Anda di halaman 1dari 40

 

BANGUNAN DAN SALURAN IRIGASI KEJURON PRAJEKAN


(BUNUTAN, KOLPOH, dan BATULAWANG) KABUPATEN
BONDOWOSO

LAPORAN
diajukan guna memenuhi tugas Matakuliah Irigasi

Oleh

Wahyu Dwi Firmansyah


141710201044

TEP A

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
 

BAB 1. PEMBAHASAN

1.1.  Latar Belakang


Salah satu aspek terpenting dalam bidang pertanian adalah
ketersediaan air irigasi untuk mengairi petak/lahan persawahan.PP Nomor 2
Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 menyatakan bahwa pemerintah
memprioritaskan pembangunan nasional untuk mencaai kedaulatan pangan,
ketersediaan energi dan pengelolaan sumber daya maritim serta kelautan
dalam jangka lima tahun ke depan. Berdasarkan Kementerian Pekerjaan
Umum tentang irigasi (2006) menyatakan bahwa irigasi berfungsi untuk
mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian

dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat.


Pembangunan saluran irigasi untuk menunjang penyediaan bahan
 pangan nasional sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air di lahan
akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air
 permukaan. irigasi berfungsi untuk mendukung produktivitas pertanian dalam
ragka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat khususnya
kepada para petani. Cara untuk meningkatkan produksi pangan antara lain
dengan ekstensifikasi pertanian dan intensifikasi pertanian. Terlebih lagi untuk
mensukseskan program pemerintah Indonesia untuk peninggkatan supplyair
 baku untuk pertanian dengan pembangunan bendung atau dengan
meningkatkan inerja suatu daerah jaringan irigasi. Pengertian Irigasi sendiri
adalah upaya yang dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertanian. Dalam
dunia modern, saat ini telah banyak model irigasi yang dapat dilakukan
manusia. Tanpa adanya system irigasi, usaha pertanianmerupakan sesuatu
yang tidak maksimal, karena irigasi merupakan suatu factorpenunjang dalam
 bidang usaha pertanian.

Irigasi tidak terlepas dari jaringan irigasi, dalam jaringan irigasi

adaempat unsure pokok dari bangunan irigasi yaitu : bangunan utama, jaringan
 

 pembawa, kelengkapan pendukung, saluran pembuang, dan petak tersier.


Pengenalan jaringan irigasi merupakan langkah
langkah utama dalam hal pembelajaran
dan pemahaman tentangirigasi selanjutnya sekaligus dengan ini duharapkan

aka nada inovasi baru yangakan membawa perubahan yang lebih baik dalam
hal kegiataj keirigasian tersebut.

1.2.  Perumusan Masalah


Perencanaan pemanfaatan jaringan irigasi Saluran Bunutan, Kolpoh, dan
Batulawang belum dapat dilakukan. Hal ini disebabkan oleh :

1.  Jaringan Irigasi belum diidentifikasi secara baik

2.  Kebutuhan air irigasi belum dihitung secara agroklimatolis

3.  Data debit belum diinterpretasikan sebagai ketersediaan air

Ketiga parameter ini mengakibatkan perencanaan pemanfataan jaringan


irigasi Saluran Sekunder Bunutan, Kolpoh, dan Batulawang DI.Kejuron Prajekan
tidak dapat dilakukan secara optimal.

1.3.  Tujuan
Tujuan kajian Potensi Dan Kondisi Saluran Sekunder Bunutan, Kolpoh,
Kolpoh,
dan Batulawang, sebagai berikut :

1.  Mengidentifikasi Jaringan Irigasi Saluran Sekunder Bunutan, Kolpoh, dan

Batulawang.

2.  Menghitung kebutuhan air irigasi secara agroklimatolis di Saluran


Sekunder Bunutan, Kolpoh, dan Batulawang.

3.  Menghitung Data Andalan sebagai ketersediaan air Saluran Sekunder


Bunutan, Kolpoh, dan Batulawang.
 

1.4.  Manfaat
Manfaat kajian Potensi Dan Kondisi Saluran Bunutan, Kolpoh, dan
Batulawang. dibagi menjadi dua fokus yaitu yang pertama bagi pengelola irigasi

dan petani dan yang kedua untuk ilmu teknik pertanian yaitu sebagai berikut :
1.  Bagi Pengelola Irigasi dan Petani

Sebagai dasar pertimbangan perencanaan pemanfataan pemanfataan


 jaringan irigasi Saluran Sekunder Bunutan, Kolpoh,
Kolpoh, dan Batulawang.

2.  Bagi Ilmu Teknik Pertanian

Sebagai uji coba penerapan ke-ilmu keteknikan pertanian.Permasalahan


dan penyelesaian permasalahan diharapkan dapat memperluas wacana ke-ilmuan
teknik pertanian. 
 

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi
untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi
rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (PP No 20 tahun
2006). Berdasarkan PP No. 20 tahun 2006 bahwa irigasi merupakan sumber
utama yang sangat penting sebagai salah satu usaha peningkatan produktivitas
 pertanian karena melalui irigasi kebutuhan air untuk pertanian diatur. Dalam
 peningkatan produksi pangan, irigasi mempunyai peranan penting untuk
menyediakan air bagi tanaman dan memudahkan pengolahan tanah.

2.2 Jaringan Irigasi


Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang
merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian,
 pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi (PP No 20 tahun 2006).
Jaringan irigasi terdiri dari tiga bagian yakni (PP No 20 tahun 2006) sebagai
 berikut.
a)  Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
 bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan

 bagi, bangunan bagi-sadap,


bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan
bangunan pelengkapnya.
 b)  Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-
sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
c)  Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana
 pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier,
saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta
 bangunan pelengkapnya.
pelengkapnya.
 

2.2 Saluran Irigasi
Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi
 pembawa dan saluran pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsinya saluran
s aluran irigasi

 pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier


te rsier serta kuarter
(Mawardi, 2007). Pada laporan praktikum ini, pembahasan hanya pada saluran
 primer Kottok BK 12-21.

2.3 Bangunan Irigasi


Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan
dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai
dalam praktek irigasi antara lain: bangunan utama, bangunan pembawa, bangunan
 bagi, bangunan sadap, bangunan pengatur muka air, bangunan pembuang dan

 penguras serta bangunan pelengkap (Direktorat Jenderal Pengairan dalam Suroso,


2008). Menurut Direktorat Jenderal Pengairan dalam Suroso (2008) bangunan
utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke
seluruh daerah irigasi yang dilayani.

2.3.1 Bangunan Pengatur


Bangunan pengatur terdiri atas bangunan bagi, bangunan sadap, bangunan
 bagi-sadap, boks tersier, dan boks kuarter. Bangunan bagi merupakan bangunan
yang terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan

 berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih. Bangunan sadap
merupakan banguan penyadap tersier yang mengalirkan air dari saluran primer
atau sekunder ke tersier penerima. Bangunan bagi sadap merupakan gabungan
antara bangunan bagi dan bangunan
bangunan sadap. Simbol bangunan sadap, bagi-sadap,
dan bagi pada skema bangunan dapat dilihat seperti pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Simbol Bangunan Pengatur
Simbol Jenis Bangunan Simbol Jenis Bangunan
Bangunan Bagi-
Bangunan Bagi Sadap
 

Bangunan Sadap
 

Hal terpenting pada bangunan pengatur memiliki beberapa komponen


struktur seperti: bangunan pengatur muka air (1) yang terdiri atas: pintu kuras (1a)
dan mercu tetap (1b), pintu pengambilan (2), bak dan saluran ukur (3), dan
 bangunan ukur (4). Bentuk bangunan pengatur dapat diperhatikan seperti pada
Gambar 2.1 berikut. Jenis dari bangunan pengatur muka air dapat dilihat seperti
 pada Tabel 1.2. Jenis pintu air dapat dilihat
dilihat seperti pada Tabel 1.3.

Gambar 2.1 Gambar Komponen Bangunan Pengatur

Tabel 1.2 Jenis Bangunan Pengatur Muka Air


Jenis Bangunan Pengatur Muka Air Gambar Bangunan
Pintu skot balok

Pintu sorong
 

Mercu tetap

Kontrol celah trapesium

Tabel 1.3 Jenis Pintu Air


Jenis Lebar Pintu Tipe Keterangan
Keterangan Gambar
Pintu (m)
A >2
>2   Ulir

B 0,90 – 2,00 
2,00  Ulir Sama seperti jenis pintu A
B 0,90 - 2,00
 2,00   Ulir daun pintu terbuat
dari kayu

C2 0,60 – 0,80 
0,80  Ulir  

C3 Sama seperti jenis pintu C2


0,30 – 0,60 
0,60  Ulir  
 

C5 0,30 – 0,50 
0,50  Angkat  
Angkat

2.3.2 Bangunan Pelengkap


Selama air irigasi dialirkan da dibagi sepanjang saluran primer atau
sekunder, terdapat bangunan pelengkap. Bangunan pelengkap   berfungsi sebagai
untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan
 pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Macam bangunan
 pelengkap antara lain: talang, syphon, gorong-gorong, gorong-gorong silang,
 bangunan terjun, got miring, pelimpah samping, bangunan penguras, masukan
 pembuang (drain inlet), jembatan, jembatan orang, tangga mandi cuci, tempat
mandi hewan.  Talang merupakan saluran buatan yang dibuat untuk melintaskan
saluran irigasi dengan permukaan tanah yang rendah. Facet bangunan dari talang
antara lain: bangunan peralihan masuk (1), penumpu beban (2), pilar (3), talang
(4), bangunan peralihan keluar (5). Gambar bangunan dan simbol talang pada
skema bangunan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.2

(a)  (b)
Gambar 2.3 (a) Gambar Bangunan Talang, (b) Simbol Bangunan

Jembatan merupakan bangunan yang menghubungkan jalan inspeksi yang terpisah


oleh saluran irigasi, saluran pembuang, dan sungai. Facet bangunan jembatan
 

antara laing: penumpu beban (1), sayap (2), plat beton (3), sandaran sayap (4),
sandaran plat beton (5), pipa sandaran (6). Gambar bangunan dan simbol
 jembatan pada skema bangunan dapat
dapat dilihat seperti Gambar 2.4.

(a)  (b)
Gambar 2.4 (a) Gambar Bangunan Jembatan, (b) Simbol Bangunan

2.3.3 Bangunan Ukur


Bangunan ukur biasanya difungsikan sebagai bangunan pengontrol. Tipe

dari banguan ukur dapat dilihat seperti pada Tabel 1.4.


Tabel 1.4 Tipe Bangunan Ukur
Pelimpah ambang lebar   Ambang lebar  
Pintu Romijn 
Romijn 

Pelimpah ambang tajam 


tajam  Cipoletti  
Cipoletti

Takik V (Thomson) 
(Thomson) 

Penyempitan aliran Parshall flume 


flume 
(flume)  
(flume)
 

  Venturi flume 
flume 
Aliran bawah (Orifice) 
(Orifice)   Crump de Gruyter  

Orifice dengan tinggi


energi tetap 
tetap 

2.5 Kebutuhan Air Irigasi


Kebutuhan air untuk penggenangan lahan pada ekosistem sawah bervariasi
untuk setiap fase pertumbuhan. Pengaturan penggenangan air pada lahan sawah
disesuaikan dengan umur serta fase pertumbuhan padi. Kebutuhan air tanaman
didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air
karena proses evapotranspirasi tanaman (ETc) dari tanaman sehat yang tumbuh
 pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah tidak mempunyai kendala
(kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh
 pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu. Kebutuhan air tanaman padi adalah
 jumlah total air yang dikonsumsi tanaman untuk penguapan (evaporasi),
transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman. Kebutuhan air tanaman disebut
 juga sebagai evapotranspirasi tanaman. Kebutuhan air tanaman dianalisis
 berdasarkan estimasi kebutuhan air tanaman menurut Metode FAO (Doorenbos
dan Kassam 1979). Kebutuhan air irigasi dapat dihitung salah satunya dengan
metode FPR (faktor palawija relatif)-LPR (luas palawija relatif). Nilai LPR adalah
 perbandingan kebutuhan air antara jenis tanaman satu dengan jenis tanaman
lainnya.

2.6 Tata Tanam
Rencana Tata Tanam Daerah Irigasi atau disebut Rencana Tata Tanam Global
(RTTDI/RTTG) menggambarkan rencana luas tanam pada suatu Daerah Irigasi,
 belum terperinci per petak tersier. Ini penting untuk Komisi Irigasi Kabupaten,
 

PPTPA dan Dinas Teknis yang membidangi irigasi dalam menentukan rencana
 penyediaan air irigasi. Rencana Tata Tanam Rinci atau disebut Rencana Tata
Tanam Detail (RTTR/RTTD), menggambarkan rencana luas tanam pada suatu

Daerah Irigasi dan diperinci per petak tersier. Ini penting untuk pegangan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A/GP3A/IP3A), untuk mulai kegiatan usaha
tani dan menyusun rencana pembagian air.
Dalam penyusunan Rencana Tata Tanam, bila debit yang tersedia pada
awal pengolahan tanah tidak mencukupi untuk pengolahan tanah serentak, maka
dilakukan rencana golongan. Penggolongan petak-petak tersier dalam tiap
kelompok/golongan berbeda saat dimulainya pengolahan tanah untuk tanaman
 padi. Hal ini dimaksudkan agar angka puncak kebutuhan air menjadl lebih kecil
dari pada kalau tidak memakai sistem golongan serta untuk menyesuaikan angka

 puncak kebutuhan air dengan


dengan debit andalan.
 

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Irigasi dilakukan di Daerah Irigasi Kottok Kabupaten Jember
dan laboratorium TPKL Workshop Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Jember

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
a.  Komputer dengan aplikasi Microsoft Office, MapInfow, Map Source dan
Google Earth

 b.  GPS
c.  camera digital
d.  rollmeter
e.  ring sampel
f.  alat tulis

3.2.2 Bahan
a.  peta daerah irigasi Antirogo
 b.  data tanaman, data hujan, data debit dan data pembagian air

c.  sampel tanah tiap petak (BK 1-BK 20, Bendung Sukorejo, Bendung
Muktisari, Bendung Bedadung)
 

1.3  Prosedur Pelaksanaan

Start

Aplikasi MapInfow,
Digitasi Peta Daerah Irigasi
Google Earth

Pengumpulan data (Klimatologi,


Aplikasi Microsoft
Tanaman, Debit dan Pembagian
Office
Air)

GPS, Camera Foto, pengukuran


Digital, Rollmeter, PenelusuranJaringan Irigasi kerusakan saluran,
Ring Sampel Sampel Tanah

Rencana Tata
Operasi Jaringan Irigasi Tanam, Rencana
Pembagian Air 

Pemeliharaan Jaringan Air 

Penulisan Laporan

Finish
 

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Potensi dan Kondisi Saluran Sekunder Batulawang, Kolpoh, dan


Bunutan
Wilayah kajian saluran Sekunder Batulawang, Kolpoh, dan Bunutan
merupakan saluran sekunder yang terletak di lima desa yaitu Desa Sempol,
Walidono, Prajekan Lor, dan Ramban Kulon. Secara pengelolaan perairan
wilayah ini termasuk di dalam UPT Pengairan Prajekan. Saluran sekunder
Bunutan, Kolpoh, dan Batulawang berada pada satu kejuron yaitu kejuron
Prajekan. Daerah wilayah kajian ini termasuk dalam lima desa, yaitu Desa Tarum,
Prajekan Lor, Ramban Kulon, Sempol, dan Walidono. Lokasi kajian disajikan
 pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kerja


4.1.2 Klimatologi
Klimatologi wilayah kajian diinterpretasikan dengan data kelembaban,
kecepatan angin, suhu udara, dan lama penyinaran (Lampiran 1). Data ini
diperoleh dari stasiun Klimatologi Cindogo. Data dimulai dari tahun 1985 sampai

dengan tahun 1995.


 

Suhu Udara Rata-Rata


21.50
21.00

   ) 20.50
20.00
   C19.50
   0
   (
  u 19.00 Suhu Udara
   h 18.50 Rata-Rata
  u
   S 18.00
17.50
17.00
16.50
   r     i     l    s    p     t    p    s
   n
   a
    b
   e    a    r
   p    e    n
   u    u    g    e     k    o    e
    J     P     M    A     M    J     J     A     S     O     N     D
Bulan
 
Grafik 4.1 Suhu Udara Rata-rata

Kelembapan Udara Rata-Rata

   ) 74.00
   %
   ( 72.00
  a
  r
  a
   d 70.00
   U
  n 68.00
  a Kelembapan
   b 66.00
  a
   b Udara Rata-Rata
  m
  e
64.00
   l
  e 62.00
   K
60.00
   n     b    r    r     i     l    s    p     t    p    s
   a    e    a    p    e    n
   u    u    g    e     k    o    e
    J     P     A     J     J     S     O     D
    M     M Bulan     A     N

Grafik 4.2 Kelembaban Udara Rata-rata


 

Lama Penyinaran Matahari

90.00
   ) 80.00

  n 70.00
   %
   (
  a
  r
60.00
  a 50.00
  n
   i
Lama
  y 40.00 Penyinaran
  n
  e
   P 30.00
  a 20.00
  m
  a 10.00
   L
0.00
   n     b    r    r     i     l    s    p     t    p    s
   a    e    a    p    e    n
   u    u    g    e     k    o    e
    J     P     M    A     M    J     J     A     S     O     N     D
Bulan
 
Grafik 4.3 Lama Penyinaran Matahari

Kecepatan
Kecepatan Angin

   ) 0.80
  m
  a 0.70
   J
   /
   M 0.60
   K
   ( 0.50
  n
   i Kecepatan
  g 0.40
  n Angin
   A 0.30
  n
  a 0.20
   t
  a
  p
  e 0.10
  c
  e 0.00
   K

Bulan

Grafik 4.4 Kecepatan Rata-rata


Berdasarkan grafik di atas, maka data klimatologi yang terdiri dari suhu
rata-rata, kelembaban, kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari dapat
diinterpretasikan sebagai berikut.
(1)  Suhu pada grafik menunjukkan nilai suhu rata-rata pada bulan tersebut
selama 10 tahun dari tahun 1985 samapai dengan 1995. Berdasarkan
interpretasi tersebut nilai suhu berada pada kisaran dibawah 19 C terdapat
 pada bulan-bulan awal yaitu bulan Januari samapi Juni. Pada bulan Juli dan
 

Agustus nilai dari suhu turun kisaran 18 C dan empat bulan terakhir
mengalami kenaikan. Nilai suhu paling tertinggi mencapai 20,5 C pada bulan
 November. Nilai suhu rata-rata
rata -rata berdasarkan data
dat a tersebut menunujukkan nilai

19,05 C.
(2)  Kelembaban udara pada wilayah kajian menunjukkan nilai dengan cakupan
nilai 69% sampai 73%. Pada bulan Mei sampai September memiliki nilai
kelembaban yang rendah, yaitu berada di bawah 70%. Nilai dari kelembaban
udara sangat dipengaruhi oleh lama penyinaran matahari karena pada saat
 penyinaran matahari lama maka nilai kelembaban udara akan menjadi rendah.
(3)  Kecepatan angin memiliki nilai yang semakin meningkat pada tahun
 pertengahan menuju akhir, yaitu bulan Juni sampai Agustus. Pada empat
 bulan berikutnya nilai kecepatan angin mengalami penurunan. Nilai

 penurunan tidak lebih dari 0,4. Nilai kecepatan angin yang di bawah 0,4
terjadi pada bulan April sampai Mei.
(4)  Lama penyinaran pada stasiun klimatologi dinyatakan dalam bbentuk
 presentase. Lama penyinaran dapat mengindikasikan musim kemarau dan
 juga musim hujan. Apabila musim hujan maka presentase penyinaran
matahari rendah dibandingkan presentase penyinaran matahariu saat kemarau.
Karenanya bulan dengan lama penyinaran yang rendah merupakan bulan
dengan musim hujan yaitu bulan dimulai bulan november dan berakhir bulan
maret. Lama penyinaran mempengaruhi nilai-nilai parameter iklim lain

seperti kelembaban udara dan suhu udara. Apabila musim penghujan maka
nilai penyinaran matahari rendah, suhu udara menjadi rendah, dan
kelembaban udara akan meningkat. Diamati dari stasiun hujan Kolpoh dan
stasiun hujan Glendengan. Data hujan diperoleh dari UPT Prajekan yang
melayani kecamatan Prajekan. Data hujan diamati dari dua stasiun selama 6
tahun. Detail data terdapat pada lampiran 1. Secara singkat, interpretasi dari
data tersebut adalah nilai curah hujan 3 harian (D3) pada DAM Kolpoh
memiliki niali maksimal sebesar 397 mm dan pada DAM Glendengan
memiliki nilai D2 maksimal dengan nilai 403 mm. Jumlah rata-rata bulan

 basah dan bulan kering pada DAM kolpoh adalah 3 dan 9. Pada DAM
 

Glendengan jumlah rata-rata bulan basah dan kerimg adalah 3 dan 9.


Berdasrakan klasifikasi iklim menurut Oldeman, dengan mempertimbangkan
 bulan kering dan bulan basah maka wilayah kajian memiliki tipe iklim E.

Tipe iklim ini berarti daerahnya terlalu kering, mungkin hanya ditanami 1 kali
 polowijo itupun tergantung dengan adanya hujan.

4.1.3 Sumber Daya Lahan


Sumber daya lahan ditunjukkan oleh karakteristik jenis tanaman.
Karakteristik sumberdaya lahan ditunjukkan dengan peta jenis tanah. Dalam hal
ini dilakukan juga penentuan tekstur tanah menggunakan metode handfeeling
 pada beberapa lokasi di wilayah kajian. Peta jenis tanah pada wilayah kerja adalah
sebagai berikut.

Gambar 4.2 Peta Jenis Tanah Wilayah Kerja, Peta Kemiringan, dan Peta Akifer

Berdasarkan gambar peta di atas, dapat diketahui bahwa pada wilayah


kerja terdapat beberapa jenis tanah yaitu tanah latosol, litosol, regosol, mediteran,
dan grumosol. Pada saluran sekunder Bunutan, Kolpoh , dan Batulawang terdapat

 pada wilayah yang memiliki jenis tanah regosol, tanah bertekstur kasar dengan
 

kadar pasir lebih dari 60%, hanya mempunyai horison penciriochik, histik, atau
sulfurik.
Dalam penentuan karakteristik lahan dilakukan metode hand feeling . Hand

feeling dilakukan di masing-masing sadap tiap saluran sekunder. Penentuan hand


feeling dilihat pada panjang patahan tanah yang sudah di bentuk pita. Berikut
adalah hasil hand feeling  yang
 yang dilakukan pada masing-masing sadap.
Tabel 4.1 Hasil Hand Feeling pada setiap sadap

Ukuran
 No Bangunan Tekstur Keterangan
(cm)

1 B.TL.1 4 day loam sama rasa


2 B.TL.2 5 day loam sama rasa
3 B.TL.3 5,5 silty clay Debu
4 B.TL.4 5 day loam sama rasa
5 B.TL.5 2,5 Loam sama rasa
6 B.TL.6 5 day loam sama rasa
7 B.TL.7 5 day loam sama rasa
8 B.TL.8 6 day Lekat
9 B.TL.9 6 silty clay Debu
10 B.TL.10 3 silty day loam Debu
11 B.TL.11 3,5 silty day loam Debu
12 B.BU.1 5 day loam sama rasa
13 B.BU.2 4 day loam sama rasa
14 B.BU.3 8 Day Lekat
15 B.K.1 4,5 day loam sama rasa

16 B.K.2 5 day loam sama rasa


17 B.K.3 3,5 silty day loam Debu
18 B.K.4 7,5 Day Lekat
19 B.K.5 5,5 silty clay Debu
20 B.K.6 5 day loam sama rasa

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata tekstur pada


sadap adalah day loam atau sama rasa. Pada saluran sekunder Batulawang
terdapat 6 sadap yang mempunyai tekstur sama rasa, 4 sadap tekstur debu, dan 1
sadap tektur lekat. Pada saluran sekunder bunutan terdapat 2 sadap bertekstur

sama rasa dan 1 sadap bertekstur lekat. Sedangkan pada saluran sekunder Kolpoh
 

terdapat 3 sadap yang memiliki tekstur sama rasa, 2 bertekstur debu dan 1 sadap
 bertekstur lekat.

4.1.4 Sumber Air


Sumber air wilayah kajian yaitu sluran sekunder batulawang, sluran
 bunutan, dan saluran Kolpoh diperoleh dari DAM masing-masing. Saluran
sekunder Batulawang memiliki sumber air dari sungai Kali Sempol dan Bendung
 pada DAM Batulawang. Saluran sekunder
se kunder Kolpoh dan Saluran Sekunder Bunutan
memiliki sumber air dari sungai yang sama yaitu Kali Grujukan dan dari bendung
DAM Kolpoh dan Bunutan.

4.2 Jaringan Irigasi

Sumber air wilayah kajian ini berasal dari DAM masing-masing. Pada
sluran sekunder batulawang air dari kali sempol selanjutnya dialirkan ke sebelas
sadap yang terdapat pada saluran sekunder ini yaitu dari B. TL. 1 sampai sengan
B. TL. 11. Pada saluran sekkunder Kolpoh, air berasal dari kali grujukan yang
dialirkan ke-6 sadap yaitu dimulai dari B.K. 1 sampai B. K. 6. Pada saluran
sekunder Bunutan berasal dari kali grujukan yang diairkan ke tiga sadap yaitu B.
BU. 1 sampai B. BU. 3.
Ketiga saluran tersebut hanya memiliki bangunan sadap tanpa satupun
sluran yang memilki bangunan bagi sadap. Hal ini dikarenakan sumber air dari

ketiga saluran berasal dari kali yang dibendung dan ketiga saluran ini merupakan
saluran sekunder yang langsung mengalir ke petak tersier. Skema jaringan dari
ketiga saluran wilayah kajian disajikan pada gambar sebagai berikut.

Gambar 4.3 Jaringan Saluran Sekunder Batulawang


 

 
Gambar 4.4 Jaringan Saluran Sekunder Kolpoh

Gambar 4.5 Jaringan Saluran Sekunder Bunutan


Potensi jaringan irigasi disajikan pada tabel sebagai berikut.
Tabel 4.2 Potensi Jaringan Irigasi 
 No. Jenis Bangunan/Saluran
Bangunan/Saluran Bangunan/Saluran
Bangunan/Saluran Jumlah
Satuan Nilai Aset
(buah)
I. Bangunan Utama
1 Bendungan -
2 Bendung 3 D.K, D.BU, D.BTL.
II. Bangunan Bagi/ Bagi-
Sadap/ Sadap
1. Bangunan Bagi Buah -
2. Bangunan Bagi-Sadap
Bagi-Sadap Buah -
3. Bangunan Sadap Buah 20 B.TL.1, B.TL.2,
B.TL.3, B.TL.4,
B.TL.5, B.TL.6,
B.TL.7, B.TL.8,
B.TL.9, B.TL.10,
B.TL.11, B.BU.1,
B.BU.2, B.BU.3,
B.K.1, B.K.2,
B.K..3, B.K.4,
B.K.5, B.K.6
III. Bangunan Pelengkap

1. Bangunan Ukur Buah 18


2. Kantong Lumpur Buah -
 

3. Terjunan Buah 9 B.TL.2a, B.TL.6a,


B.TL.6b, B.TL.6c,
B.TL.6d, B.TL.7b,
B.BU.2a, B.BU.2b,
B.K.3a
4. Got Miring Buah -
5. Siphon Buah -
6. Talang Buah -
7. Gorong-Gorong Buah -
8. Gorong-Gorong Silang Buah
9. Pelimpah Samping Buah
10. Pelimpah Corong Buah -
11. Pintu Pembua
Pembuang
ng Buah
12. Jembatan Orang Buah 15 B.K.3b, B.K.3c,
B.K.3d, B.K.3e,
B.K.3e, B.K.3f,
B.K.3g, B.K.3h,
B.K.3i, B.K.3j,
B.K.3k, B.K.3l,

B.TL.5a,
B.K.6b B.K.6a,
13. Jembatan Desa Buah 4 B.TL.1a, B.TL.7a,
B.K.1a,
14. Tempat Cuci Buah -
15. Tempat Mandi Hewan Buah 1 B.K.1b
16. Drain Inlet Buah -
III. Saluran -
1. Sal. Primer Pembawa Km -
2. Sal. Sekunder Pembawa Km 3
3. Sal. Suplesi Km -
4. Sal. Muka Km -

4.2.1 Saluran Sekunder Bunutan


Saluran Sekunder Bunutan

 pada pembahasan laporan ini akan dibahas potensi dan kondisi dari
masing-masing aset irigasi 3 saluran sekunder tersebut. Bangunan yang
mengawali ke-3 saluran ini adalah bangunan bendung atau dam. seperti telah
dijelaskan sebelumnya bahwa bangunan bendung pada saluran sekunder bunutan
adalah dam bunutan, pada saluran sekunder batulawang adalah dam batulawang,
dan pada saluran sekunder kolpoh adalah dam kolpoh.
 

 
Gambar 4.6 mercu dan pintu pembilas bendung

Pada dam bunutan, komponen yang terdapat pada dam ini adalah mercu,
kolam olak, 1 pintu pembilas, 1 pintu pengambulan, dan 1 bangunan ukur. Dam
ini membendung air dari kali sempol. Pada bangunan ini tidak ditemukan pintu
 penguras. Secara umum keadaan dam ini masih bagus,
bagus, karena pada bangunanny
bangunannyaa
hampir tidak ditemukan nilai kerusakan. Begitu juga pada kedua pintu yang masih
mampu untuk menutup secara rapat dan tanpa kebocoran. Bangunan ukur dari
dam ini memiliki tipe drempel. Bangunan ukurnya bisa dikatakan sudah
memenuhi prasyrat bangunan ukur yaitu aliran yang menuju pada bangunan
ukurnya tenang, tedapat mercu yang memberikan beda tinggi lebih dari 5 cm.
 bangunan ukur
ukur ini masih lurus ujungnya dan memiliki lengk
lengkungan
ungan yang baik,
serta tidak ditemukan endapan pada bangunan ukurnya.
Pada saluran ini terdapat 3 bangunan sadap 2 terjunan, dan 1 jembatan
desa. Pada
Pada Pada saluran ini pula terdapat 1 buah jembatan desa dengan
nomenklatur B. BU. 1d yang terletak pada R. BU. 2 yaitu antara sadap 1 dan
sadap 2. Saluran sekunder ini memiliki panjang
panjang kurang lebih 1,7 km.
Secara umum dari jumlah bangunan yang ada pada saluran ini
kerusakannya cenderung kecil atau tidak terlalu banyak. Kebanyakan kerusakan
saluran ini bukan berada pada bangunannya melainkan pada ruas salurannya. Pada
saluran ini ke-3 sadapnya tidak memiliki bangun ukur. Satu-satunya bangun ukur
yang terdapat pada saluran ini berada di dekat dam yang merupakan bangun ukur
untuk debit yang keluar dari dam atau yang akan masuk ke saluran. Hal ini sangat
disayangkan, karena dalam melakukan perhittungan nilai efisiensi debit dan juga
debit andalan diperlaukan data debit pada masing-masing sadap.
 

B.BU 1, B. BU. 2, dan B. BU.3 yang merupakan sadap pada saluran ini
memiliki ciri yang serupa. Hal ini dikarenakan sadap pada bangunan ini
kesemuanya menggunakan tipe pintu skot balok dan tanpa bangunan ukur.

Kondisinya relatif baik tanpa adanya kerusakan berat pada sadapnya. Pada
 bangunan pelengkapnya terdapat 2 buah terjunan yang menandakan ada
 perbedaan tinggi dari saluran ini. 2 terjunan ini terdapat pada ruas 2 yang berada
antara sadap 1 dan 2. Bangunan pelengkap pada saluran ini ada jembatan desa.
Jembatan ini berada pada ruas 2. Pada jembatan ini nilai kerusakannya cukup
 banyak, meskipun kerusakannya tidak parah. Kerusakan pada jembatan ini
didominasi pada sayap jembatan yang terkelupas dan sedikit berlubang. Detail
dari informasi bangunan dan ruas pada saluan ini akan ditampilkan pada lampiran
 beserta juga nilai dari kerusakannya.

4.2.2 Saluran Sekunder Kolpoh


1. DAM Kolpoh
Pada DAM Kolpoh terdapat 3 pintu yaitu 2 pintu pengambilan dan 1 pintu
 penguras, DAM ini membendung air dari kali Gerujukan yang akan digunakan
untuk mengaliri
mengaliri 81 ha persawahan petani pada daerah tersebut, pada DAM ini
 juga terdapat mercu yang digunakan untuk meninggikan muka air adapula 1
 bangun ukur pada DAM Kolpoh yang digunakan untuk mengukur debit air untuk
air pada bangun ukurnya termasuk tenang dan dapat memenuhi persyaratan
sebagaimana bangun ukur seharusnya, pada DAM Kolpoh ini juga terdapat
stasiun hujan atau terdapat Ombrometer yang dapat digunakan untuk mengukur
curah hujan harian, untuk keseluruhan dari DAM Kolpoh ini berfungsi dengan
 baik dan tidak terjadi kerusakan berat.

Gambar 4.7 DAM Kolpoh


 

2.  R. K.1 (Ruas Sadap 1)


Pada ruas saluran pertama yakni R. K. 1a memiliki panjang 210 m dengan
kerusakan tipe roboh sepanjang 82 m dan tidak ada endapan sehingga berfungsi

dengan baik. Lalu pada R. K. 1b berganti pasangan dengan panjang 240 m. Lalu
 berganti pasangan kembali pada R. K. 1c dengan panjang 328 m dan kerusakan
tipe roboh dengan panjang 6.15. Pada R. K. 1 terdapat beberapa bangunan yakni
 jembatan desa dan tempat mandi hewan berjumlah 1.

Gambar 4.8 Ruas Sadap 1


3.  B. K. 1 (Sadap 1)
Pada bangun sadap yakni B. K. 1 memiliki satu buah pintu pengambilan
dengan tinggi h’ 1 m, tinggi daun pintu 0.53 m, dan lebar daun
daun pintu
 pintu 0.51 m. B. K.
1 memiliki jarak langsung sepanjang 0.21 km dengan kondisi daun pintu dalam
kondisi baik dan terbuat dari besi. Pada sayap kanan dan kiri B. K. 1 masing-

masing memiliki pasangan batu kali.

Gambar 4.9 Sadap 1


 

4.  R. K. 2 (Ruas Sadap 2)


Sebelum sadap 2 Kolpoh terdapat ruas R. K. 2 pada ruas ini memiliki panjang
ruas 398 m dan juga lebar ruas saluran 2,38 m dengan tinggi air pada aliran 0,30

m untuk tinggi tanggulnya sebesar 0,80 m, ruas ini tidak ada kerusakan.

Gambar 4.10 Ruas Sadap 2

5.  B. K. 2 (Sadap 2)
Sadap 2 Dam Kolpoh ini memiliki 2 pintu dan juga 2 bangun ukur, pintu dan
 bangun ukur pada sadap ini berfungsi dengan sempurna pada pintu yang bisa
tertutup dengan rapat dan untuk bangun ukur memiliki aliran yang tenang, sadap
ini memiliki luas layanan 3,251 ha, pada sadap ini tidak terdapat endapan yang
mengganggu aliran untuk kondisi dari sadap ini baik karena tidak terdapat
kerusakan yang berat.

Gambar 4.11 Sadap 2


6.  R. K. 3 (Ruas Sadap 3)
Pada ruas saluran R. K. 3 kerusakan hampir sepanjang ruas mengalami
kerusakan. Kerusakan pada R. K. 3 yakni sekitar 75 %. Dengan tipe kerusakan
 

retak Pada ruas R. K. 3 memiliki beberapa bangunan antara lain terjunan


 berjumlah 1 dan jembatan orang berjumlah
berjumlah 11.

Gambar 4.12 Ruas Sadap 3


7.  B. K. 3 (Sadap 3)

Pada bangun sadap B. K. 3 memiliki satu buah pintu pengambilan dengan


tinggi h’ 0.80 m, tinggi daun pintu 0.53 m, dan lebar daun pintu 0.40 m. B. K. 3
memiliki jarak langsung sepanjang 1.049 km dengan kondisi daun pintu dalam
kondisi baik dan terbuat dari kayu dan besi.

Gambar 4.13 Sadap 3


8.  R. K. 4 (Ruas Sadap 4)
Sebelum sadap 4 Kolpoh terdapat ruas R. K. 4 pada ruas ini memiliki panjang
ruas 1,093 m dan juga lebar ruas saluran 2,38 m dengan tinggi air pada aliran 0,30
m untuk tinggi tanggulnya sebesar 0,80 m, pada ruas ini terdapat kerusakan retak
dan ambrol pada bagian tanggul sebelah kanan.
 

 
Gambar 4.14 RuasSadap 4
9.  B. K. 4 (Sadap 4)
Sadap 4 Dam Kolpoh ini memiliki 1 pintu dan tidak memiliki bangun ukur,
 pintu pada sadap ini berfungsi dengan sempurna pada pintu yang bisa tertutup
dengan rapat, sadap ini memiliki luas layanan 10 ha, pada sadap ini tidak terdapat
endapan yang mengganggu aliran untuk kondisi dari sadap ini baik karena tidak
terdapat kerusakan yang berat.

Gambar 4.15 Sadap 4


10. R. K. 5 (Ruas Sadap 5)
Sebelum sadap 5 Kolpoh terdapat ruas R. K. 5 pada ruas ini memiliki panjang
ruas 1,191 m dan juga lebar ruas saluran 2,38 m dengan tinggi air pada aliran 0,30
m untuk tinggi tanggulnya sebesar 0,80 m, pada ruas ini terdapat kerusakan
ambrol pada bagian tanggul sebelah kiri.
 

 
Gambar 4.16 Ruas Sadap 5
11. B. K. 5 (Sadap 5)
Sadap 2 Dam Kolpoh ini memiliki 2 pintu dan juga 2 bangun ukur, pintu dan
 bangun ukur pada sadap ini berfungsi dengan sempurna pada pintu yang bisa

tertutup dengan rapat dan untuk bangun ukur memiliki aliran yang tenang, sadap
ini memiliki luas layanan 10 ha, pada sadap ini tidak terdapat endapan yang
mengganggu aliran untuk kondisi dari sadap ini baik karena tidak terdapat
kerusakan yang berat.

Gambar 4.17 Sadap 5


12. R. K. 6 (Ruas Sadap 6)
Pada ruas saluran R. K. 6 kerusakan hampir sepanjang ruas mengalami
kerusakan. Kerusakan pada R. K. 6 yakni sekitar 75 % dengan tipe kerusakan
retak dan roboh. Pada ruas R. K. 6 memiliki beberapa bangunan antara lain
 jembatan orang berjumlah 2 dan jembatan desa berjumlah 1.
 

 
Gambar 4.18 Ruas Sadap 6
13.  B. K. 6 (Sadap 6)
Pada bangun sadap B. K. 6 memiliki jarak langsung 1.289 km dan memiliki
 pintu pengambilan berjumlah 2 masing-masing
masing-masing berukuran tinggi h’ 0.64 m, tinggi

daun pintu 0.54 m, dan lebar daun pintu 0.40 m pada pintu pertama. Pada pintu
 pengambilan kedua tinggi h’
h’   0.64 m, tinggi daun pintu 0.54 m, dan lebar daun
 pintu 0.56 m. Daun pintu pada B. K. 6 terbuat dari
dari kayu dan besi.

Gambar 4.19 Sadap 6

4.2.3 Saluran Sekunder Batulawang


Saluran sekunder batulawang ini bersumber dari bendung Batulawang
yang berada pada DI Batulawang. Sumber air dari bendung ini berasal dari Sungai
Sempol. Bendung ini mengaliri daerah layanan seluas 109 Ha dengan jumlah
 bangunan sadap 11 dan
dan 6 bangunan pelengkap.
 

 
Gambar 4.20 DAM Batulawang
Pada bendung Batulawang terdiri dari beberapa komponen, yaitu sayap
 bendung, tanggul sungai, mercu, kolam olak, bangunan pengambilan, pintu
 pengambilan, pintu bilas, saluran uku, da bangunan ukur. Sayap bendung
 berfungsi sebagai stabilitas bendung, tanggul sungai berfungsi sebagai penahan
erosi, kolam olak berfungsi menguangi energi ketinggian air banjir. Bangunan
 pengambilan digunakan untuk mengatur air kompleks bangunan. Bangunan ukur
untuk mengukur debit yang masuk ke jaringan irigasi.
Pada saluran sekunder Batulawang terdapat bangunan ukur, bangunan
ukur ini merupakan bangunan ukur DAM Batulawang yang berada pada ruas 1
(R.TL 1). Bangunan ukur ini memiliki tipe Drumpel. Saluran ukur dari bangunan
ukur ini memiliki aliran tipe laminer, kedua sisi dari bangunan sejajar dan
memiliki lengkung yang baik.

4.21 Bangunan Ukur


Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran sekunder menuju
saluran tersier. Pada saluran sekunder ini terdapat 11 sadap yaitu B.TL.1, B.TL.2,
B.TL.3, B.TL.4, B.TL.5, B.TL.6, B.TL.7, B.TL.8, B.TL.9, B.TL.10, dan B.TL.11.
 

1.  Bangunan sadap 1 (B.TL.1)


Pada bangunan sadap ini memiliki dua bangun pintu pengambilan yaitu T.
BTL. 1 Ka dan T. BTL. 1 ki. Bangunan sadap ini mengaliri luas layanan sebesar

26 Ha yaitu pintu kanan dengan luas layanan 13 Ha yang mengaliri desa Tarum
dan pintu kiri mengaliri lahan 13 Ha yang mengaliri Desa Tarum.

Gambar 4.22 Bangunan Sadap (B. TL. 1)


Jarak DAM Batulawang sampai bangunan sadap pertama ini kurang lebih
0,214 km. Pada R. TL. 1 terdapat satu jembatan dengan nomenklatur B. TL. 1a.
Sayap dari bangunan sadap ini berupa pasangan batu kali baik kanan maupun kiri.
Pintu pengambilan kanan memiliki ukuran tinngi 0,5 m; tinggi daun pintu 0,3 m;
dan tinggi pintu 0,63 m. sedangkan pintu pengambilan sebelah kiri memiliki lebar
 pintu 0,5 m; tinggi daun pintu 0,7 m; dan tinggi pintu 0,8 m. kedua dari bangun
 pengambilan ini memiliki bangunan ukur yang bertipe drumpel. Keadaan kedua
dari bangunan ukur masih baik dan memiliki pischall. Kedua sisi bangunan ukur
sejajar dan memiliki mercu pada tengah bangunan ukur.

Gambar 4.23 Saluran Sekunder Pembawa (R.TL.1)


 

Saluran pembawa ini terdapat antara DAM (D.BTL.) dan bangunan sadap
 pertama (B.TL.1). Ruas ini memiliki tipe profil saluran berupa saluran berada di
 bawah permukaan tanah dan tanggul di atas permukaan tanah. Tipe lining dari

ruas ini adalah 5.

2.  Jembatan Desa (B. TL. 1a)


Jembatan ini berada pada ruas pertama sebelum bangunan sadap satu.
Jarak jembatan ini dari DAM Batulawang adalah kurang lebih 0,139 km.
Jembatan ini mempunyai lebar 4.10 m dan panjang jembatan 2,58 m. Kepala atau
 pijar dari jembatan ini memiliki pasangan berupa batukali. Jembatan ini memiliki
komponen berupa sayap, plat beton, dan penumpu berat. Keadaan dari jembatan
ini masih baik.

Gambar 4.24 Jembatan Desa (B. TL. 1 a)

3.  Bangunan Sadap 2 (B. TL. 2)


Pada bangunan sadap ini memiliki satu bangun pintu pengambilan yaitu T.
BTL. 2 Ki. Bangunan sadap ini mengaliri luas layanan sebesar 3 Ha yang
mengaliri desa Tarum.
 

 
Gambar 4.25 banguan Sadap B.TL.2
Jarak DAM Batulawang sampai bangunan sadap kedua ini kurang lebih
0,286 km. Sayap dari bangunan sadap ini berupa pasangan batu kali baik kanan
maupun kiri. Pintu pengambilan memiliki ukuran tinngi 0,7 m; tinggi daun pintu
0,5 m; dan tinggi pintu 1,26 m. Bangun pengambilan ini memiliki bangunan ukur
yang bertipe drumpel dengan ukuran lebar ambang 0,55 m dan tinggi ambang 0,5
m. Keadaan bangunan ukur tidak baik, bangunan ukur banyak mengalami
kerusakan yaitu roboh dan pada saluran ukur pasangan dari kedua sayap
mengalami kerusakan.

Gambar 4.26 Bangunan Ukur B.TL.2


Diantara kedua sadap yaitu B.TL.1 dan B.TL.2 terdapat saluran sekunder
 pembawa yang dinamakan R.TL.2. Ruas ini memiliki tipe profil saluran berupa
saluran berada di bawah permukaan tanah dan tanggul di atas permukaan tanah.
Tipe lining dari ruas ini berbeda-beda karena banyaknya ganti pasangan yang ada
 pada ruas. Pada ruas ini banyak mengalami kerusakan, kerusakan yang terjadi
 

 pada ruas ini adalah runtuh, roboh, dan bolong. Pada ruas ini juga banyak yang
mempunyai pasangan berupa tanah.

Gambar 4.27 Saluran Sekunder Pembawa (R.TL.2)


4.  Terjunan (B. TL. 2a)
Antara bangunan sadap pertama dan kedua terdapat bangunan pelengkap
 berupa terjunan yang bernomenklatur B. TL. 2a. Pada terjunan
te rjunan ini memiliki lebar

0,9 m, panjang terjunan 1 m, dan kolam olak 1,1 m. bangunan ini berfungsi untuk
mengurangi kemiringan saluran.

Gambar 4.28 Terjunan (B.TL. 2a)

5.  Banguan Sadap 3 (B. TL. 3)


Pada bangunan sadap ini memiliki satu bangun pintu pengambilan yaitu T.
BTL. 3 Ka. Bangunan sadap ini mengaliri luas layanan sebesar 10 Ha yang
mengaliri desa Tarum.
 

 
Gambar 4.29 banguan Sadap B.TL.3
Jarak DAM Batulawang sampai bangunan sadap kedua ini kurang lebih
0,433 km. Sayap dari bangunan sadap ini berupa pasangan batu kali baik kanan
maupun kiri. Pintu pengambilan memiliki ukuran tinngi 0,7 m; tinggi daun pintu
0,45 m; dan tinggi pintu 0,65 m. Bangun pengambilan ini memiliki bangunan
ukur yang bertipe drumpel dengan ukuran lebar ambang 0,31 m dan tinggi
ambang 0,5 m. Keadaan bangunan ukur baik, kedua sisi dari bangunan ukur ini
sejajar, memiliki mercu pada bagian tengah, berbentuk lengkung, dan memiliki
 pischall.

Gambar 4.30 Bangunan Ukur B.TL.3


Diantara kedua sadap yaitu B.TL.2 dan B.TL.3 terdapat saluran sekunder
 pembawa yang dinamakan R.TL.3. Ruas ini memiliki tipe profil saluran berupa
saluran berada di bawah permukaan tanah dan tanggul di atas permukaan tanah.
Tipe lining dari ruas ini adalah 0, karena pada sisi pada ruas ini berupa tanah.
 

6.  Bangunan Sadap 4 (B.TL.4)


Pada bangunan sadap ini memiliki satu bangun pintu pengambilan yaitu T.
BTL. 4 Ka. Bangunan sadap ini mengaliri luas layanan sebesar 5 Ha yang

mengaliri desa Tarum.

Gambar 4.31 banguan Sadap B.TL.4


Jarak DAM Batulawang sampai bangunan sadap kedua ini kurang lebih
0,507 km. Sayap dari bangunan sadap ini berupa pasangan batu kali baik kanan
maupun kiri. Pintu pengambilan memiliki ukuran tinggi 0,52 m; tinggi daun pintu
0,7 m; dan tinggi pintu 0,62 m. Bangun pengambilan ini memiliki bangunan ukur
yang bertipe drumpel dengan ukuran lebar ambang 0,4 m dan tinggi ambang 0,5
m. Keadaan bangunan ukur kurang baik, kedua sisi dari bangunan ukur ini sejajar,
memiliki mercu pada bagian tengah, dan memiliki pischall. Namun pada saluran
ukur pasangan dari kedua sisi sayap rusak (runtuh).

Gambar 4.32 Bangunan Ukur B.TL.4


Diantara kedua sadap yaitu B.TL.3 dan B.TL.4 terdapat saluran sekunder
 pembawa yang dinamakan R.TL.4. Ruas ini memiliki tipe profil saluran berupa
 

saluran berada di bawah permukaan tanah dan tanggul di atas permukaan tanah.
Tipe lining dari ruas ini adalah 0, karena pada sisi pada ruas ini berupa tanah.

7.  Bangun Sadap B. TL. 5

Gambar 4.33 Sadap B.TL 5

Berdasarkan gambar diatas bangun sadap B. TL. 5 pada sekunder


Batulawang terdapat 1 pintu pengambilan sebelah kiri sadap, 1 bangun ukur
yang berguna untuk menentukan besarnya debit yang dibutuhkan untuk
mengaliri petak tersier seluas 5 Ha. Kondisi bangun sadap kurang baik karena
 pada lokasi tersebut terdapat sampah dan endapan lumpur yang dapat
mengganggu fungsi bangun sadap sendiri untuk membagi dan menyalurkan air
ke petak tersier yang telah ditetapkan. Untuk kondisi pintu masih belum terawat
terbukti bahwa pada morhes tidak terdapat oil yang membasahi morhesnya dan
sampah yang menutupi aliran yang akan dialirkan ke petak tersier sebelah kiri

sedangkan untuk bangun ukur pada sadap B. TL. 5 tipe drempel yang mana
kondisi bangun ukur masih baik.
Pada ruas B. TL. 5 terdapat 4 kerusakan yang berada di sebelah kanan dan
kiri bangunan yang mana kerusakan tersebut dapat mempengaruhi keberfungsian
tanggul kanan kiri untuk mengalirkan air yang telah ditampung.
8.  Bangunan Pelengkap Jembatan Orang
 

 
Gambar 4.34 Jembatan Orang B.TL.5
Dilihat dari gambar jembatan diatas bahwa kondisi jembatan orang masih dalam
keadaan baik. Jembatan orang ini digunakan oleh petani untuk menyebrangi
saluran sekunder Batulawang yang melewati jalur dari desa ke ke sawah atau

 petak tersiernya.
9.  Bangun Sadap B. TL. 6

Gambar 4.35 Bangun Sadap B.TL.6


Dilihat pada gambar tersebut bahwa bangun sadap B. TL. 6 terdapat 1

 pintu sebelah kiri dan bangun ukur sebelah kiri sedangkan luas layanan pada
 bangun sadap ini seluas 4 Ha yang mana jumlah air yang dialirkan pada pintu
 pengambilan sebelah kiri harus dapat mememnuhi kebutuhan air yang dibutuhkan
oleh petak tersiernya. Namun dilihat dari kondisi bangunan, bangun ukur, dan
 pintu masih baik namun pada pintu terdapat batu yang menghalangi aliran
sehingga dapat menyebabkan aliran yang dialirkan tidak dapat mengalir dengan
lancar.
Pada ruas ini terdapat 6 kerusakan pada saluran sebelah kanan dan kiri
saluran sebagian besar kerusakan pada saluran yang terdapat pada ruas 6 ini antara

lain kerusakan retak dan berlubang.

Anda mungkin juga menyukai