Anda di halaman 1dari 8

Iman, Kufur, dan Nifaq

1. Iman

Secara etimologis, kata ”al-iman " berasal dari kata ”aamana yu'minu iimaanan, fahuwa mu’minun”
artinya percaya. ”Amina ya’manu amnan, amanan, wa amaanan” (aman dan damai), ”wa amanatan "
(amanat atau titipan), dan sebagainya. Percaya adalah suatu pengakuan atau keyakinan seseorang
terhadap sesuatu. Ia mengakui dan meyakini suatu kebenaran itu secara benar dan meyakini kesalahan
secara benar pula. Mengakui dan meyakini sesuatu itu benar, artinya meyakini bahwa sesuatu itu sebagai
kebenaran yang harus diyakini dan tidak diragukan kebenarannya. Adapun mengakui sesuatu itu salah,
artinya mengakui dan meyakini bahwa sesuatu itu memang merupakan kesalahan yang harus diyakini,
dan diakui sebagai kesalahan yang benar-benar salah.

Tanpa kepercayaan, manusia tidak mungkin hidup. Ia akan dihantui oleh keraguan yang mematikan.Ada
dua risiko yang akan dihadapi setiap orang yang memiliki kepercayaan terhadap sesuatu.

1. Kebahagiaan dan keberuntungan, apabila orang meyakini dan percaya pada sesuatu, kemudian
sesuatu yang diyakini dan dipercayai itu sesuai dengan keyakinannya atau antara keyakinan dan
kenyataan itu bersesuaian. Dengan demikian, orang itu akan mendapat keberuntungan atau
kebahagiaan.

2. Kerugian dan kehancuran. Jika seseorang meyakini dan percaya kepada sesuatu, setelah dibuktikan
tidak sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan, ia akan rugi dan hancur.

Untuk mengetahui benar-salahnya suatu keyakinan memang sulit. Hal ini memerlukan penelitian dan
pengkajian yang cermat sehingga keyakinannya benar-benar dapat dibuktikan sebagai keyakinan dan
kepercayaan yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya.Memang, pekerjaan ini memerlukan waktu
yang lama dan tenang, tetapi hasilnya akan lebih baik dan menambah keyakinan.

Perlu dicari alternatif lain dalam menentukan kebenaran yang mutlak benar, atau benar-benar absolute.
Oleh karena itu, manusia dengan segala daya upayanya berusaha mencari dengan jalan berfilsafat.Ilmu
dan filsafat, ternyata tidak mampu mengantarkan manusia ke depan pintu gerbang kebenaran yang
sangat diperlukan dalam hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu, Allah menurunkan Wahyu sebagai
satu-satunya sumber kebenaran yang diyakininya, sebagai kebenaran yang mutlak, karena datangnya
dari Allah Yang Mahabenar, yang tidak pernah salah ataupun lupa. Melalui wahyu inilah, manusia sebagai
pencari kebenaran akan diajar dan dididik oleh Allah, bagaimana cara beriman dan mengimani
kebenaran itu.

‫ي التلىٰ ل‬
‫صكراطط‬ ‫ب كولك اللييكمآَرن كوتللكين كجكعيلتنهر نريوحراننيهلدي بلهه كمين نننكشآَرءلمين لعبكآَلدنكآَ كوالنن ك‬
‫ك لكتكيهلد ني‬ ‫ي كمآَاللكتت ر‬ ‫ك اكيوكحيي ننكآَاللكيي ك‬
‫ك رريوححآَممين اكيملرنكآَ كمآَركين ك‬
‫ت تكيدلر ي‬ ‫كوكككذلل ك‬
‫مميستكقلييطم )الشورى‬
Menurut ayat tersebut, al-iman adalah nur. Nur memiliki pengertian yang sangat luas, dan bisa berarti
cahaya atau sinar yang menerangi setiap kegelapan. Dengan pengertian iman seperti ini seseorang dapat
membedakan setiap yang dilihatnya dan yang dirasakannya, atau bahkan yang dipikirkannya, dia dapat
membedakan yang benar dan salah, antara yang berguna dan yang merugikan, antara yang haram dan
yang halal, antara yang diperintah oleh Allah dan yang dilarang. Ia merupakan pembeda yang amat jelas
dan terang sehingga tidak ada lagi keraguan antara dua perkara yang bertentangan, antara dua masalah
yang bertolak belakang.

Menurut ulama ilmu tauhid, iman didefinisikan sebagai berikut: "Suatu keyakinan yang dibenarkan
dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan.“

Keyakinan yang dibenarkan dalam hati, artinya iman itu tertanam, sehingga merupakan penggerak
segala apa yang diperbuat oleh lisan dan amal perbuatan anggota badan. Jadi, iman tidak hanya
diucapkan dengan lisan, melainkan dengan tiga komponen keimanan tersebut, yakni hati lisan dan
anggota badan harus secara serentak mengamalkan keimanan sesuai dengan fungsi masingmasing.
(Mardjie, 1989: 66-74).

Muhammad Ahmad (1998: 19-21) mengemukakan bahwa kata iman berasal dari bahasa Arab yang
berarti tasdiq (membenarkan). Iman ialah kepercayaan dalam hati meyakini dan membenarkan
keberadaan Tuhan dan membenarkan semua yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Karena iman,
seseorang mengakui sesuatu yang Wajib dan mustahil bagi Allah. Iman menjadikan seorang mukmin
berbahagia dan berhak untuk mendapatkan surga Tuhan kelak di hari akhirat.

Dalam pembahasan ilmu kalam/ilmu tauhid, konsep iman terbagi menjadi tiga golongan, yaitu.

1) Iman sebagai tasdiq di dalam hati akan wujud Allah dam keberadaan Nabi atau Rasul Allah. Jika
seseorang sudah tasdiq (membenarkan/ meyakini) akan adanya Allah, ia sudah disebut telah beriman,
sekalipun perbuatannya belum sesuai dengan tuntunan ajaran agamanya. Konsep iman ini banyak dianut
oleh mazhab Murji'ah, sebagian penganut Jahamiyah, dan sebagian kecil Asy'ariyah.

2) Iman sebagai tasdiq di dalam hati dan diikrarkan dengan lidah. Dengan demikian, seseorang dapat
digolongkan beriman apabila ia memercayai dalam hatinya akan keberadaan Allah dan mengikrarkan
(mengucapkan) kepercayaan itu dengan lidah. Antara keimanan dan amal perbuatan manusia tidak ada
hubungan, yang terpenting dalam iman adalah tasdiq dan ikrar.

Konsep keimanan seperti ini telah dianut oleh sebagian pengikut Mahmudiyah.
3) Iman sebagai tasdiq di dalam hati, ikrar dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan. Antara iman
dan perbuatan manusia terdapat keterkaitan karena keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal
perbuatannya. Konsep keimanan semacam ini dianut oleh Mu'tazilah, Khawarij, dan lain-lain.

Dalam agama Islam, menurut Ahmad (1998: 20), adanya kepercayaan harus mendorong pemeluknya
dengan keyakinan dan kesadarannya untuk berbuat baik dan menjauhi larangan Tuhan. Oleh sebab itu,
seseorang baru dianggap sempurna imannya apabila iman tersebut betul-betul telah diyakini dengan
hati, diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan.

Apakah iman seseorang dapat bertambah atau berkurang? Dalam hal ini, ada dua pendapat, yaitu
golongan yang menyatakan bahwa iman tidak dapat bertambah atau berkurang, dan golongan lain yang
menyatakan bahwa iman seseorang dapat bertambah atau berkurang.

Golongan yang berpendapat bahwa iman dapat bertambah atau berkurang menyatakan bahwa
penambahan atau pengurangan iman itu terjadi pada tasdiq dan amalnya. Tasdiq yang bertambah tentu
diikuti oleh bertambahnya frekuensi amal perbuatan dan ketaatannya. Bertambah atau berkurangnya
tasdiq seseorang bergantung pada hal berikut:

1. Wasilah, sebab kuat atau lemahnya dalil (bukti) yang sampai dan diterima oleh seseorang dapat
menguatkan atau melemahkan tasdiq-nya.

2. Diri pribadi seseorang itu sendiri, dalam arti kemampuannya menyerap dalil-dalil keimanan. Semakin
kuat daya serap seseorang terhadap dalil-dalil yang diterima, semakin kuat pula tasdiq-nya. Sebaliknya,
jika daya serapnya lemah atau tidak baik, tasdiq-nya pun lemah pula.

3. Pengamalan terhadap ajaran agama. Seseorang yang melaksanakan kewajiban-kewajiban agama


dengan baik dan benar serta frekuensi amaliahnya tinggi, dia akan merasakan kekuatan iman ( tasdiq)
yang tinggi pula. Semakin baik dan tinggi frekuensi amaliah seseorang, semakin bertambah kuat pula
iman ( tasdiq)nya.

2. Kufur

Kata "kufur” atau ”kafir" memiliki lebih dari satu arti. Kafir dalam banyak pengertian sering
diantagoniskan dengan iman. Adapun yang dimaksud dengan kufur dalam pembahasan mi adalah
keadaan tidak percaya atau tidak beriman kepada Allah SWT. Dengan demikian, orang yang kafir adalah
orang yang tidak percaya atau tidak beriman kepada Allah, baik orang tersebut bertuhan selain Allah
maupun tidak bertuhan, seperti apabila komunis (ateis).
Dengan demikian, kufur merupakan kondisi seseorang yang tidak mengikuti ketentuan-ketentuan syariat
yang telah digariskan oleh Allah. Oleh sebab itu, kufur mempunyai lubang-lubang yang kalau tidak hati-
hati, seseorang akan terjerumus ke dalam lubang yang menyesatkan, seperti syirik, nifaq, murtad, tidak
mau bersyukur, dan sebagainya.

AlQuran menyatakan bahwa kufur merupakan lawan kata syukur terhadap nikmat yang telah
dianugerahkan Allah, sebagaimana tertera di dalam QS. Ibrahim [14]: 7:

”Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan
menambah(nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat Ku) maka pasti azabKu sangat
berat”.

Manifestasi syukur terhadap nikmat yang telah dianugerahkan Allah adalah taat terhadap perintah dan
menjauhi segala larangan Allah, serta selalu memujinya. Adapun pengertian ingkar terhadap nikmat
Allah ialah menggunakan kenikmatan tersebut di jalan maksiat dan perbuatan yang paling dilarang. Akan
tetapi, istilah kufur ini pada galibnya dipakai oleh Al-Quran sebagai lawan kata . ”iman”. Dengan
demikian, kufur berarti mengingkari adanya Allah Allah telah berfirman di dalam QS. Al-Kahf [18]: 29:

"....barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir)
biarlah dia kafir...."

Pengertian kufur adalah mengingkari adanya Allah dan tidak membenarkan apa yang datang kepada
Nabi Muhammad, baik sebagian atau keseluruhan. Perbuatan kufur mempunyai berbagai corak,
sebagaimana dinyatakan di dalam ayat-ayat Al-Quran, diantaranya sebagai berikut.

1. Persoalan yang bertalian dengan masalah ketuhanan, seperti ingkar terhadap keberadaan Yang Maha
Pencipta (Allah).

2. Menyifati Allah dengan sifat yang seharusnya tidak ada pada Allah; melakukan perbuatan yang
menjadikan sebagian Rasul sebagai Tuhan; atau menyatakan bahwa Allah berjasad (bertubuh seperti
manusia), mempunyai tempat tinggal, Allah tidak berkuasa terhadap makhluk-Nya atau mengatakan
bahwa Allah tidak berbuat adil di dalam menentukan hukum.

Orang-orang yang termasuk kategori kafir adalah penganut ateisme, kaum Zindik, penyembah berhala,
penganut agama majusi, dan agama-agama lain yang bertuhan banyak, atau yang menjisimkan Tuhan.

3. Hal-hal yang bertalian dengan masalah kenabian, seperti mengingkari adanya para Nabi, atau tidak
percaya dengan apa yang diterima mereka dari Allah dengan cara mutawatir, membeda-bedakan para
Nabi atau beriman kepada sebagian dan mengingkari sebagian lainnya.
4. Orang-orang yang menganut agama baru atau orang-orang yang mengingkari Muhammad sebagai
Nabi pamungkas dari para Nabi dan Rasul dan risalahnya. Al-Quran telah membicarakan secara khusus
mengenai kaum Yahudi yang sebelum Islam datang, mereka telah mengakui kenabian Muhammad
(berdasarkan kitab mereka), tetapi setelah Islam lahir, mereka mengingkarinya dengan sikap sombong.

5. Orang-orang yang mengingkari Al-Qur'an sebagai Kalamullah.

6. Orang-orang yang mengingkari hari pertemuan dengan Allah nanti pada hari akhir, dan orang-orang
yang mengingkari hari pembalasan sesuai dengan perbuatan manusia selama di dunia.

7. Orang-orang yang tidak mau melaksanakan hukum-hukum Islam, padahal mereka mampu
mengerjakannya.

Orang-orang yang mengingkari adanya Allah dan syariat nya serta mengingkari para utusan-Nya dan hari
kiamat, atau mereka hanya sibuk mengejar kenikmatan duniawi, hal itu akan mengakibatkan manusia
bersikap egois dan berbuat sekehendak hati, demi memuaskan nafsu pribadinya. (Abu Ahmadi, 1991: 33-
38).

3. Nifaq

Menurut Abu Ahmadi (1991: 42-48), nifaq atau munafiq adalah lawan kata ”terus terang” atau ”terang-
terangan”. Dengan kata lain, nifaq berarti menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang
terkandung di dalam hati.

Nifaq ini terbagi kepada dua bagian:

1. Nifaq yang berkaitan dengan masalah akidah, dan bagian inilah yang paling membahayakan.

2. Nifaq yang berhubungan dengan perkataan atau perbuatan. Nifaq bagian kedua ini lebih ringan
dosanya dibanding bagian yang pertama.

Al-Quran banyak sekali membicarakan nifaq dalam akidah ini, yakni seseorang menunjukkan
keimanannya secara lahiriah, tetapi sebenarnya di dalam hatinya tersimpan kekufuran (mengingkari
lahiriyahnya).

Allah SWT telah memberikan ancaman kepada mereka dengan siksaan yang sangat pedih pada hari
kiamat kelak, sebagaimana tertuang dalam Q.S. At-taubah [9] :68 yang artinya :

"Allah menjanjikan (mengancam) orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir
dengan neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka bagi mereka dan Allah melaknat
mereka dan bagi mereka azab yang kekal."

Sikap nifaq juga mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan rendah atau amoral, seperti riya',
menipu, khianat, bohong, dan sebagainya. Semua itu adalah perbuatan yang merusak ketahanan suatu
bangsa yang dapat meruntuhkan eksistensinya.

Rasulullah SAW juga menerangkan ciri khusus nifaq secara garis besar :
"Ada empat, sifat siapa saja yang memiliki sifat-sifat itu maka dia termasuk orang munafik. Dan siapa saja
yang mempunyai salah satu di antara 4 sifat tersebut, dia mempunyai sifat nifaq sampai ia mau
meninggalkannya. Sifat-sifat tersebut ialah:

1. Apabila dipercaya, ia berbuat khianat.

2. Apabila berbicara, ia bohong.

3. Apabila berjanji, ia mengingkari janjinya.

4. Apabila berselisih, ia berlaku curang" (H.R.Bukhari)

Hadis tersebut, menurut segolongan ulama, sangat sulit dianalisis maknanya. Sebab, sifat-sifat yang
dituturkan Rasulullah ternyata juga ada di kalangan umat Islam yang beriman kepada Allah.

Akhirnya, para ulama sepakat pada suatu kesimpulan bahwa siapa saja yang lisan dan hatinya beriman
kepada Allah, kemudian melakukan hal-hal tersebut, ia tidak dihukum sebagai orang kafir atau munafik,
dan tidak selamanya menjadi penghuni neraka.

Sebagian ulama mengatakan, ”Semua sifat tersebut memang merupakan ciri-ciri khusus kelakuan orang-
orang munafik. Apabila pelakunya ternyata seorang mukmin, dia dihukumi sebagai munafik atau jelasnya
meniru kelakuan orang-orang munafik. Jadi, yang dimaksud nifaq bagi orang beriman di sini bukan
berarti memendam sikap kufur dan menampakkan sikap Islam, tetapi nifaq di sini hanya menyangkut
amaliah, dan tidak bertalian dengan masalah akidah. Adapun nifaq yang bertalian dengan akidah, hal ini
jelas akan menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka untuk selama-lamanya.

4. Syirik

Syirik berasal dari akar kata ”syaraka yasyraku-syirkan-fahuwa syaari'kun”, artinya mencampur, kemudian
mendapatkan awalan alif menjadi ”asyraka yusyriku-isyrakan fahuwa musyrikun", artinya mencampurkan
atau menyekutukan, campur aduk, tidak keruan, bersyarikat, dan lain-lain.

Dengan kata lain, syirik merupakan lawan kata ”ikhlas” yang artinya murni, bersih tidak tercampur
dengan sesuatu.Pelakunya disebut mukhlis.

Syirik menurut syara' (berdasarkan dalil Al-Quran maupun Sunnah Rasul) berarti perbuatan seseorang
yang telah mengaku beriman kepada Allah dengan segala konsekuensinya, tetapi masih tetap mengikuti
cara hidup menurut ketentuan di luar petunjuk Allah, sebagaiman firman Allah di dalam QS. Al-Kahf [18]:
110:

"Katakanlah (Muhammad), 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah
menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.' Maka barang siapa
mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia
mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya."
Bentuk-bentuk kemusyrikan ini sangat beragam diantaranya sebagai berikut :

1. Memakai cincin, keris azimat, atau isim-isim dengan keyakinan bahwa benda-benda tersebut dapat
menolak bala atau bencana yang akan menimpa mereka. Dan orang-orang yang mendewa-dewakan
sesuatu yang dianggap sanggup menolak bencana atau bahaya yang akan mengancam dan sedang
menghadang dirinya.

2. Meminta perlindungan kepada selain Allah. hal ini merupakan dosa besar dan termasuk tindakan yang
dianggap menyekutukan-nya dengan sesuatu karena secara sadar, orang itu mengakui bahwa selain
Allah, masih ada pelindung dan penolong yang dapat melindungi dan menolong segala sesuatu yang
dilakukannya.

3. Berdoa kepada selain Allah. Berdoa adalah otak dan sumsum ibadah. oleh karena itu, tidak dibenarkan
berdoa kepada selain Allah.

4. Melaksanakan Nazar untuk selain Allah adalah perbuatan syirik.

5. Menyembelih di tempat yang biasa dipakai orang untuk menyembelih sembelihan untuk selain Allah.

6. Syirik khafi adalah syirik yang sangat rahasia sehingga orang yang melakukan amal ibadah itu pun tidak
menyadari bahwa amal ibadahnya adalah syirik dan merupakan dosa. Seolah-olah amal ibadahnya itu
diterima Allah, padahal tertolak. Disa samar inilah yang paling ditakuti Rasulullah.Seorang mukmin yang
beribadah kepada Allah tetapi peribadahan nya disertai dengan Riya termasuk syirik khafi. Tidak hanya
berlaku dalam amal ibadah, syirik khafi juga mencakup berbagai aktivitas sehari-hari yang didasari
dengan riya dan ingin dilihat oleh orang lain dan bukan semata-mata ikhlas karena Allah.

7. Perbuatan atau amalan yang dilakukan karena menghendaki kehidupan dunia juga termasuk
perbuatan syirik. Barangsiapa yang berbuat bukan karena menginginkan akhirat, semata-mata demi
dunia, perbuatannya dinilai syirik.

8. Syirik sifat yaitu anggapan seseorang yang merasa paling mulia disisi Allah SWT, karena asal usul
keturunan dari orang terhormat dan mulia.

9. Syirik mulkiyah, ialah syirik akibat ketidakpatuhan seseorang terhadap mulkiyah Allah atau
perintahnya.

Contoh syirik dalam dimensi rububiyah adalah meyakini bahwa ada makhluk Yang mampu menolak
segala kemudharatan dan meraih segala kemanfaatan, atau dapat memberikan berkah, seperti meyakinj
“kesaktian” para wali Allah, sehingga meminta bantuan kepada mereka untuk menolak petaka atau
meraih keuntungan apalagi jika wali tersebut sudah meninggal dunia. Adapun contoh syirik dalam
dimensi mulkiyah adalah mematuhi sepenuhnya para penguasa nonmuslim -bukan terpaksa- du samping
menyatakan patuh kepada Allah SWT., padahal pemimpin nonmuslim itu menggagalkan apa yang
diharamkan Allah SWT. Dan menghalalkan apa yang dihalalkan atau mengajaknya melakukan
kemaksiatan. Sementara syirik dalam dimensi uluhiyah dapat diilustrasikan dalam berdoa kepada Allah
melalui perantaraan orang yang sudah meninggal dunia.
Dilihat dari sifat dan tingkatan sangsinya syirik dapat dibagi menjadi dua tingkatan yaitu :

1. Syirik besar, adalah menjadikan bagi Allah sekutu yang berdoa kepadanya seperti berdoa kepada Allah,
serta takut, harap dan cinta kepadanya seperti kepada Allah, atau melakukan Salah satu ibadah
kepadanya seperti ibadah kepada Allah. (Kitab Al qaul as sadit, as-sa'adi,t.t : 29). syirik besar itu tampak
nyata seperti menyembah berhala, matahari, Bulan, bintang, malaikat, benda-benda tertentu,
mempertuhankan Isa almasih dan lain-lain. Dan ada juga yang nampak tersembunyi seperti berdoa
kepada orang yang sudah meninggal, meminta pertolongan kepadanya untuk dikabulkan keinginannya
atau disembuhkan dari penyakit serta dihindarkan dari bahaya dan sebagainya.

2. Syirik kecil, adalah sebuah perkataan dan perbuatan yang akan membawa seseorang kepada
kemusyrikan. (As-sa'adi,t.t,30)

Ditakutkan orang yang melakukan syirik kecil akan membawanya kepada syirik besar.

Di antara amal perbuatan yang termasuk kategori syirik kecil adalah :

1. Bersumpah dengan selain Allah.

2. Memakai azimat untuk menolak bala

3. Menggunakan mantra-mantra untuk menolak kejahatan,pengobatan, dan sebagainya.

4. Sihir

5. Ramalan atau perbintangan (astrology)

6. Bernazar kepada selain Allah

7. Menyembelih binatang bukan kepada Allah

8. Riya

Anda mungkin juga menyukai