Anda di halaman 1dari 19

Makalah Kelompok 2

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH INDONESIA PASCA


KEMERDEKAAN
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pancasila
Dosen Pengampu : Rabiatul Adawiyah, S.Pd.I, M,Pd.

Disusun Oleh
Ahmad Irfansyah Rosyadi
NIM.2312140006
Rian Suherlan
NIM.2312140007

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH JURUSAN SYARIAH
PRODI HUKUM TATA NEGARA SEMESTER 2
TAHUN 2024 M / 1445 H
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah segala puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Allah Swt.
Karena dengan Rahmat dan Ridha-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH INDONESIA
PASCA KEMERDEKAAN” Tidak lupa Shalawat serta salam, kami sampaikan
kepada baginda Besar Nabi Muhammmad Saw., beserta keluarga, sahabat dan
para pengikut beliau hingga akhir zaman.
Kami selaku tim penulis dalam pembuatan makalah ini, menyadari betul
bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam nya. Oleh karena itu,
kami memohon dengan ikhlas kepada pembaca makalah ini untuk berkenan
memberikan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah yang
lebih baik.
Akhir kata, kami ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak
terutama kepada dosen pengampu mata kuliah Pancasila yakni, Ibu Rabiatul
Adawiyah, S.Pd.I, M,Pd. serta kepada segenap teman-teman yang turut serta
memberikan dukungan dan semangat kepada kami. Dan kami harapkan semoga
makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Palangka Raya,11 Februari , 2024

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. LATAR BELAKANG................................................................................1
B. RUMUSAN MASAKAH..........................................................................1
C. TUJUAN PENULISAN.............................................................................1
D. METODE PENULISAN............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
A. Sejarah Pancasila Pasca Kemerdekaan......................................................3
B. Pancasila Era Orde Lama...........................................................................5
C. Pancasila Era Orde Baru............................................................................8
D. Pancasila Era Reformasi..........................................................................11
BAB III PENUTUP............................................................................................15
KESIMPULAN....................................................................................................15
SARAN................................................................................................................15
DAFTA PUSTAKA............................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan
perwujudan dari nilai-nilai budaya milik bangsa sendiri yang diyakini
kebenarannya. Pancasila digali dari budaya bangsa yang sudah ada, tumbuh,
dan berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karena itu, Pancasila adalah
khas milik bangsa Indonesia sejak keberadaannya sebagai sebuah bangsa.
Pancasila merangkum nilai-nilai yang sama yang terkandung dalam adat-
istiadat, kebudayaan, dan agama yang ada di Indonesia. Dengan demikian,
Pancasila sebagai pandangan hidup mencerminkan jiwa dan kepribadian
bangsa Indonesia.
Pancasila yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945 ini resmi ditetapkan
sebagai dasar Negara Indonesia dan masih terus digunakan hingga saat ini.
Penerapannya berbeda sesuai dengan masa yang ada. Oleh karena itu,
menarik rasanya untuk dibahas mengenai sejarah Pancasila pada masa Orde
Lama, pada masa Orde Baru, dan pada Era Reformasi.

B. Rumusan Masalah
Adapun hal-hal yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah Pancasila pasca kemerdekaan?
2. Bagaimana Pancasila di era Orde Lama?
3. Bagaimana Pancasila di era Orde Baru?
4. Bagaimana Pancasila di era Reformasi?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dan keinginan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah
ini, antara lain:
1. Mengetahui makna sejarah Pancasila pasca Kemerdekaan
2. Mengetahui sejarah Pancasila di era Orde Lama
1
3. Mengetahui sejarah Pancasila di era Orde Baru
4. Mengetahui sejarah Pancasila di era Reformasi

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode
LibraryResearch dan InternetSearching yang berhubungan dengan tema
makalah yang kami buat sebagai bahan referensi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH PANCASILA PASCA KEMERDEKAAN


Pancasila lahir melalui proses yang sangat panjang, beratus-ratus tahun
bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya (zaman kerajaan dan zaman
penjajahan) berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa
yang merdeka, mandiri, serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam
pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Setelah melalui proses yang
cukup panjang dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia menemukan
jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat dan karakter
bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang oleh pendiri negara kita
dirumuskan dalam suatu rumusan sederhana namun mendalam, yang
meliputi lima prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Sejarah rumusan Pancasila erat hubungannya dengan sejarah
perjuangan erat hubungannya dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia
itu sendiri. Berdirinya NKRI melalui proses yang panjang setelah
sebelumnya Indonesia dijajah oleh Belanda selama kurang lebih 3,5 abad.
Lepas dari Belanda, Indonesia terperosok dalam cengkeraman Jepang
sampai Jepang mengalami kekalahan atas sekutu dengan dibombardirnya
kota Hiroshima dan Nagasaki. Karena inilah, maka Perdana Menteri Koiso
pada tanggal 7 September 1944 menjanjikan kemerdekaan untuk
Indonesia. 1

Pada tanggal 6 Agustus 1945, bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima


oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara
Jepang, sehari kemudian, BPUPKI telah berganti nama menjadi PPKI
menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Tugas PPKI adalah membicarakan berbagai kesiapan menghadapi hari
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di
Nagasaki yang membuat Jepang menyerah kepada Amerika dan
1
Saidurrahman, Arifinsyah, PANCASILA Moderasi Negara dan Agama sebagai Landasan
Moral Bangsa, (Jakarta: Kencana, 2020), 31.
3
sekutunya. Peristiwa ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya. Untuk merealisasikan tekad
tersebut, maka pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan antara
golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks proklamasi yang
berlangsung singkat, mulai 02.00-04.00 dini hari. Dalam pertemuan ini
ternyata tak seorang pun yang membawa naskah Piagam Jakarta yang
sedianya dijadikan teks proklamasi sesuai keputusan pleno BPUPKI
sehingga disusunlah naskah proklamasi baru sebagaimana catatan sejarah
sekarang ini.2 Teks proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi
Maeda tepatnya di Jalan Imam Bonjol No.1. Konsepnya sendiri ditulis
oleh Ir. Soekarno. Sukarni ( dari golongan muda) mengusulkan agar yang
menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti


Melik. Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai
dengan semangat yang tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni
1945. Proklamasi dilangsungkan pada tanggal 17 Agustus 1945 pada jam
10.00 pagi bertempat di rumah Soekarno, Pegangsaan Timur No.56
Jakarta. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan melawan
imperialism-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan
Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam
Perjanjian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus
1945) itu ialah sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia ( Yamin, 1954:16). Piagam Jakarta ini
kemudian disahkan oleh siding PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945
menjadi pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7
(tujuh) kata dari kalimat “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, dan kemudian diubah menjadi “
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2
Ibid., 41.
4
Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak
melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul
perbedaan perspektif yang dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama,
beberapa tokoh berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekadar
kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang Pancasila tidak
hanya kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial atau
weltanschauung bangsa. Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila
sebagai sebuah kompromi politik. Dasar argumentasinya adalah fakta yang
muncul dalam siding-sidang BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saat itu
benar-benar merupakan sebuah kompromi politik diantara golongan
nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir Alisyahbana
dkk) dan nasionalis Islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad
Natsir dkk) mengenai dasar negara. 3

B. PANCASILA ERA ORDE LAMA

Sejak awal perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Soekarno


dalam pidatonya di depan sidang BPUPKI I telah mengusulkan Pancasila
sebagai dasar negara. Sehingga tidak disangsikan lagi bagi Soekarno yang
terkait dengan Pancasila sebagai dasar negara. Dalam pidatonya di depan
siding BPUPKI 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan sebagai berikut “
Sekarang banyaknya prinsip; kebangsaan, internasionalisme, mufakat,
kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan
Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kit
ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar, dan di
atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan
abadi”. 4

Kedudukan Pancasila sebagai ideologi Negara dan falsafah bangsa


yang pernah dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar
untuk pertama kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi
3
Indra Kristian, Pancasila & Kewarganegaraan, (Bandung: Alfabeta, 2019), 13-14
4
Tukiran Taniredja, dkk, Paradigma Terbaru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa,
(Bandung: Alfabeta, 2018), 73
5
kemerdekaan. Meredupnya sinar api Pancasila sebagai tuntutan hidup
berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kehendak seorang
kepala pemerintahan yang terlalu gandrung pada persatuan dan kesatuan.
Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk membangun kekuasaan
yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang dapat
menyelesaikan sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah (nekolim,
neokolonialieme) serta ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan
bangsa atas bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia. Namun
sayangnya kehendak luhur tersebut dilakukan dengan menabrak dan
mengingkari seluruh nilai-nilai dasar Pancasila. Orde lama berlangsung
dari tahun 1966-1959. Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah
menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno
meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi
terpimpin.5

Adapun yang dimaksud dengan demokrasi terpimpin oleh Soekarno


adalah demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin
dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung di
dalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin
oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Penyimpangan-penyimpangan di
era Orde Lama itu antara lain :

a) Presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum 1955 dan


membentuk DPR Gotong Royong. Hal ini dilakukan karena DPR
menolak rancangan pendapaan dan belanja Negara yang diajukan
pemerintah.
b) Pimpinan lembaga-lembaga Negara diberi kedudukan sebagai
menteri-menteri Negara yang berarti menempatkannya sebagai
pembantu presiden.

5
Effendy Suryana, dkk, Pendidikan Pancasila, (Bandung: PT Refika Aditama, 2018), 23-24
6
c) Kekuasaan presiden melebihi wewenang yang ditetapkan didalam
UUD 1945. Hali ini terbukti dengan keluarnya beberapa presiden
sebagai produk hukum yang setingkat dengan UUD tanpa
persetujuan DPR. Penetapan ini antara lain meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1) Penyederhanaan kehidupan partai-partai politik dengan
dikeluarkannya Penetapan Presiden No. 7 tahun 1959.
2) Pembentukan Front Nasional dengan Penetapan Presiden
No.13 tahun 1959.
3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota-anggota MPRS,
DPA, dan MA oleh Presiden.
4) Hak budget DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak
mengajukan rancangan undang-undang APBN untuk
mendapatkan persetujuan DPR.6

Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, menurut Yamin dalam


Yuniarto (1982: 107) karena tidak berhasilnya pekerjaan Konstituante di
Kota Bandung maka Presiden “terpaksa menempuh satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan Negara Proklamasi”, yaitu menetapkan dengan
dektrit, bahwa sejak 5 Juli 1959, Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi
bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah dasar Indonesia.7

Terdapat dua pandangan besar terhadap dasar negara yang


berpengaruh terhadap munculnya Dekrit Presiden. Pandangan tersebut,
yaitu mereka yang memenuhi “anjuran” presiden/pemerintah untuk
“Kembali ke Undang-Undang Dasar 1945” dengan Pancasila sebagaimana
dirumuskan dalam Piagam Jakarta sebagai dasar negara. Sedangkan pihak
lainnya menyetujui “kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa
cadangan, artinya dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar yang disahkan PPKI tanggal 18

6
Ibid., 24.
7
Tukiran Taniredja, Suyahmo , Pancasila Dasar Negara Paripurna, (Jakarta: Kencana,
2020), 34-35.
7
Agustus 1945 sebagai dasar negara. Namun, kedua usulan tersebut tidak
mencapai kuorum keputusan sidang konstituante ( Anshari, 1981:99).
Badan Konstituante ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959.
Kejadian ini menyebabkan Presiden Sukarno turun tangan dengan sebuah
Dekrit Presiden yang disetujui oleh Kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang
kemudian dirumuskan di Istana Bogor, tanggal 4 Juli 1959 dan
diumumkan secara resmi oleh Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 pukul
17.00 di depan Istana Merdeka ( Anshari, 1981:99-100). Dekrit Presiden
tersebut berisi:

a) Pembubaran konstituante.
b) Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku.
c) Pembentukan Majelis Permusyawatan Rakyat.8

Perkembangan berikutnya yang berkaitan dengan Pancasila adalah


dikeluarkannya suatu penetapan mengenai sistem kepartaian oleh Presiden
pada tanggal 31 Desember 1959 sebagai langkah penataan kehidupan
kenegaraan. Sebagai syarat-syaratnya antara lain dikemukakan:

a) Harus menerima dan membela Konstitusi dan Pancasila


b) Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan
cita-cita politiknya
c) Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah
d) Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai
e) Presiden berhak membubarkan partai politik.

Berdasarkan penetapan di atas, terutama syarat yang pertama, jelas


sekali Soekarno sangat mengutamakan Pancasila dalam sistem kepartaian
yang ada pada waktu dia berkuasa.9

C. PANCASILA ERA ORDE BARU

8
Indra Kristian, Pancasila & Kewarganegaraan, (Bandung: Alfabeta, 2019), 15.
9
Tukiran Taniredja, dkk, Paradigma Terbaru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa,
(Bandung: Alfabeta, 2018), 76
8
Setelah adanya peristiwa G30S/PKI, masa kepemimpinan Soekarno
pun merosot tajam. Soekarno lengser dari jabatannya menjadi presiden dan
digantikan oleh Soeharto. Pada kepemimpinan Soeharto ini awalnya
Pancasila akan digaungkan kembali menjadi ideologi dan dasar falsafah
bangsa Indonesia.10
Masa Orde Baru merupakan suatu masa pemerintahan terlama di
negara Indonesia yang berlangsung kurang lebih selama 30 tahun.
Pergantian kepemimpinan dari tangan Soekarno ke Soeharto menandakan
berakhirnya Orde lama dan dimulainya Orde Baru. Pada masa Orde Baru
konsep demokrasi yang diterapkan di Indonesia seakan tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya, karena pada masa Orde Baru seluruh rakyat
Indonesia diharuskan untuk mematuhi setiap keputusan yang dikeluarkan
oleh Presiden. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Hisyam (2003, hlm.
187) bahwa “pemerintahan pada masa Orde Baru cenderung menerapkan
konsep kekuasaan yang bersifat otoriter dan sentralistik. Setiap keputusan
yang dihasilkan diatur oleh pemerintah pusat dan harus sesuai dengan
keinginan presiden.” Penerapan konsep kekuasaan yang bersifat otoriter
dan sentralistik tersebut menjadikan rakyat Indonesia mau tidak mau harus
menuruti setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah, meskipun
keputusan tersebut terkadang menguntungkan salah satu pihak.11
Setelah jatuhnya Ir. Soekarno sebagai presiden, selanjutnya Jenderal
Soeharto yang memegang kembali terhadap negeri ini. Dengan
berpindahnya kursi kepresidenan tersebut, arah permahaman terhadap
Pancasila pun mulai diperbaiki. Pada peringatan hari lahir Pancasila,1 Juni
1967 Presiden Soeharto mengatakan, “Pancasila makin banyak mengalami
ujian zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan Pancasila”.
Selain itu, Presiden Soeharto juga mengatakan, “Pancasila sama sekali
bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan, Pancasila bukan dasar
falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam naskah UUD, melainkan
10
Putri Handayani dkk, “Pancasila Dalam Lintasan Sejarah,” Jurnal Ilmiah PGSD STKIP
Subang 09 No.5 (2023), https://doi.org/https://doi.org/10.36989/didaktik.v9i5.2155.
11
Hasanal Mulkan, Serlika Aprita, Pendidikan Pancasila, (Jakarta: Kencana, 2022), 39
9
Pancasila harus diamalkan (Setiardja, 1994:5). 12 Soeharto mendeklarasikan
Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frasa bernada
angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto
menyatakan Pancasila sebagai “tuntunan hidup”, menjadi sumber “sumber
tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”, serta merupakan
“sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”6
Era Orde dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan
yang terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang
paling stabil . Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka,
layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya
pembanguan di segala bidang.13
Pada masa ini, pemerintah Orde Baru berkeinginan mengembalikan
stabilitas politik yang hancur di masa Orde Lama berdasarkan nilai-nilai
Pancasila. Sebab, pada periode pemerintahan ini, pemerintah bercita-cita
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni juga konsekuensi
sebagai kritik terhadap periode pemerintahan sebelumnya yang banyak
menyimpang dari Pancasila. Hal tersebut dilakukan pemerintah melalui
program P4 (Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila). 14
Namun hal ini tidak berlangsung lama, dalam pelaksanaannya kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah justru menyeleweng dari nilai-
nilai luhur Pancasila ditafsirkan demi kepentingan kekuasaan dan
dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang sangat merugikan
kepentingan rakyat.15
Pancasila dijadikan sebagai political force disamping sebagai
kekuatan ritual. Begitu kuatnya Pancasila digunakan sebagai dasar negara,
maka pada 1 Juni 1968 Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila

12
Indra Kristian, Pancasila & Kewarganegaraan, (Bandung: Alfabeta, 2019), 16
13
Hasanal Mulkan, Pendidikan Pancasila, (Jakarta: Kencana, 2022), 30.
14
D. A. Apriliani, S. L., & Dewi, “Menyingkap Perkembangan Pengimplementasian
Pancasila Dari Masa Ke Masa,” Journal of Education, Psychology and Counseling Vol 3 No 1 (2021).
15
RISKA ANDI FITRIONO, BADRIYATUS SALMA, SYAVINA DAMAR ROSI, ZHAFIRAH KHATIR,
“STUDI TENTANG DINAMIKA PANCASILA DARI MASA KE MASA,” JURNAL EKONOMI, SOSIAL &
HUMANIORA Vol 4 No 3 (2022), https://jurnalintelektiva.com/index.php/jurnal/article/view/877.
10
sebagai pegangan hidup bangsa akan membuat bangsa Indonesia tidak
loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu mau mengganti, merubah
Pancasila dan menyimpang dari Pancasila pasti digagalkan (Pranoto dalam
Dodo dan Endah (ed), 2010:42). Selanjutnya pada tahun 1968 Presiden
Soeharto mengeluarkan Intruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968 berlaku
pada tanggal 13 April 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan
Pancasila sebagai dasar negara, yaitu :16
a. Satu : Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Tiga : Persatuan Indonesa
d. Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan
e. Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari serangkaian peristiwa atau kerusuhan yang terjadi pada masa


Orde Baru, terdapat suatu gerakan yang bersifat terror. Gerakan tersebut
dilakukan oleh beberapa kelompok militant Islam yang kemudian disebut
dengan Gerakan Komando Jihad. Disjarahad(2011, hlm. 13-14)
mengemukakan bahwa “Gerakan Komando Jihad merupakan generasi
penerus DI/TII pimpinan Kartosuwiryo yang mempunyai tujuan jangka
pendek untuk menebar keresahan di masyarakat dan tujuan jangka panjang
untuk kembali membentuk Negara Islam Indonesia.” Penamaan gerakan
Komando Jihad sendiri diberikan oleh pemerintah terhadap anggota eks
DI/TII yang dianggap mempunyai tujuan untuk membangkitkan kembali
cita-cita mendiang S.M. Kartosuwiryo dengan cara membuat chaos
keamanan negara Indonesia dan kemudian melakukan aksi makar terhadap
pemerintah Indonesia.

D. PANCASILA ERA REFORMASI


Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara
dan aparat pelaksana negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat

16
Indra Kristian, Pancasila & Kewarganegaraan (Bandung:Alfabeta, 2019)., 16-17.
11
legitimasi politik.17 Puncak dari keadaan tersebut di tandai dengan
hancurnya ekonomi nasional, maka timbulah gerakan dari berbagai lapisan
masyarakat yang di pelopori oleh mahasiswa, cendikiawan dan masyarakat
sebagai gerakan moral polotik yang menuntut adanya “Reformasi” di
segala bidang politik, ekonomi dan hukum (Kaelan, 2000;245).
Pada awal gerakan reformasi, muncul gerakan di tengah masyarakat
yang menjadi tuntutan reformasi dari berbagai komponen bangsa termasuk
mahasiswa dan pemuda. Pada tanggal 12 Mei 1998 terjadi tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh apparat keamanan terhadap mahasiswa Tri
sakti yang berdemontrasi di dalam kampusnya, sehingga menewaskan
empat orang mahasiswa Tri sakti. Peristiwa ini lebih dikenal dengan
“Tragedi Tri sakti”. Peristiwa ini lah yang memicu kerusuhan massal di
ibukota sehari kemudian. Kemudian disusul “Gerakan Moral” oleh
mahasiswa hampir di seluruh Indonesia.
Demonstrasi lebih besar lagi terjadi pada 18 Mei 1998 yang mana aksi
massa mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR, yang menuntut dua hal
penting, yaitu (1) diadakannya sidang istimewa MPR untuk meminta
pertanggungjawaban Presiden Soeharto, dan (2) mendesak MPR agar
mencabut kembali mandatnya terhadap Presiden Soeharto. Pada hari itu
juga, di gedung MPR/DPR ketua MPR Harmoko dan salah seorang Wakil
Ketua MPR Syarwan Hamid dari fraksi ABRI mengeluarkan himbauan
agar Presiden Soeharto menyerahkan mandatnya. Pada tanggal 21 Mei
1998, Presiden Soeharto menyerahkan mandatnya kepada MPR dan
menyatakan diri berhenti sebagai Presiden RI. Saat itu pula, Wakil
Presiden BJ. Habibie diambil sumpahnya sebagai Presiden RI di depan
Mahkamah Agung.18
Semenjak digulirkan reformasi di negara Indonesia, terdapat beberapa
keprihatinan yang dirasakan tentang makna Pancasila bagi bangsa dan
Negara Indonesia. Salah satunya Pancasila sebagai ideologi
17
Ibid., 21.
18
Tukiran Taniredja, dkk, Paradigma Terbaru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa,
(Bandung: Alfabeta, 2018), 85-86.
12
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi terpinggirkan dalam
pidato-pidato resmi.
Syamsuri (2006:SS-2) mengomentari dan membandingkan tentang
Pancasila pada masa rezim Soeharto dan sekarang sebagai berikut
“Sungguh aneh, Pancasila selama rezim Soeharto berkuasa selalu menjadi
pemanis pidato-pidato, ceramah-ceramah, materi cerdas cermat, lomba-
lomba, lagu kasidah, bahkan untuk penataran di sarang-sarang pelacuran,
tetapi setelah rezim tersebut runtuh, Pancasila menjadi “impoten”, tidak
memiliki keperkasaan, tidak memiliki “karomah” (kemuliaan),
dipinggirkan dan disingkirkan dalam komunikasi bangsa sehari-hari”.19
Saat Orde Baru Tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar
Negara itu untuk sementara waktu seolah-olah dilupakan karena hampir
selalu identik dengan rezim Orde Baru, Negara menjadi mana tahu mana
yang benar dan mana yang salah. Nilai-Nilai itu selalu ditanam di benak
masyarakat melalui indoktrinasi (Ali,2009:50).
Karena hal itu kemudian berdampak fatal terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangan
kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-konflik horizontal dan
vertikal dan secara perlahan melemahkan sendi-sendi persatuan dan
kesatuan berbangsa dan bernegara Indonesia.Dalam bidang Budaya,
Kesadaran masyarakat atas keluhuran budaya bangsa Indonesia mulai
luntur, yang pada akhirnya terjadi disorientasi kepribadian bangsa yang
diikuti dengan rusaknya moral moral generasi muda.20
Dalam bidang Ekonomi, Terjadi ketimpangan-ketimpangan di
berbagai sektor, diperparah lagi dengan cengkeraman modal asing dalam
perekonomian Indonesia. Dalam bidang politik, terjadi disorientasi poltik
kebangsaan, seluruh aktivitas politik seolah-olah hanya tertuju pada
kepentingan kelompok dan golongan.

19
Ibid., 87.
20
Indra Kristian, Pancasila & Kewarganegaraan (Bandung:Alfabeta, 2019)., 21-22.
13
Namun demikian, kesepakakatan Pancasila menjadi dasar Negara
Republik Indonesia secara Normatif, tercantum dalam ketetapan MPR.
Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 Pasal 1 Menyebutkan bahwa
“Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 adalah
dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan
secara konsisten dalam kehidupan bernegara” (MD, 2011). Ketetapan ini
terus dipertahankan, meskipun ketika itu Indonesia akan menghadapi
Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
tahun 1945.
Selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila pun
menjadi sumber hukum yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR Nomor
III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang menyebutkan, “Sumber hukum dasar
nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan
UUD 1945 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945”.
Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta
sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan
Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Hal tersebut berkorelasi bahwa undang-
undang ini penekanannya pada kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai pandangan hidup bangsa perlu
dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen bangsa.21

21
Ibid., 22-23.
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdirinya NKRI melalui proses yang panjang setelah sebelumnya
Indonesia dijajah oleh Belanda selama kurang lebih 3,5 abad. Pancasila
lahir melalui proses yang sangat panjang, beratus-ratus tahun bangsa
Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati
dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri, serta memiliki
suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup
bangsa.
Sejak awal perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Soekarno
dalam pidatonya di depan sidang BPUPKI I telah mengusulkan Pancasila
sebagai dasar negara. Pudar untuk pertama kalinya pada akhir dua dasa
warsa setelah proklamasi kemerdekaan. Terdapat dua pandangan besar
terhadap dasar negara yang berpengaruh terhadap munculnya Dekrit
Presiden. Namun, kedua usulan tersebut tidak mencapai kuorum
keputusan sidang konstituante.
Masa Orde Baru merupakan suatu masa pemerintahan terlama di
negara Indonesia yang berlangsung kurang lebih selama 30 tahun. Pada
masa ini, pemerintah Orde Baru berkeinginan mengembalikan stabilitas
politik yang hancur di masa Orde Lama berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Sebab, pada periode pemerintahan ini, pemerintah bercita-cita
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni juga konsekuensi
sebagai kritik terhadap periode pemerintahan sebelumnya yang banyak
menyimpang dari Pancasila.
Pada awal gerakan reformasi, muncul gerakan di tengah masyarakat
yang menjadi tuntutan reformasi dari berbagai komponen bangsa
termasuk mahasiswa dan pemuda. Peristiwa ini lebih dikenal dengan
“Tragedi Tri sakti” yang dimana terjadi tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh aparat keamanan yang menewaskan empat mahasiswa
Trisakti. Aksi massa mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR, yang
menuntut dua hal penting, yaitu diadakannya sidang istimewa MPR
untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Soeharto, dan mendesak
MPR agar mencabut kembali mandatnya terhadap Presiden Soeharto.
Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan karya ilmiah makalah
ini jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan
lebih detail dalam menjelaskan makalah ini dengan sumber- sumber yang
lebih rinci dan pada isi pembahasan dapat di pertanggungjawabkan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan
saran pembangun nya terhadap pembuatan makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA
Arifinsyah dan Saidurrahman. PANCASILA Moderasi Negara dan Agama sebagai
Landasan Moral Bangsa, Jakarta: Kencana, (2020).
Kristian, Indra. Pancasila & Kewarganegaraan, Bandung:Alfabeta, (2019).
Taniredja, Tukiran, dkk. Paradigma Terbaru Pendidikan Pancasila Untuk
Mahasiswa, Bandung: Alfabeta, (2018).
Andi, Riska Fitriono, Badriyatus Salma, Syavina Damar Rosi, Zhafirah Khatir,
“STUDI TENTANG DINAMIKA PANCASILA DARI MASA KE MASA,”
JURNAL EKONOMI, SOSIAL & HUMANIORA Vol 4 No 3 (2022)
Apriliani, S. L., & Dewi, D. A. “Menyingkap Perkembangan Pengimplementasian
Pancasila Dari Masa Ke Masa.” Journal of Education, Psychology and
Counseling Vol 3 No 1 (2021).
Handayani, Putri, dkk. “Pancasila Dalam Lintasan Sejarah.” Jurnal Ilmiah PGSD
STKIP Subang Vol. 09 No.5 (2023).
https://doi.org/https://doi.org/10.36989/didaktik.v9i5.2155.
Suryana, Effendy, dkk. Pendidikan Pancasila, Bandung: PT Refika Aditama,
(2018).
Taniredja, Tukiran, Suyahmo , Pancasila Dasar Negara Paripurna, Jakarta:
Kencana, (2020).

16

Anda mungkin juga menyukai