Anda di halaman 1dari 14

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Kebhinekaan Bangsa

Indonesia

Oleh:

KELOMPOK 1 :

1. GEDE TORA SAPUTRA (7)


2. GEDE ANDI PRASETYA PUTRA (10)
3. KETUT ANGGIA NOVIANA (19)
4. MADE DWI WAHYUNI (25)
5. PUTU ANGGIA NOVIANI (33)
6. PUTU NITA PRADNYA DEWI (34)

X IPS 1
SMA NEGERI 1 TEJAKULA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebhinekaan
Bangsa Indonesia" tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran PPKN,
sekaligus berharap bisa memberikan pemahaman kepada pembaca tentang pentingnya
kebhinekaan bangsa ini yang menjadi semboyan bangsa kita ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak I Gede Ardika selaku pengampu
mata PPKN, serta rekan-rekan yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Kami
berharap, makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas mengenai Kebhinekaan
bangsa Indonesia ina. Oleh karena itu, semoga makalah ini dapat digunakan sebagaimana
mestinya dalam memperlancar proses pembelajaran.

Penulis sudah berupaya dengan maksimal dalam penulisan makalah ini. Tapi, penulis
memohon maaf apabila masih terdapat kekurangan dalam makalah ini. Maka dari itu, kritik,
saran, dan berbagai masukan positif sangat diharapkan. Akhir kata, penulis sampaikan terima
kasih.

Tejakula, 17 Januari 2022

Penulis

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................iii
BAB 1
PENDAHULUAN...................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................................................2
1.4 Manfaat...................................................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................2
2.1 Makna Bhineka Tunggal Ika......................................................................................................3
2.2 Sejarah Bhineka Tunggal Ika.....................................................................................................4
2.3 Bhineka Tunggal Ika dalam Konteks Indonesia.......................................................................5
2.4 Keanekaragaman Bangsa Indonesia..........................................................................................7
BAB III
PENUTUP...............................................................................................................................................9
3.1 Simpulan.....................................................................................................................................9
3.2 Saran..........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................11

iii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia dan Keragamannya baik dari segi agama, warna kulit, suku bangsa,
bahasa, yang kemudian menjadikannya sebagai bangsa majemuk dan berdaulat. Hal ini dapat
dilihat dari menuju detik-detik kemerdekaan hampir seluruh anak bangsa yang tergabung dari
berbagai suku turut memperjuangkan kemerdekaan. Para tokoh bangsa sendiri kemudian
menyadari tantangan yang harus mereka hadapi karena kemajemukan tersebut. Keberagaman
ini kemudian menjadi realitas yang tak dapat dihindari adanya. KeBhinnekaan sebagai sebuah
hakikat realitas yang sudah ada dalam bangsa, sedangkan ke-Tunggal-Ika-an merupakan cita-
cita kebangsaan. Semboyan inilah yang kemudian menjadi jembatan penghubung menuju
terbentuknya Negara berdaulat.

Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah kepercayaan yang ada di bumi
Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri
keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan
kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah
bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku
bangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka
tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan
kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran
rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban
kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.

Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses asimilasi


kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada
di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesi
juga ikut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga mencerminkan
kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan
tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja
keanekaragaman budaya kelompok suku bangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam
konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan. Dengan keanekaragaman

1
kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan
negara lainnya.

Kebhinekaan Indonesia itu bukan sekedar mitos, tetapi realita yang ada di depan mata
kita. Harus kita sadari bahwa pola pikir dan budaya orang Jawa itu berbeda dengan orang
Minang, Papua, Dayak, Sunda dan lainnya. Elite pemimpin yang berasal dari kota-kota besar
dan metropolitan bisa jadi memandang Indonesia secara global akan tetapi elite pemimpin
nasional dari budaya lokal tertentu memandang Indonesia berdasarkan jiwa, perasaan dan
kebiasaan lokalnya. Ini saja menunjukkan kalau cara pandang kita tentang Indonesia berbeda.
Jadi tanpa kemauan untuk menerima dan menghargai kebhinekaan maka sulit untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Apa yang dilakukan oleh pendahulu bangsa ini
dengan membangun kesadaran kebangsaan atau nasionalisme merupakan upaya untuk
menjaga loyalitas dan pengabdian terhadap bangsa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa makna Bhineka Tunggal Ika?
2. Bagaimana sejarah Bhineka Tunggal Ika?
3. Bagaiamana Bhineka Tunggal Ika dalam konteks Indonesia?
4. Bagaimana keanekaragaman Bangsa Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Pembaca dapat mengetahui makna dari Bhineka Tunggal Ika.
2. Pembaca dapat mengetahui sejarah Bhineka Tunggal Ika.
3. Pembaca dapat mengetahui Bhineka Tunggal Ika dalam konteks Indonesia.
4. Pembaca dapat mengetahui keanekaragaman Bangsa Indonesia.

1.4 Manfaat
Makalah ini dapat menjadi landasan bagi pembaca jika ingin menerapkan
khebinekaan bangsa indonesia ini dan makalah ini juga bisa dijadikan referensi dalam
mata pelajaran PPKN.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Makna Bhineka Tunggal Ika


Secara harfiah Kata Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno. Bhinneka
Tunggal Ika memiliki arti berbeda-beda tetap satu jua. Bhinneka Tunggal Ika menjadi
semboyan bangsa Indonesia dan tertulis di dalam lambang Garuda Pancasila. Konsep
Bhinneka Tunggal Ika sendiri diambil dari kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular, yang
hidup pada masa Kerajaan majapahit di sekitar abad ke-14 M. Secara etimologi kata-
kata Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno yang jika dipisah
menjadi Bhinneka memiliki makna ragam atau beraneka, Tunggal adalah satu, dan Ika adalah
itu. Sehingga arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetap satu jua. Maknanya,
dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia mengakui realitas bangsa yang majemuk (suku,
bahasa, agama, ras, golongan dll) namun tetap menjunjung tinggi persatuan. I Nyoman
Pursika (2009) dalam jurnal Kajian Analitik Terhadap Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”
menyatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan cerminan keseimbangan antara
cerminan keseimbangan antara unsur perbedaan yang menjadi ciri keanekaan dengan unsur
kesamaan yang menjadi ciri kesatuan.

Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni antara


kebhinnekaan dan ketunggalikaan, antara keanekaan dan keekaan, antara kepelbagaian dan
kesatuan, antara hal banyak dan hal satu, atau antara pluralisme dan monisme. Jika pada
mulanya Bhinneka Tunggal Ika dipakai untuk menyatakan semangat toleransi keagaaman
antara agama Hindu dan Budha. Setelah dijadikan semboyan bangsa Indonesia, konteks
“Bhinneka” atau perbedaannya menjadi lebih luas, tidak hanya berbeda agama saja tapi juga
suku, bahasa, ras, golongan, budaya, adat istiadat bahkan bisa ditarik kedalam perbedaan
dalam lingkup yang lebih kecil seperti perbedaan pendapat, pikiran/ide, kesukaan, hobi.
Bhineka Tunggal Ika sebagai salah satu dari empat pilar kebangsaan, selain Pancasila. UUD
1945, NKRI merupakan sebuah nilai yang harus ditanam dalam setiap warga negara
Indonesia yang dibahas pada buku Pancasila.

3
2.2 Sejarah Bhineka Tunggal Ika

Awalnya, semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat


panjang, yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Semboyan Bhineka
Tunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan
Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini dilakukan oleh Mpu
Tantular dalam kitab Sutasoma. Perumusan semboyan ini pada dasarnya merupakan
pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan. Hal
itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara kerajaan Majapahit saat itu. Semboyan Negara
Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa
kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat persatuan dan
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam kitab Sutasoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada
perbedaan dalam hal kepercayaan dan keanekaragaman agama yang ada di kalangan
masyarakat Majapahit. Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
konsep Bhineka Tungggal Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi
fokus, tapi pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara
memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan suku, bangsa, budaya (adat istiadat), beda
pulau, dan tentunya agama dan kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan Nusantara.
Jika diuraikan kata per kata, Bhineka berarti Berbeda, Tunggal berarti Satu, dan Ika berarti
Itu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu.
Dengan kata lain, seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau
sama, yaitu bangsa dan Negara Indonesia.

Berbicara mengenai lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, lambang Garuda


Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi bagian
dari Negara Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 pada 17 Oktober
1951 dan di-Undang-kan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara. Usaha pada masa
Majapahit maupun pada masa pemerintahan Indonesia berlandaskan pada pandangan yang
sama, yaitu pendangan mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan
sebagai modal dasar untuk menegakkan Negara. Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma
Mangrwa dipakai sebagai motto lambang Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Makna
dari semboyan itu adalah “Tidak ada kebenaran yang bermuka dua”. Namun, Lemhanas
kemudian mengubah semboyan tersebut mejadi yang lebih praktis dan ringkas, yaitu
4
“Bertahan karena benar”. Makna “Tidak ada kebenaran bermuka dua” sebenarnya memiliki
pengertian agar hendaknya manusia senantiasa berpegangan dan berlandaskan pada
kebenaran yang satu.

Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa adalaha ungkapan yang
meamaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada Majapahit. Tidak hanya Siwa dan
Budha, tapi juga seajumlah aliran (sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih duku sebagian
besar anggota masyarakat Majapahit yang memiliki sifat majemuk. Sehubungan dengan
semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari Singasari, yakni pada masa Wisnuwardhana
sang dhinarmeng ring Jajaghu (candi Jago), semboyan tersebut dan Candi Jago
disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua simbol tersebut lebih
dikenal sebagai hasil peradaban masa Kerajaan Majapahit. Dari segi agama dan kepercayaan,
masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang majemuk. Selain adanya beberapa aliran
agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul juga gejala sinkretisme yang sangat
menonjol antara Siwa dan Budha serta pemujaan terhadap roh leluhur. Namun, kepercayaan
pribumi tetap bertahan. Bahkan, kepercayaan pribumi memiliki peranan tertinggi dan
terbanyak di kalangan mayoritas masyarakat. Pada saat itu, masyarakat majapahiat tebagi
menjadi beberapa golongan. Pertama, golongan orang-orang Islam yang datang dari barat dan
menetap di Majapahit. Kedua, golongan orang-orang China yang mayoritas beasal dari
Canton, Chang-chou, dan Fukien yang kemudian bermukin di daerah Majapahit. Namun,
banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan agama Islam. Ketiga, golongan
penduduk pribumi. Penduduk pribumi ini jika berjalan tidak menggunakan alas kaki,
rambutnya disanggul di atas kepala. Penduduk pribumi sepenuhnya percaya pada roh-roh
leluhur.

2.3 Bhineka Tunggal Ika dalam Konteks Indonesia

Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66/1951.


Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1951 oleh Presiden Soekarno dan Perdana
Menteri, Sukiman Wirjosandjojo. Bhinneka Tunggal Ika Tertuang dalam Pasal 5 yang
berbunyi, “Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa
Jawa-Kuno berbunyi: Bhinneka Tunggal Ika. Penjelasan dari Pasal 5 tersebut adalah
perkataan Bhinneka sebagai gabungan dua perkataan: bhinna dan ika. Kalimat seluruhnya

5
tersebut kemudian dapat disalin menjadi ‘berbeda-beda tetapi tetap satu jua’. Berikut ini
penerapan Bhinneka Tungga Ika dalam Kehidupan berbangsa dan bernegara kita:

1. Perilaku Inklusif
Implementasi pertama adalah bahwa seseorang diharuskan tidak melihat dirinya lebih
diutamakan dari kepentingan yang lain. Sama halnya dengan kelompok, dimana kepentingan
bersama lebih diutamakan dari kepentingan pribadi atau golongan.

2. Mengakomodasi Sifat Pluralistik


Ditinjau dari pada keanekaragamannya, maka sudah sepatutnya jika Indonesia
menjadi bangsa dengan tingkat pluralistik terbesar di dunia. Hal ini pulalah yang menjadikan
bangsa Indonesia disegani oleh bangsa lain. Namun jika tidak dipergunakan secara bijak
besar kemungkinan terjadinya disintegrasi dalam bangsa. Ras, Budaya, Suku Bahasa, Agama,
dan adat, bangsa Indonesia.

3. Tidak Menang Sendiri


Perbedaan pendapat sesungguhnya merupakan hal yang lumrah, apalagi pada sistem
demokrasi. Sistem tersebut kemudian menuntut rakyat bebas mengungkapkan pendapat
masing-masing. Dengan begitu implementasi dari prinsip Bhinneka Tunggal Ika maka
seseorang diharuskan untuk saling menghormati satu pendapat dan pendapat lainnya.
Perbedaan pendapat tidak perlu dibesar-besarkan, namun harus dicari titik temu yang
mengedepankan kepentingan bersama. Jauhkan sifat divergen dan terapkan sifat yang
konvergen ke dalam hidup berbangsa dan bernegara. Seperti halnya yang terjadi di Indonesia
dimana adanya konflik antara Aceh dan Papur yang berhasil diselesaikan dengan adanya nilai
kebersamaan yang disampaikan Gus Dur sebagai strategi penyelesaian konflik yang dapat
kamu baca pada buku Gus Dur: Islam Nusantara & Kewarganegaraan Bineka.

4. Musyawarah untuk Mufakat


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dengan adanya semboyan Bhinneka
Tunggal Ika, maka jika terdapat perbedaan yang ada pada antar kelompok maupun pribadi
wajib dicari solusinya secara bersama-sama dengan musyawarah.
Seperti halnya dengan prinsip common denominator atau yang dikenal dengan mencari inti
kesamaan. Hal ini kemudian juga sebaiknya diterapkan dalam melakukan musyawarah untuk

6
mufakat. Dengan adanya beragam gagasan yang semuanya kemudian dirangkum menjadi
satu kesepakatan. Dengan begitu kesepakatan disini bertujuan untuk mencapai mufakat pada
pribadi maupun kelompok.
Masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah masyarakat adat yang secara sosiologis
memiliki ikatan dalam kelompok (suku atau etnik) yang sangat kuat. Meski demikian dalam
konteks ke-Indonesian, ikatan yang berupa sentimen- sentimen suku (daerah asal) atau agama
ternyata dapat direduksi demi terbangunnya rasa kebangsaan. Arus globalisasi yang kian
deras telah membawa serta nilai-nilai baru yang tidak sepenuhnya dapat diakomodasi atau
dipahami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Nilai-nilai baru cenderung
melonggarkan ikatan kebangsaan, dan mengkhawatirkan bagi masa depan persatuan dan
kesatuan bangsa serta keutuhan wilayah nasional Indonesia. Karenanya sangat dibutuhkan
upaya menyegarkan kembali pemahaman akan nilai-nilai kebangsaan yang merupakan ciri
kepribadian masyarakat Indonesia. Pemantapan nilai-nilai kebangsaan yang terkandung
dalam sesanti Bhinneka Tunggal Ika, sebagai ajaran moral tentang sikap toleran, adil dan
bergotong royong merupakan strategi yang tepat untuk mengatasi nilai-nilai baru yang
cenderung bergesekan.

2.4 Keanekaragaman Bangsa Indonesia

Keberagaman dalam masyarakat Indonesia antara lain meliputi suku bangsa, agama, ras,
budaya dan antargolongan.

Faktor penyebab keberagaman masyarakat Indonesia antara lain:

1. Letak strategis wilayah Indonesia

2. Kondisi negara kepulauan

3. Perbedaan kondisi alam

4. Keadaan transportasi dan komunikasi

5. Penerimaan masyarakat terhadap perubahan

Keberagaman masyarakat Indonesia memiliki dampak positif sekaligus dampak


negatif bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.

7
Dampak positif, keberagaman memberikan manfaat bagi perkembangan dan kemajuan.
Sedangkan dampak negatifnya mengakibatkan ketidakharmonisan bahkan perpecahan bangsa
dan negara.

Keberagaman dalam konteks Bhineka Tunggal Ika

Keberagaman masyarakat Indonesia memiliki arti penting sebagai berikut:

1. Keberagaman tersebut akan menjadi modal sosial yang besar untuk membangun bangsa
dan negara Indonesia yang maju dan sejahtera.

2. Sebaliknya, bila keberagaman tersebut tidak dapat dikelola dengan baik dan tidak dalam
bingkai Bhinneka Tunggal Ika, maka dapat menjadi penyebab timbulnya konflik yang
membahayakan keutuhan bangsa dan negara Indonesia.

Dengan demikian, semboyan Bhinneka Tunggal Ika dipergunakan sebagai upaya


mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Meskipun berbeda-beda suku
bangsa, adat istiadat, ras dan agama, masyarakat Indonesia tetap bersatu dalam perjuangan
mengisi kemerdekaan. Untuk mewujudkan cita-cita negara yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur. Keberagaman bukan unsur perpecahan namun justru yang menciptakan
kesatuan bangsa melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kesatuan adalah upaya untuk
mempersatukan perbedaan suku, adat istiadat, ras dan agama untuk menjadi satu yaitu bangsa
Indonesia.

8
BAB III

PENUTUP
3.1 Simpulan
Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni antara
kebhinnekaan dan ketunggalikaan, antara keanekaan dan keekaan, antara kepelbagaian dan
kesatuan, antara hal banyak dan hal satu, atau antara pluralisme dan monisme. Jika pada
mulanya Bhinneka Tunggal Ika dipakai untuk menyatakan semangat toleransi keagaaman
antara agama Hindu dan Budha. Setelah dijadikan semboyan bangsa Indonesia, konteks
“Bhinneka” atau perbedaannya menjadi lebih luas, tidak hanya berbeda agama saja tapi juga
suku, bahasa, ras, golongan, budaya, adat istiadat bahkan bisa ditarik kedalam perbedaan
dalam lingkup yang lebih kecil seperti perbedaan pendapat, pikiran/ide, kesukaan, hobi

Semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa adalaha ungkapan yang
meamaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada Majapahit. Tidak hanya Siwa dan
Budha, tapi juga seajumlah aliran (sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih duku sebagian
besar anggota masyarakat Majapahit yang memiliki sifat majemuk. Sehubungan dengan
semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari Singasari, yakni pada masa Wisnuwardhana
sang dhinarmeng ring Jajaghu (candi Jago), semboyan tersebut dan Candi Jago
disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua simbol tersebut lebih
dikenal sebagai hasil peradaban masa Kerajaan Majapahit.

Masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah masyarakat adat yang secara sosiologis
memiliki ikatan dalam kelompok (suku atau etnik) yang sangat kuat. Meski demikian dalam
konteks ke-Indonesian, ikatan yang berupa sentimen- sentimen suku (daerah asal) atau agama
ternyata dapat direduksi demi terbangunnya rasa kebangsaan. Arus globalisasi yang kian
deras telah membawa serta nilai-nilai baru yang tidak sepenuhnya dapat diakomodasi atau
dipahami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Dengan demikian, semboyan Bhinneka Tunggal Ika dipergunakan sebagai upaya


mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Meskipun berbeda-beda suku
bangsa, adat istiadat, ras dan agama, masyarakat Indonesia tetap bersatu dalam perjuangan

9
mengisi kemerdekaan. Untuk mewujudkan cita-cita negara yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur. Keberagaman bukan unsur perpecahan namun justru yang menciptakan
kesatuan bangsa melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kesatuan adalah upaya untuk
mempersatukan perbedaan suku, adat istiadat, ras dan agama untuk menjadi satu yaitu bangsa
Indonesia.

3.2 Saran

Berdasarkan pembahasan di diharapkan pembaca dapat mengetahui pentingnya


keanekaragaman bangsa kita ini. Dari Keanekaragaman ini yang akan menjadi cikal bakal
kemajuan negara ini. Keberagaman bukan unsur perpecahan namun justru yang menciptakan
kesatuan bangsa melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kesatuan adalah upaya untuk
mempersatukan perbedaan suku, adat istiadat, ras dan agama untuk menjadi satu yaitu bangsa
Indonesia. Kebhinekaan Indonesia itu bukan sekedar mitos, tetapi realita yang ada di depan
mata kita. Harus kita sadari bahwa pola pikir dan budaya orang Jawa itu berbeda dengan
orang Minang, Papua, Dayak, Sunda dan lainnya. Elite pemimpin yang berasal dari kota-kota
besar dan metropolitan bisa jadi memandang Indonesia secara global akan tetapi elite
pemimpin nasional dari budaya lokal tertentu memandang Indonesia berdasarkan jiwa,
perasaan dan kebiasaan lokalnya

10
DAFTAR PUSTAKA

Nuryadi, dan Tolib. 2016. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan
https://www.gramedia.com/literasi/bhinneka-tunggal-ika/

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/23/200000969/keberagaman-dalam-bingkai-
bhinneka-tunggal-ika?page=all

11

Anda mungkin juga menyukai