Anda di halaman 1dari 53

Draft laporan KLHS bidang sumber daya air

Pengantar

Yth Mas Budi, terlampir adalah outline sementara dari laporan KLHS
bidang geologi dan sumber daya air, sesuai dengan pembidangan
saya. Laporan ini adalah hasil yang semaksimal mungkin dapat kami
upayakan berdasarkan data literature dan kunjungan lapangan yang
telah kami lakukan.

1
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Saat ini pencemaran dan kerusakan lingkungan terus
berlangsung karena instrumen lingkungan yang ada saat ini
belum memadai. Untuk menilai hal tersebut diaplikasikan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau Strategis Environmental
Assessment (SEA), sebagai instrumen untuk pengelolaan
lingkungan secara berkelanjutan melalui intervensi terhadap
kebijakan/rencana/program.

Landasan hukum pelaksanaan KLHS tercantum dalam Undang-


Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut undang-undang
tersebut, Kajian Lingkungan Hidup Strategis adalah rangkaian
analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

Salah satu komponen yang dinilai adalah kondisi potensi sumber


daya air yang ada di wilayah Kab. Pangandaran.

1.2 Tujuan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk
memastikan pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan wilayah dan/atau KRP (UU
PPLH Pasal 15 ayat 1). Secara lebih spesifik tujuannya adalah
sebagai berikut:

 Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan


keberlanjutan melalui penyusunan
 Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP
 Mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup
penyusunan dokumen lingkungan yang dilakukan pada
tingkat rencana dan pelaksanaan usaha/kegiatan

1.3 Dasar hukum


Diisi oleh Tim Mas Budi.

1.4 Ruang lingkup


Diisi oleh Tim Mas Budi.

2
1.5 Sistematika pembahasan
Diisi oleh Tim Mas Budi.

Berikut ini adalah lintasan survey yang telah dilakukan oleh tim. Start
dari Kecamatan Padaherang, perbatasan dengan Kabupaten Ciamis
kemudian masuk Kecamatan Kalipucang, Pangandaran. Rutenya
adalah sebagai berikut: Pangandaran – Kecamatan Sidamulih –
Kecamatan Parigi – Kecamatan Cijulang – Kecamatan Cimerak –
Kecamatan Cigugur – Kecamata Langkaplancar (Gambar 1).

Obyek utama dari survey ini adalah observasi sungai. Beberapa yang
dikunjungi adalah:

 Citanduy (perbatasan dengan Jawa Tangah)


 Cipunapinggang  setelah Kalipucang
 Cikembulan  sebelah barat Pangandaran
 Cijulang  dekat Green canyon
 Cigugur  Utara Green Canyon

Metode observasi yang dilakukan:

1. Pengambilan titik-titik elevasi


2. Pengamatan geologi dan geomorfologi. Pengambilan foto
singkapan dan foto geomorfologi.
3. Mencari sumur di kawasan non batugamping dan mencari mata
air di kawasan batugamping
4. Pengukuran nilai konduktivitas, resistivitas, dan properti fisik
lainnya
5. Pengukuran debit dengan mengukur kecepatan aliran benda
mengambang di permukaan
6. Dalam survey ini dilakukan pengambilan sampel air dengan
metode semi acak berdasarkan elevasi dan kondisi geologi:
a. Di Kecamatan Padaherang. Kalau bisa ambil di Formasi
Jampang atau Formasi Kalipucang
b. Di Kecamatan Kalipucang. Ambil di Formasi Jampang.
c. Di Pangandaran  Ambil di alluvial
d. Di Parigi  ambil di formasi Bentang dan di green canyon
e. Di Cimerak  Ambil di batugamping Formasi Pamutuan
f. Di Langkaplancar  Ambil di Formasi Jampang

3
Gambar 1 Lintasan survey lapangan yang telah dilakukan oleh tim (keterangan: warna
kuning: jalan, biru: muda sungai, dan bintang: stasiun pengamatan)

4
Bab 2 Regulasi
Diisi oleh Tim Mas Budi.

5
Bab 3 Gambaran umum

3.1 Letak geografis


Kab. Pangandaran resmi dibentuk pada tanggal 25 Oktober 2012
berdasarkan UU No.21 tahun 2012, sebagai hasil pemekaran dari
Kab. Ciamis. Kabupaten ini terdiri dari 10 kecamatan dengan
total luas wilayah 1.680 km2, yaitu: Cigugur, Cijulang, Cimerak,
Kalipucang, Langkaplancar, Mangunjaya, Padaherang,
Pangandaran, Parigi, dan Sidamulih
Dari sisi posisi geografis, Kab. Pangandaran memiliki beberapa
kelebihan, yakni: rentang waktu perjalanan dari pusat kota
Pangandaran ke kawasan perbatasan rata-rata 1,5 jam
(Mutakaliman, 2014), artinya luasnya daerah memenuhi syarat,
serta memiliki komponen bentang alam yang lengkap dari
pegunungan hingga pantai. Kondisi ini merupakan aset yang bila
tidak dikelola dengan baik, maka hanya akan menjadi beban
dalam pengelolaan daerah.

Kabupaten Pangandaran (Gambar 2) adalah sebuah


kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya
adalah Parigi. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten
Ciamis di utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di
selatan, sertaKabupaten Tasikmalaya di barat. Luas wilayah
Kabupaten Pangandaran yaitu 168.509 Ha dengan luas laut
67.340 Ha. Kabupaten Pangandaran memiliki panjang pantai 91
Km. Batas wilayahnya adalah sebagai berikut.

6
Gambar 2 Peta batas administrasi Kabupaten Pangandaran (BIG, 2008)

No Arah Batas Wilayah


.

1 Utara Kabupaten Ciamis : (1). Kecamatan Banjarsari : Desa


Ciulu, Pasawahan, Cikupa. (2). Kecamatan Pamarican :
Desa Sidarahayu, Purwadadi, Sidamulih

Kabupaten Tasikmalaya : (1). Kecamatan Karangjaya :


Desa Citalahab. (2). Kecamatan Cineam : Desa Cisarua

2 Timur Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah : (1).


Kecamatan Kedungreja : Desa Tambaksari, Sidanegara,
Rejamulya. (2). Kecamatan Patimuan : Desa Sidamukti,
Patimuan, Rawaapu, Cinyawang, Purwodadi

3 Barat Kabupaten Tasikmalaya : (1). Kecamatan Cikatomas :


Desa Pasanggrahan. (2). Kecamatan Panca Tengah :
Desa Neglasari, Tawang, Panca Wangi, Mekarsari. (3).
Kecamatan Cikalong : Desa Cimanuk. (4). Kecamatan
Salopa :Desa Mulyasari

4 Selata Samudera Indonesia


n

7
3.2 Kondisi fisik
3.2.1 Bentang alam
Kondisi topografi Kabupaten Pangandaran berupa dataran pantai
di selatan yang secara gradual menjadi pegunungan di utara.
Topografi mulai dari ketinggian 0 hingga ketinggian 1050 mdpl di
Barat Laut. Topografi datar hingga bergelombang dengan
ketinggian 0-200 mdpl tersebar di Kecamatan Cimerak,
Kecamatan Cigugur, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi,
bagian selatan Kecamatan Sidamulih, bagian selatan Kecamatan
Pangandaran, dan timur Kecamatan Padaherang. Sedangkan
topografi bergelombang hingga pegunungan dengan ketinggian
200- 1050 mdpl berada di Kecamatan Kalipucang, Pangandaran,
sedikit bagian utara Kecamatan Parigi, Kecamatan
Langkaplancar, dan bagian utara Kecamatan Cigugur.

Gambar 3 Peta Topografi Kabupaten Pangandaran. Sumber data topografi adalah citra Shuttle
Radar Tomographic Mission (SRTM)

Tabel 1 Klasifikasi bentang alam Kab. Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)

8
3.2.2 Geologi dan jenis tanah

A. Geologi regional
Kawasan pesisir Selatan Jawa Barat secara fisiografi merupakan
bagian dari zona jalur pegunungan selatan Jawa Barat yang
memanjang dari Ujung Kulon dan Segara Anakan di bagian
Timur. Zona ini dicirikan oleh perbukitan yang terjal dengan
pantai yang juga terjal dan pada beberapa tempat dijumpai
dataran-dataran pantai yang cukup luas. Secara umum morfologi
daerah pesisir selatan dapat dibagi menjadi tiga tipe: morfologi
dataran pantai, morfologi perbukitan bergelombang, dan
morfologi karst.

9
Gambar 4

Morfologi dataran pantai

Kawasan ini umumnya datar. Pada umumnya satuan ini memiliki


luasan yang kecil (sempit), kecuali di beberapa daerah termasuk
pantai di kawasan Pangandaran. Batuan penyusun satuan ini
berupa pasir, lempung, lanau, dan kerikil sebagian mengandung
cangkang moluska dalam keadaan lepas (unconsolidated rock).
Ketinggian dari 0-15 m di atas permukaan air laut (m dpl)
dengan kemiringan kurang dari 8%.

Morfologi perbukitan bergelombang

10
Satuan ini meliputi sebagian besar kawasan pesisir selatan Jawa
BArat. Satuan ini tersusun oleh batuan gunung api tua yang
terdiri dari breksi gunung api, tuf, batu pasir gampingan, batu
pasir glaukonit, dan batu pasir tuffan dan pada beberapa tempat
ditemukan aglomerat dan napal. Secara umum kondisi batuan
telah lapuk atau padu, setempat memiliki kekar-kekar.
Ketinggian berkisar antara 20-600 m dpl dengan kemiringan
lereng berkisar antara 8-40%.

Morfologi karst

Satuan ini disebut demikian karena morfologinya yang khas pada


daerah batugamping, membentuk morfologi tersendiri berupa
kerucut-kerucut yang tingginya mencapai puluhan meter.
Penyebaran satuan ini antara lain di daerah Kalipucang dan
Cijulang.

Berdasarkan pemetaan geologi teknik yang dilakukan di sekitar


kawasan pesisir Pangandaran (Budiono dan Raharjo, 2008) dan
modifikasi dari hasil pemetaan geologi yang telah dilakukan oleh
Simandjuntak dan Surono (1992), Supriatna (1992) serta
Sutrisno (1983), maka kondisi geologi teknik daerah penelitian
adalah sebagai berikut:

◦ Sedimen pasirlanauan: Pasirlanauan merupakan endapan


pantai dan pematang pantai, berwarna abu-abu kehitaman,
berbutir halus – sedang, membundar – membundar tanggung,
lepas – sangat lepas, bergradasi baik dengan kelembaban
basah- kering, mengandung fragmen batuan, mineral hitam,
plagioklas, gelas vulkanik dan karbonat. Sedimen ini tersebar
di sepanjang Pantai Parigi – Pangandaran.

◦ Sedimen pasirlempungan: Sedimen ini pada umumnya


merupakan endapan limbah banjir, terdiri dari pasir, lempung
dan sedikit kerikil, berwarna abu kehitaman-coklat, berbutir
halus – kasar, berbentuk membundar tanggung – menyudut
tanggung, sortasi jelek, bersifat lepas – agak padat,
kelembaban lembab – basah, mengandung fragmen batuan,
mineral hitam, plagioklas dan gelas vulkanik. Tersebar di
sebelah barat Parigi.

Berikut ini adalah hasil observasi lapangan yang telah dilakukan


oleh tim berdasarkan kompilasi peta geologi regional (Gambar
5).

Formasi Jampang

11
Formasi Jampang ditandai dengan warna coklat pada peta geologi (Gambar
5). Formasi ini tersebar terutama di bagian utara dan barat laut Kabupaten
Pangandaran, yaitu di Kecamatan Langkaplancar, bagian utara Kecamatan
Pangandaran, bagian barat Kecamatan Padaherang dan Kecamatan
Kalipucang. Selain itu formasi ini juga berada di barat daya Kabupaten
Pangandaran, yaitu di Kecamatan Cimerak.
Formasi Jampang tersusun atas breksi gunungapi, tuf dengan sisipan lava.
Berselingan dengan batupasir, batulempung napalan, dengan sisipan
konglomerat dan batupasir kerikil diamikit. Formasi ini memiliki
permeabilitas batuan yang rendah (Gambar 6).

Gambar 5 Peta geologi Kabupaten Pangandaran. Dimodifikasi dari 4 lembar peta geologi yang
menyusun Kabupaten Pangandaran, yaitu: Peta Geologi Lembar Karangnunggal, Peta Geologi
Lembar Pangandaran, Peta Geologi Lembar Majenang, dan Peta Geologi Lembar Tasikmalaya.

12
Gambar 6 Breksi volkanik Formasi Jampang. Lokasi singkapan di tepi jalan
raya Banjar-Pangandaran.

Karena tersusun atas batuan yang resisten, maka batuan formasi ini
menempati topografi yang terjal. Karena permeabilitas batuan yang
rendah, batuan formasi ini kedap air dan menjadikannya bukan akifer
yang baik.

Formasi Pamutuan
Formasi Pamutuan ditandai dengan warna merah pada peta geologi
(gambar 5). Formasi ini tersebar di sekitar Kecamatan Cijulang,
Cimerak, bagian utara Kecamatan Parigi, Kecamatan Pangandaran dan
bagian selatan Kecamatan Kalipucang.

Formasi Pamutuan disusun oleh batupasir, kalkarenit, napal, tuf,


batulempung, dan batugamping. Namun di beberapa tempat, Formasi
Pamutuan didominasi oleh kalkarenit dan batugamping klastika
berselingan dengan napal. Formasi Pamutuan di Cijulang umumnya
memiliki perlapisan yang datar dengan sistem kekar yang intensif
(Gambar 7).

Gambar 7 Perlapisan batugamping dan karst Formasi Pamutuan

13
Formasi Pamutuan terutama yang berlitologi batugamping telah dan
sedang mengalami karstifikasi yang intensif. Karstifikasi ini
membentuk kawasan karst kemudian dikembangkan sebagai tempat
wisata, seperti Citumang, Green Canyon, dan Santirah. Selain itu
karstifikasi intensif juga membentuk gua-gua, seperti Goa
Sinjanglawang (Gambar 8). Secara hidrogeologi, sistem akifer pada
formasi ini berupa sistem akifer rekahan.

Formasi Kalipucang
Formasi Kalipucang ditandai dengan warna biru tua pada peta geologi
(gambar 5). Formasi ini tersebar setempat di Kabupaten Pangandaran,
yaitu di sepanjang Jalan Raya Banjar Pangandaran sebelum masuk
Kecamatan Pangandaran, di Cagar Alam Pangandaran, dan setempat
di Kecamatan Langkaplancar.

Formasi Kalipucang tersusun atas batugamping terumbu. Secara


kenampakan, sulit membedakan antara batugamping Formasi
Kalipucang dengan Formasi Pamutuan. Batugamping Formasi
Kalipucang membentuk morfologi karst, terutama di kawasan Cagar
Alam Pangandaran. Di sepanjang Jalan Raya Banjar-Pangandaran
teramati galian C batugamping, terutama untuk bahan kapur (Gambar
9).

Gambar 8 Kenampakan Karst Cijulang di Green Canyon atau Cukang Taneuh


yang sudah membentuk ornamen-ornamen karst.

Formasi Bentang
Formasi ini ditandai dengan warna coklat muda pada peta geologi. Formasi
ini terutama tersebar di Kecamatan Cijulang, Kecamatan Cigugur,
Kecamatan Parigi, dan Kecamatan Pangandaran. Batupasir gampingan,
batupasir tufan, bersisipan serpih dan lensa-lensa batugamping
Endapan Pantai

14
Endapan ini ditandai dengan warna biru muda pada peta geologi. Endapan
pantai terutama tersebar di sepanjang Teluk Pangandaran, meliputi
Kecamatan Cijulang, Parigi, dan Pangandaran. Tersuun atas pasir, kerikil,
dengan porositas dan permeabilitas baik.
Kawasan Pantai Pangandaran telah lama dikenal sebagai kawasan
pariwisata. Meski begitu kawasan ini berombak besar dan seringkali
memakan korban. Berdasarkan peta keluaran Pusat.

Gambar 9 Galian C di tepian jalan Banjar-Pangandaran.

Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sebagian besar


kawasan ini termasuk kawasan rawan bencana tsunami dengan level
tinggi. Pada tsunami tahun 2006, kawasan ini terkena dampak tsunami
yang cukup parah.

Endapan Sungai
Endapan ini ditandai dengan warna biru muda pada peta geologi.
Dataran Aluvial Sungai Citanduy berada di sebelah barat Sungai
Citanduy, yaitu pada Kecamatan Banjarsari, Padaherang, dan Parigi.
Endapan ini tersusun atas pasir, kerakal, kerikil endapan sungai.
Dataran ini dimanfaatkan penduduk untuk kawasan persawahan
(Gambar 10).

15
Gambar 10 Sawah yang ditanam di dataran aluvial Ci Tanduy.

Tabel 1 Susunan stratigrafi batuan di kawasan Kab. Pangandaran

16
 Sedimen lempungpasiran: Sedimen lempung pasiran
terdapat di sekitar rawa-rawa muara Sungai Citonjong
dengan penyebaran yang merata. Sedimen ini berwarna
abu-abu kehitaman sampai kelabu terang, agak kenyal –
kenyal, berplastisitas sedang – tinggi, setempat
mengandung cangkang moluska dan sedikit material
vulkanik.Sedimen kerikil lempungan. Sedimen ini terdiri
dari fragmen batu lempung dan batu gamping, berwarna
kelabu – coklat, bentuk butir membundar tanggung –
menyudut tanggung, bersifat lepas, tersebar di sekitar
Kampung Parigi.

 Batulempung: Batulempung terdapat di sebelah barat


daerah penelitian, berwarna kelabu muda, bersifat padu,
berlapis baik, kadang-kadang bercampur dengan batuan
tufa pasiran. Lingkungan pengendapan batuan ini adalah
laut dangkal yang berumur Miosen Tengah (Simandjuntak
dan Surono, 1992).

 Tufa: Tufa, berwarna kelabu kecoklatan–kekuningan,


padat, berlapis baik, mengandung plagioklas, piroksin,
oksida besi dan setempat bersifat gampingan. Batuan ini
berumur Miosen Tengah dan merupakan endapan laut
dangkal terbuka (Simandjuntak dan Surono, 1992).

 Batupasir: Batupasir ini bersifat gampingan, berwararna


putih kotor – putih kekuningan, berukuran sedang-kasar,
berbentuk membundar tanggung, terdiri dari kuarsa dan
mineral hitam, bersifat lunak dan setempat terdapat
sisipan lignit. Batuan ini terdapat disebelah barat daerah
penelitian. Umur batuan ini adalah Miosen Akhir dan
merupakan endapan neritik (Supriatna et al., 1992).

 Breksi: Batuan ini berwarna kelabu tua – hitam, terdiri dari


aneka bahan, bersifat padat dan keras, komponen
berukuran antara 0,5 cm dan 2 meter yang terdiri dari
andesit, batu gamping, tufa dan batu pasir ,berbentuk
menyudut tanggung.

 Batugamping: Batuan ini merupakan batugamping


terumbu, berwarna putih kelabu, padat, keras, berongga
dan pada beberapa tempat berlapis, merupakan endapan
laut dangkal yang berumur Miosen Tengah –Pliosen Awal
(Simandjuntak dan Surono, 1992).

Secara regional, daerah selatan Jawa Barat sangat dipengaruhi


oleh pergerakan lempeng Samudra Hindia. Berdasarkan laporan
Badan Meteorologi dan Geofisika, daerah penelitian termasuk

17
pada zona gempa 5,5 – 6 skala Richter dan mempunyai
percepatan permukaan antara 150 – 200 mgal.

B. Geologi teknik
Jenis tanah didominasi oleh Latosol, podsolik, alluvial dan
grumusol. Jenis tanah atau sedimen sangat berpengaruh
terhadap kerentanan liquifaksi (gerakan tanah akibat gempa
bumi). Sedimen pasir, pasirlanauan dan lanaupasiran
diklasifikasikan sebagai sedimen atau tanah yang rentan
terhadap liquifaksi. Hal-hal lain yang mempengaruhi kerentanan
terhadap liquifaksi adalah, ukuran butir, bentuk butir dan lain-
lain. Resiko kerusakan bangunan yang diakibatkan oleh liquifaksi
bergantung pada tinggi rendahnya indeks potensi liquifaksi
(IL).Indeks potensi liquifaksi dipengaruhi oleh kedalaman dan
faktor ketahanan tanah terhadap liquifaksi (FL).
Berdasarkan hasil pemboran inti, pengujian SPT (Purnomo,
2001), pengujian laboratorium dan pengolahan data maka
karakteristik sedimen atau tanah di daerah penelitian adalah
sebagai berikut. Litologi di daerah penelitian terdiri dari pasir
lanauan, pasir dan lempung. Pasir lanauan merupakan lapisan
paling atas, sangat halus, berwarna abu-abu kecoklatan –
kehitaman, berukuran halus – kasar, berbentuk membundar
tanggung – menyudut tanggung, bersifat lepas, mengandung
material vulkanik dan pecahan cangkang moluska, tersebar
merata dengan ketebalan lebih kurang 1 – 15 m.

Secara umum jenis sedimen ini merupakan endapan dekat


pantai. Di bawah sedimen pasir dan lanau dijumpai sedimen
pasir, berwarna abu-abu kehitaman, berukuran kasar, bersifat
lepas, mengandung fragmen vulkanik yang cukup melimpah dan
merupakan lensa-lensa. Sedimen ini merupakan endapan limbah
banjir dengan ketebalan 1,5 – 6 meter.

Sedimen lempung, merupakan lapisan paling bawah, berwarna


abu-abu terang, bersifat plastis, , lunak, kenyal, mengandung
material vulkanik dan pecahan cangkang moluska, ketebalan 5 –
8.5 meter.

Berdasarkan sejarah kegempaan, daerah penelitian pernah


mengalami pengaruh gempa yang cukup merusak yaitu: Gempa
bumi Jawa Tengah dan Sukabumi dengan magnitude 4,3 – 5,5
skala Richter dan kedalaman antara 33 – 100 km.

Pengujian SPT (Budiono dan Rahardjo, 2008) sangat membantu


dalam analisis geoteknik, khususnya untuk melihat karakteristik
sedimen terhadap pengaruh liquifaksi. Hasil pengujian SPT di

18
lapangan selanjutnya dikoreksi terhadap tegangan efektif tanah
dan dikorelasikan dengan densitas untuk jenis tanah pasir dan
konsistensi untuk jenis tanah lempung (Terzaghi & Peck, 1984).

Berdasarkan korelasi nilai N-SPT koreksi, dengan sifat fisik tanah


seperti jenis sedimen dan densitas, terdapat beberapa lapisan
tanah atau sedimen yang cukup rentan terhadap pengaruh
liquifaksi (Tabel 1). Pada lubang pemboran 1 (BH-1), pada
kedalaman 2 – 6 meter terdapat pasir halus yang bersifat lepas,
demikian pula di BH-3 pada kedalaman 0,25 – 2,3 meter. Pada
jenis tanah yang sama, nilai N-SPT akan semakin besar seiring
dengan bertambahnya kedalaman. Sedimen atau tanah yang
rawan terhadap liquifaksi adalah sedimen yang memiliki densitas
kecil atau bersifat lepas dan ditandai oleh nilai SPT yang kecil.
Selanjutnya diperkirakan, tanah yang mengalami liquifaksi pada
umumnya berada pada kedalaman < 10 meter. Di daerah
penelitian sedimen yang rentan terhadap liquifaksi berada pada
kedalaman 0,25 – 6 m. Tabel hasil pengukuran SPT dan peta
geologi teknik di kawasan pantai Kab. Pangandaran (Budiono dan
Rahardjo, 2008) dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

3.2.3 Topografi dan kelerengan


Dari segi topografi wilayah Kab. Pangandaran dapat
dikelompokkan menjadi:

 bagian utara merupakan dataran tinggi berbukit, yaitu


wilayah Gunung Sawal dengan kemiringan lahan antara
15%-40%. Namun demikian kemiringan pada beberapa
daerah mencapai lebih dari 40%.
 bagian tengah dan selatan merupakan dataran rendah
hingga pantai, sebagian kecil bergelombang dengan
kemiringan lahan 15-40 % dan sebagian pesisir relatif
landai dengan kemiringan antara 0%-15%.

3.2.4 Sumber daya air

A. Air hujan
Rata-rata curah hujan di Kab. Pangandaran Ciamis selama tahun
2002-2012: nilai maksimum pada bulan Desember sebesar 472,2
(mm) dan minimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 0 (mm),
yang tergolong tipe C berdasarkan Schmidt-Ferguson.

19
20
Gambar 11

B. Air permukaan
Kabupaten ini dialiri oleh sungai utama yaitu sungai Citanduy
yang mengalir mulai dari Gunung Cakrabuana (hulu) di
Kabupaten Tasikmalaya dan bermuara di Sagara Anakan Provinsi
Jawa Tengah dengan anak-anak sungainya terdiri dari sungai
Cimuntur, sungai Cijolang dan sungai Ciseel. Dibagian selatan
mengalir sungai Cimedang dengan anak sungainya terdiri dari
sungai Cikondang, sungai Cibegal, sungai Cipaledang, sungai
Cibungur, sungai Citatah I, sungai Citatah II, sungai Cigugur,
sungai Ciharuman, sungai Cigembor, sungai Cikuya, sungai
Cijengkol, sungai Cimagung dan sungai Cicondong. Sebagian
besar wilayah Kabupaten Ciamis termasuk ke dalam Daerah
Aliran Sungai (DAS) Citanduy, sedangkan sisanya termasuk ke
dalam DAS Cimedang. Berikut tabel daerah aliran sungai di
wilayah Kabupaten Ciamis.
Tabel 2 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Ciamis, Pangandaran, dan sekitarnya

Nama DAS Luas (Ha) Debit (M3/dtk)


DAS Citanduy 365.667 236,59
a. Sub DAS Citanduy Hulu 22.279,38 39,83
b. Sub DAS Ciseel 77.421,08 51,66

21
c. Sub DAS Cimuntur 55.163,99 30,69
d. Sub DAS Cijolang 18.665,99 17,68
Sumber: BBWS Citanduy,Dinas Bina Marga, SDA,ESDM Kab.Ciamis,2013

Gambar 12 menunjukan sebaran jaringan sungai di wilayah


kabupaten pangandaran. Secara kualitatif wilayah utara
merupakan area dengan jaringan sungai yang lebih banyak.
Gambar 13 menunjukan lokasi jaringan sungai pada
kenampakan satelit Landsat 8 dengan RGB : 321. Data tersebut
tidak ditunjang dengan jumlah debit air dan kelengkapan data
sungai yang lebih rinci. Untuk analisis hirdologi masih
membutuhkan data tambahan terkait karakteristik fisik sungai di
sekitar wilayah kabupaten pangandaran.

Pada Gambar 14 dan Gambar 15 diperlihatkan distribusi


kenampakan citra satelit dengan konfigurasi Read Green Blue
(RGB) : 321 (Gambar 14) dan konfigurasi Read Green Blue (RGB)
: 432 (Gambar 15). Citra ini dambil pada tanggal 2 Mei 2016,
pukul 10 menit 00 detik 07 dengan nama file
LC81210652016095LGN00.tar.gz. Citra ini merupakan citra
generasi terbaru dengan memiliki 8 band yaitu band 1, band 2,
band 3, band 4, band 5, band 6, band 7, dan band 8.

Pada konfigurasi RGB : 321 (Gambar 14) biasanya digunakan


untuk melihat fitur alam dengan warna asli (true color), artinya
warna yang disajikan dalam citra sama dengan warna fitur di
lapangan. Sebagai contoh jika kita perhatikan pada Gambar 14
terlihat sebaran warna hijau yang mendominasi diselingi warna
coklat dan coklat tua. Warna hijau adalah untuk area vegetasi
baik itu hutan, kebun, padang rumput. Coklat dan coklat muda
untuk area yang telah dibuka baik menjadi area garapan
pertanian atau perkebunan maupun menjadi area pemukiman.
Citra satelit ini memiliki keterbatasan pixel (resolusi), sehingga
perlu dukungan citra lain yang lebih tinggi resolusinya untuk
interpretasi secara rinci.

Pada konfigurasi RGB: 432 (Gambar 15) biasanya digunakan


untuk melihat kenampakan area genangan air atau badan air.
Dengan kata lain dapat melihat area basah pada saat citra
tersebut diambil. Jika kita perhatikan pada bagian ini terdapat
kenampakan warna merah yang mendominasi diselingi warna
coklat muda dan biru tua. Untuk warna merah merupakan
daerah dengan kondisi tidak basah, sedangkan warna coklat
muda dan biru tua menunjukan daerah basah dan daerah basah
sekali (tergenang). Sebagai contoh bagian selatan yang
merupakan laut menujukan kenampakan warna biru tua yang

22
tegas. Hal yang sama terlihat di sekitar bagian timur Kab.
Pangandaran terdapat area tergenang.

Gambar 12 Peta jaringan Sungai kabupaten Pangandaran

Gambar 13 Peta Jaringan sungai Kabupaten Pangandaran (sumber BIG 2008) dioverlay dengan
citra satelit Lansat 8 (RGB : 321) tanggal 2 Mei 2016 (USGS, 2016).

23
Gambar 14 Peta Kenampakan citra satelit Lansat 8 (RGB : 321) tanggal 2 Mei 2016 (USGS).

Gambar 15 Citra satelit Lansat 8 (RGB : 432) tanggal 2 Mei 2016. (USGS)

24
C. Air tanah
Secara umum, terdapat empat Daerah Aliran Sungai (DAS) di
Kabupaten Pangandaran, yaitu DAS Cimedang di sebelah barat,
DAS yang bermuara di Teluk Parigi, DAS yang bermuara di Teluk
Pangandaran, dan DAS Citanduy di sebelah timur. Daerah
tangkapan air utama berada di utara Kabupaten Pangandaran,
yaitu di bagian pegunungan terjal yang tersusun oleh batuan
keras Formasi Jampang. Di sebelah barat, sungai-sungai
bermuara ke Ci Medang dan kemudian ke Laut Selatan. Di
tengah Kabupaten Pangandaran, sungai-sungai bermuara ke
Teluk Parigi dan Teluk Pangandaran. Sedangkan sungai-sungai
di sebelah timur bermuara ke Ci Tanduy yang kemudian ke
Segara Anakan.

Berdasarkan Peta Hidrogeologi Lembar Ciamis skala 1:100.000


(IWACO-WASECO-PU, 1989), Hidrogeologi Kabupaten
Pangandaran dapat dibagi berdasarkan karakteristik berikut.

Gambar 16 Peta hidrogeologi Kab. Ciamis dan sekitarnya, mencakup Kab. Pangandaran
(IWACO-WASECO-PU, 1989)

25
 Daerah Dengan Akifer Aliran Melalui Ruang Antar Butir:
Daerah dengan akifer jenis ini ditandai dengan warna biru muda
pada Peta Hidrogeologi. Daerah ini terutama berada di kawasan
Pantai Pangandaran, tepatnya di Kecamatan Pangandaran,
Sidamulih, dan Parigi. Batuan yang menyusun akifer jenis ini adalah
endapan aluvial pantai dan dataran banjir serta endapan aliran
sungai. Dengan penyusun kerikil, kerakal, dan pasir besi. Akifer
jenis ini berada pada kawasan dataran tepi pantai dan sekitar
sungai. Kawasan ini memiliki produktifitas akifer sedang dengan
kelimpahan cukup baik, namun bersifat setempat.
 Daerah Dengan Akifer Aliran Melalui Celahan, Rekahan, dan
Saluran: Daerah dengan akifer jenis ini ditandai dengan warna
hijau pada Peta Hidrogeologi (gambar 2). Kawasan ini terutama
tersebar terutama di Kecamatan Cijulang, sebagian Kecamatan
Cimerak, sebagian Kecamatan Cigugur, bagian selatan Kecamatan
Langkaplancar, Sebagian Kecamatan Parigi, Sidamulih,
Pangandaran, dan Kalipucang. Batuan penyusun akifer ini terutama
adalah batugamping Formasi Kalipucang dan batugamping Formasi
Pamutuan. Secara geomorfologi kawasan ini berupa kawasan karst
dengan akifer yang mengisi rekahan- rekahan. Pada kawasan ini
banyak dijumpai mata air dan juga sungai-sungai yang masuk ke
dalam rekahan. Contoh paling baik untuk menggambarkan kawasan
ini adalah Green Canyon atau Cukang Taneuh.

Gambar 17 Mata air Cirengganis di kawasan Cagar Alam Pangandaran (gambar atas) dan
aliran Cijulang yang diduga menyusui rekahan (gambar bawah)

 Daerah Dengan Akifer Bercelah dengan Produktivitas Kecil dan Daerah


Airtanah Langka: Daerah dengan akuifer bercelah dengan
produktivitas kecil dan daerah air tanah langka tersebar
cukup banyak di Kabupaten Pangandaran dan ditandai

26
dengan warna coklat pada peta hidrogeologi (gambar 2).
Daerah ini terutama disusun oleh batuan breksi volkanik
Formasi Jampang (gambar 4). Daerah ini dicirikan dengan
relief yang kasar dan berada pada topografi tinggian.

Gambar 18 Batuan Formasi Jampang. Berupa breksi volkanik yang keras dan impermeabel.
Lokasi tepi jalan raya Banjar-Pangandaran

Dari sisi kualitas air, kami telah mendapatkan 10 sampel air


dengan rincian:

 lima sampel air dari data sekunder dan


 lima sampel air data primer

Sebanyak tiga sampel dari total 10 sampel di atas diambil dari S.


Cijulang, dan tujuh sampel lainnya adalah air tanah berasal dari
mata air dan sumur warga.

Dari sisi kualitas air tanah dan air sungai yang dilihat dari
konsentrasi ion utama (major ions) Ca, Na, Mg, SO 4, CO3, HCO3,
Cl, memperlihatkan kemiripan dengan air hujan (Gambar 19)
yang ditampilkan dalam Diagram Piper (Piper, 1944; Helsel and
Hirsch, 2002; Zaporozec, 1972; Dalton and Upchurch, 1978).
Kedua air ini masuk ke dalam siklus air meteorik, sehingga
keduanya memiliki korelasi sangat dekat dengan air hujan.
Tentunya kondisi ini dapat berbeda bila sampel air tanah dalam
(atau air tanah tertekan) diuji. Namun karena tidak ditemukan
adanya sumur bor dalam, maka kami tidak mendapatkan sampel
untuk air jenis tersebut.

Dari gambar Diagram Piper di bawah ini didapatkan klasifikasi


fasies air sebagai berikut:

 air hujan: fasies netral,


 air tanah: fasies Na-Mg-HCO3, masih memperlihatkan
pengaruh batuan gunungapi dan gamping.

27
 air sungai: fasies Na-K-Cl, pada sampel sungai telah
memperlihatkan adanya pengayaan klor (Cl) yang diduga
berasal dari limbah pertanian, peternakan dan domestik di
sepanjang aliran S. Cijulang namun masih dalam batas
normal.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa CAT di Kab. Pangandaran


dibatasi di permukaan oleh tinggian yang merupakan perbukitan
gunungapi tua, serta di bagian bawahnya oleh lapisan batuan
gunungapi tua dan batuan sedimen berumur Tersier. Dengan demikian
menurut pandangan kami akuifer yang dapat dimanfaatkan adalah
yang berada pada endapan aluvial permukaan yang kapasitas
suplainya terbatas.

Gambar 19 Diagram Piper kualitas air

3.2.5 Sumber daya mineral

3.2.6 Penggunaan lahan


Pada Gambar 20 diperlihatkan sebaran tata guna lahan TGL
(landuse) sekitar wilayah Kab. Pangandaran dari mulai area laut,

28
area air tawar, semak belukar, empang, hutan, hutan rawa,
kebun, pasir darat, pasir pantai, pemukiman, rawa rumput,
sawah irigasi, sawah tadah hujan, tanah berbatu, dan tanah
ladang. Jika kita merujuk pada kenampakan citra satelit pada
bagian sebelumnya, area basah pada konfigurasi RGB 432
(warna coklat muda dan biru tua) (Gambar 15) memiliki batas
wilayah yang kurang lebih sama dengan area sawah irigasi
dalam peta TGL. Dengan kata lain lokasi tergenang air dapat
dikonfirmasi dengan menggabungan informasi antara dua peta
tersebut. Hal yang sama ditunjukan oleh data kawasan hutan
dan kebun pada Gambar 20 memiliki pisisi irisan yang hampir
presisi dengan lokasi kenampakan hijau pada citra satelit
konfigurasi RGB: 321 (Gambar 14).

Pada Gambar 20, lebih lanjut kita dapat melihat distribusi


pemukiman penduduk yang relatif masih sedikit jika
dibandingkan keseluruhan wilayah Kab. Pangandaran. Disamping
itu pula, area hutan, kebun, semak belukar, sawah irigasi masih
relatif luas, sehingga potensi pengembangan wilayah masih
terbuka luas di Kab. Pangandaran.

Gambar 20 Peta tata guna lahan wilayah Kabupaten Pangandaran (BIG, 2008)

29
Gambar 21

3.2.7 Status lingkungan hidup

3.2.8 Bencana alam

Berikut ini adalah ikhtisar potensi bencana dan kawasan yang rawan
bencana di PP Pangandaran.

30
Tabel 2

A. Banjir (rob)
Kabupaten Pangandaran memiliki kerawanan bencana banjir, khususnya
di bagian dataran pantai. Banjir ini dapat dikarenakan curah hujan yang
besar dalam waktu pendek atau naiknya muka laut (rob). Peristiwa banjir
terakhir yang terjadi pada tanggal 9-10 Oktober 2016, yang menggenangi
tujuh kecamatan yang memiliki wilayah dataran rendah, yakni: Cijulang,
Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, dan
Mangunjaya yang menggenangi 2000 rumah (BPBD, 2016).

B. Gerakan tanah
Kabupaten Pangandaran memiliki kerawanan gerakan tanah, salah satu
yang dilaporkan berada di Kec. Kalipuncang (VSI 2014). Secara umum
topografi di sekitar lokasi gerakan tanah berupa pedataran. Topografi
dengan kemiringan lereng agak terjal sampai terjal umumnya dijumpai
pada tebing-tebing jalan dan sungai (Peta Rupa Bumi Lembar Kalipucang,
Bakosurtanal, 1999). Berdasarkan Peta Geologi Lembar Pangandaran
(Simanjuntak dan Surono, 1992) batuan penyusun daerah bencana
berupa endapan permukaan yang terdiri dari endapan aluvium (Qa).

31
Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan Tanah di
Provinsi Jawa Barat bulan April 2014 (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi), daerah bencana termasuk zona potensi
terjadi gerakan tanah menengah sampai tinggi artinya pada daerah ini
dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama
pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan
atau jika lereng mengalami gangguan dan gerakan tanah lama dapat aktif
kembali.
Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah di Kab. Pangandaran secara
umum adalah:
◦ Batuan penyusun yang bersifat sarang, mudah meloloskan air, dan
luruh jika terkena air,
◦ Kemiringan lereng pada tebing sungai yang terjal,
◦ Curah hujan tinggi yang turun sebelumnya semakin memicu terjadinya
gerakan tanah.
Beberapa rekomendasi dan Saran Penanggulangan:
 Mengingat curah hujan yang diperkirakan masih tinggi, dan
terdapatnya potensi gerakan tanah susulan, direkomendasikan:
 Penduduk yang tinggal pada lokasi yang berdekatan dengan tebing
yang mengalami longsoran agar selalu meningkatkan
kewaspadaan dan diharap mengungsi ke tempat yang lebih aman
terutama pada saat dan setelah turun hujan.
 Tidak melakukan aktivitas di atas, bawah, atau pada bagian lereng
yang mengalami longsoran pada saat dan setelah turun hujan.
Kawasan rawan bencana gerakan tanah di Kabupaten
Pangandaran telah dipetakan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi dengan skala peta 1:100.000 (Gambar 22).

Terdapat empat zona kerentanan gerakan tanah, yaitu:

 Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah: Daerah yang


mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk
terkena gerakan tanah. Pada zona ini jarang atau hampir
tidak pernah terjadi gerakan tanah, baik gerakan tanah
lama maupun gerakan tanah baru, kecuali pada daerah
tidak luas pada tebing sungai.

Merupakan daerah datar sampai landau dengan kemiringan


o
lereng lebih kecil dari 15% (8.5 ) dan lereng tidak dibentuk oleh
endapan gerakan tanah, bahan timbunan atau lempung yang

32
bersifat plastis atau mengembang. Zona Kerentanan Gerakan
Tanah Sangat Rendah ditandai dengan warna biru muda pada
Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Kawasan ini tersebar
terutama di dataran aluvial Ci Tanduy dan dataran pantai
Pangandaran. Di tempat lain umumnya hanya tersebar setempat
dengan luas terbatas.

Gambar 22 Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Pangandaran keluaran Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang dimodifikasi.

 Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah: Daerah yang mempunyai


tingkat kerentanan rendah untuk terkena gerakan tanah.
Umumnya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah. Jika
tidak mengalai gangguan pada lereng, dan jika terdapat
gerakan tanah lama, lereng telah mantap kembali. Gerakan
tanah berdimensi kecil mungkin dapat terjadi, terutama pada
tebing lembah (alur) sungai. Kisaran kemiringan lereng mulai
dari landau (5-15%) sampai sangat terjai (50-70%), tergantung
pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah
pembentuk lereng. Pada lereng terjal, umumnya dibentuk oleh

33
tanah pelapukan yang tipis dan vegetasi penutup baik,
umumnya berupa hutan atau perkebunan. Zona Kerentanan
Gerakan Tanah Rendah ditandai dengan warna hijau pada Peta
Zona Kerentanan Gerakan Tanah. Kawasan ini tersebar luas di
Kabupaten Pangandaran hampir di seluruh kecamatan.
 Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah: Daerah yang
mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terkena
gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah,
terutma pada daerah yang berbatasan dengan lembah
sungai, gawir, tebing jalan, atau jika lereng mengalami
gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat
curah hujan yang tinggi dan erosi kuat. Kisaran kemiringan
lereng mulai dari landau (5-15%) sampai curah hingga
hampir tegak (>70%), tergantung pada kondisi sifat fisik
dan keteknikan batuan dan tanah pelapukan pembentuk
lereng. Kondisi vegetasi penutup umumnya kurang sampai
sangat jarang. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah
ditandai dengan warna kuning pada Peta Zona Kerentanan
Gerakan Tanah. Kawasan ini tersebar terutama di bagian
utara Kabupaten Pangandaran. Persebarannya terutama
pada lereng-lereng terjal batuan Formasi Jampang.
 Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi: Daerah yang
mempunya tingkat kerentanan tinggi untuk terkena
gerakan tanah. Pada zona ini sering terjadi gerakan tanah,
sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah batu
masih aktif bergerak, akibat curah hujan yang tinggi dan
erosi yang kuat. Kisaran kemiringan lereng mulai dari agak
terjal (30-50%) hingga hampir tegak (>70%) tergantung
pada kondisi sifat fisik dan keteknikan batuan dan tanah
pelapukan pembentuk lereng. Kondisi vegetasi penutup
umumnya sangat kurang. Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Tinggi ditandai dengan warna merah pada Peta Zona
Kerentanan Gerakan Tanah. Kawasan ini terutama di
bagian utara. Persebarannya berada pada batuan keras
Formasi Jampang. Kecamatan yang dengan zona
kerentanan gerakan tanah tinggi yaitu Kecamatan
Langkaplancar dan utara Kecamatan Pangandaran.

C. Gempa bumi dan tsunami


Gemba bumi

Berdasarkan peta geologi teknik dan pemboran inti, kawasan


pesisir Pangandaran dan sekitarnya (Budiono dan Rahardjo,
2008) dicirikan oleh sedimen lempung dan pasir, bersifat lepas
dan jenuh air. Catatan gempa regional menyatakan bahwa

34
daerah ini terletak pada zona gempa dengan kekuatan 5 – 6
skala Richter dengan percepatan permukaan 150 – 200 Mgal.
Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya liquifaksi (lihat Bab
Geologi Teknik).

Tsunami

Tsunami merupakan gelombang laut dengan periode panjang


yang ditimbulkan gangguan impulsif yang terjadi pada medium
laut seperti adanya gempa bumi tektonik di laut. Di lokasi
pembentukan tsunami tinggi gelombang diperkirakan sekitar 0,5
m sampai 3 m dan panjang gelombangnya lebih dari puluhan
kilometer. Selama penjalaran dari tengah laut menuju pantai,
kecepatan semakin berkurang karena gesekan dengan dasar laut
yang semakin dangkal sehingga tinggi gelombang di pantai
menjadi semakin besar karena adanya penumpukan masa air.
Gelombang tsunami melimpas memasuki daratan melewati
semua benda yang ada di pantai dan daratan hingga
kecepatannya berkurang dan air kembali ke laut. Tinggi
gelombang (run up) saat mencapai pantai akan mempengaruhi
distribusi dan jarak genangan ke arah daratan (Zaitunah et al.,
2012).

Karena Kab. Pangandaran sebelumnya merupakan bagian dari


Kab. Ciamis, maka sejarah bencana tsunaminya adalah sebagai
berikut. Tsunami yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 di pantai
selatan Jawa menimbulkan kerusakan bangunan dan jumlah
korban di wilayah pantai selatan Jawa Barat termasuk Kabupaten
Ciamis. Kerusakan rumah paling banyak tercatat di Kecamatan
Cimerak yaitu lebih dari 400 rumah hancur total, sedangkan di
Kecamatan Pangandaran tercatat lebih dari 200 rumah hancur
total. Korban jiwa tertinggi tercatat di wilayah Pangandaran yaitu
137 orang meninggal, kemudian diikuti Kecamatan Cimerak
tercatat 97 orang meninggal. Di kedua tempat tersebut juga
banyak korban dengan luka parah dan ringan dan hilang dalam
peristiwa tsunami tersebut. Korban jiwa dan kerusakan fisik juga
tercatat di wilayah Kabupaten Tasikmalaya yaitu khususnya di
Kecamatan Cikalong dan Cipatujah namun tidak separah yang
terjadi Kab. Ciamis. Dalam catatan World Food Program PBB dan
LAPAN tahun 2006 diketahui korban meninggal di wilayah Jawa
Barat adalah 427 orang sedangkan yang hilang dan terluka 856
orang. Rumah yang hancur total lebih dari 900 rumah dan lebih
dari 1200 rumah mengalami kerusakan parah dan ringan
(Zaitunah et al., 2012).

Kemungkinan wilayah yang tergenangi setinggi 7,5 m


menunjukkan bahwa sedikit saja wilayah desa di Kecamatan

35
Kalipucang dan Cimerak yang tergenangi karena sebagian besar
wilayahnya adalah dataran tinggi. Wilayah pemukiman pantai
Pangandaran, Parigi, Sidamulih dan Cijulang terkena imbas
gelombang tsunami. Begitu pula daerah sawah dan pertanian
lahan kering serta tutupan lahan sepanjang pantai lainnya (lihat
Gambar).

Gambar 23 Tutupan lahan yang diprediksi akan terkena genangan setinggi 7,5 m per
desa pantai per kecamatan di wilayah Kab. Ciamis dan Kab. Pangandaran (Zaitunah et
al., 2012).

3.3 Kependudukan

<<Pak Budi>>

3.4 Perekonomian
<<Pak Budi>>

3.5 Prasarana
<<Pak Budi>>

3.6 Sarana
<<Pak Budi>>

36
37
Bab 4 Analisis KLHS

Note: Pak Budi Bab 4 berikut ini dianalisis berdasarkan kondisi air saja
sesuai data yang saya miliki, belum mencakup analisis dari bidang lain.

Penetapan Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran, akan


memberikan pengaruh besar dalam pertumbuhan penduduk, daya
saing ekonomi dan perkembangan pembangunan. Dengan demikian
Pangandaran menjadi salah satu penghela pembangunan
ekonomi yang berkeberlanjutan di Jawa Barat guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (Dinas PSDA Jawa Barat, 2016). Dalam hal
ini, tekanan terhadap sumberdaya air sangat tinggi.

Sebagai informasi dasar wilayah Pusat Pertumbuhan (PP) Pangandaran


akan dikembangkan sebagai wilayah dengan mengkombinasikan
kawasan pariwisaya, pusat transportasi laut, serta agroforesty.

Gambar 24 Peta pengembangan Pusat Pertumbuhan dan Metropolitan di Jawa Barat


(Dinas PSDA Jabar, 2016)

38
Gambar 25 Diagram beberapa fungsi terkait wilayah Kab. Pangandaran (Dinas PSDA Jabar,
2016)

Gambar 26 Diagram zonasi Pusat Pertumbuhan (PP) Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)

39
Gambar 27 Keterangan pembagian zonasi PP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)

4.1 Analisis kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan ekosistem
untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus
mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi, dan
kemampuan memperbarui diri. Daya dukung lingkungan diartikan
sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan
manusia. Sebagai salah satu komponen lingkungan, air perlu
mendapatkan perhatian khusus.

Berdasarkan analisis kami, kondisi sumber daya air yang mencakup air
hujan, air permukaan, dan air tanah di Kab. Pangandaran masih
mencukupi dari sisi kuantitas, untuk kategori pemukiman, pertanian,
dan perkebunan. Sedangkan untuk perindustrian, kebutuhan air ini
akan sangat bergantung kepada jenis industrinya, dengan catatan
bahwa Pemkab Pangandaran harus memperhatikan isu-isu sebagai
berikut:

 Curah hujan yang tinggi dengan waktu hujan pendek: ini akan
menimbulkan bencana tanah longsor dan banjir bandang;

40
 Sistem pengelolaan sumberdaya air yang terintegrasi, meliputi
pengelolaan air hujan, air permukaan, dan air tanah. Terintegrasi
di sini selain mencakup ketiga jenis air di atas, juga terintegrasi
secara kewilayahan mengingat wilayah Kab. Pangandaran terdiri
dari dua Wilayah Sungai dan DAS yang lintas provinsi (lihat
gambar berikut);

Gambar 28 Peta wilayah sungai (WS) dan daerah aliran sungai (DAS)

 Air hujan juga perlu dimanfaatkan, dengan ditampung


(Pemanenan/Penangkapan Air Hujan atau rain water harvesting)
untuk memenuhi kebutuhan air pada musim kemarau, serta
mengurangi run off pada musim hujan (lihat tabel berikut).
Perencanaan air baku yang telah dibuat oleh Dinas PSDA Jabar
(2016) harus menjadi rujukan utama. Berbagai teknologi
penangkapan air hujan telah dikembangkan oleh Kementerian
PU, sehingga dapat dijadikan rujukan utama tanpa perlu ada
kajian untuk menghemat dana. Upaya penangkapan air hujan
dapat menggunakan tangkapan atap dan media penyimpangan
tanki bawah tanah (underground tank) meniru instalasi tanki
penyimpanan BBM di SPBU. Hal ini sangat penting untuk
mengurangi beban sungai dalam menampung air run off. Tabel
di bawah ini memberikan ilustrasi potensi air sungai di WPP
Pangandaran yang sudah baik, sehingga perlu ada perencanaan
penanganan yang terintegrasi dengan sumber air yang lain;

41
Tabel 3 Inventarisasi WS dan DAS di WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)

 Walaupun kapasitas sumberdaya air memadai (bila dikelola


dengan baik), namun sistem tampungan air baku masih terbatas,
sistem yang saat ini ada masih merupakan peninggalan
pemerintah kabupaten yang sebelumnya (sebelum pemekaran),
sehingga perlu segera dikembangkan mengikuti dokumen
Perancangan Masterplan Air Baku yang telah disusun oleh Dinas
PSDA Jawa Barat (lihat gambar di bawah ini). Gambar-gambar
berikut ini mengilustrasikan kesiapan perencanaan penyiapan
sumber air baku di PP Pangandaran oleh Dinas PSDA Jabar. Untuk
itu pihak terkait perlu mengadakaan koordinasi yang erat
dengan OPD provinsi, sehingga dana kajian dapat dihemat.
Namun demikian dari perencanaan yang telah ada, menurut
kami pengelolaan air hujan perlu ditambahkan ke dalam modul
masterplan;
 Perencanaan sumberdaya air permukaan menurut kami lebih
maju dibandingkan perencanaan sumber air lainnya (air tanah
dan air hujan). Di bawah ini, Pemkab Pangandaran telah
menentukan alur sungai yang potensial untuk pengembangan
suplai air, dilanjutkan dengan rencana titik bendung.

42
 Lokasi situ/waduk/embung yang saat ini ada dinilai sudah bagus,
tapi perlu ada peningkatan kuantitas dan kualitas jalur
distribusinya.

Gambar 29 Sungai-sungai potensial terpilih untuk pengembangan


potensi sumberdaya air WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)
Tabel 4 Inventarisasi situ/waduk/embaung di WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)

43
Gambar 30 Peta rancangan PSDA WPP Pangandaran (Dinas PSDA
Jabar, 2016)

44
Gambar 31 Peta lokasi rencana bendung di WPP Pangandaran

45
Gambar 32 Peta lokasi potensi sumber air yang dapat dikembangkan
(Dinas PSDA Jabar, 2016)

 Pencemaran air perlu mendapat perhatian tidak saja dari industri


rumahan, juga limbah dari pertanian, perkebunan dan domestik
(pemukiman), misal S. Cijulang yang kualitas airnya kami uji di
lapangan.

4.2 Analisis kemampuan sistem sarana dan prasarana


Hasil dari analisis kami, dengan sistem yang saat ini ada, maka
Pemkab Pangandaran baru mampu memberikan layanan kepada
sektor rumah tangga maksimum 40% dari total kebutuhan (lihat dua
tabel di bawah ini). Untuk sektor yang lain, seperti pertanian-
perkebunan-peternakan, layanan air baku masih sangat minim. Para
praktisi (petani, pekebun, dan peternak), banyak yan secara mandiri
mencari sumber air bakunya, tanpa ada arahan dari pihak berwenang.
Akibatnya dari sisi penggunaan air dan pengolahan limbah belum
memenuhi standar kriteria minimum.

Tabel 5 Pola pengembangan jaringan prasarana sumberdaya air

46
Selain itu overpumping sumur air yang berada dekat dengan pantai
dapat menimbulkan dampak lain yakni intrusi air laut, bila tidak
dirancang dengan baik. Kualitas air yang baik pada saat perencanaan
dan awal operasi masih kemudian dapat berubah menjadi payau
bahkan asin, bila kegiatan ini tidak ditelaah dengan baik.

Tabel 6 Inventarisasi air tanah dan mata air di WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)

4.3 Analisis perkiraan mengenai dampak dan resiko lingkungan hidup


Dampak program pembangunan akan saling mempengaruhi, sehingga
seringkali realitas tidak berjalan sesuai rencana. Dalam bidang
sumberdaya air, khususnya air tanah, sistem hidrogeologi yang
berkaitan dengan suplai air akan rentan gangguan dari sisi tata guna
lahan. Kawasan yang berfungsi sebagai kawasan imbuhan air
(recharge area) ditutup dan dialihfungsikan sebagai kawasan
pemukiman misalnya, tanpa ada rekayasa khusus. Hal ini di banyak
daerah akan sangat mengganggu pemenuhan kebutuhan air
masyarakat yang tinggal di daerah yang lebih rendah, biasanya
disebut daerah keluaran (discharge area).

47
Dampak yang kedua umumnya akan dihasilkan oleh program
pembangunan yang berujung kepada peningkatan aktivitas ekonomi.
Untuk WPP Pangandaran, kami menyoroti aktivitas pertanian,
perkebunan dan peternakan yang juga rawan memberikan zat-zat
kontaminan ke badan air. Pupuk, zat pembasmi hama, dan limbah
kotoran hewan bila tidak diolah terlebih dahulu, akan menjadi
kontaminan yang signifikan.

Berdasarkan analisis di atas, maka dokumen RTRW selain berisi


ketentuan mengenai batas spasial penggunaan lahan, juga perlu
membahas upaya-upaya yang harus diambil agar tidak terjadi
pencemaran ke badan air, baik untuk sektor domestik, maupun untuk
sektor pertanian-perkebunan-peternakan.

Gambar 33 Sistem pelayanan dalam arahan RTRW antara kecamatan


di WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2016)

4.4 Analisis efisiensi pemanfaatan


Dalam pemanfaatan sumberdaya air pihak Pemkab Pangandaran perlu
bersandar kepada kapasitas suplai, proyeksi jumlah penduduk, serta
tata ruang. Prioritas harus diberikan kepada sektor Rumah Tangga.
Dalam hal ini cakupan PDAM yang saat ini kurang lebih hanya 40%
dapat ditingkatkan, karena banyak sumber air belum dikelola dengan
baik. Lokasi sumber air baku serta perancangan alur distribusi air baku
dan air sambungan PDAM saat ini masih menggunakan paradigma saat
masih bergabung dengan Kab. Ciamis.

48
Setelah itu kelas perkebunan-pertanian-peternakan perlu
mendapatkan perhatian karena sektor ini merupakan tulang punggung
WPP Pangandaran. Kebun teh adalah salah satu yang perlu
mendapatkan penanganan lebih mengingat teh Jawa Barat adalah no 1
di Indonesia. Setelah itu baru kemudian bila ada, perhatian diberikan
pada sektor industri. Ditempatkan terakhir karena memang tidak
masuk ke dalam fokus pengembangan WPP Pangandaran.

Gambar 34 Skema kapasitas dan alur distribusi air baku (Dinas PSDA
Jabar, 2016)

Tabel 7 Rekapitulasi kebutuhan air baku WPP Pangandaran (Dinas PSDA Jabar, 2014)

49
Tabel 8 Tabel inventarisasi prasarana air bersih eksisting (tahun 2015)

50
Tabel 9 Lokasi sumber air baku PDAM Tirta Galuh Ciamis Cabang Pangandaran

51
Tabel 10 Jumlah sambungan rumah aktif di WPP Pangandaran

52
Gambar 35 Wilayah pelayanan PDAM dan Non PDAM eksisting (Dinas
PSDA Jabar, 2016)

53

Anda mungkin juga menyukai