Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

TOLERANSI BERAGAMA YANG TERJADI DI INDONESIA: KAJIAN


KEBHINEKAAN

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan pancasila

Dosen Pengampu :
Tyas Nugroho Setiowati

Disusun Oleh :
Faiq Muhammad 170210402059
Risma Aulia Hakim 200803102066
Lina Tria Adilia 200810101003
Rienaldi Exsa Akbar 200910101066
Adinda Nurayu Setari 200810101033
Nugroho Kristianto 200110401061
Arisqo Fany Listya Adi 200810101123

UNIVERSITAS JEMBER
2021

i
KATA PENGANTAR

Pertama kami ingin mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “Toleransi Beragama Dalam Kebhinnekaan” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Pancasila. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat
menambah wawasan tentang Bhinneka Tunggal Ika dengan segala
keberagamannya dan sikap toleransi antar umat beragama serta bagaimana
penyelesaiannya bagi para pembaca dan juga penyusun. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam
penyusunan makalah ini. Terutama kepada dosen mata kuliah Pendidikan
Pancasila yang telah membimbing serta orang tua yang selalu memberi dukungan
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Kami selaku penyusun sangat sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran akan kami terima dengan baik
untuk melakukan perbaikan demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga dengan disusunnya makalah “Toleransi Beragama Dalam


Kebhinnekaan” ini dapat dipergunakan dengan baik dan benar serta dapat
bermanfaat bagi semua pihak terutama kami selaku penyusun.

ii
Bondowoso, 20 Maret 2020

Penyusun

iii
1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia terkenal akan kebudayaannya yang sangat beragam. Tata Bahasa,


adat istiadat, pakaian, tarian, music, agama dan masih banyak lagi. Keberagaman
ini menjadi daya tarik tersendiri bagi Indonesia sebagai salah satu negara tujuan
wisata terbanyak di dunia. Hal ini tentunya memicu pro dan kontra yang
melatarbelakangi adanya sedikit perbedaan pendapat. Dari keberagaman inilah
muncul istilah “Bhinneka Tinggal Ika” yang yang ditulis oleh Mpu Tantular
dalam kitabnya yaitu Kitab Sutasoma yang berbunyi “bahwa agama Budha serta
Siwa (Hindu) ialah zat yang berbeda tetapi nilai – nilai kebenaran jiwa (Budha)
serta Siwa (Hindu) merupakan tunggal. Terpecah belah namun satu jua
maksudnya tidak terdapat dharma yang mendua”. Berdasarkan tulisan Mpu
Tantular tersebut para proklamator negara mulai membicarakan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika, sehingga pada akhirnya semboyan tersebut ditetapkan
sebagai semboyan bangsa. Bhinnek Tunggal Ika yang berarti berbeda – beda
tetapi satu sangat cocok dengan keadaan Indonesia. Indonesia yang beragam
dengan segala ciri khas nya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipecah.

Dinyatakannya Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan pemersatu bangsa


menuai pemikiran positif bagi masyarakatnya. Namun tidak menutup
kemungkinan juga ada beberapa yang beranggapan bahwa semboyan terebut tidak
sesuai. Pada dasarnya manusia mempunyai sifat yang berbeda – beda. Ada
Sebagian masyarakat yang menerima segala keberagaman dan ada pula yang
menganggap bahwa keberagaman ini sebagai ajang unjuk gigi memperlihatkan
yang terbaik. Di Indonesia, keberagaman tersebut mempunyai nilai yang sama
tanpa adanya ketimpangan yangn beralasan. Keberagaman mempunyai nilai
historis yang unik. Meskipun demikian masih ada saja yang tidak percaya dan
malah ingin bersaing dengan sesama kawannya. Kurangnya sikap toleransi
mengakibatkan adanya pemecahan kesatuan. Toleransi mengajarkan kita untuk

2
menghargai orang lain dengan segala aktivitas dan perbedaannya. Bukankah
sudah dikatakan dengan jelas dalam makna tersirat Bhinneka Tunggal Ika yang
artinya berbeda – beda tetapi tetap satu. Dari semboyan tersebut mempunyai
makna bahwa harus ada toleransi antar keberagaman yang menjadikan semuanya
bersatu. Jika toleransi sebagai pemersatu bangsa maka intoleran sebaliknya
sebagai pemecah bangsa. Sikap intoleran bisa menghambat persatuan bangsa. Hal
ini biasanya dipicu oleh sifat iri dan mau menang sendiri, iri dengan kelebihan
orang lain dan ingin apa yang dimilikinya menjadi yang terbaik. Sikap tersebut
merupakan contoh yang buruk dan sebenarnya tidak boleh ada dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Untuk itu mari kita tunjukkan bahwa toleransi itu hebat.
Toleransi itu kuat. Toleransi itu berbakat dan toleransi itu indah. Seperti missal
toleransi antar umat beragama. Indonesia mempunyai 6 agama yang diakui, yaitu
Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Keenam agama tersebut
telah diakui sebagai agama besar di Indonesia. Meskipun terdiri dari beberapa
agama tersebut, mayoritas agama di Indonesia adalah Islam. Keberagaman agama
inii merupakan salah satu contoh penerapan sikap toleransi di Indonesia, yakni
meskipun berbeda kepercayaan da keyakinan mereka tetap satu kesatuan sebagai
Indonesia. Namun tidak menampik bahwa akan terjadi konflik dan permasalahan
dengan adanya keberagaman tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut di atas didapat rumusan masalahnya sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Bhinneka Tunggal Ika ? Bagaimana


implementasinya ?
2. Bagaimana Bhinneka Tunggal Ika memandang keberagaman agama ?
3. Bagaimana kondisi ragam agama yang terjadi di Indonesia saat ini ?
4. Bagaimana solusi atas permasalahan yang terjadi pada kasus – kasus
intoleran dalam keberagaman agama ?

3
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Bhinneka Tunggal Ika dan pengimplementasinya
2. Untuk mengetahui cara pandang Bhinneka Tunggal Ika pada keberagaman
agama ?
3. Untuk mengetahui kondisi keberagaman agama yang terjadi di Indonesia ?
4. Untuk mengetahui penyelesaian masalah pada kasus – kasus intoleran
dalam keberagaman agama ?

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bhinneka Tunggal Ika dan Implementasinya

Sebutan Bhineka Tunggal Ika ditulis oleh Mpu Tantular dalam Kitab
Sutasoma yang terjemahan isinya berbunyi“ bahwa agama Budha serta
Siwa( Hindu) ialah zat yang berbeda tetapi nilai- nilai kebenaran jiwa ( Budha)
serta Siwa( Hindu) merupakan tunggal. Terpecah belah namun satu jua
maksudnya tidak terdapat dharma yang mendua”. Semboyan Bhineka Tunggal Ika
mulai jadi pembicaraan terbatas pada sidang- sidang BPUPKI antara Muhamad
Yamin, Ir. Soekarno, I Gusti Bagus Sugriwa sekitar dua setengah bulan sebelum
dibacakannya proklamasi.

Sesanti Bhineka Tunggal Ika, lengkapnya berbunyi“ Budha Siwa Maha


Siwa Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrva”, tertulis di dalam kitab
Sutasoma karangan pujangga agung Mpu Tantular yang jadi pujangga kerajaan
Majapahit pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk ( 1350—1389). Oleh M.
Yamin ( 1903—1962), sesanti ini kemudian dijadikan sebagai semboyan untuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang hendak didirikan.

Bhineka Tunggal Ika, diterjemahkan sebagai“ Berbeda- beda itu satu”.


Maksud dari kalimat tersebut yaitu jika di dalam kenyataan kehidupan yang amat
bermacam- macam, yang diisyarati oleh perbedaan- perbedaan lahiriah, akan
tetapi tetap mampu membangun suasana rukun untuk mewujudkan satu tujuan
hidup bersama dalam satu kesatuan bangsa serta satu kesatuan wilayah Negara
yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurut( Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI), berikut ini arti luhur
Bhinneka Tunggal Ika:

5
1. Bangsa Indonesia menyadari bahwa dalam keragaman, baik suku bangsa,
agama, ras, antargolongan, bukanlah sebagai faktor pemecah. Melainkan aspek
kemampuan ataupun modal terjadinya persatuan serta kesatuan bangsa Indonesia.

2. Bangsa Indonesia menyadari bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika


mendesak lahirnya persatuan serta kesatuan Indonesia yang makin kuat. Karena
dalam pengalaman sejarah beranggapan bahwa semangat kedaerahan hanya bisa
memecah belah bangsa Indonesia sehingga pada saat itu bangsa Indonesia mudah
terpengaruh oleh bangsa lain.

3. Bangsa Indonesia menyadari jika di tengah arus globalisasi yang berkembang


pesat serta adanya percampuran budaya membutuhkan filterisasi budaya. Supaya
persatuan dan kesatuan bangsa senantiasa utuh, serta meski memiliki semangat
berbeda namun tetap satu yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

4. Bangsa Indonesia menyadari bahwa Bhinneka Tunggal Ika ialah salah satu pilar
bangsa yang memperkokoh kehidupan berbangsa serta bernegara Indonesia, tidak
hanya UUD RI 1945 serta NKRI.

Implementasi terhadap Bhinneka Tunggal Ika dapat tercapai apabila rakyat


serta segala komponen bangsa mematuhi prinsip yang tercantum di dalamnya.
Berikut contoh implementasi Bhinneka Tunggal Ika, meliputi:

1. Sikap inklusif

Seseorang harus menyadari bahwa dirinya sedang berada di dalam


populasi yang luas. Sehingga tidak memandang dirinya melebihi dari yang lain,
begitu pula dengan kelompok. Kepentingan bersama lebih diutamakan daripada
suatu keuntungan individu ataupun kelompoknya. Kepentingan bersama dapat
membuat seluruh komponen merasa puas serta bahagia.

2. Mengakomodasi watak pluralistik

Dilihat dari keanekaragaman yang terdapat di dalam negara, Indonesia


merupakan suatu negarayang memiliki tingkatan pluralistik terbanyak di dunia.
Hal ini membuat bangsa Indonesia disegani oleh bangsa lain. Tetapi apabila

6
keadaan plural tidak dimanfaatkan dengan baik, maka akan menimbulkan
terjadinya disintegrasi di dalam bangsa. Jumlah agama, ras, suku bangsa, bahasa,
adat serta budaya yang terdapat di Indonesia sangat banyak serta bermacam-
macam. Perilaku toleran, saling menghormati, saling menyayangi, serta saling
mencintai jadi perihal absolut yang diperlukan oleh segenap rakyat Indonesia.
Agar terbentuk masyarakat yang tenteram serta damai.

3. Tidak mencari menang sendiri atau egois

Adanya perbedaan dalam berpendapat merupakan perihal yang lumrah


terjalin pada era saat ini. Terlebih dengan diberlakukannya sistem demokrasi yang
menuntut segenap rakyat leluasa mengungkapkan pendapatnya. Oleh karena itu,
untuk menggapai prinsip keBhinnekaan, maka seseorang harus memiliki sifat
saling menghormati Ketika terdapat perbedaan berpendapat.

4. Musyawarah untuk mufakat

Perbedaan berpendapat antarkelompok serta individu haruslah dicari


pemecahan masalah bersama dengan diberlakukannya musyawarah. Dalam
bermusyawarah, berbagai ide yang timbul akan dijadikan suatu kesepakatan
sehingga mencapai mufakat antar individu maupun kelompok.

5. Dilandasi rasa kasih sayang serta rela berkorban

Memiliki sikap rela berkorban harus diimplementasikan dalam kehidupan


sehari-hari. Rasa rela berkorban akan terbentuk jika dilandasi dengan rasa kasih
sayang. Jangan pernah memiliki sifat saling membenci karena nantinya hanya
akan menimbulkan masalah atau konflik dalam kehidupan.

2.2 Bhinneka Tunggal Ika dalam Butir Pancasila

Berbicara tentang Pancasila tidak terlepas dengan istilah “Bhinneka


Tunggal Ika”. Istilah ini muncul dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan
banyak sekali perbedaan yang ada tetapi Indonesia tetap bersatu dan menjadi satu

7
didalam kesatuan. Pancasila sangat berperan penting dalam pembentukan negara
Indonesia dengan sebutan “Bhinneka Tunggal Ika” ini. Pancasila menyatukan
segala perbedaan dari segala sisi yang ada di Indonesia yang menjadikan tetap
teguh dan Bersatu didalam keragaman budaya.

Perumusan makna dan implementasi setiap sila dari Pancasila tidak lepas
dari istilah “Bhinneka Tunggal Ika” sendiri. Pancasila mengandung makna –
makna dari istilah “Bhinneka Tunggal Ika” disetiap sila – silanya. Didalam sila –
silanya selalu mewakili setiap perbedaan yang ada di Indonesia ini dan tidak lepas
dengan ajakan untuk tetap bersatu didalam keragaman kebudayaan. Adapun
makna “Bhinneka Tunggal Ika” didalam butir – butir Pancasila, yaitu :

 Sila Pertama

Sila pertama berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” merupakan sebuah sila
yang didasarkan menurut kesadaran tiap umat – umat dengan agamanya masing –
masing, bukan dari penalaran. Sila pertama juga mengatur tentang hubungan
religius antara penganut agama dan Tuhan dari agama yang dianutnya. Indonesia
juga merupakan negara yang mempunyai bermacam – macam agama beserta
penganut – penganutnya. Dibuatnya sila pertama ini bertujuan agar tiap – tiap
masyarakat Indonesia mempunyai hak untuk memilih agamanya masing-masing
dan menjalankan kewajiban yang telah ditentukan oleh tiap agamanya masing-
masing. Sila pertama juga bermakna bahwa Indonesia merupakan negara yang
bertoleransi dikarenakan kebebasan dalam memilih agama, bertoleransi dalam arti
dapat menghargai setiap perbedaan masyarakat dalam memilih dan menjalankan
kewajiban dari agama yang dianutnya.

 Sila Kedua

Sila kedua berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mengatur


tentang hubungan yang adil antara rakyat Indonesia. Contohnya seperti tiap
manusia atau masyarakat harus memperlakukan manusia atau masyarakat lain
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, mencintai dan menjaga setiap perbedaan
dari keragaman budaya di Indonesia ini, mengembangkan sikap tidak ingin

8
menang sendiri dan semena-mena terhadap orang lain, serta
mengimplementasikan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira yang akan
menjadikan masyarakat Indonesia diperlakukan secara adil tanpa pilih-pilih, lalu
akan terlaksananya “Bhinneka Tunggal Ika” ini dengan baik.

 Sila Ketiga

Sila ketiga berbunyi “ Persatuan Indonesia” mengatur tentang persatuan


yang harus dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Didalam sila ketiga ini,
masyarakat Indonesia diharap untuk dapat dan selalu menempatkan persatuan dan
kesatuan negara atau nasional diatas persatuan dari pribadi, golongan, atau
kelompok. Persatuan Indonesia merupakan hal yang sangat penting bagi
terlaksananya “Bhinneka Tunggal Ika” ini, tetapi dengan cara masyarakat
Indonesia mempunyai sikap yang tidak ingin menang sendiri, mengesampingkan
kepentingan golongan dan pribadi dibawah kepentingan negara, sikap rela
berkorban untuk negaranya sendiri, dan memelihara ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dengan adanya
sikap-sikap tersebut, masyarakat akan berbondong-bondong untuk menyatukan
persatuan yang akan menyebabkan munculnya istilah “Bhinneka Tunggal Ika”.

 Sila Keempat

Sila keempat berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat


Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan” mengatur tentang segala
sesuatu harus dituntaskan dengan cara kebersamaan seperti musyawarah, tidak
mengutamakan sisi lain ataupun mengenyampingkan sisi lain. Sila keempat ini
bertujuan agar masyarakat Indonesia mempunyai dan memperlakukan masyarakat
Indonesia lain sebagai individu yang mempunyai hak, kewajiban, martabat, dan
kedudukan yang sama, melakukan musyawarah untuk menyelesaikan suatu
masalah, menjunjung tinggi pendapat orang lain, mengimplementasikannya
dengan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat Indonesia sendiri serta terhadap
Tuhan yang Maha Esa.

 Sila Kelima

9
Sila kelima berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
mengatur tentang sikap kekeluargaan dan keadilan sosial yang didapat oleh tiap-
tiap masyarakat Indonesia. Sila kelima ini bertujuan untuk menjadikan masyarakat
Indonesia menjadi pribadi yang mempunyai sifat kekeluargaan dan
kegotongroyongan, menyamakan keadilan terhadap sesama, menghormati hak
orang lain, senantiasa menjada antara kewajiban dan hak dengan seimbang, serta
tidak memanfaatkan keunggulan atau keuntungan hak yang dimilikinya untuk
merugikan orang lain. Dengan adanya sila kelima ini, masyarakat diharap untuk
dapat mengimplementasikan “Bhinneka Tunggal Ika” dengan baik sehingga
menjadikan negara Indonesia berdiri kokoh dan bersatu didalam keragaman
budaya.

2.3 Bhineka Tunggal Ika dalam UUD 1945

Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Indonesia yang


terdapat di Lambang Negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila. Bhineka Tunggal
Ika sendiri memiliki arti yaitu “berbeda-beda tetapi tetap satu jua” (Kitab
Sutasoma karangan Mpu Tantular). Hubungan Bhineka Tunggal Ika dengan UUD
1945 sangat erat karena Bhineka Tunggal Ika terdapat di sehelai pita Lambang
Negara Indonesia yang mana Lambang Negara Indonesia ini merujuk pada
Pancasila. Pancasila merupakan dasar negara, sedangkan UUD merupakan alat
untuk mengatur sebuah negara, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
merupakan tempat dari Pancasila dan UUD  dan Bhinneka Tunggal Ika adalah
pemersatu bangsa walau Bangsa Indonesia terdiri dari banyak suku, agama,
budaya, ras, dan bahasa tetapi tetap satu jua. Indonesia juga dikaruniai oleh
keragaman sumber daya alam yang melimpah.

Keragaman bangsa Indonesia terbentuk  oleh banyaknya jumlah suku


bangsa yang tinggal di wilayah Indonesia dan tersebar di berbagai pulau dan
daerah. Setiap suku bangsa memiliki ciri khas dan karakteristik sendiri pada aspek

10
sosial dan budaya. Selain itu terdapat beberapa faktor pendorong yang ikut
mempengaruhi kemajemukan Negara Indonesia, seperti:  

 Letak strategis wilayah Indonesia


 Kondisi negara kepulauan
 Perbedaan kondisi alam
 Keadaan transportasi dan komunikasi
 Penerimaan masyarakat terhadap perubahan

Dalam kehidupan bernegara dalam dunia internasional, sebuah negara


butuh ciri khusus untuk membedakannya dengan negara-negara lain. Pengertian
ini bisa disebut sebagai identitas nasional. Diungkap dalam buku Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi (2012: 49) karya Prof. Dr. H. Kaelan,
bahwa identitas nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh
dan berkembang dalam aspek kehidupan satu bangsa (nation) dengan ciri-ciri
khas. Dengan ciri itu, suatu bangsa dapat dibedakan dengan bangsa lain dalam
kehidupannya. Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Burung Garuda memiliki bulu sayap berjumlah 17 helai, ekor 8 helai, serta leher
sebanyak 45 helai. Dari rumus ini, terdapat identitas nasional yaitu 17-8-45 atau
17 Agustus 1945 yang merupakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Selain
itu, lambang negara juga mencantumkan gambar sebuah perisai yang terdapat di
dada Burung Garuda. Benda yang identik sebagai tameng pertahanan ini dibagi
menjadi 5 kolom yang isinya adalah lambang-lambang Pancasila. Lima gambar
tersebut mewakili masing-masing dari isi Pancasila, yaitu Bintang untuk Sila
Pertama, Rantai untuk Sila Kedua, Pohon Beringin untuk Sila Ketiga, Kepala
Banteng untuk Sila Keempat, serta Padi dan Kapas untuk Sila Kelima. Burung
Garuda bertengger pada sehelai pita bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika” yang
berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu" atau melambangkan persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia yang majemuk. Dalam UUD 1945, aturan mengenai
lambang negara Indonesia ini tercantum pada Pasal 36A yaitu “Lambang Negara
ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika”.

11
12
BAB III

ANALISIS STUDI KASUS

3.1 Kondisi Keberagaman Beragama Di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang sangat luas dan kaya akan sumber daya,
baik yang berupa alam maupun manusia. Negara ini juga memiliki
keanekaragaman suku dan budaya yang sangat tinggi. Terbukti dari ribuan suku
dengan budaya berbeda-beda yang tinggal di belasan ribu pulau di seantero
Nusantara. Dengan total penduduk sekitar 260 juta, pastinya Indonesia memiliki
keunikan sosial kebudayaan yang tinggi. Selain suku dan budaya yang sangat
beragam, Indonesia ternyata juga memiliki agama yang cukup banyak. Tercatat,
terdapat setidaknya 6 agama besar yang diakui di Indonesia.Agama tersebut antara
lain adalah Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Keenam
agama tersebutlah yang diakui sebagai agama besar di Indonesia. Keberagaman
agama ini tidak terlepas dari posisi indonesia yang sangat strategis pada jalur
perdagangan antara Asia, Afrika dan jazirah Arab. Akibatnya, pedagang dari
seluruh dunia berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Indonesia untuk beristirahat,
berdagang, dan menjalankan usaha-usahanya.

Namun, ternyata Indonesia juga memiliki banyak agama-agama atau


kepercayaan yang dianut secara lokal dan bersifat kedaerahan. Agama ini antara
lain adalah kejawen, agama tradisional leluhur, hingga agama-agama yang bersifat
animisme dan dinamisme. Masyarakat di Indonesia memiliki banyak agama, dan
cenderung lebih banyak muslim ketimbang agama-agama lain. Agama muslim
menjadi mayoritas dan agama lain menjadi minoritas, karena memang penganut
lebih banyak pada kepercayaan muslim. Melihat situasi-situasi yang telah terjadi
di negara Indonesia, agama menjadi suatu bentuk pembeda dari setiap daerah dan
tempat masing-masing masyarakat. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara,
yang memiliki banyak penganut agama mulai dari Islam, Katolik, Kristen, Hindu,
Budha, Khonghucu. Keberagaman agama ini menjadi salah satu bentuk, dimana

13
Indonesia dapat bersatu meskipun memiliki iman kepercayaan berbeda. Maka
tidak heran, negara ini setidaknya mengalami beberapa konflik seputar agama.
Agama yang seharunya menjadi lambang kesucian bagi orang-orang, di Indonesia
malah menjadi bahan untuk menjatuhkan banyak orang dan keberagaman agama
ini menjadi sasaran bagi kaum mayoritas untuk memerangi kaum minoritas.
Berbagai macam tindasan dan umpatan yang dihujatkan kepada saudara kita yang
minoritas, sungguh menjadi keprihatinan. Seperti kasus-kasus yang terjadi di
Indonesia di antaranya :

1. Kasus Siswi Non Muslim Di SMKN 2 Padang

Kasus ini viral setelah ayah siswi bernama Jeni Cahyani Hia itu mengunggah
video percakapannya dengan pihak sekolah lewat siaran langsung di akun
Facebook bernama Elianu Hia pada Kamis (21/1/2021).

Dalam video tersebut, Elianu tampak berdebat dengan salah satu guru. Ia
menyayangkan peraturan tersebut dan mengaku keberatan jika anaknya harus
mengenakan jilbab selama bersekolah.

Dalam kasus ini Rusmadi selaku kepala sekolah SMKN 2 Padang mengaku
tidak tahu menahu tentang masalah ini. Rusmadi beralasan baru mengetahui
masalah Jeni setelah wali kelas Jeni mengatakan ada satu anaknya yang tidak mau
pakai kerudung. Di situ, ia sempat berpesan kepada wali kelas maupun Zakri
Zaini agar tidak memaksa siswi Kelas X tersebut memakai jilbab.

Setelah kasus itu viral kepala sekolah menyampaikan permohonan maaf atas
segala kesalahan dari jajaran staf Bidang Kesiswaan dan Bimbingan Konseling
dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi. Dalam hal ini kepala
sekolah menglarifikasi bahwa tidak pernah memaksa para muridnya khususnya
para siswi untuk mengenakan jilbab ke sekolah hal ini di lakukan karena tidak
sesuai dengan berita yang di viralkan tentang sekolah mewajibkan semua
muridnya memakai hijab, khususnya para murid perempuan.

14
Jumlah murid beragama selain Islam di SMK Negeri 2 Padang, mencapai 46
orang. Mayoritas para siswi, klaimnya, sukarela mengenakan kerudung tanpa
paksaan demi menyesuaikan diri dengan murid lain juga mengikuti tradisi di Kota
Padang.

Hal ini di pertegas dengan adanya Instruksi Wali Kota Padang


No.451.442/BINSOS-iii/2005 yang menjelaskan tentang mewajibkan jilbab bagi
siswi yang menempuh pendidikan di sekolah negeri Padang. Kendati
nomenklaturnya ditujukan kepada siswi Muslim, nyatanya murid beragama lain
juga memakai jilbab.

Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar mengatakan, kericuhan polemik


ini seperti diframing. Dengan kata lain, di angkat seolah-olah pemaksaan itu
benar-benar terjadi. MUI Sumbar meyakini tidak ada pemaksaan non muslim
memakai jilbab di SMKN 2 Padang. Menurut Gusrizal, duduk perkara tersebut
harus berpijak dengan aturan yang dibuat pihak sekolah bahwa tidak ada
pemaksaan bagi siswa-siswi untuk tidak berpakain muslim atau memakai jilbab.

Dan setelah kasus itu viral, Perwakilan Komnas HAM bertemu dengan
perwakilan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk membahas kasus ini.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, menyampaikan beberapa poin
hasil pertemuan antara Komnas HAM, Kantor Perwakilan Sumatera Barat,
Ombudsman dan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat terkait kasus
tersebut.

Salah satunya, Dinas pendidikan Provinsi Sumatera Barat akan melakukan


evaluasi dan revisi menyeluruh peraturan-peraturan atau kebijakan sekolah yang
diskriminatif di seluruh wilayah Provinsi sumatera barat. Peraturan tersebut
nantinya disesuaikan dengan tata dinas yang ada.

Kepala SMK Negeri 2 Padang Rusmadi mengatakan, bahwasannya aturan


sekolah sudah di revisi dan dalam aturan tersebut ada penegasan bahwa pakaian
muslim hanya wajib bagi siswa beragam islam, sedangkan bagi siswa non muslim

15
menyesuaikan. Dan melihat dalam hal ini para siswi non muslim merasa bebas
dan bersyukur atas aturan sekolah yang dirubah dan para siswi juga
mengharapkan peraturan yang baru tersebut di gunakan juga di seluruh sekolah di
Padang agar tidak ada lagi kasus diskriminasi yang terjadi di lingkungan sekolah.

2. Larangan Kegiatan Beribadah Warga Non Muslim Di Mojokerto

Kasus ini berawal dari viralnya sebuah surat yang di layangkan Pemerintah
Desa Ngastemi, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto kepada warga
bernama Sumarmi yang berisi larangan pembangunan rumah hunian menjadi
rumah ibadah dan tempat doa bersama. Isi surat tersebut yaitu

Diberitahukan kepada ibu Sumarmi beserta keluarga, bahwa berdasakran hasil


musyawarah tingkat desa, yang dihadiri oleh Kepala Desa, perangkat desa,
Muspika, Kepala KUA, MUI Bangsal, umat Kristen, dan perwakilan muslim Desa
Ngastemi terkait pembangunan rumah yang Saudari lakukan dan atau
peribadatan bersama (Kristen) di rumah yang ada di RT 03 Dusun Karangdami,
Desa Ngastemi, Bangsal, Mojokerto disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Apabila maksud pembangunan atau renovasi rumah adalah untuk tempat


tinggal (hunian) silakan dilanjutkan. Namun dilarang mencirikan atau
mencerminkan karakteristik tempat ibadat Kristen, misalnya adanya salib.
Namun apabila maksud pendirian atau renovasi adalah untuk membangun rumah
ibadah atau tempat doa atau gereja, harus dihentikan, kecuali sudah memenuhi
persyaratan yang berlaku sesuai dengan SKB dua menteri (Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Agama RI) terkait pendirian rumah ibadah.

2. Mengingat aktivitas doa bersama rutin umat Kristen dilakukan di rumah


saudari Sumarmi menimbulkan keresahan warga masyarakat Dusun
Karangdami, maka untuk selanjutnya dilarang melakukan ibadah dan atau doa
bersaa di rumah saudari Sumarmi yang ada di RT 03 Dusun Karangdami
tersebut agar tercipta suasana harmonis kehidupan antar umat beragama
khususnya di Dusun Karangdami.

16
Menurut H Mustadi, si kepala desa dan sebagai lulusan Sarjana Hukum
itu, mengaku menulis surat itu setelah bermusyawarah dengan perangkat desa,
Muspika, Kepala KUA, MUI Bangsal, perwakilan muslim, serta perwakilan umat
Kristen di Desa Ngastemi. Surat tersebut di layangkan karena warga yang
bersangkutan yaitu ibu sumarmi yang pada saat itu sedang melakukan renovasi
rumah namun warga sekitar menduga bahwa akan di jadikan tempat beribadah
yang mana menurut penuturan kepala desa setempat yaitu Sumardi tidak sesuai
dengan ketentuan SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan No.
8 Tahun 2006 yang berisikan pasal 14 ayat 1 SKB Dua Menteri menyatakan
daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah harus paling sedikit 90 orang yang
disahkan oleh pejabat setempat.

Selain itu, pembangunan tempat ibadah juga harus mendapat persetujuan


paling sedikit dari 60 warga dan masalah itu juga karena pemilik rumah juga
jemaat Gereja Kristen Pantekosta (GPdI) belum mengajukan izin ke pemdes.
Dalam hal ini kepala desa juga mengklaim, kegiatan keagamaan Kristen tersebut
telah menimbulkan keresahan warga Dusun Karangdami, Ngastemi sehingga
harus dihentikan.

Sementara itu, para jemaat Gereja Kristen Pantekosta (GPdI) keberatan


terhadap larangan beribadah di rumah yang disampaikan melalui surat yang
diterima oleh Sumarmi. Mereka menilai larangan itu melanggar konstitusi negara
yang menjamin setiap penduduk untuk bebas memeluk dan meyakini serta
beribadah menurut agama dan keyakinan masing-masing dan pelaksanaan ibadah
kebaktian merupakan hak umat Kristen sebagai warga negara Indonesia yang
menganut Pancasila dan berdasarkan UUD 1945.

Menanggapi kasus yang sedang viral tersebut Jaringan Islam Anti-


Diskriminasi (JIAD) Mojokerto mengecam kasus larangan beribadah di rumah
terhadap umat Kristen di Desa Ngastemi, Kecamatan Bangsal, Kabupaten
Mojokerto, Jawa Timur. JIAD menilai, larangan tersebut jelas melanggar
konstitusi Indonesia terkait kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai

17
agama dan keyakinan. JIAD juga menganalogikan larangan tersebut seperti
larangan tahlilan bagi umat muslim. Para warga net juga geram dengan aksi
kepala desa tersebut menurut mereka itu hanya alasan kepala desa saja dan
mereka menyayangkan seharusnya kebijakan yang dibuat harus lebih baik dan
mencerminkan kepemimpinan yang sesuai dengan pancasila.

Namun setelah melakukan penelusuran kenyataannya, memang rumah bu


sumarmi itu di renovasi karena kondisi rumah memang sudah sepantasnya
diperbaiki. Antara lain karena atap rumah telah rusak dan sering masuk air ketika
hujan dan proses renovasi rumah tersebut yang baru berjalan sekitar 40 persen,
ada penambahan ruangan di bagian luar rumah yang baru dipasangi tiang-tiang
kayu sebagai kerangka bentuk bangunan. Namun, tidak terlihat adanya salib,
sebagaimana yang dikhawatirkan warga setempat dan kepala desa setempat.

Akhirnya kasus tersebut di lakukan pertemuan lagi yang dihadiri Pendeta


Verly Lapian, Kapolsek Bangsal, AKP Sulianto, Danramil Bangsal Siswanto,
Camat Bangsal Sugeng, Kepala KUA Bangsal Baharuddin, dan Kades serta
perangkat desa setempat. Hasil dari pertemuan itu, disepakati dua hal. Pertama,
yakni, tidak diperkenankan membangun gereja atau tempat ibadah kecuali sudah
memenuhi SKB dua Menteri (Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri). Kedua,
Pemdes Ngastemi tidak melarang orang beribadah yang sesuai dengan aturan dan
memenuhi aturan pemerintah RI yang berlaku. Dan yang pada akhirnya rumah bu
sumarmi di perbolehkan melakukan peribadahan seperti biasanya.

Melihat dari 2 contoh kasus di atas kita dapat menyimpulkan bahwa kasus
intoleransi di Indonesia masih marak terjadi di sebuah daerah. Kasus yang terjadi
bukan hanya tentang berpakaian seragam dan pelarangan terhadap ritual,
pengajian, ceramah atau pelaksanaan kepercayaan agama beribadah bagi kaum
lainnya, melainkan masih ada kasus lainnya seperti terkait penolakan untuk
bertetangga dengan orang yang tidak seagama, pelarangan pendirian rumah atau
tempat ibadah, perusakan terhadap rumah ibadah baik gedung ataupun properti,
dan pelarangan terkait kebudayaan etnis tertentu. Dari beberapa kasus yang di

18
paparkan tadi kita pasti tentu masih ingat tentang pelarangan pendirian Gereja dan
Pembakaran Gereja HKI Suka Makmur di Aceh Singil pada tahun di 2015. Dalam
kasus tersebut di jelaskan karena adanya peraturan yang di buat oleh pemerintah
Aceh tentang pendirian tempat ibadah yang mana peraturan tersebut lebih berat di
banding dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan pengajuan
untuk pendirian itu pun harus melalui banyak pihak salah satunya harus meminta
persetujuan Kepala Pemerintahan Adat. Dan hal ini yang membuat para kaum
minoritas di Aceh merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya dan mereka
harus sembunyi – sembunyi dalam melaksanakan ibadahnya karena mereka takut
di kecam oleh kaum mayoritas di Aceh. Kaum minoritas di Aceh meminta
kejelasan dan kepastian hukum mereka.

Sungguh ironis melihat kejadian tersebut, padahal kita tahu bahwa kita
hidup di bangsa Indonesia juga membutuhkan simpati orang-orang. Namun relita
yang ada demikian, kita tidak bisa berbuat apa - apa selain intropeksi diri bahwa
kita hidup untuk menjalin kebersamaan ditengah perbedaan yang ada.
Keberagaman agama ini seharusnya menjadikan kita belajar untuk saling
menghargai satu dengan yang lain, bukan malah saling hujat dan saling intoleran.
Bukan itu tujuan yang ingin dicapai negara Indonesia ini. Negara yang banyak
aturan hukum, akan tetapi tidak ada yang melakukannya dengan baik. Dalam
banyaknya kasus yang terjadi, pemerintah seharusnya lebih tegas dalam
menghadapi kasus intoleransi di Indonesia dan memberlakukan peraturan yang
tegas untuk memberikan efek jera bagi kelompok mayoritas yang melakukan
penindasan terhadap kaum minoritas. Sehingga diharapkan agar tidak terjadi lagi
kasus intoleransi di Indonesia.

3.2 Menyikapi Kasus Intoleran Yang Terjadi Di Indonesia Dan Kaitannya


Dengan Pancasila

Pada sub bab sebelumnya telah dibahas kondisi kehidupan antar umat
beragama di Indonesia. Dalam pemberitaan yang dilakukan oleh media masih

19
banyak terjadi gesekan antar umat beragama di Indonesia. Terbaru, ada dua kasus
yang memperlihatkan intoleransi yang terjadi antar umat beragama. Yang pertama
kasus oknum yang mewajibkan penggunaan jilbab kepada siswinya yang islam
dan non islam. Lalu yang kedua, berita seorang kepala desa yang menyurati
warganya yang beribadah di rumah untuk segera menghentikan aktivitas
peribadatannya. Selain dua kasus tersebut sebenarnya masih banyak lagi kasus-
kasus intoleran antar umat beragama. Yang membedakan adalah kasus-kasus
tersebut seringkali luput dari pemberitaan media masa.

Meskipun begitu, ada juga berita yang menunjukkan kerukunan antar agama
satu sama lain. Sebagai contoh saling menjaga saat perayaan hari besar masing-
masing agama, tempat peribadatan yang bersebelahan, dan lain-lain. Hal ini sudah
seharusnya menjadi contoh bagi kelompok lain agar senantiasa menjaga
kerukunan antar umat beragama. Minimal tidak mengganggu atau mengusik
ibadah dan aktivitas agama lain. Semboyan negara kita mengajarkan bahwsanya
meskipun berbeda agama, suku, ras tetapi kita semua tetap satu jua sebagai bangsa
Indonesia. Namun realitanya semboyan tersebut masih banya belum dipahami
oleh sebagian masyarakat sehingga kasus-kasus intoleran masih banyak terjadi.

Berdasar catatan Setara Institue, selama rentang waktu November 2014


hingga Oktober 2019, telah terjadi 846 peristiwa pelanggaran kebebasan
beragama dan berkeyakinan, dengan 1.060 tindakan (source: kompas.com). Data
menujukkan bahwasanya masih banyak praktik intoleransi yang terjadi hingga
saat ini. Mulai dari kasus yang besar hingga kejadian kecil yang ditemukan di
kehidupan sehari-hari. Intoleransi dan diskriminasi masih saja dapat ditemui
dalam kehidupan umat beragama. Tidak hanya pada forum atau kegiatan resmi
namun termasuk juga di dalamnya percakapan dan pergaulan kehidupan sehari-
hari. Beberapa masih ditemukan candaaan yang melampaui batas bahkan dalam
ranah agama. Hal itu sangat tidak dapat dibenarkan meskipun hanya sebatas
candaan. Masyarakat sebagian masih belum memahami secara utuh hakikat dari
semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika.

20
Keberadaan kata “bhinneka” yang berarti “berbeda beda” di dalam semboyan
negara ini merupakan suatu pengakuan bahwasanya bangsa Indonesia adalah
bangsa yang memiliki banyak keragaman dalam artian sebagai sebuah bangsa
yang memiliki ciri unik yakni pluralis. Rakyat Indonesia dalam kehidupan mereka
sehari-hari bersinggungan dengan orang-orang yang memiliki banyak perbedaan,
baik suku, ras, budaya, dan agama. John Titaley mengartikan pluralisme sebagai
suatu kenyataan bahwa dalam suatu kehidupan bersama manusia terdapat
keragaman suku, ras, budaya, dan agama. Oleh sebab itu seperti yang dikatakan
oleh Djohan Effendi bahwa “pluralisme merupakan cara pandang untuk saling
menghargai dalam masyarakat yang heterogen yakni berbagai etnis, ras, agama
dan sosial untuk saling menerima, mendorong pengembangan dan partisipasi
budaya tradisional serta kepentingan yang spesifik di dalam lingkungan
kehidupan bersama.”

Masuknya kaum pendatang baik yang berniat untuk menjajah maupun


berdagang, membawa misi penyebaran agama menyebabkan adanya keragaman
agama di Indonesia. Ada agama Islam, Kristen Katolik, Protestan, Budha, Hindu
dan Konghucu serta aliran kepercayaan di daerah. KeBhinnekaan agama sangat
rentan akan konflik, tetapi dengan semangat persatuan dan semboyan “Bhinneka
Tunggal Ika”, konflik akan dapat dikurangi dengan cara saling toleransi antar
umat beragama. Setiap agama tidak mengajarkan kekerasan, provokasi, rasis, akan
tetapi mengahrgai perbedaan dan saling menghormati sehingga dapat hidup rukun
saling berdampingan dan tolong menolong di masyarakat.

Toleransi menurut KBBI ialah bersifat atau bersikap menenggang


(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau
bertentangan dengan pendirian sendiri. Menurut Heiler, pengertian toleransi
agama adalah sikap seseorang yang mengakui adanya pluralitas agama dan
menghargai setiap pemeluk agama tersebut. Ia menyatakan, setiap pemeluk agama
mempunyai hak untuk menerima perlakuan yang sama dari semua orang.

21
Sebaliknya, intolernasi agama merupakan kebalikan daripada tolernasi, yakni
tidak adanya tenggang rasa baik antar individu maupun kelompok dan golongan.

Toleransi sangat dibutuhkan untuk menjaga keserasian dan keharmonisan


dalam lingkungan sosial. Toleransi dapat diwujudkan melalui sikap tenggang rasa
maupun saling menghargai. Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan
kerukunan adalah damai dan perdamaian. Dengan pengertian ini jelas, bahwa kata
kerukunan hanya dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan. Sebagai
mahluk sosial, manusia memerlukan hubungan dan kerja sama dengan orang lain
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 (“UUD 1945”) menjelaskan bahwa “setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali,”. Namun realitanya terdapat
beberapa sekelompok orang atau institusi yang tidak memiliki toleransi untuk
bebas memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya. Hal ini sangat jauh
dengan apa yang diharapkan oleh leluhur bangsa kita untuk mempersatukan
keragaman yang terdapat di Indonesia.

Para leluhur atau founding father bangsa Indonesia sadar bahwa Indonesia
terdiri dari beraneka ragam ras, suku, budaya, dan agama. Sehingga untuk
mempersatukan keanekaragaman tersebut, demi tujuan kemerdekaan bangsa
Indonesia maka diguakanlah Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
Para tokoh pendiri bangsa menginginkan adanya persatuan dari berbagai ragam
masyarakat di Indonesia. Sebagai contoh adalah saat perumusan pancasila yang
merubah susunan sila pertama, menjadi ‘Ketuhanan yang Maha Esa’. Hal ini
dikarenakan agar pondasi dari negara ini dapat digunakan secara menyeluruh oleh
rakyat Indonesia, tidak hanya kaum yang mayoritas saja, akan tetapi seluruh
rakyat Indonesia dari Sabang hingga Merauke dapat bersatu menjadi bangsa
Indonesia.

Menyikapi kasus-kasus yang baru ini terjadi kita sepakat bahwa intoleransi
tidak dapat dibenarkan. Sebagai contoh pada kasus pertama, pemaksaan

22
penggunaan jilbab kepada siswi islam dan non islam oleh oknum sekolah.
Kejadian seperti ini sangat disayangkan karena intoleransi yang dilakukan
terhadap siswi non islam. Selain itu kejadian ini juga tidak mencerminkan
semboyan negara yakni berbeda-beda tetapi satu jua. Seharusnya sekolah tetap
menghargai perbedaan dan keragaman yang terdapat di sekolah tersebut dengan
tidak memaksakan dengan aturan yang menitikberatkan agama atau budaya satu
goolongan saja. Hal ini menimbulkan ketidaknyamanan dalam hidup sebagai
bangsa Indonesia. Ketentraman dan kerukunan yang sudah terjadi akan terpecah
dikarenakan intoleransi masih saja dilakukan.

Kasus-kasus seperti ini akan menyebabkan timbul kasus-kasus intoleran


lainnya. Golongan atau kelompok lain yang menjadi korban akan merasa
dirugikan sehingga merasa diperlakukan tidak adil dan beresiko untuk membalas
dengan kasus serupa terhadap golongan lain. Sebagai contoh pelarangan
penggunaan jilbab, pelaranagan pembangunan tempat peribadatan, pelarangan
penggunaan pengeras suara saat adzan, dan sebagainya.

Pancasila sebagai dasar negara seharusnya dapat diimplementasikan ke dalam


kehidupan sehari-hari. Butir-butir yang terdapat dalam pancasila seharusnya dapat
dimaknai dengan tidak membeda-bedakan dan tidak memaksakan aturan dari satu
golongan kepada golongan lainnya. Berikut merupakan butir-butir dari sila
pertama:

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada


Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama anatra
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

23
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing masing
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.  

Pada butir-butir pancasila di atas telah tertulis dengan sangat jelas bahwa
antara umat beragama harus mengembangkan sikap hormat menghormati dan
(butir 3). Menghormati berarti tidak mengganggu kehidupan beragama masing-
masing pemeluk agama. Ketika seseorang hendak melakukan sesuatu sesuai
keyakinan dari agamanya, maka sebagai warga negara yang baik kita wajib
menghormati dan menghargai keputusan dari orang tersebut. Pemaksaan
penggunaan hijab kepada seseorang yang non muslim jelas sekali melanggar butir
pancasila sila pertama. Begitupun sebaliknya pelarangan penggunaan jilbab oleh
seorang muslim juga melanggar butir sila pertama. Hal itu juga dikuatkan dengan
butir-butir selanjutnya, bagaimana kepercayaan adalah hubungan pribadi antara
Tuhan dengan orang yang bersangkutan, bagaimana menghormati kebebasan
beribadah sesuai kepercayaan masing-masing, dan bagaimana kita tidak boleh
memaksakan kehendak kepercayaan kepada orang lain.

Menyikapi kasus intoleran harus dipandang secara objektif bahwa yang


melakukan pelanggaran adalah oknum-oknum tertentu. Tidak ada agama yang
mengajarkan pemaksaan, diskriminasi, intoleransi, dan sebagainya. Bahkan di
dalam Islam telah disebutkan dengan jelas ‘bagimu agamamu dan bagiku
agamaku’. Artinya masing-masing dari kita tidak boleh saling mencampuri urusan
agama umat lain. Biarlah masing-masing orang dengan kepercayaan yang ia
pegang. Jangan sampai ada pemaksaan terhadap golongan tertentu atas

24
kepercayaan sendiri. Hal ini berlaku bagi seluruh warga baik itu mayoritas
maupun minoritas.

Memandang kasus juga perlu objektif agar dapat bersikpa netral. Yang perlu
kita pahami adalah semua pihak bisa benar dan bisa salah. Terlebih lagi media
masa saat ini gemar sekali menggunakan judul berita yang terkesan dapat
memprovokasi masyarakat hingga kepada simpulan tertentu yang belum tentu
benar. Sehingga yang perlu dilakukan dalam menyikapi kasus-kasus intoleran
adalah mengetahui kronologinya. Setelah itu baru berpendapat dengan argumen
yang memilki dasar. Tentunya berpendapat juga ada etika dan nilai terlebih lagi
sebagai seorang yang terpelajar. Bukan malah mengkompori di media sosial,
berkata kasar dan sebagainya. Jangan sampai komentar yang dilakukan terhadap
suatu permasalahan menimbulkan kasus yang baru.

Pada kasus kedua dijelaskan bahwa di suatu daerah di Jawa Timur terdapat
seorang kepala desa yang menyurati seseorang warga karena hendak melarang
warga tersebut melakukan ibadah di rumahnya. Menyikapi hal tersebut
seharusnya sebagai pemimpin di suatu daerah dapat mengayomi seluruh
warganya, tidak hanya warga yang mayoritas saja. Kasus kasus seperti ini
seringkali terjadi pada masyarakat. Masyarakat yang mayoritas cenderung merasa
benar karena merasa pendapat warga kebanyakan ialah pendapat yang benar. Pada
butir sila pertama yang ke 6 bahwa kita harus dapat saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya masing
masing. Ketika seseorang hendak melakukan ibadah di rumahnya maka harus kita
hargai, tidak boleh diusik ataupun diganggu. Jika terdapat permasalahan maka
diselesaikan secara kekeluargaan dengan sikap saling toleran.

Pada dasar negara dan Undang-Undang Dasar sebagai bentuk nyata dari dasar
negara, terdapat pasal yang mengatur tentang ke-Tuhanan. Pasal 29 ayat (1) yakni
penekanan kembali sila pertama selaku dasar yang paling mendasar sebagai
filosofis bernegara ke dalam Pasal Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
Lalu pada Pasal 29 ayat (2) “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

25
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaan itu”.

Berdasarkan pada pasal 29 Undang-undang Dasar, pemerintah wajib untuk


mengatur kehidupan beragama di Indonesia. Sebagai pelaksanaan pasal 29 (2)
UUD 1945 pemerintah mengeluarkan UU No. 1/PNPS/1965 tentang pencegahan
penyalahgunaan dan/atau penodaan agama yang dikukuhkan oleh UU No.5 tahun
1969 tentang pernyataan bebagai penetapan presiden sebagai undang - undang.
Bentuk terlibatnya pemerintah dalam persoalan agama adalah dengan adanya
pengakuan terhadap beberapa agama di Indonesia. Pengakuan ini muncul dalam
bentuk keluarnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/1978 yang
diantaranya agama yang di akui pemerintah, yaitu Islam, Kristen/Protestan,
Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu (Budiyono,2014).

Peraturan mengenai kebebasan menganut kepercayaan dilanjutkan ke bawah


hingga peraturan daerah. perturan daerah bertujuan untuk mengatur secara
spesifik sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku. Artinya di setiap daerah
mungkin berbeda-beda peraturan yang ditetapkan. Meski begitu peraturan tersebut
tetap harus mengacu pada pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara. Akan
tetapi masih terdapat beberapa peraturan daerah yang terkesan memihak satu
golongan. Hal tersebut tetap tidak dapat dibenarkan. Sebagai negara majemuk
yang multikultural dan juga pluralis, maka peraturan yang timpang ke satu
golongan mulai dikurangi atau dipertimbangkan lebih dalam lagi. Peraturan yang
menjaga kerukunan satu sama lain dan keharmonisan antar umat beragama dan
golongan tetap diperjuangkan. Sehingga terciptalah masyarakat yang guyup,
rukun, aman, dan tentram seperti yang diharapkan founding fathers kita dalam
semboyan negara. Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

3.3 Penyelesaian Masalah

Dari dua sub bab sebelumnya sudah dijelaskan dan di jabarkan mengenai
kondisi keberagaman agama di Indonesia dan menyikapi kasus-kasus intoleransi

26
antara umat beragama di Indonesia dan kaitannya dengan Pancasila dan Undang-
Undang. Nah, untuk selanjutnya apakah tidak ada penyelesaian atau solusi dari
kasus-kasus yang telah dijabarkan sebelumnya. Oleh karena itu pada sub bab ini
kita akan membahas solusi maupun penyelesaian yang dapat dilakukan oleh
pemerintah, individu dan masyarakat, dan kita sebagai mahasiswa.

Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia sebagai Negara


kesatuan menjadi sebuah Negara yang mengusung perbedaan sebagai kekuatan
nasionalnya. Kekuatan persatuan dan kesatuan yang diimplementasikan dengan
semangat gotong royong yang merupakan panji-panji pembangunan bangsa dan
Negara untuk dapat meraih visi dan misinya yang tertuang dalam pembukaan
UUD 1945. Namun, semboyan Negara kita terus saja dibuat goyah dengan
maraknya perilaku dan sikap intoleran yang terjadi sejak masa kemerdekaan
hingga sekarang. Sangat diperlukan berbagai cara untuk mempromosikan sikap
toleransi dan semangat gotong royong untuk dapat melawan sikap intoleran
sehingga Bhinneka Tunggal Ika terus terjaga dan mengalir disetiap sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat.

Melawan sikap intoleran membutuhkan hukum. Pemerintah sebagai


pembuat kebijakan diharapkan mampu menciptakan hukum yang melarang
perilaku intoleran, dan mewadahi serta mendukung adanya perilaku toleransi.
Secara spesifik pemerintah bertanggung jawab dalam perlindungan HAM serta
melarang dan menolak perilaku yang mengandung unsur kebencian dan
diskriminasi terhadap kaum minoritas, baik itu yang dilakukan oleh pemerintah,
organisasi masyarakat, maupun secara individu. Pemerintah juga harus
memberikan keadilan dan bersikap tegas dalam pengadilan terhadap perilaku
intoleran yang melanggar peraturan. Sehingga dapat mencegah masyarakat untuk
melakukan tindak kekerasan untuk menyelesaikan perselisihan atau main hakim
sendiri.

Perilaku intoleran di masyarakat merupakan hasil gabungan dari perilaku


intoleran dari setiao individu yang merupakan anggota masyarakat. Kebanyakan
dari masyarakat telah berasumsi bahwa perilaku intoleran telah mewabah secara

27
masif dan secara nasional maupun global. Namun, sedikit dari kita yang
menyadari bahwa solusi atas permasalahan nasional maupun global tersebut
bermula dari tindakan yang diambil oleh masyarakat lokalnya, bahkan individu
sekalipun. Perilaku intoleran bisa dilawan dengan aksi damai, tindakan yang
membawa pesan arti kehidupan pluralism yang sebenarnya dengan semangat
persatuan dan kesatuan. Aksi damai tersebut bisa berupa tindakan yang mengajak
masyarakat untuk melawan intoleran bersama-sama, menunjukkan serta
mendemonstrasikan solidaritas kepada korban perilaku intoleran, dan menolak
dengan tegas adanya propaganda kebencian. Tindakan-tindakan tersebut bisa
dilakukan oleh semua orang di masyarakat untuk dapat mengakhiri perilaku
intoleran. Selanjutnya, individu dan masyarakat perlu berpikir dua kali sebelum
bertindak intoleran dan sangat perlu untuk memiliki kemauan untuk berperilaku
toleran. Agar dapat dipahami dan diakui oleh seluruh masyarakat, maka konsep
ini harus dituangkan dalam produk hukum yang mengatur nilai dan norma dalam
berperilaku, serta disepakati bersama antara tokoh-tokoh dari kepercayaan yang
berbeda-beda. Perlu untuk dilakukannya sosialisasi terhadap produk hukum yang
telah disepakati bersama tersebut. Setiap tokoh agama seharusnya dirangkul dan
mampu berperan sebagai agen dalam melakukan sosialisasi. Harapannya nilai dan
norma yang terkandung akhirnya dapat terwujud pada praktik nyata toleransi.

Peranan mahasiswa sebagai pemuda memiliki potensi yang sangat besar


dan harus disalurkan pada media atau wadah tertentu yang bersifat produktif,
seperti kegiatan-kegiatan sosial dan akademis. Dan mengurangi potensi pada
kegiatan diskriminatif, kriminal, dan tindakan intoleran lainnya. Penanganan
tindakan intoleran menjadi suatu kegiatan yang produktif bagi pemuda, dan akan
lebih efektif lagi dengan berbasis pada kemitraan pendidikan. Penanaman sikap
toleransi tentunya sangat diperlukan kepada seluruh mahasiswa, untuk mencegah
terjadinya kasus-kasus intoleransi yang terjadi. Mahasiswa yang merupakan agen
pembangunan dan sebagai pengimplementasiannya terhadap tri dharma perguruan
tinggi, juga harus turun tangan dan ikut mengambil alih dalam permasalahan sikap
intoleran ini. Karakteristik yang harus kita miliki sebagai mahasiswa dalam
melawan sikap intoleran ini seperti mengembangkan rasa toleransi yang tinggi

28
saat berorganisasi di perguruan tinggi, kemudian kita juga harus selalu memiliki
pemikiran yang terbuka dan tidak sempit. Selanjutnya kita juga harus mendalami
ilmu agama secara benar dan komprehensif dan memiliki wawasan nusantara
yang luas. Jangan sampai kita sebagai mahasiswa malah melakukan pelanggaran
dengan bersikap tidak intoleran kepada suatu kelompok lain atau organisasi lain
yang tidak sama dengan kita.

Jadi, setelah kita mengetahui dan memperdalam pengertian kita mengenai


sikap intoleran yang merugikan dan sikap toleran yang harus kita kembangkan,
maka jangan sampai terjadi lagi kasus-kasus yang sama baik dalam bidang
keagamaan atau kepercayaan suku, ras, budaya, etnis, dan lain sebagainya.
Karena pada hakikatnya kita bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya dan
beragam, jangan sampai kekayaan dan keberagaman tersebut malah menjadi
boomerang bagi kita dan dapat memecahbelah persatuan dan kesatuan kita. Jika
hal itu sampai terjadi maka sia-sia saja perjuangan para pahlawan kita untuk
merebut Negara dan bangsa kita dari para penjajah. Oleh sebab itu, selalu
tanamkan dan kembangkan sikap toleransi dan semangat gotong royong dalam
diri kita. Sehingga kita semua bersama dapat melawan sikap intoleran ini yang
sangat membahayakan persatuan dan kesatuan kita bersama.

29
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda – beda tetapi tetap satu
merupakan semboyan pemersatu bangsa yang telah ada sebelum dibacakannya
proklamasi. Adanya semboyan tersebut dipicu oleh keberagaman yang ada di
Indonesia. Keberagaman menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya dan
unik. Namun keberagaman tidak selalu berdampak membawa dampak positif bagi
masyarakat karena pada dasarnya manusia mempunyai sifat yang berbeda – beda.
Misal keberagaman agama, di Indonesia ada enam agama yang diakui oleh dunia
yaitu Islam, Khatolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. Adanya
keberagaman agama akan memicu sikap dominan dari beberapa masyarakat
dengan saling membandingkan yang terbaik. Konflik dapat terjadi apabila sifat
egois dan ambisius seseorang atau suatu kelompok sudah berada pada level
tertinggi. Hal ini tentu akan menimbulkan perpecahan antar masyarakat dan
hubungan kekeluargaan menjadi tidak harmonis lagi. Dengan demikian
pentingnya menumbuhkan sikap toleransi di masyarakat sangat dibutuhkan untuk
menjaga dan mencegah terjadinya perpecahan.

4.2 Saran

 Bagi Penulis
Penulis sadar bahwa makalah yang kami sajikan jauh dari kata
sempurna karena di dunia memang tidak ada yang sempurna. Namun
penulis telah berusaha semampu kami untuk menyusun makalah ini
dengan baik. Semoga untuk tugas selanjutnya bisa lebih baik lagi mungkin
dengan menyertakan bukti – bukti serta kasus yang lebih spesifik dan
nyata. Penulis juga harus belajar lebih banyak lagi dalam penyajian dan

30
penulisan makalah ini. Semoga kita semua juga dapat menerapkan dan
mengamalkan apa yang telah penulis sampaikan dalam makalah ini.
 Bagi Pembaca
Semoga makalah ini bisa membantu dalam pengerjaan tugas seperti
bahan referensi dan kajian dan dapat dijadikan acuan dalam bersikap di
masyarakat. Selain itu makalah ini juga diharapkan bisa memberikan
pemahaman lebih mendalam tentang Bhinneka Tunggal Ika dan
bagaimana sikap toleransi antar agama di masyarakat. Penulis berharap
makalah ini dapat digunakan baik dan benar tanpa merugikan pihak lain.

31
DAFTAR PUSTAKA

Waskita. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat: Hubungan Antar Agama dalam
Kebhinnekaan Indoensia.
jurnal: Toleransi Antar Umat Beragama Di Indonesia Untuk Mempertahankan
Kerukunan
Pembelajaran 4. Keberagaman dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Modul
belajar mandiri halaman 125
jurnal: Khakim Salisul Muhammad, Sukanti, Nugraha Febriyanti Anike, dan
Sarwedi Rachma Aliefah. “Kontribusi Mahasiswa Daerah dalam Penanganan
Intoleransi Melalui Sinergi Perguruan Tinggi di DIY”. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan.Vol.10,No. 1 Mei 2020, hal. 67-70
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/110000369/bhinneka-tunggal-
ika--makna-dan-implementasi?page=all

https://stanbrain.com/materi-butir-butir-pancasila/
https://mahasiswa.yai.ac.id/v5/data_mhs/tugas/1514290161/09Tugas
%20Pancasila%20Pertemuan%209%20(Makalah).doc

https://kumparan.com/berita-update/bendera-merah-putih-dan-lambang-negara-
yang-termaktub-dalam-uud-1945-1v097vrzUrG/full

https://tirto.id/isi-pasal-35-dan-36a-uud-1945-tentang-bendera-lambang-negara-
f9dt

https://brainly.co.id/tugas/6245832#:~:text=Semboyan%20Bhinneka%20Tunggal
%20Ika%20dikukuhkan,dengan%20Semboyan%20Bhinneka%20Tunggal%20Ika
%E2%80%9D.
https://insanpelajar.com/keberagaman-agama-di-indonesia/
https://www.perbandingan.agama.pdf/
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55806826
https://sumbar.suara.com/read/2021/01/25/110203/kronologi-lengkap-kasus-
siswi-nonmuslim-smkn-2-padang-dipaksa-berjilbab
https://news.detik.com/berita/d-5345362/kasus-siswi-nonmuslim-pakai-jilbab-
kepala-smk-negeri-2-padang-minta-maaf

32
https://wartakota.tribunnews.com/2021/01/28/sejumlah-siswi-nonmuslim-di-
smkn-2-padang-mulai-lepaskan-jilbab-sebagian-masih-memilih-berjilbab?
page=all.

https://faktualnews.co/2020/09/28/rumah-sumarmi-di-mojokerto-dibolehkan-
kembali-untuk-ibadah-umat-kristen/235593/

https://gaekon.com/begini-penampakan-rumah-yang-dilarang-dijadikan-rumah-
ibadah-kristen/

https://www.indozone.id/news/N4sn9No/larangan-ibadah-di-rumah-warga-
kristen-di-mojokerto-jiad-itu-melanggar-ajaran-islam/read-all
https://inilahmojokerto.com/2020/09/26/viral-pemdes-di-mojokerto-larang-
kegiatan-ibadah-warga-minoritas-ini-penjelasan-kades/
https://core.ac.uk/download/pdf/234034449.pdf (diakses 19 Maret 2021)
https://stanbrain.com/materi-butir-butir-pancasila/ (diakses 19 Maret 2021)
https://ksm.ui.ac.id/melawan-intoleran-semua-berawal-dari-diri-sendiri/ (diakses
pada tanggal 19 Maret 2021)
https://theconversation.com/bagaimana-agama-berperan-dalam-perilaku-intoleran-
individu-dan-masyarakat-124188 (diakses pada tanggal 19 Maret 2021)

33

Anda mungkin juga menyukai