Anda di halaman 1dari 15

AJARAN TASAWUF

PENGERTIAN TASAWUF DAN LANDASAN TEKS AL-QUR’AN, HADIS,


DAN PRAKTIK ULAMA
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak dan Tasawuf
Dosen Pengampu Bp. Aizul Maula, M.Ag.

Disusun oleh :
Kelompok 7 PBS 2E

Lutfia Kusuma Wardani (225231170)


Muhammad Ridwan H. (225231172)
Adventa Isya Ilya (225231175)
Widya Pramustika Utami (225231176)
Anissa Febriyani (225231177)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Ajaran
Tasawuf” ini dengan tepat waktu. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Aizul Maula, M.Ag. selaku dosen dan pembimbing dalam mata
kuliah Akhlak dan Tasawuf. Selain itu kami mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan semangat dan materi
sehingga kami dapat meyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak dan
Tasawuf. Selain itu makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Ajaran Tasawuf, baik pengertian, urgensi serta landasan tasawuf bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami dari kelompok tujuh menyadari bahwa makalah ini belum sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bagi kami kelompok tujuh.

Surakarta, 3 April 2023

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tasawuf..................................................................................2
B. Urgensi Tasawuf......................................................................................4
C. Dasar-dasar Tasawuf................................................................................6
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 10
B. Saran .......................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan pada
pembersihan aspek rohani manusia agar dapat menimbulkan akhlak mulia.
Pembersihan aspek rohani atau batin ini dikenal sebagai dimensi esoterik dari diri
manusia. Hal ini berbeda dengan aspek Fiqih, khususnya materi thaharah yang
memusatkan pada pembersihan aspek jasmaniah atau lahiriah. Islam sebagai
agama yang bersifat universal dapat mencakup berbagai jawaban atas berbagai
kebutuhan manusia. Islam menghendaki kebersihan lahiriah dan menghendaki
kebersihan batiniah, serta lantaran penilaian yang sesungguhnya ialah diberikan
pada aspek batinnya. Hal ini misalnya terlihat pada salah satu syarat diterimanya
amal ibadah, yaitu harus disertai dengan niat.
Melalui ajaran tasawuf ini seseorang dapat mengetahui tentang tata cara
melakukan pembersihan diri serta mengamalkannya dengan benar. Dari
pengetahuan ini diharapkan manusia dapat mengendalikan dirinya pada saat
berinteraksi dengan orang lain. Selain itu pada saat beraktivitas menuntut
kejujuran, keikhlasan, tanggung jawab, kepercayaan dan sebagainya. Oleh karena
itu, ajaran tasawuf diharapkan dapat mengatasi berbagai penyimpangan moral
seperti manipulasi, korupsi, kolusi, penyalahgunaan kekuasaan dan kesempatan,
penindasan dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Tasawuf?
2. Apa urgensi dari Tasawuf?
3. Apa saja dasar-dasar dari Tasawuf?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ajaran tasawuf.
2. Untuk mengetahui urgensi ajaran tasawuf.
3. Untuk mengetahui dasar-dasar ajaran tasawuf.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TASAWUF
1. Asal-Usul Kata Tasawuf/Sufi
Asal-usul kata tasawuf diperselisihan kalangan para ulama. Hal ini
dikarenakan antara lain; Pertama, dalam bahasa Arab terdapat berbagai
kata yang erat kaitannya dengan kata sufi (tasawuf), baik dari segi kata
maupun konotasi makna yang dikandungnya. Kedua, kata Sufi termasuk
kata sifat relasional sebagaimana kata Al-Quraisyi (Quraisy) dan Al-
Madani (Madinah). Asal-usul kata tasawuf diantaranya yaitu :
a. Shaff, yang artinya barisan dalam shalat berjamaah. Alasannya, seorang
sufi mempunyai iman yang kuat, jiwa yang teguh dan selalu memilih
shaff terdepan dalam shalat berjamaah (Al-Shaff Al-Muqaddain). Selain
itu, mereka juga memandang bahwa seorang sufi akan berada di baris
pertama di hadapan Allah pada hari akhirat nanti.1
b. Shuffah, yang artinya pelana yang dipergunakan oleh para sahabat Nabi
Muhammad saw, yang miskin untuk bantal tidur di atas batu disamping
masjid Nabawi, Madinah. Versi lain mengatakan bahwa Shuffah artinya
suatu kamar di samping masjid Nabawi yang disediakan ntuk sahabat
Nabi dari golongan Muhajirin yang miskin, penghuni Shuffah ini
disebut Alib al Shuffah.2
c. Shafa atau Shafw, yang artinya bersih atau suci. Maksudnya, kehidupan
seorang Sufi lebih banyak diarahkan pada penyucian batin untuk
mendekatkan diri kepada Allah Swt.
d. Shaufanah, yaitu sejenis buah-buahan yang berbentuk kecil dan berbulu
yang banyak tumbuh di Gurun Pasir Arab. Derivasi kata ini karena

1
Houtson, First Encyclopedia of Islam (Leiden: E.J. Brill, 1987), 73

2
Ibid., 73

2
orang-orang Sufi banyak memakai pakaian berbulu dan mereka hidup
dalam kegersangan fisik tetapi subur batinnya.3
e. Theosophi (Theo artinya Tuhan, Sophos artinya hikmah) yang berarto
hikmah ketuhanan. Alasannya, kaum Sufi sangat menggandrungi hal-
hal yang berkaitan dengan hikmah-hikmah ketuhanan baik dalam
tingkah laku maupun pembicaraan mereka.
f. Shuf, yang artinya wol, bulu domba atau kain bulu kasar. Disebut
demikian karenga orang-orang Sufi banyak yang suka memakai pakaian
yang terbuat dari bulu binatang (domba) sebagai lambang kemiskinan
dan kesederhanaan, berlawanan dengan pakaian sutera yang biasa
dipakai oleh orang kaya.
2. Definisi Tasawuf
Para ulama’ baik dari kalangan Sufi maupun bukan mencoba
memberikan batasan-batasan tentang apa dan bagaimana pengertian
tasawuf. Berbagai definisi diajukan oleh mereka, diantaranya yang bersifat
umum disampaikan oleh Dr. Ibrahim Hilal dalam kitabnya Al Tasawuf al
Islami bain al Din wa al Falsafah.4
Dapat diketahui bahwa tasawuf merupakan upaya pendekatan diri
kepada Allah Swt., dengan melakukan berbagai latihan-latihan (riyadlah)
baik secara fisik maupun mental dengan melakukan berbagai ibadah,
sehingga aspek uluhiyah dan ruhiyah mengungguli aspek duniawiyah dan
jasadiyah.
Secara bahasa, tasawuf berarti:
a. saf (baris), sufi (suci), sophos (Yunani: hikmah).
b. suf (kain wol), sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan
bersikap bijaksana.

3
Poerwantana, Seluk Beluk Filsafat Islam (Bandung: Rosdakarya, 1993), 73

4
Ibrahim Hilal, Al Tasawuf al Islami bain al Din wa al Falsafah (Kairo: Dar al Nahdla al
Arabiyah, tt). I

3
Sedangkan menurut istilah, tasawuf merupakan upaya mensucikan
diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan
memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT. Dapat disebut juga
bahwa tasawuf adalah kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan
mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
B. URGENSI TASAWUF
Urgensi tasawuf ialah usaha untuk melatih jiwa yang sangat penting untuk
dilakukan dengan sungguh-sungguh, yang dapat membebaskan manusia dari
pengaruh kehidupan duniawi untuk bertaqorub kepada tuhan sehingga jiwanya
bersih, mencerminkan moral yang baik dalam kehidupannya, dan menemukan
kebahagiaan spiritualisme.5
Ajaran tasawuf memiliki peran yang sangat penting dan sangat
berimplikasi dengan Pendidikan islam. Selain itu, tasawuf juga penting untuk kita
bisa mendekatkan diri kepada allah swt dengan memperhatika karakteristik
tasawuf secara umum yaitu tiga sasaran sebagai berikut;
1. Tasawuf bertujuan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan
kestabilan yang berkesinambungan, penguasaan dan pengendalian hawa
nafsu sehingga manusia dapat konsisten dengan keluhuran moral.
2. Tasawuf bertujuan ma’rifatullah melalui penyimpangan langsung atau
metode kasyaf al-hijab. Taasawuf jenis ini sudah berdiri teoristis dengan
seperangkat ketentuan khusus yang diformulasikan secara sistematis.
3. Tasawuf bertujuan membahas bagaimana system pengenalan dan
pendekatan diri kepada Allah secara mistis filosofis, pengkajian garis
hubungan antara tuhan dan makhluk, terutama hubungan manusia dengan
tuhan dan apa arti dekat dengan-nya.
Adapun manfaat tasawuf yang diperoleh, anatara lain sebagai berikut;
1. Membersihkan hati dalam berinteraksi dengan Allah.

5
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta, Amzah, 2012), h. 9.

4
Interaksi manusia denga nallah dalam betuk ibadah tidak akan
mencapai sasaran jika ia lupa terhadap tuhan dan tidak disertai dengan
kebersihan hati.
2. Membersihkan diri dari pengaruh materi
Pada dasarnya kebutuhan manusia kana hanya pada pemenuh materi,
melainkan juga pemenuhan spiritual. Melalui tasawuf kecintaan manusia
terhadap materi atau urusan duniawi akan dibatasi.
3. Menerangi jiwa dari kegelapan
Penyakit gelisah, patah hati, cemas dan serakah dapat disembuhkan
dengan ajaran agama, khususnta ajaran yang berkaitan dengan jiwa
manusia. Cara menghilangkan penyakit tersebut dan sifat-sifat buruk
manusia dengan meminta petunjuk dari kitab al-qur’an maupun hadist
melalui pendekatan tasawuf.
4. Memperteguh dan menyemburkan keyakinan agama
Keteguhan hati tidak dapat dicapai tanpa adanya siraman jiwa,
kekuatam umat islam bukan hanya karena kekuatan fisik dan senjata,
melainkan karena kekuatan mental dan spiritualisme.
5. Mempertinggi akhlak manusia
Jika hati seseorang suci, bersih, serta selalu disinari oleh ajaran allah
dan rasul-nya, maka akhlaknya pun baik. Hal ini sejalan dengan ajaran
tasawuf yang menuntun manusia untuk menjadi pribadi muslim yang
memiliki akhlak mulia dan dapat menghilangkan akhlak tercela.
Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa ilmu tasawuf dapat
menyampaikan manusia menganal allah dengan sebenar-benarnya, ma’rifat
merupakan jalan yang sebaik-baiknya untuk mengenal allah, lalu mengenal
dirinya sendiri yang kemudian menggabungkan indah dan qudrah antara keduanya
guna liqa’ilallah, prosesi dzikir sebagai intinya.
C. LANDASAN TASAWUF
1. Landasan Al-Qur’an
Al-Quran dan As-Sunnah adalah nash. Setiap muslim dibebani
tanggung jawab untuk memahami dan melaksanakan kandungannya dalam

5
bentuk amalan yang nyata. Jika memiliki pemahaman terhadap nash, tetapi
tidak mengamalkannya akan terjadilah kesenjangan. Ketika Aisyah
ditanya oleh sahabat tentang akhlak Rasulullah SAW., ia menjawab, "Al-
Quran." Para sahabat yang terkenal sebagai orang-orang yang banyak
menghafalkan isi Al-Quran menyebarkannya kepada yang lain disertai
pengamalan atau penjiwaan terhadap isinya. Mereka berusaha menerapkan
akhlak atau perilaku mereka dengan mencontoh akhlak Rasulullah SAW.,
yaitu akhlak Al-Quran.
Dalam hal ini, pada awal pembentukan tasawuf adalah akhlak atau
keagamaan, dan moral keagamaan banyak diatur dalam Al-Quran dan As-
Sunnah. Sumber pertama tasawuf adalah ajaran-ajaran Islam, sebab
tasawuf ditimba dari Al-Quran, As-Sunnah, dan amalan-amalan serta
ucapan para sahabat. Amalan serta ucapan para sahabat itu tentu tidak
keluar dari ruang lingkup Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian,
dua sumber utama tasawuf adalah Al-Quran dan As-Sunnah.6
Abi Nashr As-Siraj Ath-Thusi, dalam kitabnya Al-Luma, melihat
bahwa dari Al-Quran dan As-Sunnah, para sufi mendasarkan pendapat
mereka tentang moral dan tingkah laku, kerinduan dan kecintaan pada
Ilahi, dan makrifah, suluk (jalan), dan juga latihan-latihan rohaniah
mereka, yang mereka susun demi terealisasinya tujuan-tujuan kehidupan
mistis.7
Lebih lanjut, Ath-Thusi mengemukakan upaya para sufi secara
khusus lebih menaruh perhatian terhadap moral luhur serta sifat dan
amalan utama. Hal ini demi mengikuti Nabi Muhammad SAW., para
sahabatnya, serta orang-orang setelah beliau. Ini semua, menurut Ath-
Thusi, “Ilmunya dapat dijejaki dalam kitab Allah SWT., yaitu Al-Quran.”8

6
Abi Nashr As-Siraj Ath-Thusi, Al-Luma’, Ditahqiq oleh Abdul Halim Mahmud dan Thaha Abd
Baqi Surur, Mesir:Dar Al-Kutub Al-Haditsah dan Maktabah Al-Mutsanna Baghdad, 1960, hlm.6.

7
Ibid.

8
Ibid.

6
Al-Quran merupakan kitab Allah SWT. yang di dalamnya
terkandung muatan-muatan ajaran Islam, baik akidah, syariah maupun
muamalah. Ketiga muatan tersebut banyak tercermin dalam ayat-ayat yang
termaktub dalam Al-Quran. Ayat-ayat Al-Quran itu, di satu sisi memang
ada yang perlu dipahami secara tekstual-lahiriah, tetapi di sisi lain, ada
juga yang perlu dipahami secara kontekstual-rohaniah. Sebab, jika
dipahami hanya secara lahiriah, ayat-ayat Al-Quran akan terasa kaku,
kurang dinamis, dan tidak mustahil akan ditemukan persoalan yang tidak
dapat diterima secara psikis.
Secara umum, ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat
lahiriah dan batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat
batiniah pada gilirannya melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini
mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al-Quran
dan As-Sunnah, serta praktik kehidupan Nabi Muhammad SAW. dan para
sahabatnya. Al-Quran antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia
dapat saling mencintai (mahabbah) dengan Tuhan. Hal itu misalnya
difirmankan Allah SWT. dalam Al-Quran:

‫َيَأُّيَه ا اَّلِذ يَن آَم ُنوا َمْن َيْر َتَّد ِم ْنُك ْم َعْن ِد يِنِه َفَس ْو َف َيْأِتِق الَّلُه ِبَق ْو ٍم ُيِح ُّبُه ْم َو ُيِح ُّبوَنٌة َأِذ َّلٍة َعَلى اْلُم ْؤ ِم ِنيَن َأِع َّز ٍة َعَلى‬

( ۵۴)‫اْلُك ِفِر يَن ُيَج اِه ُد وَن ِفي َس ِبْيِل اِهلل َو اَل َيَخ اُفوَن َلْو َم َة اَل ِئٍم َذِلَك َفْض ُل الَّلِه ُيْؤ ِتيِه َمن َيَش اُء َو اُهلل َو اِس ٌع َعِليٌم‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang


murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang
bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Ma’idah[5]:54).

7
2. Landasan Hadist
Sejalan dengan apa yag disitir dalam Al-Qur’an, tasawuf juga dapat
dilihat dalam kerangka hadis. Dalam hadis Rasulullah SAW. banyak
djumpai keterangan yang berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia.
Dalam sebuah hadis qudsi (hadist yang berasal dari Allah SWT,
yang lafaznya berasal dari Nabi Muhammad SAW);
‫ َمن عادى لي ولًّي ا‬:‫ «إَّن اَهلل ق"ال‬: ‫ ق"ال رسول اهلل ص"لى اهلل علي"ه وسلم‬:‫عن أبي هريرة رض"ي اهلل عنه ق"ال‬

‫ وما يزال عبدي يتقَّر ب إلَّي‬،‫ وما تقَّر ب إلَّي عبدي بشيء أحب إلَّي مما افترض"ُت علي"ه‬،‫فقد آذنُته بالحرب‬

،‫ ويَد ه التي يبطش بها‬،‫ وبصَر ه الذي ُيبص"ر به‬،‫ كنُت سمَعه الذي يسمع به‬:‫ فإذا أحببُته‬،‫بالنوافل حتى أحَّبه‬

‫ وما ترَّددُت عن شيء أنا فاعُله ترُّددي‬،‫ ولئن استعاذني ُألعيذَّنه‬،‫ وإن سألني ألعطيَّنه‬،‫ورجَله التي يمشي بها‬

‫ يكره الموَت وأنا أكره مساءَته‬،‫عن نفس المؤمن‬

Artinya:
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya Allah -Ta'ālā- berfirman,
'Siapa yang memusuhi wali-Ku berarti Aku telah mengumumkan perang
dengannya, dan tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu
yang lebih Aku cintai melebihi apa-apa yang Aku wajibkan kepadanya,
dan hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan mengerjakan
ibadah-ibadah sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah
mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dengannya dia
mendengar, dan penglihatannya yang dengannya dia melihat, dan
tangannya yang dengannya dia bertindak, dan kakinya yang dengannya dia
berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku maka sungguh Aku akan
memberikannya, dan jika dia berlindung kepada-Ku maka sungguh Aku
akan melindunginya, dan tidaklah Aku ragu untuk sesuatu yang Aku
kerjakan seperti keraguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin
yang membenci kematian padahal Aku tidak suka menyakitinya”.
Hadis tersebut memberi petunjuk bahwa anatara manusia dan
Tuhan dapat bersatu. Diri manusia dapat lebur dalam diri Tuhan, yang

8
dikenal dengan istilah fana’, yaitu fana’ –nya makhluk sebagai yang
mencintai Tuhan sebagai yang dicintainya. Istilah “lebur” atau “fana”,
menurut kami, harus dipertegas bahwa antara Tuhan dan manusia tetap ada
jarak atau pemisah. Istilah ini hanya menunjukkan keakraban antara
makhluk dan khaliknya.
Selanjutnya, dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. juga
terdapat petunjuk yang menggambarkan bahwa beliau adalah sebgai
seorang sufi. Nabi Muhammad SAW. telah melakukan pengasingan diri ke
Gua Hira menjelang datangnya wahyu. Beliau mejauhi pola hidup
kebendaan ketika orang Arab tengah tenggelam di dalamnya, seperti dalam
praktik perdagangan yang didasarkan pada prinsip menghalalkan segala
cara.
Selama di Gua Hira Rasulullah SAW, hanya bertafakur, beribadah,
dan hidup sebagai seorang zahid. Beliau hidup sangat sederhana, bahkan
terkadang memakai atau meminum, kecuali yang halal, dan setiapmalam
senantiasa beribadah kepada Allah SWT, sehingga Siti Aisyah, istrinya,
bertanya, “Mengapa engkau berbuat begini ya Rasulullah, padahal Allah
senantasa mengampuni dosamu?” Rasulullah kemusian menjawab,
“Apakah engkau tidak menginginkanku menjadi hamba yang bersyukur
kepada Allah?”
Di kalangan sahabat pun terdapat orang yang mengikuti praktik
bertasawuf, sebagaimana yang dipraktikkan Nabi Muhammad SAW. Abu
Bakar Ash-Shiddiq, misalnya, pernah berkata, "Aku mendapatkan
kemuliaan dalam ketakwaan, ke-fana'-an dalam keagungan, dan
kerendahan hati." Khalifah Umar ibn Khaththab pernah berkhotbah di
hadapan jamaah kaum muslimin dalam keadaan berpakaian yang sangat
sederhana. Khalifah Utsman bin 'Affan banyak menghabiskan waktunya
untuk beribadah dan membaca Al-Quran. Baginya, Al-Quran ibarat surat
dari kekasih yang selalu dibawa dan dibaca ke mana pun ia pergi.
Demikian pula, sahabat-sahabat lainnya, seperti Abu Dzarr Al-Ghifari,
Tamin Darmy, dan Hudzaifah Al-Yamani.

9
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf merupakan upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan
pengaruh dunia dan memusatkan perhatian kepada allah swt. Dengan ajaran
tasawuf ini manusia dapat mengetahui tentang tata cara melakukan pembersihan
diri serta mangamalkannya dengan benar. Serta diharapkan manusia dapat
mengendalikan dirinya pada saat berinteraksi dengan orang lain seperti kejujuran,
keihklasan, tanggung jawab, kepercayaan, dan lain sebagainya.
Urgensi tasawuf adalah cara melatih diri agar terbebas dari pengaruh
duniawi sehingga jiwanya menjadi bersih, mencerminkan moral yang baik dalam
kehidupannya dan menemukan kebahagiaan. Tujuan tasawuf sendiri yaitu untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt. Dengan ilmu tasawuf juga melahirnya akhlak
yang baik dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Serta menjadikan
manusia berkepribadian yang shalih dan berperilaku baik dan mulia serta
ibadahnya berkualitas.
Dasar-dasar tasawuf baik berupa Al-Quran, Al-Hadis, maupun teladan dari
para sahabat, merupakan benih-benih tasawuf dalam kedudukannya sebagai ilmu
tentang tingkatan (maqāmāt) dan keadaan (ahwal). Dengan kata lain, ilmu tentang
moral dan tingkah laku manusia terdapat rujukannya dalam Al-Quran. Oleh
karena itu, pertumbuhan pertama tasawuf ternyata ditimba dari sumber Al-Quran.
B. Saran
1. Kepada para pembaca diharapkan dapat mempelajari dan memahami
mengenai ajaran tasawuf.
2. Dengan adanya kecanggihan teknologi dapat memudahkan untuk mencari
informasi yang lebih dalam.
3. Kami menyadari bahwa makalah diatas banyak terdapat kesalahan dan
jauh dari kata sempurna maka dari itu kami memohon kritik dan saran
yang membangun permasalahan yang membahas makalah diatas.

11
DAFTAR PUSTAKA
A.S, Asmaran. (1996). Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Abdillah, Masykuri. (1997). Sejarah dan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Agama. Jakarta:


Gramedia.

Alba, C., & Kuswandi, E. (2012). Tasawuf dan Tarekat: Dimensi Esoters Ajaran
Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Amin, Samsul Munir. (2012). I Tasawuf. Jakarta: Arzal, h. 9.

Asmaran. (2002). Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Atjeh, Abu Bakar. (1964). Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Romadhani.

Hilal, Ibrahim. (n.d.). Al Tashawuf Al Island Bain Al Din Wa Al Fasafah. Kairo:


Dar Al Nahdla Al Arabiyah.

Nasution, A., & Stregar, R. (2013). Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

12

Anda mungkin juga menyukai