Disusun Oleh :
1. Rezky Arkan Syarif Pohan (2211102116)
2. Ridho Ismail (2211102130)
3. Willyan Hyuga Pratama (2211102129)
4 Asa Putra Pratama (2211102092)
5. Didin roy chafihudin (2211102128)
6. Rafi Hidayatulloh (2211102107)
7. Yogi Fakhri Aiman (2211102103)
8. Arvico Cipta Hamda F (2211102134)
Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pancasila, dengan judul: "
Bhineka Tunggal Ika" .
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran dan masukan serta kritik dari berbagai pihak.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
II. PEMBAHASAN
III. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
B. Saran ........................................................................................................... 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Bhineka Tunggal Ika” adalah semboyan bangsa Indonesia. Semboyan tersebut berasal
dari Bahasa Jawa Kuno. Semboyan itu sendiri mempunyai arti “Berbeda-beda tapi tetap
satu”. Semboyan ini sangat sesuai bagi Indonesia yang dihuni oleh beragam suku, ras,
agama dan kebudayaan.
Nilai persatuan sangat dijunjung tinggi oleh nenek moyang kita. Akan tetapi, nilai tersebut
semakin luntur dari kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Indonesia tidak mengamalkan
dengan baik semboyan yang dimiliki bangsanya. Perilaku yang dilakukan condong ke arah
yang bertentangan dengan semboyan.
Di beberapa daerah di Indonesia, kita bisa menjumpai perilaku diskriminatif terhadap suku,
ras ataupun agama tertentu. Salah satu contohnya yaitu kekerasan dan penjarahan terhadap
etnis Tionghoa tahun 1998. Perilaku diskriminatif ini tentunya sangat bertolak belakang
dengan semboyan yang dianut bangsa Indonesia. Sementara, masih banyak contoh-contoh
lain yang tidak diliput media tapi ada. Perilaku rakyat Indonesia tidak menggambarkan
sama sekali semboyan yang dianut.
Tanpa persatuan, Indonesia bisa mudah diserang oleh orang asing. Karenanya, sangat
penting untuk mengamalkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” dalam setiap perilaku kita.
Melalui tugas makalah ini, penulis berharap makalah ini bisa menyadarkan pembaca akan
indahnya perbedaan dan dimana perbedaan itu bukanlah suatu hal yang harus
dipermasalahkan melainkan diterima sebagai bagian dari kehidupan. Sehingga pada
akhirnya, masyarakat Indonesia diharapkan bisa bersikap sesuai dengan semboyan bangsa.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Kakawin Sutasoma ditulis pada tahun 1851 dengan menggunakan aksara Bali, namun
berbahasa Jawa Kuno. Bahan naskah yang digunakan untuk menulis kakawin
Sutasoma terbuat dari daun lontar. Kitab tersebut berukuran 40,5 x 3,5 cm. Sutasoma
menjadi sebuah karya sastra peninggalan Kerajaan Majapahit.
Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' terdapat pada pupuh 139 bait 5. Berikut bunyi
petikan pupuh tersebut:
"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma
mangrwa".
Kalimat di atas artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina
(Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak
ada kerancuan dalam kebenaran. Mpu Tantular mengajarkan makna toleransi antar
umat beragama dan dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha. Semboyan
"Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa" sendiri digunakan untuk
menciptakan kerukunan di antara rakyat Majapahit dalam kehidupan beragama.
Dikutip dari situs resmi Portal Informasi Indonesia, frasa Jawa Kuno tersebut secara
harfiah mengandung arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Bhinneka artinya
beragam, tunggal artinya satu, ika artinya itu, yakni beragam satu itu.
Konon, pendiri bangsa yang pertama kali menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah
Moh Yamin. Dia mengucapkannya di sela-sela sidang BPUPKI. Sontak, I Gusti Bagus
Sugriwa, tokoh yang berasal dari Bali, menyahut dengan ucapan "tan hana dharma
mangrwa". Dalam pendapat lain, Bung Hatta mengatakan bahwa frasa Bhinneka
Tunggal Ika adalah usulan Bung Karno. Gagasan tersebut secara historis diusulkan
setelah Indonesia merdeka, saat momen munculnya kebutuhan untuk merancang
lambang negara dalam bentuk Garuda Pancasila.
4
Pada dasarnya Bhineka Tunggal ika lahir dari latar belakang masyarakat indonesia
yang sangat beragam, seperti yang diungkapkan Mpu Tantular bahwa gagasan ini
mucul akibat adanya masayarakat yang terpecahbelah karena perbedaan keyakinan
pada zamannya, gagasan ini muncul dan menjadi ajaran bagi masyarakat pada zaman
itu, untuk saling menghormati dan bertoleransi meskipun dari keyakinan dan latar
belakang agama yang berbeda. Ajaran ini pun masih relevan dengan masyarakat
Indonesia yang memiliki keragaman suku, agama, dan budaya yang sangat beragam.
Sehingga diharapkan bisa terciptanya sikap saling menghormati dan toleransi,
meskipun dengan latar belakang yang berbeda-beda.
“ Bhineka Tunggal Ika, sebagaimana diatur dalam Pasal 36A UUD 1945, “Lambang
Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Ini
menunjukkan pembentuk Undang-Undang Dasar telah meletakkan Bhinneka Tunggal
Ika yang berasal dari kakawin Sutasoma sebagai penanda multikulturalisme dalam
5
rangka upaya bina negara. yakni untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satu hak tradisional dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat yang menjadi
kewajiban konstitusional bagi Negara untuk mengakui dan menghormatinya adalah
perangkat norma hukum adat. Jadi, ada arahan dari konstitusi kepada Negara untuk
memberikan pengakuan dan penghormatan, bahkan juga perlindungan dan pemenuhan,
hak tradisonal kesatuan masyarakat hukum adat atas keberlakuan hukum adatnya. Ini
menunjukkan dianutnya pluralisme hukum dalam UUD 19545. Pluralisme hukum juga
terkandung dalam Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2). Dari
pasal-pasal ini didapat pemahaman bahwa hak beragama sebagai hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun adalah bebas memeluk agama dan
beribadat menurut agamanya. Artinya, bebas untuk memeluk agama dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Juga bermakna bebas dari tekanan
pihak lain dalam memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya. Termasuk dalam kebebasan memeluk agamanya itu adalah kebebasan
menjalankan hukum agamanya. ” (Atmaja, 2018:2).
Atmaja, G. M .W. (2018). Bhineka Tunggal Ika Sebagai Sumber Identitas Budaya
Politik Bangsa Dalam Pembentukan Hukum.
Jadi pada dasarnya Bhineka sudah termuat dalam UUD 1945, yaitu pada pasal 36 A.
Yang menyebutkan bahwa semboyan negara adalah Bhineka Tunggal Ika. Yang pada
pengamalannya bisa menjadi konsep dasar pemersatu bangsa, yang didalamnya
terdapat banyak sekali keberagaman, yang seharusnya tidak menjadi penghalang,
namun menjadi suatu keberagaman yang apabila disatukan akan menjadi sangat indah
dan memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia.
6
C. Konsep Dan Prinsip Dasar Bhineka Tunggal Ika
1. Common Denominator
Demikian juga dengan berbagai aspek lain dengan segala perbedaannya di Indonesia,
seperti adat dan kebudayaan di setiap daerah. Semua keberagaman adat dan budaya
tersebut tetap diakui keabsahannya dengan segala perbedaan yang ada tetap Bersatu
dalam Negara kesatuan republik Indonesia.
Tidak Sektarian dan Eksklusif maksudnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
setiap rakyat Indonesia tidak dibenarkan untuk menganggap bahwa diri atau
kelompoknya sebagai yang paling benar dibanding orang atau kelompok lain.
3. Tidak Formalistis
Bhinneka Tunggal Ika sifatnya universal dan menyeluruh. Hal ini dilandasi oleh
adanya rasa cinta mencintai, rasa hormat menghormati, saling percaya mempercayai,
dan saling rukun antar sesama. Dengan cara tersebutlah keanekaragaman kemudian
dapat disatukan dalam bingkai ke-Indonesiaan.
4. Bersifat Konvergen
7
5. Prinsip Pluralistik dan Multikultural
Bhinneka Tunggal Ika mengandung nilai antara lain: toleransi, inklusif, damai dan
kebersamaan, serta setara. Nilai-nilai tersebut tidak menghendaki sifat yang tertutup
atau eksklusif sehingga memungkinkan untuk mengakomodasi keanekaragaman
budaya bangsa dan menghadapi arus globalisasi.
Saling menghormati antar agama, suku bangsa, menghargai hasil karya orang lain,
bergotong royong membangun bangsa tanpa memandang perbedaan suku, budaya dan
agama, tidak saling membedakan bahkan mencaci karena hal ini dapat menimbulkan
konflik serta menjadi sumber awal pemecah persatuan dan kesatuan bangsa.
6. Semangat Gotong-Royong
Biasakan untuk memverifikasi data atau berita yang diterima dan ingin disebarkan.
Karena jejak digital sangat sulit untuk dihilangkan, pasalanya, setiap harinya, ada
ribuah hoax yang menyebar dan siap merusak generasi dan keBhinnekaan negara ini.
Dalam menguatkan sifat gotong royong yang kita miliki dan jiwa kebangsaan,
demokrasi, hukum, serta multikultural dalam mendukung terwujudnya warga negara
yang sadar akan hak dan kewajibannya.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa perinsip Bhineka Tunggal Ika ada 6. Yang
intinya bahwa, Bhineka Tunggal Ika memiliki sifat keterbukaan dengan budaya baru
namun, budaya baru tersebut harus disaring dengan prinsip-prinsip Bhineka Tunggal
Ika. Sehingga persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga. Dan budaya asli bangsa
yang sudah ada pun, harus dilestarikan dan dikembangkan agar tidak mati.
8
melanggar kodrat perbedaan, karena perbedaan adalah kodrat sekaligus berkah yang
tak terelakkan.” (Puriska, 2009:16).
Bhinneka Tunggal Ika berarti berbeda-beda tetapi satu juga, artinya meskipun bangsa
dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki
kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan
wilayah negara Indonesia. Namun, keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan,
yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keberagaman tersebut bukanlah merupakan
perbedaan yang bertentangan namun justru sebagai satu kebersamaan yang justru
menjadi memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.
Lahirnya persatuan dan kesatuan Indonesia di tengah keberagaman didasarkan atas
berbagai perasaan sebagai bangsa yang tumbuh, yaitu:
a. Kesatuan sejarah, bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dalam suatu
proses sejarah;
b. Kesatuan nasib, mengalami nasib yang sama karena pernah dijajah maka harus
mencapai kebahagiaan secara bersama-sama;
c. Kesatuan kebudayaan, keberagaman kebudayaan tumbuh menjadi suatu bentuk
kebudayaan nasional;
d. Kesatuan asas kerohanian, ide, cita-cita dan nilai-nilai kerohanian yang secara
bersama-sama dan keseluruhan tersimpul dalam Pancasila.
9
2. Benteng Persatuan Bangsa dan Negara Indonesia di Era Globalisasi
Memasuki era globalisasi kemerdekaan atau kebe-basan memiliki makna lebih luas,
karena dengan globalisasi berkembang neoliberalisme, neokapitalisme, terjadilah
penjajahan dalam bentuk baru. Terjadilah penjajahan dalam bidang ekonomi, dalam
bidang politik, dalam bidang sosial budaya dan dalam aspek kehidupan yang lain.
Dengan kemerdekaan kita maknai bebas dari berbagai eksploatasi manusia oleh
manusia dalam segala dimensi kehidupan dari manapun, baik dari luar maupun dari
dalam negeri sendiri.
Sementara itu penerapan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara harus berdasar pada Pancasila yang telah ditetapkan oleh bangsa Indonesia
menjadi dasar negaranya. Dengan demikian maka penerapan Bhinneka Tunggal Ika
harus dijiwai oleh konsep religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan
sosialitas. Hanya dengan ini maka Bhinneka Tunggal Ika akan teraktualisasi dengan
sepertinya.
10
dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi reformasi, di Ambon berlaku suatu
pola kehidupan bersama yang disebut pela gandong, suatu pola kehidupan masyarakat
yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama
dalam wilayah tertentu. Pemeluk berbagai agama hidup sangat rukun, bantu membantu
dalam kegiatan yang tidak bersifat ritual keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-
suku yang berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan proses
reformasi yang mengusung kebebasan, pola kehidupan masyarakat yang demikian
ideal ini nampak menjadi lemah.
3. Tidak mencari menangnya sendiri
Menghormati pendapat pihak lain, dengan tidak beranggapan bahwa pendapatnya
sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur
dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan memberi pendapat
merupakan hal yang harus berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini
tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi,
tetapi yang harus diusahakan adalah terwujudnya konvergensi dari berbagai keaneka-
ragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat
Dalam rangka membentuk kesatuan dalam keanekaragaman diterapkan pendekatan
“musyawarah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan
kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih
sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah
untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala gagasan yang timbul diakomodasi
dalam kesepakatan bersama. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah.
5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban
Dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling mencurigai harus dibuang, saling
mempercayai harus dikembangkan. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan
Bhinneka Tunggal Ika diterapkan dengan ungkapan: “leladi sesamining dumadi, sepi
ing pamrih, rame ing gawe.” Artinya eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan
pelayanan kepada sesama, bekerja keras tanpa kepentingan pribadi atau golongan.
Bila setiap warganegara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika dan mau
mengimplementasikan secara tepat dan benar, maka Negara Kesatuan Republik
Indonesia akan tetap utuh, kokoh dan bersatu selamanya.
11
Mengimplementasikan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara bukanlah hal yang sulit, asalkan ada kesadaran dari masing-masing individu.
Apabila Bhineka Tunggak Ika diamalkan dalam kehidupan sehari-hari tentunya
persatuan bangsa akan sangat terjaga, dan untuk mencapai tujuan bangsa tentunya akan
lebih mudah apabila semua elemen bergabun
12
BAB III
PENUTUP
A..Kesimpulan
Berdasarkan data data di atas yang kami teliti, kami bisa menarik kesimpulan bahwa
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika
pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya, kakawin Sutasoma.
Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' terdapat pada pupuh 139 bait 5. Kalimat di atas
artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang
berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa
adalah tunggal.
Frasa Jawa Kuno tersebut secara harfiah mengandung arti berbeda-beda namun tetap
satu jua. Bhinneka artinya beragam, tunggal artinya satu, ika artinya itu, yakni beragam
satu itu. Konon, pendiri bangsa yang pertama kali menyebut frasa Bhinneka Tunggal
Ika adalah Moh Yamin. Dalam pendapat lain, Bung Hatta mengatakan bahwa frasa
Bhinneka Tunggal Ika adalah usulan Bung Karno.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 tentang
Lambang Negara, Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan huruf latin dalam bahasa Jawa
Kuno tepat di bawah lambang negara. Sebagaimana bunyi Pasal 5 sebagai berikut: "Di
bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno,
yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA.". Ajaran ini pun masih relevan dengan
masyarakat Indonesia yang memiliki keragaman suku, agama, dan budaya yang sangat
beragam. Sehingga diharapkan bisa terciptanya sikap saling menghormati dan
toleransi, meskipun dengan latar belakang yang berbeda-beda. “ Bhineka Tunggal Ika,
sebagaimana diatur dalam Pasal 36A UUD 1945, “Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Ini menunjukkan pembentuk
Undang-Undang Dasar telah meletakkan Bhinneka Tunggal Ika yang berasal dari
kakawin Sutasoma sebagai penanda multikulturalisme dalam rangka upaya bina
negara. yakni untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Bhineka Tunggal Ika sebagai penanda multikulturalisme, bermakna pula sebagai
penanda pluralisme hukum, sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pluralisme hukum
juga terkandung dalam Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2).
Juga bermakna bebas dari tekanan pihak lain dalam memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya. Atmaja, G. Bhineka Tunggal Ika Sebagai
13
Sumber Identitas Budaya Politik Bangsa Dalam Pembentukan Hukum. Jadi pada
dasarnya Bhineka sudah termuat dalam UUD 1945, yaitu pada pasal 36 A. C.
14
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, G. M .W. 2018. "Bhineka Tunggal Ika Sebagai Sumber Identitas Budaya
Politik Bangsa Dalam Pembentukan Hukum."
Indarti, Idam. 2019. Arti Penting Bhinneka Tunggal Ika.
https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/.
Kristina. 2021. Sejarah Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang Pertama Kali
Diungkapkan Mpu Tantular. https://www.detik.com.
Mulia Putri, V. K. 2021. Prinsip Bhineka Tunggal Ika. https://www.kompas.com/.
Puriska, I. N. 2009. "Kajian Analitik Terhadap Semboyan ”Bhineka Tunggal Ika” ."
(Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Pendidikan Ganesha).
Setiawan, A. 2019. Implementasi Bhinneka Tunggal Ika Dalam Kehidupan
Bernegara. . https://nusantaranews.co/.
Soeparto. 2010. "Empat Pilar Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara ."
Indarti, Idam. 2019. Arti Penting Bhinneka Tunggal Ika.
Https://Sumber.Belajar.Kemdikbud.Go.Id/.
15