1. Khodijah Agustina
2. Pandu Erlangga Khoiri
3. Khumaira Ayu Lestari
4. Fabio Mayselo
5. Sidas
6. Seftira
Kelas: X.4
Kata pengantar
Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan dan kesehatan kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul: "Bhineka Tunggal Ika". Kami
menyadari makalah ini masi jauh dari kata sempurna karena keterbatasan
ilmu yang kami miliki. Oleh sebab itu, kami harapkan adanya umpan balik
berupa kritik dan saran yang membangun agar di kemudian hari kami
sanggup membuat makalah yang lebih maksimal.
Demikian, semoga makalah yang sudah kami susun bersama-sama bisa
bermanfaat bagi dunia pendidikan.
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
2) Kebhinnekaan ras
Letak Indonesia sangat strategis sehingga Indonesia menjadi tempat persilangan jalur
perdagangan. Banyaknya kaum pendatang ke Indonesia mengakibatkan terjadinya akulturasi
baik pada ras, agama, kesenian maupun budaya. Ras di Indonesia terdiri dari Papua Melanesoid
yang berdiam di Pulau Papua, dengan ciri fisik rambut keriting, bibir tebal dan kulit hitam. Ras
weddoid dengan jumlah yang relatif sedikit, seperti orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano dan
Tomuna dengan ciri-ciri fisik, perawakan kecil, kulit sawo matang dan rambut berombak. Selain
itu ada Ras Malayan Mongoloid berdiam di sebagian besar kepulauan Indonesia, khususnya di
Kepulauan Sumatera dan Jawa dengan ciri-ciri rambut ikal atau lurus, muka agak bulat, kulit
putih sampai sawo matang. Kebhinnekaan tersebut tidak mengurangi persatuan dan kesatuan
karena tiap ras saling menghormati dan tidak menganggap ras nya paling unggul. Kebhinnekaan
Suku Bangsa Indonesia merupakan negara kepulauan yang dipisahkan oleh perairan. Pulau-pulau
terisolasi dan tidak saling berhubungan. Akibatnya setiap pulau/wilayah memiliki keunikan
tersendiri baik dari segi budaya, adat istiadat, kesenian, maupun bahasa. Adanya kebhinnekaan
tersebut menjadikan Indonesia sangat kaya. Walaupun berbeda tetapi tetap menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan. Terbukti dengan menempatkan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi
dan persatuan
3) Kebhinnekaan agama
Masuknya kaum pendatang baik yang berniat untuk berdagang maupun menjajah membawa misi
penyebaran agama yang mengakibatkan kebhinnekaan agama di Indonesia. Ada agama Islam,
Kristen Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu serta aliran kepercayaan. KeBhinnekaan
agama sangat rentan akan konflik, tetapi dengan semangat persatuan dan semboyan Bhinneka
tunggal ika konflik tersebut dapat dikurangi dengan cara saling toleransi antar umat beragama.
Setiap agama tidak mengajarkan untuk menganggap agamanya yang paling benar tetapi saling
menghormati dan menghargai perbedaan sehingga dapat hidup rukun saling berdampingan dan
tolong menolong di masyarakat.
4) Kebhinnekaan Budaya
Budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Budaya memiliki
tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku
SDM kearah yang lebih baik. Masuknya kaum pendatang juga mengakibatkan kebhinnekaan
budaya di Indonesia sehingga budaya tradisional berubah menjadi budaya yang modern tanpa
menghilangkan budaya asli Indonesia sendiri seperti budaya sopan santun, kekeluargaan dan
gotong royong. Budaya tradisional dan modern hidup berdampingan di masyarakat tanpa saling
merendahkan satu sama lain.
5) Gender/jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin adalah sesuatu yang sangat alami, tidak menunjukkan adanya tingkatan.
Anggapan kuat bagi laki-laki dan lemah bagi perempuan, adalah tidak benar. Masing-masing
mempunyai peran dan tanggungjawab yang saling membutuhkan dan melengkapi. Zaman dahulu
kaum perempuan tidak diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya dan
seringkali tugasnya dibatasi hanya sekitar rumah saja. Pekerjaan rumah yang itu-itu saja,
dianggap tidak banyak menuntut kreativitas, kecerdasan dan wawasan yang luas, sehingga
perempuan dianggap lebih bodoh dan tidak terampil. Sekarang ini perempuan mempunyai
kesempatan yang sama untuk sekolah, mengembangkan bakat dan kemampuannya. Banyak
kaum wanita yang menduduki posisi penting dalam jabatan publik.
Walaupun bangsa kita berbeda dan beragam dalam hal suku bangsa, mata pencaharian, bahasa
daerah, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, ras/keturunan serta gender tetapi harus
tetap berada dalam satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kita harus dapat
menerapkan persatuan dalam kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai antara
masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat
istiadat, warna kulit dan lain-lain. tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhinneka
Tunggal Ika akan terjadi berbagai kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
setiap orang akan hanya mementingkan dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli
kepentingan bersama. Bila hal tersebut terjadi di negara kita ini akan terpecah belah, oleh sebab
itu marilah kita jaga Bhinneka Tunggal Ika dengan sebaik-baiknya agar persatuan bangsa dan
negara Indonesia tetap terjaga dan kita pun haruslah sadar bahwa menyatukan bangsa ini
memerlukan perjuangan yang panjang yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam
menyatukan wilayah Republik Indonesia menjadi negara kesatuan.
• Berikut ini berbagai penyakit budaya yang dapat merusak persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia.
1. Prasangka
Prasangka adalah sikap yang bisa positif maupun negatif berdasarkan keyakinan stereotip atau
pemberian label kita tentang anggota dari kelompok tertentu. Prasangka meliputi keyakinan
untuk menggambarkan jenis pembedaan terhadap orang lain sesuai dengan peringkat nilai yang
kita berikan. Prasangka yang berbasis ras kita sebut rasisme, sedangkan yang berbasis etnis
disebut etnisisme. Sementara itu John (1981) menyatakan bahwa prasangka adalah sikap antipati
yang berlandaskan pada cara menggeneralisasi yang salah dan tidak fleksibel. Kesalahan ini
mungkin saja diungkapkan secara langsung kepada orang yang menjadi anggota kelompok
tertentu. Prasangka merupakan sikap negatif yang diarahkan kepada seseorang atas dasar
perbandingan dengan kelompoknya sendiri. Jadi prasangka merupakan salah satu rintangan atau
hambatan bagi kegiatan komunikasi karena orang yang berprasangka sudah bersikap curiga dan
menentang komunikator yang melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita
untuk menarik kesimpulan atas dasar prasangka buruk tanpa memakai pikiran dan pandangan
kita terhadap fakta yang nyata. Karena itu, bila prasangka sudah menghinggapi seseorang, orang
tidak dapat berpikir logis dan objektif dan segala apa yang dilihatnya akan dinilai secara negatif
(Dalam Sutarno, 2008: 4-12).
2. Stereotipe
Stereotip yaitu pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat
subyektif, hanya karena dia berasal dari kelompok yang lain. Pemberian sifat itu bisa sifat positif
maupun negatif (Sutarno, 2008:4-12). Allan G. Johnson (1986) menegaskan bahwa stereotipe
adalah keyakinan seseorang untuk menggeneralisasikan sifat-sifat tertentu yang cenderung
negatif tentang orang lain karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman tertentu.
Keyakinan ini menimbulkan penilaian yang cenderung negatif atau bahkan merendahkan
kelompok lain. Ada kecenderungan untuk memberi “label” atau cap tertentu pada kelompok
tertentu dan yang termasuk problem yang perlu diatasi adalah stereotip yang negatif atau
memandang rendah kelompok lain (Sutarno, 2008: 4-12).
3. Etnosentrisme
Etnosentrisme yaitu paham yang berpandangan bahwa manusia pada dasarnya individualistis
yang cenderung mementingkan diri sendiri, namun karena harus berhubungan dengan manusia
lain, maka terbentuklah sifat hubungan yang antagonistik (pertentangan). Supaya pertentangan
itu dapat dicegah, perlu ada folkways (adat kebiasaan) yang bersumber pada pola-pola tertentu.
Mereka yang mempunyai folkways yang sama cenderung berkelompok dalam suatu kelompok
yang disebut etnis. Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan
nilai budaya orang lain dengan standar budayanya sendiri (Sutarno, 2008:4-10)
4. Rasisme
Rasisme yaitu suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan
biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu – bahwa
suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya (Sutarno,
2008: 4-10). Kata ras berasal dari bahasa Perancis dan Italia “razza”. Pertama kali istilah ras
diperkenalkan Franqois Bernier, antropolog Perancis, untuk mengemukakan gagasan tentang
pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah.
Setelah itu, orang menetapkan hierarki manusia berdasarkan karakteristik fisik atas orang Eropa
berkulit putih yang diasumsikan sebagai warga masyarakat kelas atas yang berbeda dengan orang
Afrika yang berkulit hitam sebagai warga kelas dua. Atau ada ideologi rasial yang berpandangan
bahwa orang kulit putih mempunyai misi suci untuk menyelamatkan orang kulit hitam yang
dianggap sangat primitif. Hal tersebut berpengaruh terhadap stratifikasi dalam berbagai bidang
seperti bidang sosial, ekonomi, politik, dimana orang kulit hitam merupakan subordinasi orang
kulit putih. Ras sebagai konsep secara ilmiah digunakan bagi “penggolongan manusia” oleh
Buffon, anthropolog Perancis, untuk menerangkan penduduk berdasarkan pembedaan biologis
sebagai parameter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada ras yang benar-benar murni
lagi. Secara biologis, konsep ras terkait dengan pemberian karakteristik seseorang atau
sekelompok orang ke dalam kelompok tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik
seperti warna kulit, mata, rambut, hidung, atau potongan wajah. Pembedaan seperti itu hanya
mewakili faktor tampilan luar. Karena tidak ada ras yang benar-benar murni, maka konsep
tentang ras seringkali merupakan kategori yang bersifat non-biologis. Ras hanya merupakan
konstruksi ideologi yang menggambarkan gagasan rasis. Secara kultural, Carus menghubungkan
ciri ras dengan kondisi kultural. Ada empat jenis ras: Eropah, Afrika, Mongol dan Amerika yang
berturut-turut mencerminkan siang hari (terang), malam hari (gelap), cerah pagi (kuning) dan
sore (senja) yang merah. (Sutarno, 2008:4-11). Namun konsep ras yang kita kenal lebih
mengarah pada konsep kultural dan kategori sosial tertentu yang dikenakan pada kategori
biologis.
Diskriminasi.
Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat
dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya. Jika prasangka lebih
mengarah pada sikap dan keyakinan, maka diskriminasi tertuju pada tindakan.
Tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki prasangka kuat
akibat tekanan tertentu, misalnya tekanan budaya, adat istiadat, kebiasaan, atau
hukum. Ada hubungan antara prasangka dan diskriminasi yang saling menguatkan,
selama ada prasangka, di sana ada diskriminasi. Jika prasangka dipandang sebagai
keyakinan atau ideologi, maka diskriminasi adalah terapan keyakinan atau ideologi.
Apabila sikap-sikap negatif atau penyakit budaya itu sangat rawan terjadi pada negara kita yang
bersifat multikulturalisme, yang jika tidak diikat oleh nilai Pancasila yang berasaskan Bhineka
Tunggal Ika, akan menimbulkan perpecahan yang sangat merugikan persatuan dan kesatuan
bangsa dan negara.
Prinsip Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai-nilai seperti : inklusif, terbuka, damai dan
kebersamaan, kesetaraan, toleransi, musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak
lain yang berbeda. Sejalan dengan prinsip, berikut ini adalah langkah-langkah untuk
mengimplementasikan konsep Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan multikulturalisme untuk
mewujudkan persatuan bangsa:
1) Perilaku inklusif.
Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal
Ika adalah sikap inklusif. Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat
merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa
besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan
menyepelekan kelompok yang lain. Masing-masing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan,
dan bermakna bagi kehidupan bersama.
Sikap toleransi, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan
peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi
menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya
negara-bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sebaik-
baiknya, agar mewujudkan kedamaian dan rasa aman.
3) Musyawarah untuk mencapai mufakat
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan
“musyawarah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan
kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai
kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai
mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi dalam kesepakatan. Tidak
ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.
4) Sikap kasih sayang dan rela berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu
dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauh-jauh. Saling
percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka
Tunggal Ika. Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain,
dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Bila setiap
warga negara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya bagi
landasan kehidupan berbangsa dan bernegara yang multikulturalisme, serta mau dan mampu
mengimplementasikan secara tepat dan benar, maka Negara Indonesia akan tetap kokoh dan
bersatu selamanya. Seperti pepatah yang mengatakan “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.”
Harmoni dalam perbedaan adalah sebuah harapan dalam setiap kehidupan keberagaman
masyarakat yang harus dipandang secara optimis untuk merealisasikan hal tersebut. Harmoni
sosial adalah suatu keniscayaan. Justifikasi sebuah kebenaran atau keyakinan suatu kelompok
dapat diredam jika melihat betapa pentingnya kesatuan dalam keharmonisan. Oleh karena itu,
ada beberapa prinsip yang harus dijaga agar harmoni tetap lestari. Prinsip-prinsip tersebut antara
lain:
1. Mengedepankan semangat egalitarianisme atau kesetaraan
Harmoni sosial di Indonesia ibarat taman raksasa yang penuh warna-warni bunga yang enak
dipandang mata. Indonesia bisa menjadi alunan orkestra yang terdiri banyak instrumen musik
tetapi enak didengar. Itulah harmoni dalam keberagaman.
Untuk mewujudkan kondisi di atas, Cadman (2017) menyarankan agar harmoni sosial harus
dilandasi oleh rasa cinta dan kasih sayang terhadap diri sendiri dan orang lain (others).
Kondisi ini harus dihadirkan tanpa henti dengan memperhatikan beberapa hal berikut.
1. Aturan yang proporsional dan seimbang
Selain menjaga harmoni sosial, hal lain yang tak boleh dilupakan untuk diperhatikan pada era
digital dewasa ini adalah pemahaman dan kesadaran seluruh komponen bangsa dalam bela
negara.
Prinsip merupakan kaidah atau ketentuan dasar yang harus dipegang dan ditaati. Harmoni
keberagaman merupakan rangkaian kehidupan yang selaras, serasi, dan seimbang dalam
masyarakat yang beragam. Dengan demikian prinsip harmoni di tengah Keberagaman dalam
bingkai Bhinneka Tunggal Ika merupakan kaidah dasar yang harus ada dan ditaati
masyarakat Indonesia untuk menciptakan kehidupan yang selaras, serasi, dan seimbang. Ada
beberapa prinsip harmoni di tengah keberagaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika
antara lain:
a. Kesetaraan
Kesetaraan bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan
yang sama. Tingkatan atau kedudukan tersebut bersumber dari pandangan bahwa semua manusia
diciptakan dengan kedudukan yang sama. Dengan identitas pluralis dan multikulturalis,
bangunan interaksi dan relasi antarmanusia Indonesia akan bersifat setara. Paham kesetaraan
akan menandai cara berfikir dan berperilaku bangsa Indonesia. Apabila setiap orang Indonesia
berdiri di atas realitas bangsanya yang plural dan multikultural itu. Prinsip kesetaraan perlu
diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kemajemukan dalam masyarakat sangat
rentan terhadap perpecahan jika prinsip kesetaraan tidak diterapkan dalam masyarakat.
Penerapan prinsip kesetaraan tersebut bertujuan untuk menciptakan kehidupan harmonis dalam
masyarakat Indonesia yang beragam.
b. Saling pengertian
Pengertian merupakan refleksi dan realisasi kesadaran akan fakta nyata kehidupan yang tidak
selalu sama dan tidak pernah sempurna. Di dalamnya terdapat ketulusan, kesiapan, dan ketegaran
untuk menerima kekurangan sekaligus mensyukuri kelebihan diri sendiri maupun orang lain.
Pengertian merupakan tindak lanjut dari rasa menghargai. Dengan menghargai maka bisa
mengerti dan menerima perbedaan sebagai sebuah warna kehidupan. Agar dapat
mengimplementasikan saling pengertian sehingga bisa mewujudkan harmoni di tengah
keberagaman maka ada beberapa perilaku yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari
antara lain:
c. Toleransi
Sikap toleransi berarti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan
berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda. Toleransi didasarkan
sikap hormat terhadap martabat manusia, hati nurani, keyakinan, serta keikhlasan terhadap
perbedaan.
d. Kerja sama
Prinsip kerja sama dalam berbangsa dan bernegara pada dasarnya merupakan sebuah perwujudan
bentuk kerja sama dalam bidang-bidang tertentu yang dilembagakan. Hal ini menyebabkan setiap
orang dan organisasi yang tergabung dalam kerja sama akan ikut tunduk dan patuh pada aturan
yang berlaku. Kerja sama dalam berbagai bidang kehidupan antara lain di bidang agama, sosial,
politik, ekonomi serta pertahanan keamanan.
BAB II PEMBAHASAN
"Bhinneka Tunggal Ika‟ yang memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, merupakan
sebuah fakta penguat bahwa toleransi harus ada dalam langkah kehidupan bangsa Indonesia.
Toleransi adalah sebuah sikap saling menghargai setiap perbedaan yang ada di setiap suku, ras,
bangsa, agama dan sebagainya. Dengan percaya dan melihat secara langsung bahwa perbedaan
itu memang ada dan bukan merupakan sesuatu yang buruk maka toleransi harus selalu terjaga
demi menjamin terlaksanakan kehidupan yang aman dan damai di tengah keberagaman suku,
agama, ras dan antargolongan bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika akan menjadi sebuah
upaya yang dapat mewujudkan sebuah persatuan yang ada pada masyarakat Indonesia yang
heterogen. Pancasila sebagai dasar falsafah negara didukung oleh Bhinneka Tunggal Ika sebagai
semboyan yang mendukung terciptanya sebuah persatuan ditengah perbedaan yang ada. Pemisah
antara bangsa Indonesia, laut yang terbentang luas justru merupakan sebuah media untuk
pemersatu bangsa, dengan melintasi laut dapat kita jumpai saudara kita dari wilayah yang
berbeda. Sebuah persatuan dapat terjalin dalam bangsa yang heterogen dengan adanya semangat
persatuan dan kesadaran akan indahnya sebuah perbedaan, dengan hal tersebut yang merupakan
implementasi dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Tjarsono, 2013).
Dalam hal menciptakan sebuah pemahaman toleransi akan keberagaman dalam bingkai
Bhinneka Tunggal Ika merupakan tugas mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dalam menyampaikan dan memberikan wawasan (cara pandang) kepada siswa
untuk memiliki sikap toleransi yang sangat dibutuhkan dan menjadi urgensi saat ini.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menjadi basis pendidikan yang mengarahkan siswa
untuk mempelajari dan menerapkan kewajiban dan haknya sebagai masyarakat Indonesia yang
baik dan sebagai masyarakat yang menjalankan kebijakan pemerintah berdasarkan dasar hukum
Indonesia. Pendidikan Pancasila menekankan pada civic knowledge, civic skills, dan civic
disposition dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam bentuk pengembangan sikap yang
harus diimplementasikan dalam kehidupan seharihari, karena Pendidikan Kewarganegaraan
diharapkan tidak hanya menjadi mata pelajaran yang mengajarkan siswa untuk menjadi warga
negara yang baik melainkan mampu mengelaborasikan nilai dan diharapkan mampu untuk
menjadi solusi untuk menghadapi masalah sosial di masa depan (Japar, 2018).
3.1 Kesimpulan
Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang mampu
menjadi solusi untuk menghadapi masalah sosial di masa depan dan menciptakan implementasi
yang baik dalam kehidupan peserta didik dibutuhkan sebuah media yang menarik dan interaktif.
Karena dengan menggunakan media yang interaktif dan menarik mampu membangkitkan
semangat dan motivasi belajar peserta didik dalam memahami materi yang sedang dibahas.
Media sangat penting karena merupakan sebuah moda untuk menyampaikan pesan dan materi
yang sedang disampaikan, merangsang cara berpikir peserta didik, dan meningkatkan
kemampuan dan mempermudah proses penyampaian materi mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. 2013. Pengertian Metode Pembelajaran, Macam-macam, Syarat dan Faktor yang
Mempengaruhi Metode Pembelajaran.
(http://20316702.siapsekolah.com/2013/11/18/pengertian-metode-pembelajaran-macam-
macamsyarat-dan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-metode-pembelajaran/) Diakses tanggal 2
November 2013 jam 12.05 WIB
Ariadi, Fungki. 2012. Macam-macam Pendidikan. (http://Fungkiariadi/2012/macam-macam-
pendidikan/). diakses pada tanggal 2 November 2013 pukul 13. 00 WIB
Arsyad, Azhar. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Bakharuddin.
2012. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran. (http://www.
bakharuddin.net/2012/08/fungsi-dan-manfaat-media-pembelajaran.html). diaskes pada
tanggal 2 November 2013 pukul 13.00 WIB