Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

BHINNEKA TUNGGAL IKA

Dosen Pengampu :
Muhammad Hamdan, S. Si., M. Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 13

Dody Roky Immanuel Nainggolan ( 2207112575 )


Irmayuni Manulang ( 2207111393 )
Kartika Natalia Tumangger ( 2207112579 )

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS RIAU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bersedia membantu dalam
tahap persiapan hingga penyelesaian makalah ini. Penulis berharap karya yang
disusun ini dapat bermanfaat sebagai referensi dan pedoman bagi para pembaca,
menambah wawasan dan pengalaman sehingga nantinya penulis dapat memperbaiki
bentuk atau isi karya ini agar lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan,
baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan.
Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca sangat kami butuhkan
untuk lebih meningkatkan kualitas di masa yang akan datang.

Pekanbaru, 14 November 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................1


DAFTAR ISI .......................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................4
1.3 Tujuan..............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................6
2.1 Pengantar.........................................................................................................6
2.2 Dasar hukum lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika ...................................8
2.3 Bhinneka Tunggal Ika sebagai local Wisdom Bangsa Indonesia....................11
2.4 Makna filosofis Bhinneka Tunggal Ika...........................................................13
2.5 Studi Kasus......................................................................................................17
BAB III PENUTUP.............................................................................................19
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................19
3.2 Saran ...............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................21

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan berbahasa jawa kuno, terdiri dari dua
kata majemuk tunggal, yaitu Bhinneka dan Ika serta Tunggal dan Ika. Secara harfiah
mempunyai arti Beda itu Tunggal, kemudian dimaknai dengan berbeda-beda tetapi
tetap satu jua. Semboyan ini pernah dipakai oleh pujanga kenamaan Nusantara Mpu
Tantular dalam bukunya Sutasoma.
Setelah menjadi Semboyan pada lambang negara Indonesia, maka kalimat itu
bukan saja menggambarkan kenyataan objektif dalam lapangan agama saja, tetapi
Bhinneka Tunggal Ika menggambarkan berbagai kenyataan dan keberadaan bangsa
Indonesia yang pluralitas ini, Baik dari segi agama, suku bangsa, Bahasa, adat istiadat
tempat tinggal dan sebagainya.
Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat
keanekaragaman budaya atau tingkat heterogenitas yang tinggi. Tidak saja
keanekaragaman budaya kelompok suatu bangsa namun juga keanekaragaman
budaya dalam konteks peradaban, tradisional hingga modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Hubungan-hubungan antar
kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai “Bhinneka Tunggal Ika”,
dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragaman kelompok suku bangsa
semata namun kepada konteks kebudayaan. Didasari pula bahwa dengan jumlah
kelompok suku bangsa kurang lebih 700 suku bangsa di seluruh nusantara, dengan
berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya,
pakaian adat, rumah adat kesenian adat bahkan makanan yang dimakan pun beraneka
ragam. Kebudayaan yang beraneka ragam itu mempengaruhi kehidupan masyarakat
Indonesia itu sendiri,

3
Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana yang terkandung dalam lambang negara
Garuda Pancasila merupakan jati diri dan identitas NKRI dan merupakan cerminan
kedaulatan negara dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dan eksistensi
negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur
Dalam hubungan dengan lambang Negara Garuda Pancasila yang didalamnya
terdapat seloka Bhinneka Tunggal Ika telah diatur dalam UUD 1945. Dalam pasal
36A disebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. Pasal tersebut merupakan dasar yuridis konstutusional
sekaligus merupakan pengakuan dan penegasan secara yuridis formal dan resmi oleh
Negara tentang penggunaan simbol-simbol tersebut sebagai jati diri bangsa dan dari
identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika juga sebagai Local Wisdom bangsa Indonesia yang
melambangkan realitas bangsa yang tersusun dari berbagai macam suku, adat istiadat,
golongan, bahasa, wilayah dan agama yang menyatu menjadi bangsa dan negara
Indonesia. Makna filosofis Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan sintesis persatuan
dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu asas kerohanian yang
merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu Pancasila. Hal ini mengandung
nilai-nilai etis bahwa setiap manusia apapun ras, etnis, golongan, agama adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (sila I), pada hakikatnya sama berdasarkan
harkat dan martabat manusia yang beradab (sila II). Oleh karena itu dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara ini harus mendasarkan pada kesadaran telah memiliki
kesamaan pandangan untuk mempersatukan diri sebagai suatu bangsa yaitu bangsa
Indonesia (sila III), memiliki kebebasan disertai tanggung jawab dalam hidup
bersama (sila IV), untuk mewujudkan suatu cita-cita bersama yaitu kesejahteraan
seluruh rakyat warga bangsa Indonesia (sila V). Oleh karena itu, makalah ini akan
membahas mengenai “Bhinneka Tunggal Ika”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah:

4
a. Apa yang dimaksud dengan Bhinneka Tunggal Ika?
b. Bagaimana Dasar Hukum Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika?
c. Bagaimana Bhinneka Tunggal Ika sebagai Local Wisdom Bangsa Indonesia
d. Bagaimana makna Filosofis Bhinneka Tunggal Ika

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Bhinneka Tunggal Ika.
b. Untuk mengetahui bagaimana Dasar Hukum Lambang Negara Bhinneka Tunggal
Ika?
c. Untuk mengetahui bagaimana Bhinneka Tunggal Ika sebagai Local Wisdom
Bangsa Indonesia
d. Untuk mengetahui bagaimana makna Filosofis Bhinneka Tunggal Ika

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengantar
Kelahiran suatu bangsa memiliki karakteristik, sifat, ciri khas, serta keunikan
sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung kelahiran
bangsa tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran suatu bangsa
Indonesia meliputi
1. Faktor objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis
2. Faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang
dimiliki bangsa Indonesia ( Suryo,2002 ),
Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah
kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi
wilayah dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan
demografis, ekonomis, sosial dan kultural bangsa Indonesia. Selain itu faktor historis
yang dimiliki Indonesia ikut mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan
bangsa Indonesia beserta identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang ada di
dalamnya. Hasil dari interaksi dari berbagai faktor tersebut melahirkan proses
pembentukan masyarakat, bangsa dan negara, beserta identitas bangsa Indonesia,
yang muncul tatkala nasionalisme berkembang di Indonesia pada masa awal abad
XX.
Sebagaimana dijelaskan di muka, menurut Mr. M. Yamin bahwa berdirinya
negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama
yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia. Nega
ra kebangsaan Indonesia terbentuk melalui tiga tahap yaitu: Pertama, zaman
Sriwijaya di bawah wangsa Syailendra, yang bercirikan kedatuan. Kedua, negara
berkebangsaan zaman Majapahit yang bercirikan keprabuan. Adapun kedua tahap
tersebut merupakan negara kebangsaan Indonesia lama. Kemudian ketiga, negara
kebangsaan modern yaitu Negara Indonesia Merdeka (sekarang negara Proklamasi 17

6
Agustus 1945) (Sekretariat Negara RI., 1995:11). Hal ini menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia terbentuk melalui fase yang cukup panjang serta dalam suatu proses
historis, sehingga membentuk suatu ikatan batin dalam memilih suatu kehidupan dan
cara untuk mencapai tujuan hidup bersama dalam suatu persekutuan hidup yang
disebut bangsa dan negara Indonesia.
Robert de Ventos, sebagaimana dikutip Manuel Castells dalam bukunya, The
Power of Identity (Suryo, 2002), mengemukakan teori tentang munculnya identitas
nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis antara empat faktor penting,
yaitu faktor primer, faktor pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif. Faktor
pertama mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama dan yang sejenisnya. Bagi
bangsa Indonesia yang tersusun atas berbagai macam etnis, bahasa, agama wilayah
serta bahasa daerah, merupakan suatu kesatuan meskipun berbeda-beda dengan
kekhasan masing-masing. Unsur-unsur yang menyatukan diri dalam suatu
persekutuan hidup bersama yaitu bangsa Indonesia. Kesatuan tersebut tidak
menghilangkan keberanekaragaman. Dan hal inilah yang dikenal dengan Bhinneka
Tunggal Ika. Faktor kedua, meliputi pembangunan dan teknologi, lahirnya angkatan
bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan negara. Dalam
hubungan ini bagi suatu bangsa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pembangunan negara dan bangsanya juga merupakan suatu identitas nasional yang
bersifat dinamis. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia proses pembentukan identitas
nasional yang dinamis ini sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan dan prestasi
bangsa Indonesia dalam membangun bangsa dan negaranya. Dalam hubungan ini
sangat diperlukan persatuan dan kesatuan bangsa, serta langkah yang sama dalam
memajukan bangsa dan Negara Indonesia. Faktor ketiga, mencakup kodifikasi bahasa
dalam bahasa yang gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan
sistem pendidikan nasional. Bagi bangsa Indonesia unsur bahasa telah merupakan
bahasa persatuan dan kesatuan nasional, sehingga bahasa Indonesia telah merupakan
bahasa resmi negara dan bangsa Indonesia. Bahasa Melayu telah dipilih sebagai
bahasa antar etnis yang ada di Indonesia, meskipun masing-masing etnis atau daerah

7
di Indonesia telah memiliki bahasa daerah masing-masing. Demikian pula
menyangkut birokrasi serta pendidikan nasional telah dikembangkan sedemikian rupa
meskipun sampai ini masih senantiasa dikembangkan. Faktor keempat, meliputi
penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif melalui memori kolektif
rakyat. Bangsa Indonesia yang hampir tiga setengah abad dikuasai oleh bangsa lain
sangat dominan dalam mewujudkann faktor keempat melalui melalui kolektif rakyat
Indonesia. Penderitaan, dan kesengsaraan hidup serta semangat bersama dalam
memperjuangkan kemerdekaan merupakan faktor yang sangat strategis dalam
membentuk memori kolektif rakyat. Semangat perjuangan, pengorbanan,
menegakkan kebenaran dapat merupakan identitas untuk memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa dan Negara Indonesia.
Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan
identitas nasional bangsa Indonesia. Bangsa dan Negara Indonesia ini dibangun dari
unsur-unsur masyarakat lama dan dibangun menjadi suatu kesatuan bangsa dan
negara dengan prinsip nasionalisme modern. Oleh karena itu pembentukan identitas
nasional Indonesia melekat erat dengan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi,
budaya, etnis, agama serta geografis, yang saling berkaitan dan terbentuk melalui
suatu proses yang cukup panjang.

2.2 Dasar Hukum Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana terkandung dalam lambang negara
Garuda Pancasila, bersama-sama dengan Bendera Negara Merah Putih, Bahasa
Negara Bahasa Indonesia dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, merupakan jati diri
dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lambang negara, beserta bendera
negara, serta bahasa persatuan serta lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya sekedar
pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau
lambang negara yang dihormati dan dibanggaka oleh seluruh warga negara Indonesia.
Dalam hubungan dengan lambang Negara Garuda Pancasila yang di dalamnya
terdapat seloka Bhinneka Tunggal Ika telah diatur dalam Undang-Undang Dasar

8
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 36A disebutkan bahwa
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal tersebut merupakan dasar yuridis konstitusional sekaligus merupakan
pengakuan dan penegasan secara yuridis formal dan resmi oleh Negara tentang
penggunaan simbol-simbol tersebut sebagai jati diri bangsa dan dari identitas Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Dalam perjalanan sejarah bangsa dan Negara Republik Indonesia dasar hukum
lambang negara dan penggunaanya diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia yang kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah yang
merupakan produk hukum berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Sementara
Tahun 1950. Adapun dasar hukum lambang negara beserta penggunaanya dalam
sejarah dinamika bangsa dan Negara Indonesia diatur dalam berbagai peraturan
hukum serta peraturan perundang-undangan sebagai berikut.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lambang Negara,
bendera, serta lagu kebangsaan antara lain.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang kejahatan
(tindak pidana) yang menggunakan Bendera Merah Putih; penodaan terhadap
bendera Negara sahabat; penodaan terhadap Bendera Merah Putih dan Lambang
Negara Garuda Pancasila; serta penggunaan bendera Merah Putih oleh mereka
yang tidak memiliki hak menggunakannya seperti terdapat pada pasal 52 a; Pasal
142 a; Pasal 154 a; dan Pasal 473.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang
Negara.
Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan merupakan jaminan kepastian hukum, keselarasan, keserasian,
standarisasi, dan ketertiban dalam penggunaan bendera, bahasa, lambang negara dan
lagu kebangsaan. Undang-Undang ini mengatur tentang berbagai hal yang terkait
dengan penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa, lambang negara, dan

9
lagu kebangsaan, termasuk di dalamnya mengatur tentang ketentuan pidana bagi
siapa saja yang secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang
terdapat di dalam Undang-Undang ini.
Ketentuan tentang Lambang Negara termuat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2009. Adapun makna Lambang Negara Garuda Pancasila
yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2009 adalah
sebagai berikut:

PASAL 46
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila
yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang
digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
ditulis di atas pita yang dicengkram oleh Garuda.

PASAL 47
(1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 memiliki paruh,
sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan tenaga pembangunan.
(2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing
berbuku 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berburu 19, dan leher berbulu 45.

PASAL 48
(1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 terdapat sebuah
garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa.
(2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 terdapat lima buah ruang
yang mewujudkan dasar pancasila sebagai berikut:
a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian
b. tengah berbentuk bintang yang bersudut lima;
c. dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai
bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai;

10
d. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri
atas perisai;
e. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian
kanan atas perisai;
f. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan
kapas dan padi di bagian bawah kanan perisai.

PASAL 49
Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
a. Warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai.
b. Warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai.
c. Warna emas untuk keseluruhan warna burung Garuda.
d. Warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung
e. Warna alam untuk seluruh gambar lambang.

PASAL 50
Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak
terpisah dari Undang-Undang ini.

2.3 Bhinneka Tunggal Ika sebagai Local Wisdom Bangsa Indonesia


Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia Lambang Negara Republik
Indonesia Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dituangkan
dalam Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951 , yang disusun oleh Panitia Negara
yang diangkat oleh Pemerintah dan duduk di dalamnya adalah Mr. Muhammad
Yamin.
Nama Lambang Negara Garuda Pancasila, karena wujud lambang yang
dipergunakan adalah burung garuda, dan di dalamnya (ada tameng) memuat lambang
sila-sila Pancasila dan disertai semboyan seloka Bhinneka Tunggal Ika, dan seloka itu

11
tersurat di bawahnya. Jadi dalam lambang negara Indonesia itu terdapat unsur
Gambar burung garuda, simbol sila-sila Pancasila dan seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Burung garuda adalah merupakan kekayaan satwa nusantara, sebagai salah
satu jenis burung bahkan terdapat secara luas di tanah bangsa serumpun dan memiliki
kesamaan kebudayaan yaitu madagaskar dan malagsi, dan satwa itu dahulu
diistilahkan dengan nama Vurumahery yang berarti burung sakti. Garuda adalah
termasuk jenis burung yang besar dan kuat dan mampu terbang tinggi, yang
melambangkan bangsa (Indonesia) yang besar dan kuat. Sebagai seekor satwa,
burung garuda mampu terbang tinggi, dan hal ini melukiskan cita-cita bangsa
Indonesia di tengah-tengah masyarakat internasional (Ismaun 1975: 118 ).
Burung garuda juga lambang pembangun dan pemelihara, hal ini dapat
ditafsirkan dari sejarah nenek moyang bangsa Indonesia dahulu ada yang me nganut
Agama Hindu dan garuda adalah wahana (kendaraan) Dewa Wishnu yaitu dewa
pembangun dan Pemelihara dan dalam cerita wayang di Jawa terjelma dalam Bhatara
Kresna tokoh yang bijaksana. Bahkan Raja Airlangga menggunakan lencana Garuda-
mukha yang terkandung dalam kitab Maro-wangsa. Demikian pula kerajaan Kedah
juga menggunakan lambang Garuda Garagasi sebagai lambang pemelihara (Ismaun,
1975: 119).
Seloka 'Bhinneka Tunggal Ika' yang melambangkan realitas bangsa dan
negara Indonesia yang tersusun dari berbagai unsur rakyat (bangsa) yang terdiri atas
berbagai macam, suku, adat-istiadat, golongan, kebudayaan dan agama, wilayah yang
terdiri atas beribu-ribu pulau menyatu menjadi bangsa dan negara Indonesia Secara
filologis istilah seloka itu diambil dari bahasa Jawa kuno, berasal dari zaman kerajaan
Keprabuan Majapahit yang zaman keemas annya di bawah kekuasaan Prabu Hayam
Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada (1350-1364 ). Pada zaman kerajaan Majapahit
tersebut hidup berbagai agama dan aliran antara lain Hindu dengan berbagai macam
aliran dan sektenya, serta agama Budha dengan berbagai aliran dan sektenya, serta
berbagai macam tradisi yang tampak dalam Tantrayana dan upacara Crada (yaitu
upacara dalam menghormati nenek moyang yang telah meninggal) kemudian

12
bercampur yang disebut dengan 'syncritisme'. Berbagai unsur agama yang berbeda
tersebut hidup dalam suatu kerajaan di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit dan di
ba wah satu Hukum Negara (Dharma) dan hidup rukun dan damai dengan penuh
toleransi antara umat berbagai agama. Sebagamana ditemukan dalam pening galan
sejarah bahwa Agama Hindu aliran Ciwa dipimpin oleh Dharmadyak saring
Kacaiwan (Kepala Urusan Agama Ciwa), agama Budha dipimpin oleh
Dharmadyaksaring Kasogatan ( Kepala Urusan Agama Budha ) yang pernah dijabat
oleh ayah dari empu Prapanca sendiri.
Jika dilakukan kajian melalui filsafat analitika bahasa (suatu metode analisis
tehadap makna penggunaan ungkapan bahasa era kontemporer di Eropa), seloka
Bhinneka Tunggal Ika itu pada hakikatnya merupakan suatu frase. Secara linguistis
makna struktural seloka itu adalah 'beda itu, satu itu' . Secara morfologis kata'
Bhinneka berasal dari kata polimorfemis yaitu 'bhinna' dan ika'. Kata 'Bhina' berasal
dari bahasa Sansekerta 'Bhid' , yang dapat diterjemahkan menjadi 'beda'. Dalam
proses linguistis karena digabungkan dengan morfem 'ika' maka menjadi 'bhinna'.
'Ika' artinya itu, 'bhinneka' artinya beda itu, sedangkan 'tunggal ika' artinya satu itu.
Oleh karena itu jikalau diterjemahkan secara bebas, maka makna ‘Bhinneka Tunggal
Ika’ Tanhana dharma mangrwa, adalah: meskipun berbeda beda akan tetapi satu jua.
Tidak ada hukum yang mendua (dualisme)

2.4 Makna Filosofis Bhinneka Tunggal Ika


Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang,
sejak zaman kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh bangsa asing
selama tiga setengah abad. Unsur masyarakat yang membentuk bangsa Indonesia
terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbagai macam adat-istiadat kebudayaan
dan agama, serta berdiam dalam suatu wi layah yang terdiri atas beribu-ribu pulau.
Oleh karena itu keadaan yang beraneka ragam tersebut bukanlah merupakan suatu
perbedaan untuk dipertentangkan, melainkan perbedaan itu justru merupakan suatu
daya penarik ke arah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesis dan

13
sinergi yang positif, sehingga keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerja
sama yang luhur.
Sintesis persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu asas
kerokhanian yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu Pancasila.
Oleh karena itu prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila
adalah bersifat 'majemuk tunggal'. Adapun unsur-unsur yang membentuk
nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah sebagai berikut: (a) Kesatuan Sejarah :
bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah, yaitu sejak
zaman prasejarah, zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian datang penjajah, tercetus
Sumpah Pemuda 1928 dan akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang
merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 , dalam suatu wilayah negara Republik
Indonesia. (b) Kesatuan Nasib: yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki
kesamaan nasib yaitu penderitaan penjajahan selama tiga setengah abad dan
memperjuangkan demi kemerdekaan secara bersama dan akhirnya mendapatkan
kegembiraan bersama atas karunia Tuhan yang Maha Esa tentang kemerdekaan. (c)
Kesatuan - Kebu dayaan : walaupun bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman
kebudayaan namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yaitu kebudayaan
nasional Indonesia. Jadi kebudayaan nasional Indonesia tumbuh dan berkembang
diatas akar-akar kebudayaan daerah yang menyusunnya. (d) Kesatuan Wilayah:
bangsa ini hidup dari mencari penghidupan dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu satu
tumpah darah Indonesia. (e) Kesatuan Asas Kerokhanian: bangsa ini sebagai satu
bangsa memiliki kesamaan cita-cita , kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup
yang berakar dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri yaitu pandangan
hidup Pancasila (Notonegoro, 1975: 106) Oleh karena itu bangsa Indonesia dalam
membentuk suatu negara bukan merupakan proses kausalitas manusia sebagai
makhluk individu yang bebas, melainkan suatu proses kehendak bersama untuk
membentuk suatu bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam
pengertian inilah maka Negara Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu negara
kebangsaan dan bukannya negara liberal. Oleh karena itu esensi Negara kesatuan

14
bukanlah merupakan suatu proses persatuan individu-individu dalam free fight dan
penindasan, melainkan suatu persatuan yang didasarkan atas kehendak bersama
dalam mewujudkan suatu kesejahteraan bersama.
Sebagaimana dijelaskan di atas esensi negara kesatuan adalah terletak pada
pandangan ontologis tentang hakikat manusia sebagai subjek pendukung negara.
Menurut paham negara kesatuan negara bukan terbentuk secara organis dari individu-
individu sebagaimana diajarkan oleh Hobbes, Locke dan pemikir individualis lainnya,
melainkan negara terbentuk atas dasar kodrat manusia sebagai individu dan makhluk
sosial (Notonagoro, 1975). Hakikat negara persatuan bahwa negara adalah
masyarakat itu sendiri. Masyarakat pada hakikatnya mewakili diri pada
penyelenggaraan negara, menata dan mengatur dirinya dalam negara dalam mencapai
suatu tujuan hidupnya. Dalam hubungan ini negara tidak memandang masyarakat
sebagai suatu objek yang berada di luar negara, melainkan sebagai sumber genetik
dari dirinya. Masyarakat sebagai suatu unsur dalam negara yang tumbuh bersama dari
berbagai golongan yang ada dalam masyarakat untuk terselenggaranya kesatuan
hidup dalam suatu interaksi saling memberi dan saling menerima antar warganya.
Sebagai suatu totalitas, masyarakat memiliki suatu kesatuan tidak hanya dalam arti
lahiriah, melainkan juga dalam arti batiniah, atau kesatuan idea yang menjadi
fondamen dalam kehidupan kebangsaan (Besar, 1991 : 83).
Negara kesatuan bukan dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari negara
bagian (federasi), melainkan kesatuan dalam arti keseluruhan unsur-unsur negara
yang bersifat fundamental. Demikian juga negara kesatuan bukanlah suatu kesatuan
individu-individu sebagaimana diajarkan paham individualisme-liberalisme, sebab
menurut paham negara kesatuan bahwa manusia adalah individu sekaligus juga
makhluk sosial. Oleh karena itu sifat kodrat manusia individu-makhluk sosial sebagai
basis ontologis (dasar fundamental) negara kesatuan itu adalah merupakan kodrat
yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat, negara tidak
memihak pada salah satu golongan, negara bekerja demi kepentingan seluruh rakyat.

15
Konsep negara yang demikian adalah merupakan konsekuensi logis dari faham
"negara adalah masyarakat itu sendiri, dan faham bahwa antara negara dan
masyarakat terdapat relasi hierarkhi neo genetik. Masyarakat adalah produk dari
interaksi antara segenap golongan yang ada di dalamnya. Masyarakat
mengorganisasikan diri dalam bentuk suatu negara. Dengan demi kian negara adalah
produk dari interaksi antar golongan yang ada dalam ma syarakat. Sebagai produk
yang demikian maka 'logic in itself' bahwa negara mengatasi segenap golongan yang
ada dalam masyarakat (Besar, 1991: 84 ).
Nilai filosofis persatuan, dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan menjadi
kunci kemajuan suatu bangsa . Bagi bangsa Indonesia yang kausa materialisnya
berbagai etnis, golongan, ras, agama serta primordial lainnya di nusantara secara
moral menentukan kesepakatan untuk membentuk suatu bangsa, yaitu bangsa
Indonesia. Semangat moralitas bangsa itu oleh founding fathers kita diungkapkan
dalam suatu seloka, yang merupakan simbol semiotis moralitas bangsa yaitu
Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini mengandung nilai-nilai etis bahwa setiap manusia
apapun ras, etnis, golongan, agama adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
(sila I) , pada hakikatnya sama berdasarkan harkat dan martabat manusia yang
beradab (sila II). Oleh karena itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini harus
mendasarkan pada kesadaran telah memiliki kesamaan pandangan untuk
mempersatukan diri dalam sebagai suatu bangsa yaitu bangsa Indonesia (sila III),
memiliki kebebasan disertai tanggungjawab dalam hidup bersama (sila IV), untuk
mewujudkan suatu cita-cita bersama yaitu kesejahteraan seluruh rakyat warga bangsa
Indonesia (sila V).
Metode Pembelajaran: diskusi, analisis kasus, tanya-jawab, tentang lambang
negara Indonesia Garuda Pancasila dengan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika,
peranan lambang negara bagi bangsa Indonesia. Penting diskusi tentang makna
Bhinneka Tunggal Ika, sejarah terbentuknya lambang negara makna dan simbol
setiap unsur lambang negara. Sikap, dan penggunaan lambang negara oleh setiap
warga negara, serta unsur-unsur masyarakat dalam kehidupan kenegaraan dan

16
kebangsaan. Bagaimana kaidah hukum sebagaimana terkandung dalam Undang-
Undang RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, bahasa, Lambang Negara dan
Lagu Kebangsaan Indonesia.

17
2.5 Studi Kasus
Bhinneka Tunggal Ika belum sepenuhnya terwujud. Indonesia sebagai negara
yang beraneka ragam suku bangsa, ras, adat, budaya, agama, dan seterusnya
merupakan kekayaan bangsa yang harus diakui baik di kancah nasional maupun
internasional.
Apakah Indonesia sudah menjadi negara yang berkebhinnekaan penuh?
Beberapa waktu ini lagi-lagi terjadi permasalahan di negeri ini. Hal ini tentu
menyangkut “pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan Timur”. Harus diakui
bahwasannya pemindahan ibu kota baru ini menyebabkan sejumlah masalah pro dan
kontra.
Edy Mulyadi sosok mantan kader PKS dan kawan-kawan diketahui telah
menghina warga masyarakat Kalimantan yang juga merupakan bagian masyarakat
Indonesia. Hal ini tentu sikap kontranya mengenai pemindahan ibu kota baru ke
Kalimantan. Sikapnya yang merendahkan harkat dan martabat manusia Dayak
bukanlah sikap yang manusiawi. Salah satu perkataannya adalah bahwa “Kalimantan
adalah tempat jin buang anak”. Apapun yang terjadi, sikap dan perilaku Mulyadi dan
kawan-kawan merupakan perbuatan yang melanggar norma hukum dan kemanusiaan.
Sikap yang tidak nasionalisme dan kekeluargaan sebagai masyarakat sebangsa dan
setanah air. Sikap intoleran dan rasisme adalah wujud sikap manusia tidak
berperikemanusaan dan perikeadilan.
Oleh karena itu, Mulyadi dan kawan-kawan secara hukum dan moral telah
melanggar hak asasi manusia. Mulyadi dan kawan-kawan telah melanggar nilai-nilai
luhur manusia Indonesia yang berketuhanan Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
pelanggaran sikap persatuan sebagai bangsa Indonesia, pelanggaran sikap
kepemimpinan sebagai pemimpin rakyat yang seharusnya bersikap bijaksana, penuh
hikmat dan tanggung jawab moral serta nilai-nilai keadilan sosial demi keutuhan
bangsa dan negara.
Mulyadi harus dihukum berdasarkan peraturan negara. Jika tidak ditanggapi,
maka ini akan menyebabkan dampak berkelanjutan terhadap nilai-nilai kemanusiaan

18
yang harus mendapat tempat dan penghargaan. Pelanggaran terhadap unsur tertentu
bukanlah kebenaran. Maka, Mulyadi dan kawan-kawan telah melanggar hukum
pelaku rasisme dan intoleransi sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2008 tentang penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis Akhirnya,
melalui contoh kasus Mulyadi dan kawan-kawan, hendaknya membuka seluruh mata
hati dan pikiran kita sebagai masyarakat Indonesia agar menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan. Tentu masih banyak agen-agen provokator di luar yang masih belum
terkuak terkait masalah pemindahan ibu kota negara baru secara khusus dan masalah
intoleransi dan rasisme lainnya secara umumnya.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan berbahasa jawa kuno, terdiri dari dua
kata majemuk tunggal, yaitu Bhinneka dan Ika serta Tunggal dan Ika. Secara harfiah
mempunyai arti Beda itu Tunggal, kemudian dimaknai dengan berbeda-beda tetapi
tetap satu jua. Semboyan ini pernah dipakai oleh pujanga kenamaan Nusantara Mpu
Tantular dalam bukunya Sutasoma.
Dengan keanekaragaman kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan
mempunyai keunggulan dibandingkan dengan negara lainnya. Hubungan-hubungan
antar kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam bingkai “Bhinneka Tunggal
Ika”, dimana bisa kita maknai bahwa konteks keanekaragaman kelompok suku
bangsa semata namun kepada konteks kebudayaan. Didasari pula bahwa dengan
jumlah kelompok suku bangsa kurang lebih 700 suku bangsa di seluruh nusantara,
dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman
agamanya, pakaian adat, rumah adat kesenian adat bahkan makanan yang dimakan
pun beraneka ragam. Kebudayaan yang beraneka ragam itu mempengaruhi kehidupan
masyarakat Indonesia itu sendiri.
Bhinneka Tunggal Ika juga sebagai Local Wisdom bangsa Indonesia yang
melambangkan realitas bangsa yang tersusun dari berbagai macam suku, adat istiadat,
golongan, bahasa, wilayah dan agama yang menyatu menjadi bangsa dan negara
Indonesia. Makna filosofis Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan sintesis persatuan
dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan dalam suatu asas kerohanian yang
merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu Pancasila.

3.2 Saran
Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan pemersatu bangsa Indonesia yang
multikulturalisme, di tengah-tengah mulai lunturnya semangat persatuan dan jiwa

20
nasionalisme, agaknya semboyan ini harus di dengungkan kuat untuk membangkitkan
semangat persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia. Semboyan inilah yang dipercaya
oleh bapak pendiri bangsa, Soekarno akan mampu merekatkan bangsa Indonesia
dalam satu ikatan yang kokoh, sekaligus menciptakan keamanan dan kenyamanan
dalam bernegara maupun beragama.

21
DAFTAR PUSTAKA

Besar Abdulkadir, 1995, dalam, Cita Negara Persatuan Indonesia, BP-7 Pusat,
Jakarta.

Ismaun, 1975, Problematika Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia, CV.


Yulianti, Bandung.

Kaelan, 2016, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

Notonagoro, 1975, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tujuh, Jakarta.

Suryo, Joko, 2002, Pembentukan Identitas Nasional, Makalah Seminar Terbatas


Pengembangan Wawasan tentang Civic Education, LP3 UMY, Yogyakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai