perkataan maupun pemikiran
Rabi‟ah akan menjadi suatu kenangan yang tak ternilai harganya di mata teman
dan sahabatnya.
15
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
Siti Rihanah, Biografi dan Pemikiran Rabi‟ah Al Adawiyah (Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah, 2011)
17