Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH PANCASILA, PEMBERONTAKAN DI/TII DAN


PEMBERONTAKAN PRRI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual Islam di Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. Mohammad Shofin Sugito, M.A

Di Susun oleh :
Kelompok VII (SPI V B)
Rizki Fauzan Al-Fathiri 201350043
May Mauliawati 201350059

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN AKADEMIK
2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat karunia-Nya, pembuatan makalah ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat serta
salam kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW sang teladan umat. Pembuatan makalah
ini bertujuan untuk mengetahui tentang “Sejarah Pancasila, Pemberontakan DI/TII dan
Pemberontakaan PRRI” dan guna memenuhi tugas pada mata kuliah Sejarah Intelektual
Islam di Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung dalam
pembuatan makalah ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Mohammad
Shofin Sugito, M.A selaku dosen pengampu yang telah memberikan arahan dan
bimbinganya. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Orang Tua yang selalu
mendukung kami dan teman-teman kelas SPI V B yang kami banggakan.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan kelak ada yang
melakukan penelitian lebih lanjut. Kami memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan
dan sumber referensi yang kurang lengkap. Karena sesungguhnya kami sadari bahwa tidak
ada satupun yang sempurna di dunia ini kecuali Allah SWT yang telah menciptakan alam
semesta dan isinya. Tak lupa kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif agar lebih
baik lagi dalam penulisan makalah.
Serang, 07 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1Latar Belakang...............................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
2.1 Awal mula terjadinya Sejarah Pancasila, Pemberontakan DI/TII 1948 dan Pemberontakan
PRRI 1950............................................................................................................................................2
2.2 Profil pemikir-pemikir intelektual pada Sejarah Pancasila, Pemberontakan DI/TII 1948 dan
Pemberontakan PRRI 1950................................................................................................................5
BAB III...............................................................................................................................................12
PENUTUP..........................................................................................................................................12
3.1Kesimpulan...................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai ideologi negara, Pancasila lahir dari proses pemikiran para founding
fathers bangsa yang lahir dari perdebatan yang panjang. Pancasila, kata Yudi Latif PhD,
adalah warisan jenius Nusantara. Sesuai dengan lingkungan alamnya, negeri lautan itu
menyerap dan membersihkan, menyerap tanpa mengotori lingkungannya. Sifat lautan
dalam keluasannya, mampu menampung segala keragaman jenis dan ukuran. Sebagai
negara kepulauan, Indonesia sejak lama menjadi titik persinggahan titik temu
penjelajahan bahari yang membawa pelbagai arus peradaban. Maka, jadilah Nusantara
sebagai tamansari peradaban dunia.
Sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak pernah lepas
dari berbagai konflik dan masalah yang datang dari luar, bahkan dari dalam negeri.
Berbagai upaya untuk mengganggu kedaulatan negara dan upaya merebut kekuasaan dari
tangan demokrasi yang sah tertulis dalam sejarah NKRI. Peristiwa yang ditujukan untuk
mengganggu kedaulatan NKRI salah satunya Pemberontakan DI/TII 1948 dan
Pemberontakan PRRI 1950.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana awal mula terjadinya Sejarah Pancasila, Pemberontakan DI/TII 1948 dan
Pemberontakan PRRI 1950?
2. Bagaimana profil pemikir-pemikir intelektual pada Sejarah Pancasila, Pemberontakan
DI/TII 1948 dan Pemberontakan PRRI 1950?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan awal mula Sejarah Pancasila, Pemberontakan DI/TII 1948 dan
Pemberontakan PRRI 1950
2. Menjelaskan profil pemikir-pemikir intelektual pada Sejarah Pancasila,
Pemberontakan DI/TII 1948 dan Pemberontakan PRRI 1950

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Awal mula terjadinya Sejarah Pancasila, Pemberontakan DI/TII 1948 dan
Pemberontakan PRRI 1950
a. Sejarah perumusan Pancasila
Pada tanggal 1 Juni 1945 Soekarno berpidato mengenai rumusan dasar negara
Indonesia. Kemudian Soekarno memberi istilah dasar negara dengan nama
“Pancasila”. Menurut prof. Mr Muhammad Yamin, perkataan pancasila berasal dari
bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua suku kata dan mengandung dua macam arti,
yaitu: Panca artinya “lima” dan Syila artinya “batu sendi, alas, atau dasar”.
Sedangkan menurut huruf Dewanagari “Syiila” yang artinya peraturan tingkah laku
yang penting/baik. Dari kata “Syiila” ini dalam bahasa Indonesia menjadi “susila”
artinya tingkah laku yang baik.1
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pancasila merupakan dasar negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai pandangan hidup bangsa, pancasila
mengandung nilai-nilai luhur yang berada, tumbuh dan berkembang bersama dengan
bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Oleh karena keluhuran sifat nilai-nilai pancasila
tersebut, dia merupakan sesuatu yang akan dicapai dalam hidup masyarakat
pendukungnya yaitu masyarakat Indonesia. Dengan begitu, kedudukan nilai-nilai
pancasila merupakan ukuran bagi baik-buruknya atau benar-salahnya sikap warga
negara secara nasional. Dengan kata lain, nilai pancasila merupakan tolok ukur,
penyaring, atau alat penimbang, bagi semua nilai yang ada, baik dari dalam maupun
luar negeri.2
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia dibentuk melalui proses
perumusan secara formal yakni dalam siding-sidang BPUPKI pertama, sidang panitia
sembilan, sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disahkan sebagai dasar filsafat
maupun ideologi Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sidang BPUPKI
pertama dilaksanakan pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua
dilaksanakan pada tanggal 10-16 Juli 1945.
Pada tahun 1947 Ir. Soekarno mempublikasikan bahwa pada tanggal 1 Juni

1
Fachruddin Pohan, Kembali Memahami Pancasila, (Bandung: Citapustaka Media,2002),p.113
2
Herman, Pancasila Dalam Kedudukuan dan Fungsinya Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia (Surabaya: Usaha Nasional,1981),p.53

2
diperingati sebagai hari lahirnya pancasila. Pidato Prof. Muhammad Yamin berisikan
lima asas dasar negara, yaitu: peri kebangsaan, peri kemanusiaan , peri ketahanan,
peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya Soepomo menyatakan
gagasannya tentang rumusan lima dasar Negara yaitu: persatuan, kekeluargaan,
keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, dan keadilan rakyat.
Pada tanggal 1 Juni 1945 Soekarno menyampaikan pidatonya pada sidang
BPUPKI. Isi pidatonya terdapat beberapa susunan terkait lima asas sebagai dasar
negara Indonesia, yaitu: nasionalisme atau kebangkitan nasional, Internasionalisme
atau peri kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan
yang berkebudayaan.3
Setelah Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali sebagai konstitusi di
Indonesia sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan dasar Negara Republik Indonesia
termuat di dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang
dinamakan dengan Pancasila. Adapun tata urutan dan rumusan pancasila yang
termuat di dalam pembukaan UUD 1945 adalah:
1. Ketuhanan yang maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
atau perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Pemberontakaan DI/TII 1948
Gerakan Darul Islam (DI) merupakan gerakan politik yang bertujuan
mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Gerakan ini mempunyai pasukan yang
disebut Tentara Islam Indonesia (TII) sehingga biasa disebut dengan DI/TII. DI/TII
merupakan salah satu pemberontakan tersulit yang pernah dihadapi Indonesia. Sebab,
pemberontakan ini menyebar diberbagai wilayah Indonesia dari Jawa, Sumatra,
Sulawesi maupun Kalimantan.
Pada 10 dan 11 Februari 1948, diadakanlah apa yang kini dianggap sebagai
“konferensi DI” yang pertama di Desa Pangwedusan, Kecamatan Cisayong,
Kabupaten Tasikmalaya. Hampir sekitar 160 wakil organisasi Islam berkumpul di
desa tersebut. Kartosoewirjo hadir di tempat itu sebagai wakil pengurus besar

3
Maulana Arafat Lubis, Pembelajaran PPKn di SD/MI Kelas Rendah, (Jakarta:Manggu Makmur Tanjung
Lestari,2019),p.11

3
Masjoemi untuk Jawa Barat. Kejadian penting dalam konferensi itu adalah perubahan
Masjoemi dan semua cabang organisasinya menjadi Majelis Pusat Islam (MI) yang
dipimpin oleh Kartosoewirjo sebagai imam pemerintah Islam di Jawa Barat.
Keputusan selanjutnya merupakan pembentukan struktur organisasi gerakan
perlawanan berupa Tentara Islam Indonesia (TII) yang merupakan gabungan
Hizbullah dan sabillah dan pasukan Islam lainnya. Pada konferensi kedua di
Cipeundeuy, gerakan TII dipertegas, struktur organisasi itu ternyata lepas dari
Masjoemi dan pengaturan gerakan dibawah pimpinan Majelis Islam. Ketika itulah
Tentara Islam Indonesia (TII) di dirikan oleh Kartosoewirjo bersama R. Oni yang
merupakan pemimpin kelompok Hizubullah Tasikmalaya. Dalam perkembangan
kemudian, Oni diangkat sebagai perdana menteri Negara Islam.
Salah satu faktor yang ikut menguntungkan gerakan Kartosoewirijo itu adalah
dukungan RI Yogyakarta. Pihak TNI sendiri pada dasarnya tidak setuju dengan isi
perjanjian Renville yang sangat merugikan RI itu. Oleh karena itu mereka
mendukung adanya DI/TII yang akan mengisi kekosongan kekuatan di Jawa Barat.
Bahkan DI/TII bersama pasukan TNI bersatu menghadapi pasukan Belanda.4
c. Pemberontakan PRRI 1950
Munculnya gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia di tiga
wilayah pulau Sumatra; Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan
sesungguhnya sebuah bentuk ungkapan kekecewaan terhadap pemerintah pusat yang
tidak bisa menerapkan desentralisasi dan otonomi luas kepada daerah untuk
mengelola daerahnya sendiri. Selain itu juga terjadi ketidakmerataan pembangunan di
wilyah luar pulau Jawa.
Pulau Sumatra yang merupakan penyumbang 71% sumber keuangan
pemerintah justru tidak mendapat anggaran sedikit pun untuk membangun daerah
mereka. Tidak ada perbaikan infrastruktur untuk masyarakat sipil maupun kalangan
militer. Hal ini menjadi pemicu bangkitnya sebuah gerakan sosial pada tahun 1950-
1960 di wilayah Sumatra.5
Gerakan PRRI ini dimotori oleh kalangan militer, tetapi diikuti oleh semua
kalangan sipil, politikus, tentara, polisi, guru, petani, dan orang-orang dari berbagai
kalangan lainnya. Munculnya gerakan ini berawal dari adanya reuni oleh perwira

4
A. Ruhimat, Biografi S.M. Kartosoewirjo (Yogyakarta : Penerbit Narasi, 2009),p.75
5
Audrey Kahin, dari Pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia 1926-1998
(Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 2008),p. 266

4
exdivisi banteng yang diciutkan oleh pemerintah kedalam Resimen IV Sumatra
Utara.

2.2 Profil pemikir-pemikir intelektual pada Sejarah Pancasila, Pemberontakan


DI/TII 1948 dan Pemberontakan PRRI 1950
a. Profil intelektual pada Sejarah Pancasila
 Ir. Soekarno
Ir. Soekarno lahir di Blitar, Jawa Timur 6 Juni 1901, wafat di Jakarta,
21 Juni 1970 dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur. Soekarno adalah bapak
bangsa Indonesia yang berhasil membawa Indonesia menjadi negara dan bangsa
yang merdeka. Putra Sang Fajar (Julukan Bung Karno) adalah anak pintar dan
tegas yang terlahir dari pasangan Raden Sukemi Sosrodiharjo dan Ida Ayu
Nyoman. Gelar insiyurnya didapatkan ketika dia berhasil lulus dari THS
(Techmische Hoogeschool) atau yang sekarang dikenal dengan ITB.6
Soekarno menyampaikan gagasannya mengenai dasar negara dalam
sebuah pidato tanpa teks. Soekarno mengusulkan dasar negara yang terdiri atas
lima prinsip yaitu Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia), Internasionalisme
(Peri Kemanusiaan), Mufakat (Demokrasi), Kesejahteraan Sosial, dan
Ketuhanan Yang Berkebudayaan.
Menurut Soekarno Pancasila itu masih bisa diperas lagi menjadi Trisila
yaitu Sosio Nasionalisme yang merupakan sintesis dari Kebangsaan
(Nasionalisme) dengan Peri Kemanusiaan (Internasionalisme), Sosio Demokrasi
yang merupakan sintesis dari Mufakat (Demokrasi) dengan Kesejahteraan
Sosial, serta Ketuhanan. Kemudian menurut Soekarno Trisila itu dapat diperas
lagi menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Kemudian untuk menindaklanjuti usulan-usulan mengenai dasar
negara itu, dibentuklah Panitia Sembilan yang diketuai oleh Soekarno dan
beranggotakan Wachid Hasjim, Mohammad Yamin, A.A. Maramis, Mohammad
Hatta, Achmad Soebardjo, Abdul Kahar Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso,
dan Agus Salim. Hasil dari dibentuknya Panitia Sembilan itu ialah Jakarta
Charter (Piagam Jakarta), yang kelak menjadi Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945.

6
Prandipa Mahawita, Cinta Pahlawan Nasional Indonesia, Mengenal dan Meneladani (Jakarta : WahyuMedia,
2013),p.314

5
Dalam paragraf keempat dimuat lima rumusan dasar negara, yaitu sila
pertama, Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi
Pemeluk-Pemeluknya, kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, ketiga,
Persatuan Indonesia, keempat, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan kelima, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Namun kemudian ketika Indonesia telah memproklamasikan
kemerdekaannya dan akan dilaksanakan sidang PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Zyunbi
Inkai, perwakilan dari Indonesia bagian timur yang mayoritas Non Muslim,
menemui Mohammad Hatta dan menyampaikan keberatannya akan sila pertama
yang berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
ppemeluk-oemeluknya.
Mereka mengancam jika sila pertama itu tidak diubah, mereka tidak
mau bergabung dengan Indonesia. Hal itu kemudian disampaikan Mohammad
Hatta kepada Soekarno selaku ketua PPKI. Soekarno kemudian mengumpulkan
perwakilan Muslim dan perwakilan Non Muslim guna membahas masalah ini.
Setelah melalui perdebatan yang panjang, akhirnya dicapai sebuah kesepakatan
bahwa bunyi dari sila pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Soekarno sendiri sebenarnya telah jauh-jauh hari memikirkan tentang
dasar negara Indonesia kelak ketika merdeka. Saat masa pembuangan di Endeh,
Flores, suatu saat Soekarno duduk di bawah sebuah pohon Sukun. Tiba-tiba
Soekarno mendapatkan ilham tentang dasar negara. Tapi Soekarno mengatakan
bahwa ilhamnya di bawah pohon Sukun itu baru dapat dirumuskannya saat
muncul pertanyaan dari dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat mengenai dasar
negara.
Kemudian dalam pidatonya pada peringatan Hari Lahir Pancasila 1
Juni 1965, Soekarno mengatakan bahwa pada saat itu dia menggali daya
pikirnya, daya ciptanya, dan daya khayalnya, untuk merumuskan sebuah dasar
negara yang dinamakan Pancasila. Salah satu pendapat yang menyatakan bahwa
Soekarno adalah penggali Pancasila datang dari Mohammad Hatta.
Hatta dalam surat wasiatnya kepada Guntur Soekarnoputra
mengatakan, pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 merupakan asal mula
Pancasila yang sekarang (Pancasila dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945)

6
dengan perubahan urutan dan redaksional yang dilakukan oleh Panitia Sembilan
dan PPKI.7
 Prof. M. Yamin, SH
Mohammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto pada tanggal 23 Agustus
1903. Sawahlunto sebuah kotamadya di daerah Sumatera Barat, yang juga
dikenal sebagai kota tambang, terletak di suatu lembah yang dikelilingi oleh
bukit-bukit. Mohammad Yamin merupakan putra dari Ustman Baginda Khatib
dan Sa’adah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang panjang.
Ayahnya bekerja sebagai Matri kopi pada zaman penjajahan Belanda di
Indonesia. Mohammad Yamin menikah dengan Raden Ajeng Sundari Metro
Amodjo pada tahun 1934, beliau dikaruniai seorang putra laki-laki bernama
Dang Rehadian Sinajangsih Yamin.8
Yamin menjadi orang pertama yang mengemukakan pemikirannya
mengenai dasar negara tertuang dalam suatu karya perenungan dan pemikiran
yang berjudul asas dan dasar negara Indonesia. Selanjutnya Yamin memulai
pidatonya dengan mengatakan kewajiban yang terpikul di atas kepala kedua
belah bahu ialah suatu kewajiban yang sangat teristimewa, kewajiban untuk ikut
menyelidiki bahan-bahan yang akan menjadi dasar dan susunan negara yang
akan terbentuk dalam suasana kemerdekaan.9
 Prof. Dr. R. Supomo, SH
Soepomo berasal dari keluarga aristokrat Solo, Kakek Soepomo dari
pihak ayah adalah Raden Tumenggung Reksowardono, ketika itu menjabat
sebagai Bupati Anom Sukoharjo, dan kakek dari pihak ibu adalah Raden
Tumenggung Wirjodiprodjo, Bupati Nayaka Sragen.10 Soepomo lahir di
Sukoharjo pada tanggal 22 Januari 1903, lahirnya Soepomo menjadi kebahagian
orang tua Soepomo, karena bayi laki–laki sebuah impian bagi keluarga pada
waktu itu.11

7
Satria Janisar, Peranan Soekarno dari menggali hingga penetapan pancasila sebagai dasar negara, Proposal
Skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Jember 2018,p.5
8
Sutrisno Kuntoyo, Prof. H. Muhammad Yamin (Jakarta : Depdikbud, 1998),p.1
9
A.M.W Pranarka, Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila (Jakarta : Yayasan Proklamasi Centre for Strategic and
International Studies, 1985),p.26

10
Radis Bastian, Para Pahlawan Terhebat Pengubah Indonesia, (Jogjakarta : Palapa, 2013), p. 89
11
Jimly Asshiddiqie Dkk, Soepomo Pergulatan Tafsir Negara Integralistik, Biografi Intelektual Pemikiran Hukum
Adat dan Konstitusionalisme (Yogyakarta : Thafa Media, 2015), p.1

7
Soepomo adalah putra pertama dari Raden Tumenggung
Wignyodipuro, Bupati Anom Inspektur Hasil Negeri Kasunanan Surakarta
Hadiningrat. Raden Ajeng Renak Wignyodipuro, ibu Soepomo. Soepomo
sangat disayangi oleh neneknya, karena Soepomo dilahirkan di tengah–tengah
keluarga neneknya, yakni Raden Tumenggung Reksowadono.12
Pandangan Soepomo tentang Dasar Negara menginginkan Negara
persatuan yang dimiliki corak asli masyarakat Indonesia, yaitu sifat
kekeluargaannya. Pandangan integralistik atau yang bersifat kekeluargaan dan
gotong royong adalah kebudayaan yang pantas dipakai oleh Indonesia dalam
Dasar Negara. Dalam Negara Integralistik Soepomo bermaksud mendirikan
Negara Indonesia yang totaliter.
Totaliter yang dimaksud oleh Soepomo bukanlah totaliter seperti
kekerasan, melainkan totalitas dalam mewujudkan kesatuan bangsa. Soepomo
dalam mengkonsep Negara meniru fungsi kerja dalam tubuh manusia yang
terdiri dari beberapa bagian, ada tangan, mulut, kepala, lidah dan lain
sebagainnya. Bagian tubuh manusia terpisah namun mereka bekerja secara
kolektif.13
Negara Integralistik menggambarkan bahwa Negara mengatasi segala
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan, dan menghendaki
persatuan. Dalam teks pidato Soepomo tanggal 31 Mei 1945 itu, istilah teori
integralistik dikemukakan untuk pertama kali, sebagai suatu jenis konsep
Negara, atau teori tentang Negara.14
Soepomo seterusnya mengatakan : “inilah ide totaliter, ide integralistik
dari bangsa Indonesia, yang berwujud juga dalam susunan tata Negaranya yang
asli’’. Konsep Negara integralistik dalam pikiran Soepomo harus menelusurinya
melalui pembahasan hukum dalam masyarakat adat di Indonesia. Dikatakan
bahwa di dalamnya ditemui ide integralistik.15 Dasar-dasar yang diajukan
Soepomo untuk Indonesia Merdeka adalah persatuan, kekeluargaan,

12
Soegito, Prof Mr Dr R Supomo, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai
Tradisional, (Jakarta : Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1980), p.6
13
Asshidiqie, Soepomo, Pergulatan Tafsir Negara Integralistik, Biografi Intelektual Pemikiran Hukum Adat dan
Konstitusionalisme…, p. 229-230
14
Marsillam Simandjuntak, Pandangan Negara Integralistik Sumber, Unsur, Dan Riwayatnya Dalam Persiapan
UUD 1945 (Jakarta : Grafiti, 2003), p.8-9.
15
Imandjuntak, Pandangan Negara Integralistik Sumber, Unsur, Dan Riwayatnya Dalam Persiapan UUD 1945…,
p. 11.

8
keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, dan keadilan rakyat.16
b. Profil intelektual pada DI/TII 1948
S.M. Kartosoewirjo
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo adalah nama lengkap
Kartosoewirjo. Namun, menurut keterangan Sardjono, putra bungsu
Kartosoewirjo kepada suara merdeka, nama asli ayahnya adalah Soekarmadji
Maridjan. Kartosoewirjo berasal dari desa Sulung, Rembang. Beliau lahir pada
tanggal 7 Februari 1905.
Semasa remajanya, di Bojonegoro inilah Kartosoewirjo mendapatkan
pendidikan agama dari Notodihardjo seorang tokoh Muhammadiyah. Pada 1993,
setelah menamatkan sekolah di ELS, Kartosoewirjo pergi ke Surabaya
melanjutkan studinya pada Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS). NIAS
adalah sekolah kedokteran Belanda untuk pribumi atau lebih dikenal dengan
sebutan Sekolah Dokter Jawa. Organisasi pergerakan yang mula-mula diikiutinya
adalah Jong Java, tahun 1923.17
SMK atau kepanjangan dari Sekarmadji Maridjin Kartosoewirjo
merupakan pelaku peristiwa bersejarah: Soempah Pemuda, Oktober 1928, SMK
menjadi peserta kongres pemuda Indonesia yang mewakili PSIHT di Batavia.
SMK terlibat aktif dalam percaturan politik nasional. Mulai dari magang pada
PSI-nya Pak Tjokro sampai terlibat aktif dalam PSII lalu mendirikan PSII
tandingan yang berselisih paham dengan Agus Salim dan Abikusno. Sejarah
mencatat, SMK sangat menentang keras berbagai perundingan RI dengan pihak
Belanda, diantaranya Persetujuan Linggarjati dan perjanjian Renville yang
dirasanya sangat merugikan bangsa.
Ketika terjadi kekosongan di Jawa Barat karena TNI harus hijrah ke
Yogyakarta, SMK dengan pasukan Hizbullah dan Sabillah-nya angkat senjata
guna mempertahankan Jawa Barat dari cengkeraman pihak penjajah. Namun,
ketika TNI (Divisi Siliwangi) kembali ke Jawa Barat terjadilah perang segitiga
antara: DI/TII, Belanda dan TNI, hal ini diakibatkan karena kesalahpahaman.18
Sebagian masyarakat menganggap SMK sebagai dedengkot DI/TII
karena keteguhan pendiriannya dalam menegakan panji-panji Islam. Namun,
16
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI (Jakarta : Balai
Pustaka, 1993), p. 69
17
A. Ruhimat, Biografi S.M. Kartosoewirjo (Yogyakarta : Penerbit Narasi, 2009),p.8
18
A. Ruhimat, Biografi S.M. Kartosoewirjo (Yogyakarta : Penerbit Narasi, 2009),p.4

9
SMK melakukan kesalahan yakni membiarkan anak buahnya melancarkan teror
dimana-mana terutama pedesaan. Teror ini sama sekali tak ada sangkut pautnya
dengan politik ataupun cita-cita Islam. Menurut Horikoshi, sampai akhir 1950-an
DI/TII tak lebih dari organisasi teroris yang tidak didukung rakyat.19
c. Profil intelektual pada Pemberontakan PRRI 1950
Abdul Kahar Muzakkar
Abdul Kahar Muzakkkar, lahir di Lanpia, Kabupaten Luwu, 23 Maret
1921 dan meninggal 3 Februari 1965. Nama kecilnya Ladomeng. Beliau
merupakan tokoh karismatik dan legendaris dari tanah Luwu, yang merupakan
pendiri Tentara Islam Indonesia di Sulawesi.
Kahar Muzakkar memiliki seorang istri bernama Susana Corry Van
Stenus dengan panggilan akrab Mami. Selama hayatnya, Mami Corry setia
mendampingi suaminya yang merupakan pimpinan Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI). Di Sulawesi Selatan dan Mami Corry dikenal sebagai
Srikandi oleh para pengikut Kahar Muzakkar. Ia memimpin Gerakan Wanita
Islam (Gerwis) yang merupakan salah satu organisasi dibawah naungan PRRI).
Kahar Muzakkar memimpin pemberontakan PRRI di Sulawesi Selatan.
Pemberontakan ini berawal dari munculnya keresahan bekas perjuangan gerilya
terhadap sikap pemerintahan yang menggabungkan mereka dalam TNI. PRRI
kemudian bergabung dengan DI/TII di Jawa Barat pada tahun 1953 sampai
1965.20
Pada tanggal 18 Juni 1950, Kahar diminta untuk menuju ke Sulawesi
Selatan dalam rangka menenangkan para pasukan gerilya Sulawesi Selatan yang
memberontak. Panglima Komando Tentara dan Teritorial Indonesia Timur
(KTTIT), Kolonel Kaliwarang, memerintahkan Kahar Mudzakkar bersama
Mursito segera menemui pasukan gerilya Sulawesi Selatan di pedalaman dan
memberikan pengertian pada mereka bahwa peleburan pasukan gerilya dilakukan
secara perorangan apabila memenuhi syarat untuk masuk TNI.21
Sayangnya tawaran ini ditolak oleh pasukan gerilya Sulawesi Selatan.
Mereka meminta penggabungan secara berkelompok dengan menunjuk Kahar
Mudzakkar sebagai komandan resimen. Usul dari pasukan gerilya ini ditolak oleh
19
A. Ruhimat, Biografi S.M. Kartosoewirjo (Yogyakarta : Penerbit Narasi, 2009),p.71
20
C. Van Dijk, Darul Islam : sebuah pemberontakan (Jakarta : Graffitti, 1987),p.143
21
Barbara Sillars Harvey, Pemberontakan Kahar Muzakkar dari tradisi ke DI/TII (Jakarta : Grafiti pers,
1989),p.182

10
Kawilarang. Atas penolakan ini, pasukan gerilya memilih untuk menjauh dari
pasukan pusat-pusat pos TNI. Pertentangan kembali terjadi dalam tubuh TNI.
Kahar Mudzakkar termasuk dalam kubu yang mendukung pasukan gerilya
Sulawesi Selatan. Secara resmi ia meletakkan tanda pangkat letnan Kolonelnya di
depan Kawilarang pada tanggal 5 juli 1950 dan memilih bergabung dengan
pasukan gerilya yang tidak puas dengan keputusan KTTIT .
Bergabungnya Kahar dengan pasukan gerilya menandai awal
pemberontakan Kahar Mudzakkar di Sulawesi Selatan. Kekecewaan Kahar
terhadap penolakan TNI akan tuntutannya agar dapat turut serta kedalam operasi-
operasi menjaga keamanan Sulawesi Selatan menjadi salah satu alasan tidak
simpatinya Kahar pada TNI.22

BAB III
22
C. Van Dijk, Darul Islam : sebuah pemberontakan (Jakarta : Graffitti, 1987),p.170

11
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sebagai pandangan hidup bangsa, pancasila mengandung nilai-nilai luhur
yang berada, tumbuh dan berkembang bersama dengan bangsa Indonesia sejak dahulu
kala. Oleh karena keluhuran sifat nilai-nilai pancasila tersebut, dia merupakan sesuatu
yang akan dicapai dalam hidup masyarakat pendukungnya yaitu masyarakat Indonesia.
Gerakan Darul Islam (DI) merupakan gerakan politik yang bertujuan
mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Gerakan ini mempunyai pasukan yang disebut
Tentara Islam Indonesia (TII) sehingga biasa disebut dengan DI/TII. DI/TII merupakan
salah satu pemberontakan tersulit yang pernah dihadapi Indonesia. Sebab, pemberontakan
ini menyebar diberbagai wilayah Indonesia dari Jawa, Sumatra, Sulawesi maupun
Kalimantan.
Pemberontakan PRRI di wilayah Sumatera pada 1950n merupakan aksi protes
kepada pemerintah yang tidak memberikan anggaran sedikitpun untuk membangun
daerah, padahal Sumatera merupakan penyumbang 71% sumber keuangan negara.
Gerakan ini dipimpin Kahar Muzakkar.
Soekarno menyampaikan gagasannya mengenai dasar negara dalam sebuah
pidato tanpa teks. Soekarno mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yaitu
Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia), Internasionalisme (Peri Kemanusiaan), Mufakat
(Demokrasi), Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Berkebudayaan.
Konsep Pancasila dalam pemikiran Mohammad Yamin dibagi ke dalam lima
hal pokok yang tertera yaitu mengenai peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan,
peri kerakyatan dan kesejahteraan rakyat. Dasar-dasar yang diajukan Soepomo untuk
Indonesia Merdeka adalah persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin,
musyawarah, dan keadilan rakyat.
SMK atau kepanjangan dari Sekarmadji Maridjin Kartosoewirjo merupakan
pelaku peristiwa bersejarah: Soempah Pemuda, Oktober 1928, SMK menjadi peserta
kongres pemuda Indonesia yang mewakili PSIHT di Batavia. SMK terlibat aktif dalam
percaturan politik nasional.

DAFTAR PUSTAKA

12
Arafat Lubis, Maulana. Pembelajaran PPKn di SD/MI Kelas Rendah, Jakarta:Manggu
Makmur Tanjung Lestari,2019
Asshiddiqie, Jimly. Dkk, Soepomo Pergulatan Tafsir Negara Integralistik, Biografi
Intelektual Pemikiran Hukum Adat dan Konstitusionalisme, Yogyakarta : Thafa
Media, 2015
Soegito, Prof Mr Dr R Supomo, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Sejarah Dan Nilai Tradisional, Jakarta : Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Sejarah Nasional, 1980
Asshidiqie, Soepomo, Pergulatan Tafsir Negara Integralistik, Biografi Intelektual Pemikiran
Hukum Adat dan Konstitusionalisme
Bastian, Radis. Para Pahlawan Terhebat Pengubah Indonesia, Jogjakarta : Palapa, 2013
Djoened Poesponegoro, Marwati dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI
Jakarta : Balai Pustaka, 1993
Herman, Pancasila Dalam Kedudukuan dan Fungsinya Sebagai Dasar Negara dan
Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Surabaya: Usaha Nasional,1981
Imandjuntak, Pandangan Negara Integralistik Sumber, Unsur, Dan Riwayatnya Dalam
Persiapan UUD 1945
Janisar, Satria. Peranan Soekarno dari menggali hingga penetapan pancasila sebagai dasar
negara, Proposal Skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Jember 2018
Kahin, Audrey. Dari Pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan Politik Indonesia
1926-1998, Jakarta: yayasan Obor Indonesia, 2008
Mahawita, Prandipa. Cinta Pahlawan Nasional Indonesia, Mengenal dan Meneladani,
Jakarta : WahyuMedia, 2013
Pohan, Fachruddin. Kembali Memahami Pancasila, Bandung: Citapustaka Media,2002
Pranarka, A.M.W. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila, Jakarta : Yayasan Proklamasi
Centre for Strategic and International Studies, 1985
Ruhimat, Biografi S.M. Kartosoewirjo, Yogyakarta : Penerbit Narasi, 2009
Sillars Harvey, Barbara. Pemberontakan Kahar Muzakkar dari tradisi ke DI/TII, Jakarta :
Grafiti pers, 1989
Simandjuntak, Marsillam. Pandangan Negara Integralistik Sumber, Unsur, Dan Riwayatnya
Dalam Persiapan UUD 1945, Jakarta : Grafiti, 2003

13
Sutrisno Kuntoyo, Prof. H. Muhammad Yamin, Jakarta : Depdikbud, 1998
Van Dijk, C. Darul Islam : sebuah pemberontakan, Jakarta : Graffitti, 1987

14

Anda mungkin juga menyukai