Anda di halaman 1dari 19

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN HARMONI SOSIAL DI BALI

MELALUI KEARIFAN LOKAL MENYAMA BRAYA

PEACEBUILDING AND SOCIAL HARMONY IN BALI WITH THE LOCAL


WISDOM MENYAMA BARAYA

Isrotul Fajriyah1
Letjen TNI I Wayan Midhio
Supandi Halim

Abstract - Bali has been known as an ethnic which has peaceful image, however, this is not a
guarantee that Bali is conflict free province in terms of the people and its plurality as well.
This article is aimed at analyzing the utilization of local wisdom in Balinese society, that is,
menyama braya in creating peaceful and harmonious society. Local wisdom is part of Bali's
cultures which function as fundamental concepts thereby maintaining and building strong
social relation to get rid of potential conflict. The notions of menyama braya correspond
with the values of culture of peace and can be social capital to build community resilience.
This article also denotes that stakeholders are the important elements to formulate the
strategy of conflict prevention. Stakeholders are also utilize menyama braya to keep
maintaining social stability towards racism, furthermore it function as precaution in terms
of achieving peaceful and harmonious society.
Keywords: menyama braya, social capital, local wisdom, culture of peace, community
resilience, CEWERS, conflict prevention and conflict resolution

Abstrak - Bali telah dikenal sebagai provinsi yang cinta damai, namun ini bukan jaminan
bahwa Bali adalah juga provinsi bebas konflik dalam hal masyarakat dan pluralitasnya.
Makalahl ini bertujuan untuk menganalisis pemanfaatan kearifan lokal masyarakat Bali,
yaitu “menyama braya” dalam menciptakan masyarakat yang damai dan harmonis. Kearifan
lokal adalah bagian dari budaya Bali yang berfungsi sebagai konsep dasar sehingga menjaga
dan membangun hubungan sosial yang kuat untuk menyingkirkan potensi konflik. Gagasan
“menyama braya” sesuai dengan nilai budaya damai dan bisa menjadi modal sosial untuk
membangun ketahanan masyarakat. Makalah ini juga menunjukkan bahwa pemangku
kepentingan merupakan elemen penting untuk merumuskan strategi pencegahan konflik.
Pemangku kepentingan juga memanfaatkan “menyama braya” untuk tetap menjaga
stabilitas sosial terhadap rasisme, selain itu berfungsi sebagai tindakan pencegahan dalam
mencapai masyarakat yang damai dan harmonis.
Kata kunci: Menyama braya, modal sosial, kearifan lokal, budaya damai, ketahanan
komunitas, CEWERS, pencegahan dan resolusi konflik

1
Penulis adalah alumnus Universitas Pertahanan Program Studi Damai dan Resolusi Konflik
Pendahuluan sesama masyarakat Bali juga dapat terjadi

B
ali tidak hanya dikenal karena faktor politik yang melibatkan
sebagai salah satu massa pendukung partai politik. Hal
destinasi wisata tersebut dicontohkan dengan bentrokan
terpopuler di Indonesia, namun juga lekat antara Desa Petandakan, Kecamatan
dengan citra damai dan harmonis yang Buleleng dengan Desa Pedawa,
terbentuk secara kuat sejak era kolonial Kecamatan Banjar yang turut
Belanda melalui kebijakan rust en orde menewaskan warga pengurus Partai
(perdamaian dan ketertiban). Masyarakat Golkar di Desa Petandakan pada tahun
Bali yang menentukan identitas Kebalian 2003. 2 Sementara itu, perebutan akses
berdasarkan adat, agama, dan budaya politik dan ekonomi pada suatu wilayah di
mengenal falsafah Tri Hita Karana yang Bali juga kerap diikuti oleh sentimen adat.
menekankan keseimbangan hidup antara Di sisi lain, Bali saat ini dihuni oleh
manusia dengan Tuhan (parahyangan), masyarakat plural yang terdiri dari
antar sesama manusia (pawongan), dan berbagai latar belakang etnis dan agama.
antara manusia dengan alam Pluralitas masyarakat Bali sebenarnya
(palemahan). Meski demikian, masyarakat telah terbentuk sekian lama sejak era
Bali pada dasarnya bukanlah masyarakat kerajaan. Pada mulanya, umat Muslim
yang bebas konflik sama sekali. Di balik datang ke Bali sebagai pengawal raja-raja
citra Bali yang damai dan harmonis, Bali, seperti pengawal Majapahit
masyarakat Bali menyimpan potensi beragama Islam yang mengiringi
konflik yang bersumber dari berbagai kepulangan Raja Gelgel Dalem Ketut
faktor, mulai dari adat, budaya, ekonomi, Ngelisir pada abad ke-14 dan pengawal
politik, maupun dari kondisi sosial Muslim Blambangan yang turut menyertai
masyarakat Bali yang plural. I Gusti Ngurah Panji Sakti. Masyarakat
Permasalahan adat seperti dari berbagai etnis, seperti Tionghoa,
mengalih soroh, pembentukan desa Arab, dan Bugis masuk ke Bali melalui
pakraman baru, dan pelarangan interaksi dagang di sejumlah wilayah
penggunaan kuburan kerap menjadi
sumber konflik yang melibatkan antar 2
I Ngurah Suryawan, Bali, Narasi dalam Kuasa:
Politik & Kekerasan di Bali, Penerbit Ombak,
sesama masyarakat Bali. Konflik antar Yogyakarta, 2005
pelabuhan seperti pesisir Buleleng. penyebab konflik. Masyarakat Bali yang
Migrasi orang-orang Sasak dari Lombok di multikultur dengan problema sosial
Karangasem bahkan membentuk ekonomi tersendiri sangat rentan
perkampungan Islam yang mengeliling terhadap ancaman konflik yang dapat
Puri Karangasem dan difungsikan sebagai menghancurkan integrasi sosial sehingga
3
benteng besar pertahanan kerajaan. perlu ada mekanisme pencegahan dan
Pesatnya industri pariwisata di Bali resolusi konflik yang tepat.
menjadi faktor lain yang mendorong para Pada dasarnya, masyarakat Bali
pendatang dari berbagai daerah di memiliki mekanisme tradisional
Indonesia untuk menetap dan pencegahan dan resolusi konflik
memanfaatkan peluang ekonomi yang tersendiri, yakni dengan memanfaatkan
tersedia sehingga masyarakat Bali saat ini keberadaan desa pakraman yang
menjadi masyarakat multikultur. memang berdasarkan Perda No. 3/2001
Di Bali, para pendatang Islam memiliki tugas untuk membina kerukunan
tidak hanya memasuki ranah nafkah yang dan berwenang menyelesaikan sengketa
diusahakan oleh penduduk asli Bali, adat. Di sisi lain, masyarakat Bali juga
namun juga memanfaatkan lowongnya mengenal banyak kearifan lokal, salah
sektor ekonomi informal yang kurang satunya adalah menyama braya yang
diminati penduduk asli. Mereka dikenal dapat diartikan sebagai persaudaraan
memiliki sifat ulet, pekerja keras, dan yang erat di mana masyarakat Bali
semangat kewirausahaan yang tinggi menganggap orang non-Bali yang
sehingga menyebabkan penduduk asli beragama non-Hindu pun sebagai
kalah bersaing dan terpinggirkan secara saudara, sehingga dikenal istilah seperti
ekonomi. 4 Kondisi semacam ini dapat nyama Selam (saudara Islam), nyama Cina
membentuk kesenjangan sosial ekonomi (saudara Cina), nyama Kristen (saudara
yang dapat menjadi faktor struktural Kristen), dan lain-lain. Kearifan lokal ini
merupakan modal sosial yang dapat
3
Slamat Trisila, “Masyarakat Islam di Bali dalam memperkuat solidaritas dan merekatkan
Lintasan Historis”, dalam A.A.A. Dewi
Girindrawardani, Trisila, Slamat (ed), Membuka hubungan masyarakat multietnis dan
Jalan Keilmuan Kusumanjali 80 Tahun: Prof. Dr.
Anak Agung Gde Putra Agung, S.U., Pustaka multiagama sehingga konflik yang rentan
Larasan, Denpasar, 2015
4
Nengah Bawa Atmadja, Ajeg Bali: Gerakan, terjadi pada masyarakat plural dapat
Identitas Kultural, dan Globalisasi, LKIS, Yogyakarta,
2010
dihindari. Selain keberadaan pranata
sosial desa pakraman dan kearifan lokal dikenal, dipercayai dan diakui sebagai
menyama braya, pemangku kepentingan elemen-elemen penting yang
(stakeholders) menjadi aktor yang mempertebal kohesi sosial. 5 Indonesia
berperan penting dalam upaya merupakan negara plural di mana setiap
mewujudkan perdamaian dan harmoni daerah menganut kearifan lokal tersendiri
sosial karena stakeholders inilah yang sebagai suatu perangkat pengetahuan
dapat merumuskan strategi pencegahan dan praktik suatu komunitas, baik berasal
dan resolusi konflik yang tepat. dari generasi sebelumnya maupun
Tulisan ini bertujuan untuk pengalamannya berhubungan dengan
menggambarkan bagaimana kearifan lingkungan dan masyarakat lain untuk
lokal menyama braya dapat dimanfaatkan menyelesaikan berbagai persoalan dan
untuk mewujudkan perdamaian dan kesulitan yang dihadapi. Menurut Sartini
harmoni sosial di Bali. Menyama braya kearifan lokal secara umum dapat
mengandung budaya damai dan dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal
menjadi modal sosial masyarakat Bali yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
dalam membentuk ketahanan masyarakat dan bernilai baik yang tertanam dan
6
terhadap konflik. Tulisan ini juga diikuti oleh anggota masyarakat.
bertujuan untuk memberikan penjelasan Berdasarkan pengertian-pengertian
tentang peran pemangku kepentingan tersebut maka kearifan lokal dapat
mulai dari tingkat desa pakraman hingga dijadikan acuan oleh suatu masyarakat
pemerintah kota yang dalam fokus tulisan dalam berperilaku dan menjadi filter
ini adalah Denpasar dalam pencegahan kultural dalam menjaga marwah ikatan
dan resolusi konflik terutama dengan sosial.
memanfaatkan modal sosial yang sudah Menurut Malik kearifan lokal
tersedia pada masyarakat, yakni kearifan merupakan modal sosial potensial yang
lokal menyama braya. dimiliki oleh masyarakat untuk
5
John Haba, “Revitalisasi Kearifan Lokal: Studi
Menyama Braya: Kearifan Lokal Resolusi Konflik di Kalimantan Barat, Maluku, dan
Poso”, dalam Irwan Abdullah, Ibnu Mujib, dan M.
Masyarakat Bali yang Berbudaya Damai Iqbal Ahnaf (ed), Agama dan Kearifan Lokal Dalam
Tantangan Global, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
Kearifan lokal merupakan suatu 2008
6
Putri Amal Wijayanti & Ali Rokhman, “Kearifan
kekayaan budaya yang tumbuh dan Lokal sebagai Bagian dari Demokrasi dan
Pembangunan di Indonesia”, dalam Seminar
berkembang dalam masyarakat, yang Nasional FISIP-UT, 2011
diaktualisasikan dalam resolusi konflik. braya yang bermakna masyarakat atau
Hal ini berarti bahwa kearifan lokal dapat komunitas tempat hidup bermasyarakat
dimanfaatkan bukan hanya sebagai orang Bali dengan tingkat terkecil adalah
panduan dalam interaksi sosial banjar. Dalam kearifan lokal menyama
masyarakat tapi juga dalam mewujudkan braya, masyarakat Bali menganggap
perdamaian dan harmoni sosial. Gagasan- orang lain yang bahkan tidak memiliki
gagasan kearifan, kebijaksanaan, dan hubungan persaudaraan sedarah pun
kebaikan yang terkandung dalam kearifan sebagai bagian dari keluarga atau
lokal juga dapat menjadi modal bagi komunitas.
masyarakat untuk mencegah konflik yang Dalam kehidupan sosial
mungkin muncul dari hubungan sosial. masyarakat Bali, terdapat sesanti-sesanti
Pencegahan konflik melalui pendekatan yang memperkuat penyamabrayaan
tradisional biasanya segera fokus pada masyarakat, seperti pasukadukan (suka
dinamika konflik dan intervensi yang dan duka dimiliki bersama), paras paros
dilakukan seharusnya mampu sarpanaya (guyub dan selalu melakukan
mengindentifikasi ketidakpuasan, baik musywarah untuk mufakat), sagilik
yang bersifat laten maupun telah saguluk (tetap bersatu padu dengan
menimbulkan ketegangan dan berpotensi kokoh), salunglung sabayantaka (sedapat
meledakkan konflik.7 mungkin selalu dalam kebersamaan dan
Kearifan lokal menyama braya saling menghargai), dan briuk sapanggul
yang menjadi bagian dari kekayaan (terdorong oleh jiwa sama tinggi dan
budaya Bali telah dikenal oleh masyarakat sama rendah, saling tolong menolong).
Bali sejak dahulu, bahkan jauh sebelum Pada dasarnya, sesanti-sesanti tersebut
konsep Tri Hita Karana dilahirkan pada bersumber dari agama Hindu yang
tahun 1966. Kearifan lokal ini tetap lestari mengenal ajaran Tat Twam Asi yang
dalam relasi sosial masyarakat Bali hingga bermakna ‘saya adalah kamu, kamu
kini. Menyama braya berasal dari istilah adalah saya’ sehingga jika saya menyakiti
nyama, yakni saudara yang memiliki kamu, maka saya menyakiti diri sendiri.
hubungan darah atau kekerabatan, dan Ungkapan yang lebih luas lagi dalam
Hindu adalah Vasudewam Khutumbhakam
7
Ho Won Jeong, Understanding Conflict and yang bermakna kita semua bersaudara.
Conflict Analysis, SAGE Publications Ltd, London,
2008
Artinya, tidak ada batasan agama, suku,
maupun ras karena semua manusia hidup secara damai dan harmonis. Desa
adalah saudara. Pemogan yang terdiri dari dua desa
Sesanti-sesanti yang membentuk pakraman, yaitu Desa Pakraman
kuatnya menyama braya tersebut Pemogan dan Desa Pakraman Kepaon
mengandung nilai-nilai solidaritas dan merupakan potret masyarakat Bali
kerjasama yang selaras dengan prinsip multikultur yang dihuni oleh penduduk
budaya damai dalam Resolusi PBB dari berbagai etnis dan juga agama, yaitu
A/RES/53/243. Persaudaraan yang erat Hindu, Islam, Kristen, Katholik, Budha,
pada masyarakat Hindu di Bali dibuktikan dan Konghucu. Masyarakat yang multi-
dengan adanya gotong royong dalam agama tersebut dapat hidup
suka maupun duka. Dalam berbagai berdampingan tanpa saling mengganggu
upacara agama, masyarakat Hindu di Bali keyakinan masing-masing. Mereka hidup
terbiasa untuk guyub dan saling tolong saling berbaur tanpa ada segregasi sosial
menolong satu sama lain. Kegiatan dan dapat menjalankan kegiatan ibadah
semacam ini merupakan perwujudan dari dengan nyaman dengan adanya rumah-
rasa persaudaraan yang dapat rumah peribadatan yang ditujukan untuk
mempertebal kohesi sosial. Selain itu, semua agama. Masyarakat Islam dan
prinsip toleransi, kebebasan, menerima Kristen misalnya tetap dapat menjalankan
pluralisme dan keragamaan budaya, serta kegiataan agama mereka di Masjid
penghormatan penuh terhadap HAM dan maupun Gereja yang terletak di tengah-
kebebasan fundamental juga terkandung tengah pemukiman warga Hindu.
dalam menyama braya. Pengakuan Menyama braya pada masyarakat
sebagai saudara terhadap orang-orang Pemogan dapat terlihat dengan adanya
dari etnis dan agama lain dalam menyama sikap toleran antar umat beragama ketika
braya yang memunculkan istilah seperti umat Hindu menjalankan brata
nyama Selam memungkinkan masyarakat penyepian. Umat non-Hindu turut
untuk hidup saling toleran, menghormati menghormati Nyepi dengan tidak
kebebasan beragama umat lain, dan menyalakan lampu dan tidak
saling bekerjasama. menimbulkan keributan. Ketika Nyepi
Hal tersebut dibuktikan oleh berbenturan dengan kegiatan agama lain,
masyarakat Desa Pemogan di Denpasar seperti misa, umat Katholik dapat
Selatan yang multikultur namun dapat bersikap fleksibel dengan membentuk
persekutuan dan beribadah di rumah. (madelokan). Hal tersebut membuktikan
Ketika Nyepi berlangsung bersamaan bahwa menyama braya pada masyarakat
dengan Sholat Jum’at pun umat Muslim di Desa Pemogan telah melahirkan
tetap dapat menjalankan ibadah di masjid semangat gotong royong antar umat
terdekat dengan berjalan kaki dan tidak beragama. Masyarakat di Desa Pemogan
membunyikan speaker. Demikian pula juga masih menjalankan sejumlah tradisi
ketika Nyepi bersamaan dengan Natal yang menunjukkan penyamabrayaan,
dan Idul Fitri, setiap umat dapat bersikap seperti megibung, yakni makan bersama
toleran sehingga dapat mencegah dalam satu tempat dan ngejot, yakni
timbulnya konflik yang terkait dengan isu- saling berbagi makanan pada perayaan
isu agama. hari raya Galungan, Idul Fitri, dan Maulid
Perbedaan agama merupakan hal Nabi. Pada perayaan Idul Adha pun
biasa yang telah dihadapi oleh pembagian hewan kurban tidak terbatas
masyarakat Desa Pemogan dalam jangka hanya pada penduduk beragama Islam,
waktu yang lama karena di wilayah Desa tapi juga turut diberikan kepada umat dari
Pakraman Kepaon terdapat Kampung agama lain. Tradisi semacam ini
Islam Kepaon, suatu enklave Muslim yang merupakan implementasi dari menyama
telah tinggal menggenarasi di wilayah braya yang memperkokoh ikatan sosial
tersebut dan berstatus sebagai penduduk pada masyarakat plural dan membangun
wed atau penduduk asli. Dengan adanya hubungan masyarakat yang harmonis.
menyama braya, penduduk Hindu dan Menyama braya dengan nilai-nilai
Islam di Kampung Islam Kepaon terbiasa luhur seperti solidaritas, toleransi, dan
hidup saling toleran dan bekerjasama kerjasama dapat mempertebal kohesi
dalam suka maupun duka. Umat Hindu sosial sehingga memungkinkan kekerasan
dan Islam di Desa Pemogan terbiasa dan konflik dapat dihindari oleh
untuk saling terlibat dalam berbagai masyarakat. Dengan demikian, kohesi
kegiatan, termasuk kegiatan keagamaan, sosial yang tebal dengan fondasi
seperti umat Hindu turut serta dalam menyama braya tersebut dapat
acara takbir keliling, pecalang membantu berkontribusi dalam membangun apa
menjaga kelancaraan perayaan Idul Adha, yang disebut oleh Galtung sebagai
dan umat Islam turut mengunjungi umat negative peace, yakni kondisi tanpa
Hindu yang tertimpa musibah kematian perang dan kekerasan. Di sisi lain,
keberadaan kearifan lokal menyama braya persaudaraan yang kuat antar masyarakat
dimana masyarakat Hindu di Bali dapat di Bali, baik yang sesama etnis dan agama
menerima kehadiran etnis dan agama lain maupun yang berbeda etnis dan agama.
serta memperlakukannya sebagai saudara Rasa persaudaraan yang kuat ini juga lah
sebenarnya mampu menghapus yang memperkuat solidaritas dan
kekerasan sosiokultural seperti rasisme memunculkan toleransi hidup beragama
dan intoleransi kehidupan beragama. sehingga masyarakat multikultur seperti
Meski masyarakat Bali mayoritas Hindu, yang ada di Desa Pemogan dapat hidup
masih ada keterbukaan untuk menerima secara harmonis dan terhindar dari
kehadiran etnis lain dan kemampun untuk konflik SARA.
hidup berdampingan secara harmonis
dengan umat dari agama lain. Kekuatan Menyama Braya sebagai Modal Sosial
persaudaraan, baik antar sesama etnis Pembangun Ketahanan Masyarakat
Bali beragama Hindu maupun antar etnis terhadap Konflik
dan agama lain sudah sepantasnya Modal sosial merupakan jejaring
dijadikan dasar untuk membangun sosial yang memiliki nilai kebersamaan
kerjasama yang menguntungkan seperti yang tumbuh dari suatu masyarakat,
dalam bidang ekonomi sehingga berupa norma resiprositas antar individu.
kekerasan struktural seperti kemiskinan Modal sosial dapat ditinjau dari tiga
dapat dikurangi. Meski mungkin positive tingkatan, yaitu tingkatan nilai, institusi,
peace masih belum dapat tercapai dan mekanisme. Dalam tingkatan nilai,
sepenuhnya hingga saat ini, namun sebuah jaringan dapat terbentuk karena
setidaknya kearifan lokal menyama braya adanya latar belakang kepercayaan
menjadi salah satu modal untuk terhadap nilai yang sama, seperti agama,
membentuk negative peace dan politik, keturunan, dan lain-lain. Di
menghapus kekerasan sosiokultural yang tingkatan institusi, jaringan sosial
berkontribusi pada pembangunan tersebut diorganisasikan menjadi suatu
positive peace. institusi yang mana ada perlakuan khusus
Kearifan lokal menyama braya terhadap individu yang berada pada
merupakan suatu budaya damai yang jaringan nilai sama untuk memperoleh
sudah lama dikenal oleh masyarakat Bali. modal sosial dari jaringan tersebut.
Dengan adanya kearifan lokal ini, muncul Berikutnya, pada tingkatan mekanisme,
modal sosial yang telah terbentuk pada karena adanya latar belakang agama yang
tingkatan pertama (nilai) dan kedua sama, yaitu Hindu dengan sejumlah
(institusi) mengambil bentuk kerjasama.8 ajarannya tentang keselarasan hidup
Modal sosial pada masyarakat dengan Tuhan, manusia, dan alam;
Bali dapat ditemukan dalam adat, nilai- keturunan yang mengikat seseorang; dan
nilai budaya lokal, serta kearifan lokal profesi yang sama, seperti petani,
yang melekat erat pada setiap sendi nelayan, ataupun pedagang. Pada
kehidupan masyarakat. Adat, budaya, dan tingkatan institusi, jaringan sosial yang
kearifan lokal inilah yang menjadi fondasi ada tersebut diorganisasikan melalui
pembangunan ikatan sosial yang kuat lembaga desa pakraman yang terbagi
pada suatu jaringan sosial, baik sesama menjadi beberapa banjar pakraman di
etnis Bali yang beragama Hindu maupun mana setiap krama adat Bali harus patuh
dengan etnis dan agama lain. Dalam dengan awig-awig yang ada, keberadaan
hubungan intra-etnis, penyamabrayaan pura kawitan (keluarga) yang wajib
yang dilatarbelakangi oleh kesamaan didatangi oleh anggotanya, dan lembaga
etnis, agama, adat, dan budaya profesi seperti organisasi subak. Dari
merupakan modal untuk membangun apa penyamabrayaan yang terbentuk karena
yang disebut oleh Putnam sebagai adanya kesamaan nilai dan
bonding yang memperekat hubungan terlembagakan secara institusi tersebut
sosial dalam konteks inward looking.9 maka lahirlah kerjasama dalam bentuk
Adat, agama, budaya, maupun gotong royong antara masyarakat Bali
kearifan lokal yang dimiliki oleh untuk memenuhi kebutuhan individu
masyarakat Bali dapat membentuk suatu maupun sosial seperti pada upacara
jaringan sosial yang kuat mulai dari keagamaan, upacara kematian, dan
tataran nilai, institusi, dan mekanisme. perayaan hari raya. Kuatnya rasa
Pada tataran nilai, jaringan sosial persaudaraan yang terbangun pada
masyarakat Bali terbentuk secara kuat masyarakat Bali ini berperan untuk
mempertebal kohesi sosial sehingga
8
Adi Dewanto &, Rahmania Utari, “Pemberdayaan masyarakat memiliki solidaritas dan tetap
Modal Sosial dalam Manajemen Pembiayaan
Sekolah”, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 3 No. bersatu padu dalam berbagai keadaan,
1, 2006
9
Robert D. Putnam, Bowling Alone: The Collapse baik suka maupun duka sesuai dengan
and Revival of American Community, Simon and
Shuster, New York, 2000
sesanti pasukadukan dan briuk sapanggul.
Sementara itu, eksistensi kearifan seperti keterlibatan umat Hindu dalam
lokal menyama braya yang memandang takbir keliling dan Idul Adha.
etnis dan agama lain di Bali sebagai Kearifan lokal menyama braya
saudara dapat dimanfaatkan untuk apa yang menekankan semangat
yang disebut oleh Putnam sebagai persaudaraan memang dapat menjadi
bridging yang menjembatani hubungan modal yang kuat dalam membangun
sosial antar etnis dan agama sehingga solidaritas intra-etnis dan membangun
tercipta toleransi dan kerjasama yang kepercayaan terhadap etnis dan agama
10
saling menguntungkan. Di Desa lain yang merekatkan hubungan sosial
Pemogan, pemukiman warga tidak inter-etnis serta inter-agama. Menyama
terkotak-kotakkan berdasarkan etnis dan braya sendiri sesuai dengan falsafah
agama sehingga kemajemukan warga bangsa, Bhineka Tunggal Ika yang
dapat dijumpai di setiap banjar. Hal ini menekankan persatuan dalam keragaman
sangat mendukung terbukanya ruang yang ada pada masyarakat. Persatuan
komunikasi dan interaksi pada yang dijiwai oleh semangat persaudaraan
masyarakat yang berbeda etnis dan ini menjadi fondasi bagi pembangunan
agama. Tradisi ngejot saat perayaan ketahanan masyarakat multikultur yang
Galungan dan Idul Fitri yang masih sangat rentan terhadap ancaman konflik.
dilakukan oleh masyarakat Desa Pemogan Ketahanan masyarakat terhadap
hingga saat ini berperan dalam konflik memang sangat terkait dengan
membangun kedekatan sosial pada modal sosial yang membentuk kekuatan
masyarakat yang saling berbeda agama jaringan sosial dan Conflict Early Warning
dan menunjukkan adanya asas and Early Response System (CEWERS)
resiprositas dalam hubungan sosial. Rasa dimana stakeholders memainkan peranan
persaudaraan pada masyarakat penting. Modal sosial merupakan salah
multikultural pun membentuk ikatan dan satu dari klaster kapasitas ketahanan
rasa saling memiliki sehingga pelibatan masyarakat selain pembangunan
masyarakat yang berbeda latar belakang ekonomi, informasi dan komunikasi, dan
etnis dan agama dalam berbagai kegiatan kompetensi masyarakat dimana menurut
menjadi kebiasaan yang terus dijalankan, Norris et al kualitas modal sosial terbagi
menjadi sense of community, citizen
10
Ibid
participation, dan place attachment.
Menyama braya sebagai kearifan lokal mengguncang Bali di tahun 2002 dan
yang diyakini dan dipraktikan oleh turut memakan korban umat Hindu dan
masyarakat Bali memiliki kekuatan untuk Islam di Desa Pemogan. Peristiwa Bom
menumbuhkan rasa persatuan dan rasa Bali tahun 2002 merupakan kondisi yang
memiliki pada desa serta komunitas yang sangat rentan terhadap provokasi dan
kental. Ini artinya sebagai modal sosial, perpecahan antar umat beragama di Bali
menyama braya memiliki kualitas untuk karena pelaku pengeboman
membentuk sense of community dimana mengatasnamakan agama Islam. Meski
masyarakat di suatu desa seperti di Desa demikian, masyarakat Bali dapat bertahan
Pemogan, misalnya tumbuh rasa saling dari ancaman konflik antar umat
memiliki meski terdapat perbedaan beragama dan harmoni sosial tetap dapat
agama, terutama masyarakat Hindu dan terjaga karena menyama braya yang ada
Islam yang sudah hidup berdampingan pada masyarakat masih kuat. Sense of
sangat lama dan sama-sama memiliki community dan place attachment yang
identitas warga wed. Sense of community dihasilkan karena adanya menyama braya
inilah yang menyebabkan ikatan sosial dimanfaatkan oleh para stakeholders
pada masyarakat menjadi lebih kuat. untuk menggandeng tokoh seluruh
Terkait dengan sense of community agama untuk bersama-sama menonjolkan
tersebut, menyama braya juga persatuan pada masyarakat sehingga
menumbuhkan place attachment masyarakat dapat menyaksikan bahwa
terhadap desa tempat mereka tinggal. kebersamaan itulah yang membuat
Adanya lembaga genelogis pura kawitan mereka bertahan dan agar harmoni sosial
yang turut membingkai menyama braya yang sudah terpelihara dengan baik tetap
misalnya, juga membentuk place terjaga. Menyama braya yang dimiliki oleh
attachment yang mendorong anggota masyarakat Bali juga menghasilkan kohesi
suatu keluarga untuk tetap kembali ke sosial yang tebal yang berfungsi sebagai
tempat asalnya sejauh apapun ia pergi. social enablers untuk membangun
Kualitas modal sosial yang ketahahanan masyarakat dari ancaman
terdapat dalam menyama braya tersebut konflik sehingga secara keseluruhan Bom
dapat dimanfaatkan untuk membangun Bali tidak memengaruhi hubungan sosial
masyarakat yang tahan terhadap umat Hindu dan Islam di Bali. Peristiwa
ancaman konflik, termasuk ketika bom tersebut tidak sampai merusak
kepercayaan terhadap umat Islam yang pakraman dengan sub terkecil adalah
sudah lama hidup berdampingan dengan banjar. Dari tingkat desa, masyarakat
umat Hindu meski kewaspadaan terhadap harus sudah memiliki kewaspadaan dini
pendatang Islam memang mengemuka agar senantiasa siap siaga mendeteksi,
setelahnya. mengantisipasi sejak dini, dan mencegah
Social enablers tersebut juga berbagai potensi konflik yang dapat
harus didukung oleh procedural enablers menimbulkan perpecahan. Maka dari itu,
berupa strategi yang tepat dalam CEWERS yang kuat sangat diperlukan
merespon situasi yang dapat sebagai upaya mencapai perdamaian dan
menghasilkan gangguan pada harmoni sosial.
masyarakat. Di sinilah perlunya CEWERS Jaringan CEWERS dapat
dan peranan aktif stakeholders dalam dibangun dengan basis identitas.
menjaga perdamaian. Stakeholders Menyama braya yang ada pada
merupakan aktor penting yang dapat masyarakat Bali telah menyebabkan
merumuskan strategi pencegahan dan ikatan persaudaraan antar masyarakat
resolusi konflik. Penanganan konflik dan rasa memiliki terhadap desa menjadi
memerlukan adanya aksi strategis dan lebih kuat. Hal ini dapat menumbuhkan
responsif agar konflik yang sudah terjadi kepedulian untuk bersama-sama menjaga
tidak meluas dan menimbulkan dampak keamanan desa. Jaringan CEWERS
yang lebih buruk. Sementara itu, berbasis identitas dapat ditemukan dari
pencegahan konflik merupakan suatu sistem pemerintahan desa yang terkecil,
upaya yang pro-aktif, bukan reaktif yaitu banjar. Banjar merupakan sub desa
sehingga konflik dapat ditangani dengan pakraman dimana krama banjar disatukan
cepat dan tepat tanpa terlambat. oleh adat dan diikat oleh awig-awig serta
perarem dalam satu kelompok wilayah
Membangun Damai dan Harmoni Sosial sementara relasi sosial dibangun atas
dari Tingkat Desa hingga Kota dasar menyama braya. Dalam suatu banjar
Upaya untuk menciptakan juga ada warga dinas yang tidak terikat
kehidupan sosial yang damai dan secara adat dan agama, namun memiliki
harmonis dapat dilakukan dari tingkat tanggungjawab untuk mematuhi aturan
terkecil, yaitu desa yang mana desa di Bali yang ada di banjar dan desa serta
terbagi menjadi desa dinas dan desa menjaga keamanan bersama.
Deteksi dini konflik dapat dimulai desa untuk dapat menanamkan
dari sistem banjar dimana banjar rutin pemahaman dan tanggungjawab
mengadakan paruman untuk membahas terhadap umat maupun anggotanya
persoalan adat, agama, maupun isu-isu dalam menjaga keamanan desa. Jika ada
lain yang dihadapi oleh masyarakat. persoalan yang melibatkan masyarakat
Informasi sekecil apapun dapat segera antar etnis, para tokoh paguyuban etnis
diketahui oleh masyarakat karena adanya berperan besar untuk segera meredam
sistem perbanjaran dan mekanisme ketegangan karena mereka memiliki
tradisional kulkul. Kelian dinas dan adat kekuatan untuk didengar oleh anggota
bekerja layaknya pasangan suami istri etnis. Penyelesaian permasalahan pun
yang selalu mengutamakan komunikasi dilakukan secara kekeluargaan dimana
dan kerjasama dalam menjaga keamanan tokoh etnis dan desa dapat bersama-
desa. Setiap permasalahan yang ada di sama menyepakati parum yang harus
banjar dapat disampaikan kepada kelian dipatuhi oleh warga. Hal tersebut
banjar agar segera ada tanggapan dini tentunya merupakan langkah yang tepat
dan tidak terjadi perluasan konflik. Jadi, untuk menghindari konflik SARA pada
upaya penyelesaian masalah yang masyarakat plural. Di Desa Pemogan,
dihadapi oleh masyarakat diutamakan menyama braya yang kuat juga telah
untuk terselesaikan dahulu pada tingkat memungkinkan kegiatan keagamaan
banjar dan dicegah agar tidak meluas yang bersamaan berlangsung secara
hingga ke desa. damai. Ini tidak terlepas dari peranan para
Menyama braya yang dimiliki oleh tokoh agama yang dapat memberikan
masyarakat Bali juga memungkinkan pemahaman kepada umatnya agar dapat
upaya pencegahan dan resolusi konflik menjaga toleransi. Setiap akan ada Nyepi,
secara inklusif dengan turut melibatkan misalnya tokoh lintas agama dapat
tokoh lintas etnis dan agama. Di Desa berdiskusi dan membuat kesepakatan
Pemogan yang masyarakatnya yang kemudian disampaikan kepada
heterogen, tokoh agama dan tokoh warga sehingga meski beberapa kali
paguyuban etnis menjadi aktor penting Nyepi berbentrokan dengan Natal, Sholat
yang turut berperan membangun Jum’at, dan Idul Fitri, semua kegiatan
kehidupan damai dan harmonis. Tokoh dapat berlangusung khidmat tanpa saling
agama dan tokoh etnis ini dirangkul oleh mengganggu.
Pada tingkat desa pakraman, perayaan Idul Fitri dan Idul Adha serta
bendesa adat memiliki tanggungjawab menjadi pihak keamanan pondok
yang besar untuk mengatur krama adat, pesantren di Desa Pemogan, yakni
maka dari itu setiap hal yang terjadi di Pondok Pesantren Hidayatullah. Ini
banjar perlu diinformasikan ke bendesa menunjukkan bahwa menyama braya
adat sehingga tokoh adat, tokoh telah menumbuhkan toleransi dan
masyarakat, dan tokoh agama akan selalu mendorong kerjasama antar umat
dapat berkoordinasi menjaga kedamaian beragama. Selain itu, menyama braya juga
dan keamanan. Dalam rapat adat di desa mempersatukan masyarakat Hindu dan
pakraman, banjar juga wajib mengirimkan Islam dalam Bankamdes untuk secara
perwakilan krama sehingga semua hal bersama-sama waspada menghadapi
yang terjadi di banjar dapat diketahui oleh ancaman konflik demi terciptanya
desa pakraman. Desa Pakraman juga suasana yang aman dan damai. Upaya
memiliki tugas untuk membina preventif ini dilakukan dengan patroli
kerukunan, menjaga toleransi, dan rutin oleh anggota Bankamdes ke setiap
berwenang menyelesaikan sengketa adat banjar setiap hari dari pukul sembilan
yang terjadi pada warganya. Sementara malam hingga pukul lima pagi. Dengan
itu, kepala desa dengan kelian dinas di patroli ini, Bankamdes dapat memantau
setiap banjar bekerjasama menjaga kondisi setiap banjar sehingga jika ada
keamanan, seperti melakukan tertib hal-hal yang berpotensi mengganggu
administasi kependudukan. keamanan lingkungan dapat dideteksi
Upaya mewujudkan perdamaian secara dini dan segera ditanggapi, seperti
dan harmoni sosial juga disokong dengan misalnya pemuda yang mabuk-mabukan
lembaga keamanan yang dimiliki oleh di pinggir jalan dapat segera diamanakan.
desa, seperti pecalang dan Bantuan Anggota Bankamdes dan Linmas juga
Keamanan Desa (Bankamdes). Pecalang berjaga 24 jam di kantor kepala desa
di Desa Pemogan bukan hanya beperan sehingga selalu siaga jika ada masyarakat
dalam menjaga keamanan desa dan yang menyampaikan pengaduan terkait
membantu melakukan penertiban ketertiban dan keamanan desa.
penduduk pendatang, namun juga turut Pembangunan ketahanan
terlibat dalam menjaga kelancaran masyarakat terhadap konflik dengan
kegiatan hari raya umat lain, seperti memperkuat menyama braya juga
dilakukan oleh Desa Pemogan melalui Jika suatu konflik tidak
Pekan Olahraga Desa (Pordes) yang rutin terselesaikan pada tingkat desa maupun
diadakan setiap tahun. Kegiatan ini terdapat kejadian konflik yang melibatkan
memungkinkan warga banjar bersatu antar desa, maka penyelesaian masalah
sebagai tim dan bekerjasama untuk dapat dilakukan melalui Musyawarah
mengalahkan banjar lain dalam rangkaian Pimpinan Kecamatan (Muspika) yang
lomba tradisional yang bertujuan terdiri dari camat, Kepala Kepolisan
merekatkan penyamabrayaan pada Sektor (Kapolsek), dan Komandan Rayon
masyarakat sehingga tercipta kehidupan Militer (Danramil). Pada tingkat yang
damai dan harmonis. Upaya lain yang lebih tinggi, yakni tingkat pemerintah
dapat dilakukan untuk memperkuat kota, upaya pencegahan konflik dilakukan
menyama braya adalah pembinaan dengan menyasar faktor-faktor penyebab
generasi muda melalui sekaa teruna di konflik. Menurut Lund metode
setiap banjar. Melalui sekaa teruna inilah pencegahan konflik disesuaikan dengan
generasi muda yang merupakan tingkat awal konflik, seperti misal pada
kelompok rentan dapat dibina dan dididik tataran konflik laten, pencegahan dapat
untuk melestarikan budaya Bali dan dilakukan melalui langkah-langkah
mempertahankan ikatan penyamabrayaan struktural dan langsung yang ditunjukkan
yang kuat. Tokoh adat memiliki peranan untuk mengentaskan sumber-sumber
11
penting untuk menyebarkan semangat sosial-ekonomi. Di Denpasar,
menyama braya dan mengajarkan gotong permasalahan adat sering kali dapat
royong pada warga melalui tradisi lisan menimbulkan konflik di masyarakat
secara turun temurun. Sosialisasi tentang sehingga pemerinta kota Denpasar
menyama braya juga dilakukan di tingkat berusaha untuk melakukan upaya
banjar kepada pendatang ketika penguatan peran tokoh adat dalam
membuat Kartu Identitas Penduduk organisasi upadesa yang dibantu oleh
Musiman (KIPEM) atau saat terjaring majelis uttama desa pakraman (tingkat
sidak. Momentum semacam itu provinsi), majelis madya desa pakraman
dimanfaatkan untuk menumbuhkan
11
kesadaran bagi warga pendatang untuk Michael S. Lund, “Conflict Prevention: Theory in
Pursuit of Policy and Practice”, dalam Jacob
turut serta menjaga ketertiban dan Bercovitch,Victor Kremenyuk, I William Zartman,
The SAGE Handbook of Conflict Resolution, Sage,
keamanan desa. London, 2009
(kota), dan majelis alit desa pakraman masyarakat untuk melaporkan segala
(kecamatan). Langkah lain yang bertujuan kejadian yang dihadapi mereka sehingga
untuk menyelesaikan persoalan struktural pemerintah kota dapat bertindak
adalah program Subak Lestari yang responsif dengan menurunkan satuan
dicanangkan oleh Pemerintah Kota kerja yang dibutuhkan. Hal serupa juga
Denpasar untuk mencegah terjadinya dapat dilakukan melalui whatsapp group
konflik lahan. Pemerintah Kota Denpasar Pro Denpasar. Upaya mewujudkan
juga mendorong peningkatan keahlian perdamaian dan harmoni sosial juga
generasi muda, membuka peluang kerja dilakukan secara inklusif dengan
melalui job fair, dan pelatihan UKM agar melibatkan tokoh semua agama dan
penduduk lokal dapat bersaing secara paguyuban etnis yang ada di Bali. Hal ini
ekonomi dengan pendatang. Kebijakan didukung dengan adanya Forum
semacam ini diharapkan mampu Pembauran Kebangsaan (FPK) di Kota
menimalisir kesenjangan sosial ekonomi Denpasar yang mewadahi
antar penduduk lokal dan pendatang multikulturalisme di mana tokoh semua
yang dapat menjadi faktor struktural etnis yang ada saling bersatu dalam
penyebab konflik di kemudian hari. semangat persaudaraan untuk
Pemerintah kota Denpasar juga menciptakan harmoni sosial. Jika ada
menjadikan desa pakraman, perangkat permasalahan antar etnis, tokoh-tokoh
desa, tokoh-tokoh agama, dan tokoh adat etnis inilah yang dirangkul oleh
sebagai agen pendeteksi konflik. Tokoh pemerintah kota untuk
adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, menyelesaikannya. Hal ini tentu saja
tokoh pemuda, akademisi, dan tenaga memanfaatkan kekuatan dari para tokoh
ahli juga dihimpun dalam Forum etnis yang dapat didengar dan dipatuhi
Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) oleh anggota kelompoknya sehingga
sehngga ada kesiapsiagaan masyarakat meski Denpasar terdiri dari masyarakat
dalam menghadapi gangguan keamanan plural, mereka tetap dapat hidup
dan ancaman konflik. Salah satu bentuk berdampingan secara harmonis.
kewaspadaan dini dalam menghadapi Lembaga lain yang berperan
ancaman konflik adalah dengan besar dalam pengelolaan perdamaian
meluncurkan aplikasi Pro Denpasar Plus di pada masyarakat multikultur adalah
smart phone yang memungkinkan Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB). FKUB menjadi leading sector masyarakat untuk saling berbaur tanpa
pembinaan kerukunan umat beragama memandang etnis dan agama dalam
yang dapat menyebarkan semangat kemeriahan pagelaran budaya dan
menyama braya dalam setiap kegiatannya khidmatnya lantunan doa-doa. Gema
untuk mewujudkan kehidupan antar umat Perdamaian menjadi symbol untuk
beragama yang saling toleran, rukun, dan mengingatkan agar masyarakat Indonesia
harmonis. FKUB Bali juga mengeluarkan tetap selalu waspada dan melakukan
kesepakatan antar tokoh agama yang tindakan preventif untuk mencegah
memanfaatkan eratnya rasa konflik yang memecah belah bangsa.
persaudaraan antar umat untuk saling Acara semacam ini dapat memperkuat
menjaga keamanan semua tempat ibadah menyama braya yang ada pada
yang ada di Bali. Selain itu, FKUB juga masyarakat karena dapat
berupaya menanamkan menyama braya mempersatukan seluruh elemen
kepada generasi muda dengan masyarakat tanpa membeda-bedakan
membentuk Forum Generasi Muda Lintas etnis, adat-istiadat, maupun agama. Acara
Agama (Forgimala) dan Forum ini juga menjadi sarana edukasi kepada
Perempuan Lintas Agama (Forpela) masyarakat tentang pentingnya menjaga
sehingga kesadaran hidup berbhineka menyama braya meski ada perbedaan
tunggal ika dan upaya pembangunan etnis, ras, agama, dan warna kulit
kerukunan sudah dimulai sedini mungkin sehingga masyarakat senantiasa hidup
oleh pemuda dan pemudi. Hal ini tentu dalam persatuan dan mencapai hidup
saja dapat mengurangi kerentanan yang damai serta harmonis dalam
pemuda terhadap ancaman konflik dan keragaman.
mempersiapkan generasi penerus yang
memiliki kewaspadaan dan kapasitas Kesimpulan
dalam membina kerukunan antar umat Menyama braya merupakan
beragama. kearifan lokal masyarakat Bali yang
Dalam rangka meningkatkan mengandung nilai-nilai budaya damai
kewaspadaan untuk mencapai keamanan seperti solidaritas, kerjasama, toleransi,
nasional, saat ini Gema Perdamaian kebebasan, menerima pluralisme dan
menjadi acara yang rutin yang keragaman budaya, dan penghormatan
menggandeng semua unsur dalam penuh terhadap HAM dan kebebasan
fundamental. Menyama braya dapat dan FPK juga memiliki peranan masing-
menjadi modal sosial yang berfungsi masing dalam pencegahan dan resolusi
memperkuat solidaritas antar sesama konflik namun dapat saling bersinergi
masyarakat Bali (bonding) sehingga untuk mewujudkan perdamaian dan
kohesi sosial semakin tebal dan harmoni sosial di Bali. Pada akhirnya,
menjembatani hubungan serta membuka modal sosial yang mampu membangun
ruang kerjasama dengan masyarakat dari ketahanan masyarakat terhadap konflik
etnis dan agama lain di Bali (bridging). harus dibarengi oleh peran aktif para
Modal sosial tersebut sangat penting pemangku kepentingan dalam
dalam menciptakan ketahanan memperkuat modal sosial tersebut dan
masyarakat dalam menghadapi ancaman merumuskan strategi pencegahan dan
konflik. Selain itu, stakeholders dari resolusi konflik yang tepat untuk
tingkat desa, kota, hingga lembaga yang mencapai masyarakat yang damai dan
mewadahi multikulturalisme seperti FKUB harmonis.
Daftar Pustaka

Atmadja, N. B. (2010). Ajeg Bali: Gerakan, Identitas Kultural, dan Globalisasi. Yogyakarta:
LKiS.
Dewanto, A., & Utari, R. (2006). Pemberdayaan Modal Sosial dalam Manajemen
Pembiayaan Sekolah. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 3 No. 1, 25-33.
Haba, J. (2008). Revitalisasi Kearifan Lokal: Studi Resolusi Konflik di Kalimantan Barat,
Maluku, dan Poso. Dalam I. M. Irwan Abdullah, Agama dan Kearifan Lokal Dalam
Tantangan Global. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hawkins, R. L., & Maurer, K. (2009). Bonding, Bridging and Linking: How Social Capital
Operated in New Orleans following Hurricane Katrina. British Journal of Social
Work, Vol. 40, 1777–1793.
Jeong, H. W. (2008). Understanding Conflict and Conflict Analysis. London: SAGE
Publications Ltd.
Lund, M. S. (2009). Conflict Prevention: Theory in Pursuit of Policy and Practice. In J.
Bercovitch, V. Kremenyuk, I. W. Zartman, & (eds), The SAGE Handbook of Conflict
Resolution (pp. 287-308). London: Sage.
Putnam, R. D. (2000). Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community.
New York: Simon and Shuster.
Suryawan, I. N. (2005). Bali, Narasi dalam Kuasa: Politik & Kekerasan di Bali. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Trisila, S. (2015). Masyarakat Islam di Bali dalam Lintasan Historis. In A. D. Girindrawardani,
S. Trisila, & (ed), Membuka Jalan Keilmuan Kusumanjali 80 Tahun: Prof. Dr. Anak
Agung Gde Putra Agung, S.U. Denpasar: Pustaka Larasan.
Wijayanti, P. A., & Rokhman, A. (2011). Kearifan Lokal sebagai Bagian dari Demokrasi dan
Pembangunan di Indonesia. Seminar Nasional FISIP-UT, (pp. 607-622).

Anda mungkin juga menyukai