Anda di halaman 1dari 40

93

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH STUDI

4.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kawasan Kota Semarang

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Semarang, Propinsi Jawa Tengah


yang secara geografis terletak pada 6 o50- 7o10 LS dan 109 o35-110o50 BT,
dengan batas administrasi dan fisiografi: sebelah Utara berbatasan dengan Laut
Jawa; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Semarang; Sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Demak; Sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal.
Secara administratif, Kota Semarang dengan luas 373,70 Km2 (37.370 ha) terbagi
atas 16 wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan.
Adapun fokus penelitian adalah Kawasan pesisir Kota Semarang dengan
garis pantai sepanjang 13.6 km dan lebar 4 mil laut, yang mempunyai luas
kurang lebih 19.160,08 ha.( data satelit IKONOS perekaman 13 Juni, 2009)
terdiri dari luas wilayah daratan pesisir seluas 9.111,28 ha (47,6 %) dan luas
wilayah perairan seluas 10.048,8 ha. (52,4%) meliputi 4 kecamatan, yakni:
Genuk, Semarang Utara, Semarang Barat dan Tugu. Adapun untuk pengamatan
dampak pengelolaan waterfront di pesisir Semarang, cakupan penelitian
diperluas ke wilayah Kecamatan sekitarnya (wilayah Kota Semarang).
Kawasan penelitian Kota Semarang secara geografis merupakan kawasan
strategis yang terletak di jalur ekonomi nasional pantai utara Jawa dan
merupakan daerah lintasan utama Jakarta- Surabaya. Kawasan Kota Semarang
berada di dataran rendah hingga perbukitan, sebagai bentukan akibat adanya
beberapa gunung dan pegunungan.
Secara topografi, kawasan bagian utara terletak pada ketinggian antara 0-
25 m merupakan dataran rendah, sedang bagian Selatan antara 0 359 m.
Kawasan berupa kelerengan dan dataran rendah dengan karakteristik:
1. Pesisir Utara Kawasan ini merupakan kawasan pesisir pantai yang
ditargetkan sebagai fokus kajian wilayah studi desain kebijakan
pengelolaan kota tepian air berkelanjutan, yang sementara ini merupakan
kawasan pantai yang dibudidayakan sebagai kawasan tambak, Pelabuhan
Tanjung Mas, serta menjadi daerah hilir/muara beberapa sungai besar.
94

2. Bagian Selatan, merupakan daerah pegunungan dan dataran tinggi yang


sudah tidak aktif lagi. Daerah ini merupakan daerah yang cukup subur,
banyak mata air, hulu sungai, serta tambang mineral. Bagian Timur dan
Tenggara terdapat daerah rawan banjir .

Luas Wilayah Pesisir : 9.111,28 ha


Sumber : Hasil pemetaan menggunakan data Satelit IKONOS-1m
Perekaman 13 Juni 2009 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, 2010)

Gambar 4.1. Wilayah Pesisir Kota Semarang, 2009


95

Gambar 4.2. Wilayah Perairan Kota Semarang

4.2. Kondisi Biofisik


4.2.1. Karakteristik Tepian Pantai
Pesisir pantai utara Semarang memiliki karakteristik bergelombang
rendah dan berpasir lumpur sehingga memiliki potensi pakan bagi burung-
burung air dan burung pantai. Secara geomorfologis wilayah pesisir Kota
Semarang merupakan dataran pantai yang membentang sepanjang garis pantai
dengan lebar bervariasi antara 2 5 km. Dengan ketinggian kurang dari 10 m
dan kelerengan kurang dari 2%. Secara karakteristik pantainya dapat
dikelompokkan menjadi 4(empat tipe), yaitu :
a. Pantai dengan relief rendah tersusun oleh pasir pantai
b. Pantai berelief rendah tersusun oleh endapan aluvium berupa paparan
lumpur ditumbuhi hutan bakau (mangrove)
96

c. Pantai berelief rendah tersusun oleh endapan aluvium berupa paparan


lumpur tanpa mangrove.
d. Kawasan pantai yang telah mengalami pengaruh budaya manusia, yaitu
kawasan wisata, pelabuhan/niaga dan pemukiman.

4.2.2. Kondisi Oseanografi Fisika Perairan Pesisir dan Lautan


Menurut Rais J (2004), Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan
laut dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang
surut, arus, kondisi suhu dan salinitas serta angin.
Berdasar Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Pesisir Kota
Semarang, Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Kelautan,
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Satker Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Jawa Tengah (2007), fenomena yang memberikan kekhasan karakteristik pada
kawasan pesisir Kota Semarang adalah:
Pasang Surut dan Muka Laut
Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir
periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari.
Gaya penggerak pasang surut di perairan Laut Jawa dipengaruhi oleh penetrasi
gelombang panjang pasut dari Samudra Pasifik yang melalui Selat Makasar,
membawa gelombang pasut bertipe diurnal dan juga dipengaruhi gelombang
pasut dari Samudra Hindia yang mempunyai kecenderungan bertipe pasut
semidiurnal. Pengaruh bentuk pantai dan topografi dasar dapat memodifikasi
pasang surut. Tipe pasang surut suatu perairan ditentukan oleh frekuensi air
pasang-surut dalam satu kali (24 jam). Jika perairan tersebut mengalami satu kali
pasang dan satu kali surut dalam sehari, maka perairan tersebut tergolong bertipe
pasut tunggal. Selanjutnya jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam
sehari maka pasang surutnya tergolong ber tipe ganda. Selain dua tipe pasang
surut tersebut terdapat tipe pasang surut campuran.
Menurut Wirasatria (2006), tipe pasang surut di perairan Semarang
adalah campuran condong ke ganda dengan amplitudo bervariasi antara 1 m saat
pasang purnama dan 0,5 m pasang perbani. Perkembangan kedudukan muka laut
di perairan Semarang yang tercatat di Stasiun Pasut Semarang mengikuti pola
97

linier dengan persamaan: Y = 4,8967 X 9645,9 (R2 = 0,9636) dan laju kenaikan
sebesar 5,43 cm/tahun. Kenaikan muka laut global mengakibatkan kenaikan
muka laut di perairan Semarang sebesar 2,65 mm/tahun, laju penurunan tanah
yang terjadi di Stasiun Pasut Semarang sebesar 5,165 cm/tahun. Harga periode
pasang surut bervariasi dari 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit.
Pasang surut mempengaruhi sistem drainase melalui sungai dan saluran
yang langsung berhubungan dengan laut. Secara hidraulis aliran dalam sungai
dan saluran pada saat air pasang akan terjadi air balik, sehingga menghambat
aliran. Jika elevasi air pasang lebih tinggi dari tanggul dan/atau lahan di
sekitarnya maka akan terjadi limpas dan genangan banjir rob di lahan.
Dalam penyusunan Dokumen Master Plan Drainase Kota Semarang,
dipergunakan tinggi muka air laut rata-rata (Mean High Water Level = MHWL)
berdasarkan data yang diperoleh dari Perum Pelabuhan III Tanjung Emas
Semarang. Tabel Data Pasang Surut dapat dilihat di Lampiran 4 halaman 265.
Gelombang
Hasil pengukuran gelombang di perairan Semarang dengan posisi
geografis 110o2155,0 BT 6 o5527,1 LS, yang dilakukan pada Juli dan Agustus
dapat diperkirakan, bahwa tinggi gelombang tertinggi mencapai 1,82 meter
dengan periode tertinggi 6,48 detik. Tinggi gelombang signifikan (Hs) dan
periode gelombang signifi kan (Ts) adalah 0,31 meter dan 3,88 detik (Sumber:
Laporan Akhir Departemen Kelautan dan Perikanan Satker Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Jawa Tengah (2007). Tinggi gelombang signifikan dan
periode gelombang signifikan pada bulan Juli adalah 0,24 meter dan 2,42 detik.
Bulan Agustus tinggi gelombang signifikan (Hs) 0,27 meter dengan periode
gelombang signifikan 2,62 detik.

Tabel 4.1 Tinggi Gelombang signifikan (Hs) dan Periode Gelombang Signifikan
(Ts) Bulan Agustus dan Juli
No Bulan Hs (meter) Ts (detik)
1 Juli 0,24 2,42
2 Agustus 0,27 2,62
Sumber: Laporan Akhir Departemen Kelautan dan Perikanan Satker
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah (2007)
98

Kondisi dan Tingkat Abrasi dan Akresi Wilayah Pesisir Kota Semarang
Karena wilayah pesisir dipengaruhi sifat-sifat laut, maka wilayah pesisir
sering mengalami proses erosi/abrasi dan akresi. Berdasarkan peta topografi
tahun 1999 dan Data Citra Satelit ETM-7 Tahun 2003 terlihat adanya daerah
abrasi sebagaimana tercantum pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Luas Terabrasi Pantai Semarang


No. Lokasi Lebar Garis Pantai Luas areal
Terabrasi (m) (Ha)
1. Sungai Plumbon 1400 62
2. Pesisir Kel. Randugarut 650 32
3. Kaw. Marina dan Tj. Mas 900 19,5
4. Kaw. TPI Tambak Lorok 485 9,5
5. Kaw. Tambak Terminal Terboyo 765 31,5
Jumlah 4200 154,5
Sumber : Laporan Akhir Penyusunan Rencana Tata Ruang Pesisir Kota
Semarang, Departemen Kelautan dan Perikanan, Satker Dinas Kelautan dan
Perikanan Propinsi Jawa Tengah, 2007.

Daerah pantai yang terlihat mengalami akresi adalah sebelah barat


marina, tepatnya sisi barat sungai Siangker, dengan luas pertambahan daratan
sekitar 3,8 Ha berupa endapan pasir. Mengingat endapan tersebut masih bersifat
lepas, maka masih mungkin mengalami abrasi kembali dan berpindah ke lain
tempat. Sedangkan di Marina saat ini sedang dilakukan reklamasi dengan
melakukan pengukuran menggunakan material dari luar daerah.
Terjadinya erosi dan abrasi pada pesisir pantai Kota Semarang
mengakibatkan pergeseran/perubahan garis pantai secara signifikan yang
ditunjukkan oleh Gambar 4.1 Hasil pemetaan menggunakan data satelit
IKONOS-1m Perekaman 13 Juni 2009 (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota
Semarang, 2010), seperti terlihat pada Gambar 4.2 Panjang Garis Pantai Kota
Semarang 2009, dan Gambar 4.3 Analisa Perubahan Garis Pantai menggunakan
metoda Color Wheel.
99

Gambar 4.3. Pemetaan Garis Pantai Kota Semarang, 2009


100

Gambar 4.4. Panjang Garis Pantai Kota Semarang

Gambar 4.5 Analisa Perubahan Pantai menggunakan Metode Color Wheel


101

Arus di Pantai
Gelombang yang datang menuju pantai dapat menimbulkan arus pantai
(nearshore current) yang berpengaruh terhadap proses sedimentasi/abrasi di
pantai. Pola arus pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang
dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai.
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang (Karakteristik
Perairan Laut dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Perikanan di Kota Semarang
Sebagai Hasil Inventarisasi Data), karakteristik non-biofisik kelautan di
sepanjang pantai Kota Semarang memperlihatkan bahwa pasang surut yang
terjadi di Kota Semarang tepian pantai berpola campuran condong ke harian
tunggal. Amplitudo pasang surut di perairan Semarang relatif kecil dan berkisar
antara 5-22 cm. Sedangkan arah dan kecepatan arus perairan dipengaruhi oleh
pola arus di Laut Jawa yang sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh musim. Pada
musim barat yang berlangsung dari bulan Desember-Februari, arus bergerak
lebih cepat dari arah Barat menuju ke Timur dengan kecepatan arus berkisar
antara 38-50 detik. Pada musim Timur yang ( bulan Juni-Agustus), kecepatan
arus lebih lambat berkisar antara 12-25 cm/detik. Kota Semarang mempunyai
beberapa sungai besar yang bermuara ke wilayah garis pantai sehingga faktor
sungai sangat berpengaruh terhadap pola arus yang terbentuk.
Suhu dan Salinitas
Suhu dan salinitas merupakan parameter oseanografi yang penting dalam
sirkulasi untuk mempelajari asal-usul massa air. Kedua parameter ini serta
tekanan menentukan densitas air laut. Perbedaan densitas akan menghasilkan
perbedaan tekanan yang memicu aliran massa air dari tempat yang bertekanan
tinggi ke tempat bertekanan rendah.
Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari; posisi matahari;
letak geografis; musim; kondisi awan; serta proses interaksi antara air dan udara,
seperti alih panas (heat), penguapan, dan hembusan angin. Suhu sangat
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelangsungan
hidup dan pertumbuhan ikan. Pada umumnya laju pertumbuhan ikan akan
meningkat dengan kenaikan temperatur sampai batas tertentu. Secara tidak
102

langsung pengaruh suhu mempengaruhi/mengurangi kelarutan oksigen dan gas-


gas lain dalam air.
Derajat Keasaman (pH)
Merupakan kondisi asam dan basa suatu perairan yang dapat digunakan
sebagai indeks kualitas lingkungan. Air yang netral atau sedikit basa umumnya
sangat ideal untuk biota laut, karena membantu konversi zat-zar organik menjadi
substansi yang dapat diasimilasi seperti ammonia dan nitrat.
Dari hasil pengukuran derajad keasaman (pH) dari 6(enam) lokasi pesisir
Semarang diperoleh nilai rata-rata 8.64. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 51 tahun 2004 tentang pedoman baku mutu air laut untuk biota laut
yang diinginkan berkisar antara 7-8.5, sehingga pesisir Semarang dianggap
kurang mendukung untuk usaha budidaya laut.
Siklus Hidrologi
Analisis aliran air atau kajian hidrologi Kota Semarangterdiri dari
hidrologi permukaan dan hidrologi bawah tanah. Hidrologi permukaan Kota
Semarang terbentuk oleh alur sungai dan saluran drainase yang ada.
Permasalahan dalam sungai/saluran di Kota Semarang adalah debit saluran dan
sungai yang tidak sebanding dengan volume air. Banyaknya daerah terbangun
mempengaruhi keadaan tersebut, terutama aliran air sehingga debit air pada
sungai-sungai tersebut juga semakin besar. Adanya sungai yang mengalami
penyempitan dan sedimentasi merupakan faktor penyebab terjadinya banjir
ataupun genangan (rob), khususnya wilayah pesisir Semarang.
Menurut Marfai MA. 2003. Dalam GIS Modelling of River and Tidal
Flood Hazards in a Waterfront City. Case study: Semarang City. Central Java.
Indonesia: Semarang merupakan water front city dimana banjir sungai dan rob
merupakan fenomena yang sering terjadi. Data dan informasi tentang distribusi
spasial, besaran dan kedalaman banjir serta pengaruh banjir terhadap penggunaan
lahan telah ditelaah dalam produk modeling diatas. Berbagai potensi bencana
yang terdapat di Kota Semarang adalah banjir sungai, banjir rob, tanah longsor
dan land subsidence. Banjir sungai disebabkan intensitas hujan yang tinggi
dibarengi dengan sistem drainase yang kurang memadai. Banjir rob terjadi
disebabkan air pasang yang melampaui daerah pantai. Sebagian daerah
103

perbukitan Kota Semarang merupakan daerah yang rawan longsor. Yang


meliputi dua tipe longsor, yaitu kerawanan terhadap proses longsoran dan daerah
patahan aktif. Sementara itu, land subsidence merupakan masalah bahaya alam
yang semakin besar di Kota Semarang. Perkembangan land subsidence sangat
bervariasi dengan rata-rata 11.5 cm/th dan bahkan lebih sampai dengan 0,2 m/th.
Banjir
Banjir terutama terjadi pada musim hujan, akibat debit besar melam paui
kapasitas penampang aliran yang telah mengalami degradasi kapasitas. Hal ini
diakibatkan oleh hasil erosi dari hulu DAS atau Sub DAS-nya. Disamping
sedimentasi, penurunan fungsi & kapasitas sungai dan drainase perkotaan juga
disebabkan adanya bangunan-bangunan ilegal di bantaran atau bahkan badan
sungai atau saluran, yang mengurangi fungsi kapasitas luberan (High Water
Channel) dari palung sungai (Low Water Channel) diatas debit normal,
meningkatnya unit hydrograph debit banjir, dan semakin cepatnya waktu
konsentrasi debit akibat menurunnya fungsi resapan daerah tangkapan air (DAS)
nya pada waktu musim hujan. Sebaliknya juga, menurunnya baseflow debit
andalan menyebabkan kekeringan dimusim kemarau. Hal ini mengakibatkan
defisit Neraca Air yang berefek pada menyusutnya debit andalan. Dengan
meningkatnya konsentrasi konsentrasi beban kandungan kandungan limbah
termasuk sedimen akan terjadi penurunan kwalitas air.
Rob
Adalah suatu genangan yang disebabkan oleh : 1) Pasang surut
merupakan fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di
langit, terutama matahari dan bulan terhadap masa air laut di bumi. Pasang surut
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap drainase, melalui sungai dan
saluran yang berhubungan dengan laut. Secara hidraulis aliran dalam sungai dan
saluran pada saat air pasang akan terjadi air balik, sehingga menghambat aliran.
Jika elevasi air pasang lebih tinggi dari tanggul dan atau lahan di sekitarnya
maka akan terjadi limpas dan genangan banjir rob di lahan.
2) Penurunan permukaan tanah yang disebabkan pemadatan/konsolidasi di area
pesisir, yang umumnya terdiri atas lapisan allufial yang masih bersifat
compressive ditambah lagi dengan akibat pengambilan air tanah berlebihan yang
104

tidak diimbangi dengan kemampuan pengisian air tanah, serta naiknya muka air
laut sebagai dampak pencairan es di North Pole dan South Pole akibat
pemanasan global.
Banjir, Rob dan penanggulangannya memang tidak dibahas secara khusus
karena diluar fokus pembahasan water front city dengan paradigma baru:
banjir dan rob tidak di tanggulangi dan diatasi, tetapi dengan penyesuaian dan
memelihara harmoni dengan air .

4.2.3. Ekosistem Sungai dan Estuaria


Pemanfaatan Daerah Sungai dan Estuaria
Kondisi lapangan menunjukkan banyaknya sampah di Muara Sungai
Banjir Kanal Barat, yang diduga oleh adanya DAS yang melintasi wilayah
pemukiman padat, hal ini merupakan penyumbang limbah terbesar.
Air tanah
Sistem akuifer air tanah yang dijumpai di wilayah pantai Kota Semarang
berupa air tanah bebas dan air tanah tertekan. Akuifer bebas berupa sumur-sumur
dangkal dengan kedalaman air tanah berkisar 0,2 m 4 m dari muka tanah
setempat dan beberapa dijumpai sebagai airtanah dalam. Kondisi sumur-sumur
dangkal di daerah dataran rendah ini sebagian berair tawar dan sebagian lagi
payau karena dekat pantai maupun rawa.
Air Permukaan
Air permukaan pada umumnya berupa sungai dan badan-badan air yang
menggenang seperti rawa, bendungan, dan tambak. Pada wilayah pantai Kota
Semarang mengalir beberapa sungai yang tergolong besar adalah Kali Banjir
Kanal Timur, Banjir Kanal Barat, Kali Semarang, Kali Beringin dan Kali Babon.
Disamping itu masih banyak lagi sungai-sungai kecil yang mengalir didaerah
pantai, seperti Kali Tapak, Kali Tugurejo, Kali Jumbleng, Kali Buntu, Kali
Silandak, Kali Siangker, Kali Tawangsari, Kali Asin, Kali Banger, Kali
Tenggang, dan Kali Sringin. Sungai-sungai tersebut hingga kini masih berfungsi
ganda, baik sebagai saluran drainase maupun saluran pembuangan limbah.
105

4.2.4. Biota Perairan


Biota Perairan berupa nekton atau ikan. Nekton adalah organisme
makroskopik yang berenang secara aktif dalam air. Nekton yang mempunyai
nilai ekonomis adalah yang digolongkan dalam ikan pelagis seperti Selar,
Tembang, Kembung, Teri. Nekton yang tergolong ikan demersal adalah Petek,
Manyung, Pari, Bawal serta Tigawaja. Nekton tersebut terkait erat dengan
kondisi muara, pantai atau pesisir yang ditumbuhi mangrove, maupun perairan
teluk sebagai penyedia, pelindung, tempat berpijah maupun pembesaran. Nilai
Jenis nekton yang tergolong ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
di perairan Kota Semarang antara lain ikan ekor kuning. Ikan-ikan tersebut
cenderung bersifat residensial, menggunakan terumbu karang sebagai tempat
penyedia makanan, pelindung, tempat berpijah maupun pembesaran. Strategi
konservasi kawasan dan eksploitase yang terjadwal akan memberikan hasil
eksploitasi yang optimal berkelanjutan.
a. Indeks Keanekaragaman
Menurut Laporan Akhir Departemen Kelautan Dan Perikanan Satker
Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah (2007), hasil analisis
indeks keanekaragaman di perairan Kota Semarang menunjukkan nilai berkisar
antara 0,53 1,85. Sebagian besar stasiun pengambilan sampel memiliki nilai
indeks keaneka ragaman berada antara < 1 yang menandakan kondisi komunitas
berada pada pencemaran sedang sampai pencemaran cukup tinggi. Pada kondisi
ini, ekosistem sangat rawan terhadap perubahan lingkungan, seperti penambahan
bahan pencemar (polutan) ke perairan. Nilai indeks keanekaragaman rendah
dijumpai di Air Laut Bagan Tancap perbatasan Kaliwungu, yaitu sebesar 0,53.

4.2.5. Ekosistem Alami


Ekosistem alami bernilai tinggi adalah: hutan mangrove, padang lamun
dan terumbu karang.
a. Mangrove
Luas sebaran mangrove di pantai Kota Semarang sebesar 15 Ha,
sedangkan potensi idealnya adalah seluas 325 Ha.(Semarang dalam angka, 2007)
106

Dengan demikian masih terdapat kekurangan lahan mangrove seluas 310 Ha


yang perlu dilakukan penanaman kembali.

Tabel 4.3 Kondisi fisik mangrove di Kota Semarang


Parameter Unit %
Panjang pantai 25 km -
Luas mangrove 15 ha -
Mangrove kondisi baik 4 ha 26,67
Mangrove kondisi kritis 11 ha 72,33
Luas mangrove ideal *) 325 ha -
*) Data hasil perhitungan perkalian antara panjang pantai (25 km)x 130 m

Tabel 4.4 Potensi mangrove di wilayah pantai Semarang


Desa/Kelurahan Luasan Mangrove Pantai Jenis Mangrove Kondisi Kemungkinan
(m) Mangrove Penghijauan
Ketebalan Panjang
Terboyowetan 6 750 Rhizophora sp. *** Mungkin
Avicenia sp
Tambaklorok - - - - Sulit
Tambakharjo 10 1000 Rhizopora sp. * Mungkin
Avicenia sp
Mangunharjo 15 1500 Rhizopora sp * Mungkin
Avicenia sp
Tugu 6 500 Rhizophora *** Mungkin

Keterangan: * = rusak/sedikit ; ** = cukup ; *** = baik ; **** = baik sekali


Mangrove membentuk 279 kelompok-kelompok kecil
Luas minimum yang berhasil dipetakan adalah 0.015 ha
Rerata luas kelompok 0.3 ha
Luas kelompok maksimum 8.58 ha

Sumber: Laporan Akhir Departemen Kelautan dan Perikanan Satker Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Jawa Tengah (2007)

b. Padang Lamun
Sangat disayangkan bahwa sangat sedikit lamun yang tumbuh di pesisir
Semarang sehingga dalam penelitian ini bisa di abaikan.
c. Terumbu Karang
Perlu disayangkan bahwa terumbu karang di pesisir Semarang telah rusak
sama sekali sehingga pada penelitian ini dapat di abaikan. Dalam rangka
peningkatan kualitas ekosistem laut dan produktifitas perikanan di perairan Kota
Semarang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Semarang Propinsi Jawa
107

Tengah memperkenalkan teknik terumbu karang buatan dan transplantasi karang


kepada masyarakat khususnya para nelayan.

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi


4.3.1 Indikator Sosial dan Kependudukan
a. Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Total penduduk perkotaan Kawasan Perkotaan Semarang mencapai
1,453,549 jiwa ( Semarang Dalam Angka, 2007). Pada daerah-daerah yang
berbatasan dengan Kota Semarang dan dilewati oleh jalur Pantura,
perkembangan yang disebabkan oleh faktor migrasi cukup signifikan jumlahnya.
Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Kota Semarang sebagai magnet
perkembangan dan adanya jalan Pantura sangat mempengaruhi keputusan orang
untuk datang dan berdomisili di daerah tersebut. Kota Semarang dan Pantura
sebgai koridor nasional masih menjadi tujuan dari wilayah-wilayah sekitarnya.
b. Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Distribusi dan kepadatan penduduk di Kawasan Kota Semarang ditinjau
perkecamatan pada tahun 2007 dapat dilihat pada data di lampiran 13 halaman
312 . Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatan dengan luas wilayah 373,70 km2
Kepadatan penduduk terbesar di Kota Semarang terdapat pada
Kecamatan Semarang Selatan yaitu 14.460 jiwa/km2. Kepadatan penduduk
tinggi cenderung terdapat di Kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah pusat
kota atau Central Bisnis Distrik (CBD), yaitu Kecamatan Semarang Timur,
Semarang Tengah, Gayamsari, Candisari dan Semarang Utara dengan kepadatan
mencapai lebih dari 10.000 jiwa/km2. Untuk kecamatan-kecamatan yang terletak
di wilayah pinggiran Kota Semarang cenderung memiliki kepadatan yang lebih
rendah, antara 700 sampai 7.000 jiwa/km2 ( Lampiran 6, halaman 267).

4.3.2. Perekonomian Wilayah


a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi di samping dapat berdampak pada peningkatan
pendapatan, juga akan berpengaruh pada pendapatan daerah.
108

Perkembangan pertumbuhan ekonomi Kota Semarang per tahun dapat


dilihat dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Rata-rata pertumbuhan Ekonomi per tahun 2005 2009


No Tahun Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Pertahun (%)
1 2005 5,14
2 2006 5,71
3 2007 5,98
4 2008 5,59
5 2009 *
Sumber: Semarang dalam angka 2008
*belum diperoleh data

b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


Peningkatan laju pertumbuhan PDRB selama lima tahun mengalami
peningkatan rata-rata 4,40% per tahun. Adapun pertumbuhan sektor
ekonomi Kota Semarang Tahun 2004 2008 menurut Lapangan Usaha
adalah sebagai berikut :

Tabel 4.6 Pertumbuhan Sektor Ekonomi di Kota Semarang menurut


Lapangan Usaha atas dasar harga konstan 2000.
No Sektor 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pertanian - 1.91 -28.13 -9.66 3.37 4.25
2 Pertambangan & Penggalian 6.11 4.94 8.41 3.72 2.72
3 Industri Pengolahan 2.13 3.10 5.61 4.30 4.16
4 Listrik, Gas & Air Minum 3.99 3.88 3.38 10.87 5.97
5 Bangunan 12.90 6.89 6.86 3.27 3.91
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 3.62 7.15 4.08 4.31 4.56
7 Pengangkutan & Komunikasi 1.68 10.37 8.87 3.79 5.75
8 Keuangan, Persewaan & Js. Perus. -9.46 7.48 2.75 2.49 4.34
9 Jasa-jasa 12.77 2.27 6.40 3.56 4.00
PDRB Total 3.40 4.97 5.11 4.10 4.43
Sumber: PDRB Kota Semarang Tahun 2008, Bappeda dan BPS Kota Semarang

Pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh angka PDRB atas dasar


harga konstan 2000 merupakan salah satu indikator untuk melihat
keberhasilan pembangunan. Pada tahun 2007, PDRB Kota Semarang naik
109

menjadi 18.142.639,96 (Juta Rupiah) dari 17.118.705,28 (Juta Rupiah)


tahun sebelumnya. Ini berarti daerah semakin mampu menggali potensi
ekonomi yang ada, sehingga akan semakin besar PDRB dan PAD-nya
sehingga mampu meningkatkan keuangan daerah dalam menunjang
pelaksanaan otonomi daerah (Lampiran 4 halaman 265 dan Lampiran 5
halaman 266). Tabel 4.6 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan seluruh
sektor pada tahun 2007 dan 2008 menunjukkan pertumbuhan positif.
Sektor Listrik, Gas dan Air Minum mengalami pertumbuhan paling besar.
Peningkatan output sektor listrik berkaitan dengan fungsinya sebagai
penyedia kebutuhan masyarakat dan perkembangannya searah dengan
perkembangan penduduk dan perkembangan ekonomi di suatu wilayah.
Lapangan usaha yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB tahun
2008 atas dasar harga berlaku adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran sebesar 30,83 %, dan seterusnya adalah Sektor Industri
Pengolahan sebesar 27,33%; Sektor Bangunan 14,87%; Sektor Jasa-jasa
11,78%; Sektor Angkutan dan Komunikasi 9,66%; Sektor Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,86%; Sektor Listrik, Gas dan Air bersih
1,31%; Sektor Pertanian 1,19%; Sektor Pertambangan 0,16%.
Kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang sangat besar
didorong oleh adanya pusat pelayanan perekonomian yang berskala
regional maupun nasional. Sementara, sektor industri pengolahan, baik
industri besar maupun industri sedang yang memberikan kontribusi yang
cukup besar terhadap PDRB Kota Semarang dapat dijumpai
persebarannya antara lain di Kecamatan Genuk dan Ngaliyan, dan
sebagian kecil terletak di Kecamatan Tugu dan Semarang Barat.

c. Potensi Pertanian dan Perkebunan


Tanah sawah relatif tidak banyak terdapat di Kota Semarang. Dari luas
tanah yang ada, tanah sawah hanya mencakup 6,4% dari total luas
wilayah. Sumberdaya pertanian di Semarang meliputi tanaman pangan
pertanian, tanaman perkebunan dan perikanan. Berdasarkan data Statistik
tahun 2008, luas tanah sawah yang ada di wilayah pesisir Semarang, yaitu
110

Kecamatan Genuk, Semarang Timur, Semarang Utara, Semarang Barat


dan Tugu adalah 576 ha. Tanah sawah yang ada di Kecamatan Semarang
Timur dan Semarang Utara adalah 0 ha, sedangkan luas tanah
kering/tegalan adalah 920.57 ha. Potensi pertanian padi terbesar di
daerah pesisir Semarang adalah Kecamatan Tugu dan Genuk.

d. Sumberdaya Perikanan
Sumberdaya Perikanan Kota Semarang dipenuhi dari : (1) Sarana dan
Produksi Perikanan Tangkap dan (2) Perikanan Budidaya dan Tambak
Sarana dan Produksi Perikanan Tangkap
Dalam rangka mendukung kegiatan perikanan tangkap,
menggunakan sarana penunjang berupa Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI ) : Tambaklorok dan Boom lama.

Tabel 4.7 Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2002 2006


Tahun P R O D U K S I (Kg)
PPI Tambaklorok PPI Boom Lama
2002 333.546 90.191
2003 199.445 64.074
2004 76.672 37.306
2005 21.092 10.036
2006 14.996 0

Produksi perikanan tangkap sebagian besar di daratkan di TPI


Tambaklorok, disebabkan selain lokasi TPI Tambaklorok berdekatan
dengan pasar ikan Pasar Kobong, aktivitas para tengkulak pembeli hasil
tangkapan telah terbentuk dengan baik.
Terlihat banyak mengalami penurunan produksi diduga
disebabkan oleh penurunan aktivitas penangkapan akibat kenaikan BBM,
penurunan sumberdaya perikanan terutama pada jalur 1 (one fishing,
didominasi oleh alat tangkap tradisionil). Sehingga diwilayah ini terjadi
padat kapal dan padat tangkap yang berdampak pada terjadinya over
fishing
111

Potensi Perikanan Budidaya


Secara umum luas lahan untuk perikanan budidaya mengalami
penurunan terutama budidaya tambak. Penurunan luas areal ini diduga
diakibatkan pemanfaatan luas areal untuk non perikanan dilahan pesisir
semakin meningkat untuk kawasan pemukiman, industri dan lain-lain.
Menurunnya produksi ini diduga disebabkan oleh tidak
berproduksinya lahan tambak akibat kegagalan panen, dan berkurangnya
areal pertambakan yang digunakan untuk diluar bidang perikanan.
Bila dilihat dari data nilai produksi perikanan budidaya, juga
terjadi penurunan yaitu sebesar Rp. 7.744.000.000,- pada tahun 2006 dan
Rp. 10.252.000.000,- pada tahun 2004.
Menurunnya nilai produksi ini secara umum diakibatkan oleh
menurunnya jumlah produksi tambak . Sumbangan terbesar yang
dihasilkan dari penjualan hasil panen budidaya tambak adalah udang,
yaitu pada tahun 2006 sebesar Rp. 5.441.000.000,- kemudian ikan
bandeng Rp. 2.079.000.000,- . Sampai saat ini budidaya bandeng dan
udang masih di unggulkan dalam budidaya tambak di Kota Semarang.

e. Potensi Pariwisata
Lokasi wisata di daerah pesisir Kota Semarang yang termasuk kategori
lokasi rekreasi pantai adalah Komplek Pantai Marina dan Kawasan
Wisata Tanjung Mas. Kedua lokasi tersebut terletak bersebelahan dan
letaknya strategis karena berdekatan dengan Jalan Lingkar Utara Kota
Semarang. Di Komplek Wisata Marina kondisi alamnya telah dibuat
sedemikian rupa sehingga pengunjung dapat bermain perahu, berenang
atau sekedar menyaksikan laut terbuka. Sedangkan di Tanjung Mas yang
semula didesain lagoon buatan, sekarang tanggulnya telah terabrasi
sehingga kolamnya menyatu dengan laut terbuka. Jalan yang dibuat
mengelilingi kolam telah rusak dan mengganggu kenyamanan
pengunjung.
Potensi pengembangan pariwisata terdiri dari wisata bahari
kerakyatan, wisata pantai modern, wisata budaya/belanja/kuliner, wisata
112

perairan darat atau kombinasi. Pada kawasan wisata bahari/pantai


disyaratkan untuk menerapkan konsep ekowisata. Ekowisata dapat
dikatakan bukan hanya sebagai salah satu corak kegiatan pariwisata
khusus, melainkan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan
lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian.
Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan dari wisata bahari di
dasarkan pada beberapa unsur utama, yaitu:
1) Ekowisata bergantung pada kualitas sumberdaya alam,
peninggalan sejarah dan budaya.
2) Melibatkan masyarakat
3) Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam,
nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya
4) Tumbuhnya pasar ekowisata di tingkat internasional dan nasional
5) Ekowisata sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan.
Adapun jenis kegiatan wisata bahari yang dapat/sudah dikembangkan di
Kota Semarang terdiri atas:
a) Wisata pantai kerakyatan di kawasan muara sungai Plumbon
b) Wisata pantai modern diarahkan pada optimalisasi pantai Marina
c) Kegiatan wisata perairan darat dikembangkan di kawasan folder
Tawang.
Adanya kendala kualitas air yang menimbulkan aroma tidak sedap dapat
diatasi melalui pendekatan biologis dengan mengisi jenis ikan tertentu
yang mampu mengekstraksi permasalahan kualitas air tersebut,
disertai/tanpa deairasi.

4.4 Tinjauan Potensi Tepian Pantai Per Kecamatan Wilayah Penelitian


Dari uraian diatas dan bersumber Katalog BPS, Kecamatan dalam angka 2008,
potensi per Kecamatan wilayah penelitian bisa di sarikan sebagai berikut:

4.4.1 Kecamatan Tugu


Pantai ber-relief rendah, tersusun oleh endapan aluvium dengan substrat
pasir dan ada pula sebagian wilayah pantai bersubstrat lempung dan pasir.
113

Kondisi arus relatif tenang sehingga sangat cocok untuk pertumbuhan mangrove.
Luas areal Kecamatan Tugu adalah seluas 2.985,99 Ha (IKONOS-1m Perekaman
13 Juni 2009), dengan penggunaan areal tanah sebesar 656,92 Ha (22%) sebagai
tanah sawah, dan sebesar 2.329,07 Ha (78%) berupa tanah kering terdiri dari:
pekarangan untuk bangunan (20,30%), tegalan/kebun (9%), lapangan/padang
rumput (0,40%), tambak (67%) dan lainnya (3,30%).
Jumlah penduduk 26.976 orang dengan mata pencaharian sebagai petani
(4,70%), buruh (49,65%), nelayan (1,53%), pedagang/pengusaha (7,50%),
pegawai negeri/ABRI dan pensiunan (4,98%), dan jasa lainnya (31,64%).
Jumlah industri: industr besar dan sedang (26), industri keci (17), dan industri
rumah tangga (11). Kawasan industri berkembang pada daerah pinggiran Kota
Semarang yaitu koridor Tugu-Kaliwungu. Kawasan industri ini perlu
dimantapkan karena dapat berfungsi sebagai generator pertumbuhan wilayah,
dengan menyediakan sarana dan prasarana penunjang serta ditopang dengan
kebijakan yang mendukung. Kawasan industri yang ada harus dibatasi
perkembangannya agar tidak masuk ke dalam CBD kota dan tidak mengkonversi
lahan produktif yang ada, karena potensi pencemaran yang ditimbulkan.

a. Potensi Sumberdaya Alam


Mangrove
Kawasan mangrove di Kecamatan Tugu benar-benar mengalami
degradasi tingkat tinggi dimana tepian pantainya telah kehilangan sebagian besar
ekosistem mangrovenya karena telah dikonversi menjadi perumahan,
pertambakan, pariwisata dan usaha perubahan lainnya. Dari hasil survey
KeSEMAT, 2008, ditemukan 21 spesies mangrove di Kecamatan Tugu dengan
luasan vegetasi mangrove dari kriteria jarang hingga lebat, dengan kerapatan
masing masing: Station I Tugurejo mempunyai kerapatan paling luas yaitu
13.300 ind/Ha, Station II di perbatasan dengan kerapatan 11.100 ind/Ha dan
Station III Karanganyar dengan kerapatan 9.700 ind/Ha. Melihat kondisi
parameter lingkungan perairan yang berada dalam batas normal dan terdapat
beberapa vegetasi mangrove yang masih bagus, maka dengan didukung oleh
partisipasi masyarakat, daerah bagian barat Kecamatan Tugu sangat
114

memungkinkan untuk dijadikan daerah hutan lindung atau kawasan wisata alam
(ecotourism) berbasis sistem Sylvofishery (wisata mangrove di pematang
tambak) seperti di kawasan Mangrove Information Center (MIC) Bali.
Di sekitar muara Sungai Beringin, Kecamatan Tugu terdapat jalur pohon
mangrove 3 lapis sepanjang 500 m. Pohon mangrove yang ada dari jenis
Rhizophora sp. dan Avicenia sp. Tinggi pohon antara 2-3 m. dalam keadaan
baik dan memungkinkan untuk penghijauan. Mangrove membentuk
kelompok kecil.
Di wilayah pantai Kelurahan Mangunharjo, terdapat mangrove sepanjang
1500 m dengan ketebalan 15m dalam keadaan sedikit rusak tetapi masih
memungkinkan untuk penghijauan.
Di sekitar perbatasan dengan Kabupaten Kendal terlihat ada upaya
penghijauan mangrove Rhizophora sp. Dibeberapa lokasi terdapat spot-
spot pohon mangrove jenis Avicenia dan juga Rhizophora sp. Terlihat
adanya abrasi di wilayah ini yang perlu mendapatkan perhatian dari
pemerintah. Dulunya pohon mangrove tersebut tertanam di pematang,
disebabkan terkena abrasi dan erosi area tersebut tenggelam dan tercipta
spot-spot tersebut dengan kedalaman air sekitar 1 m.
Potensi Terumbu Karang
Meskipun terumbu karang di pesisir Kota Semarang boleh dikatakan telah
punah, berbagai upaya telah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota
Semarang dalam rangka peningkatan kualitas ekosistem laut dan produktifitas
perikanan di perairan pantai Kota Semarang dengan cara pembuatan terumbu
karang buatan (artificial reef) dengan teknik transplantasi karang. Survey
dilakukan pada tahun 2006, dengan hasil yang merekomendasikan bahwa lokasi
Perairan Karanganyar, Kecamatan Tugu dipilih sebagai kawasan penenggelaman
terumbu karang buatan dan transplantasi.
Sebagai tindak lanjut hasil survey penentuan lokasi, telah dibuat dan
melaksanakan penenggelaman terumbu karang buatan pada tahun 2007.
Sedangkan kegiatan transplantasi karang telah dilakukan pada tahun 2008.
115

Produksi perikanan
Luas areal perikanan budidaya tambak seluas 841,90 Ha (2006) bisa
menghasilkan 379 ton ikan per tahun: bandeng (206 ton), udang (136,70 ton) dan
lainnya, dengan total nilai Rp. 6.340.000.000,- (2006). Produksi ikan budi-daya
mengalami penurunan dari tahun ketahun yang disebabkan oleh tidak
berproduksinya lahan tambak akibat kegagalan panen dan berkurangnya areal
pertambakan yang digunakan untuk keperluan lain. Kecamatan Tugu merupakan
penghasil ikan budi-daya terbesar di Kota Semarang
Produksi pertanian
Dengan tanah sawah seluas 22% dari total area, Kecamatan Tugu dan Genuk
merupakan produsen padi terbesar diseluruh Kota Semarang tepian air.
Potensi Wisata
Wisata bahari dan wisata perahu menjadi kesatuan dengan wisata kerakyatan
muara sungai Plumbon, dengan memanfaatkan potensi wisata hutan mangrove
Potensi Industri
Berdasarkan RTRW Kota Semarang, Kecamatan Tugu merupakan wilayah BWK
X yang diperuntukkan sebagai kawasan industri. Terdapat dua kawasan industri
utama, yaitu: Kawasan Industri Guna Mekar dan Kawasan Industri
Wijayakusuma, dengan jenis-jenis industri: furniture, garment, elektronika,
pengolahan kayu, bahan kimia, bahan makanan dan minuman, dan juga berfungsi
sebagai gudang penyimpanan produk.

4.4.2. Kecamatan Semarang Barat dan Kecamatan Semarang Utara


Merupakan kawasan pantai yang telah mengalami pengaruh budaya
manusia, yaitu kawasan wisata, pelabuhan/niaga dan pemukiman. Pada bagian
barat, pantai berrelief rendah tersusun oleh endapan aluvium berupa paparan
lumpur, mempunyai potensi untuk ditumbuhi hutan mangrove (semula ditumbuhi
mangrove, tetapi sayangnya telah dibabat untuk program-program reklamasi),
sedangkan dibagian timur, pantai berrelief rendah tersusun oleh endapan aluvium
berupa paparan lumpur tetapi tidak ditumbuhi mangrove. Luas areal Kecamatan
Semarang Barat dan Kecamatan Semarang Utara adalah seluas 3.417 Ha
(IKONOS-1m Perekaman 13 Juni 2009) dengan penggunaan areal tanah sebesar
116

9,23 Ha (0,27%) sebagai tanah sawah, dan sebesar 3.407,77 Ha berupa tanah
kering terdiri dari: pekarangan untuk bangunan (72,93%), tegalan kebun
(0,82%), tambak (2%), dan lainnya (24,25%). Jumlah penduduk 286.115 orang
dengan mata pencaharian: buruh (18%), nelayan (1,28%), industri (13,78%),
pedagang/pengusaha (8,95%), jasa (47,47), PNS/ABRI/pensiunan (10,52%).
Jumlah dan kepadatan penduduk sangat tinggi, diatas 10.000 jiwa per km. dan
ber ada di wilayah Central Bisnis Distrik (CBD)
Potensi Sumberdaya Alam
b. Mangrove
Di sepanjang wilayah pantai Tambak Lorok dapat dikatakan sudah
tidak terdapat pohon mangrove, karena di wilayah tersebut
dimanfaatkan untuk kegiatan pelabuhan dan pendaratan.
c. Potensi Perikanan Budidaya
Kec. Semarang Barat dan Kec. Semarang Utara mempunyai luas areal
tambak sebesar 111,50 Ha. dan Sungai 12,25 Ha.dengan hasil ikan
48,7 ton per tahun (2006)
d. Potensi Pariwisata
Wisata pantai modern diarahkan pada optimalisasi pantai Marina dan
Kawasan Wisata Tanjungmas. Kegiatan wisata perairan darat
dikembangkan di kawasan folder Tawang. Adanya kendala kualitas
air yang menimbulkan aroma tidak sedap dapat diatasi melalui
pendekatan biologis dengan mengisi jenis ikan tertentu yang mampu
mengekstraksi permasalahan kualitas air tersebut, disertai/tanpa
deairasi.

4.4.3. Kecamatan Genuk


Pantainya merupakan kombinasi antara berelief rendah tersusun oleh
endapan aluvium berupa paparan lumpur dan sebagian yang lain tersusun oleh
pasir pantai. Luas areal 2.708,38 Ha (IKONOS-1m Perekaman 13 Juni 2009),
dengan penggunaan areal tanah sebesar 289,40 Ha. berupa tanah sawah dan
sebesar 2.418,98 Ha. berupa tanah kering yang terdiri dari pekarangan untuk
bangunan dan halaman (47%), tegal/kebun (31%), tambak (15,50%), lain-lain
117

(6,50%). Jumlah penduduk 80.600 orang dengan mata pencaharian sebagai


petani (5,20%), buruh (53,45%), nelayan (0,11%), pengusaha (2,72%),
pedagang/pengusaha (11,91%), jasa (25,55%), dan PNS/ABRI (1,06%).
Kawasan industri juga berkembang pada daerah pinggiran Kota Semarang yaitu
koridor Genuk-Sayung. Sama halnya dengan kawasan industri di koridor Tugu-
Kaliwungu, kawasan industri ini perlu dimantapkan karena dapat berfungsi
sebagai generator pertumbuhan wilayah, dengan menyediakan sarana dan
prasarana penunjang serta ditopang dengan kebijakan yang mendukung. Di sisi
lain, kawasan industri yang ada harus dibatasi perkembangannya agar tidak
masuk ke dalam CBD kota dan tidak mengkonversi lahan produktif yang ada,
karena potensi pencemaran yang ditimbulkan.
Potensi Sumberdaya Alam
a. Mangrove
Sama halnya yang terjadi di Kecamatan Tugu, kawasan mangrove di
Kecamatan Genuk juga mengalami degradasi dan kehilangan sebagian
besar ekosistem mangrovenya karena konversi lahan. Menurut survey
KeSEMAT 2008, di tepian pantai Kelurahan Trimulyo Kecamatan
Genuk, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan lagi antara
pertambakan penduduk dengan lautan lepas karena degradasi lahan
yang menyebabkan abrasi.

Gambar 4.10 Pemetaan Area Mangrove Juni 2009 di Kecamatan Genuk


118

Disepanjang pantai antara Sungai Babon dan Sungai Seringin Desa Terboyo
Wetan terdapat jalur tumbuhan mangrove setebal 20 m sepanjang 500 m.
Mangrove tersebut terutama dari jenis Rhizophora sp. dan Avicenia sp. dengan
ketinggian yang bervariasi dari yang < 1 m hingga 4 m. Kondisi jalur mangrove
ini baik dan sangat mungkin untuk dilakukan penanaman mangrove untuk lebih
meningkatkan kondisi nya. Selanjutnya di sebelah barat Sungai Seringin di
sebelah utara Terminal Bus Terboyo terdapat spot-spot pohon mangrove dari
jenis Rhizophora sp (Lihat Gambar 4.10)
Sama halnya dengan Kecamatan Tugu, Kecamatan Genuk juga
membutuhkan langkah-langkah penyelamatan /konservasi mangrove karena
mempunyai potensi yang sangat baik untuk pertumbuhan mangrove. Dengan
pemetaan area mangrove dengan resolusi tinggi, jumlah luasan mangrove bisa
terpantau secara detil (Lihat Gambar 4.11)

Gambar 4.11 Pemetaan Area Mangrove Menggunakan Data Satelit Resolusi


Tinggi, 2009
119

b. Potensi Perikanan Budidaya


Kecamatan Genuk mempunyai areal tambak seluas 27,72 Ha.dan areal
Sungai seluas 32,15 Ha. untuk perikanan budidaya
c. Produksi Pertanian
Dengan tanah sawah seluas 10,65 % dari total area, maka Kec. Genuk
merupakan produsen pertanian berupa padi terbesar kedua setelah Kec Tugu.
d. Potensi Industri
Menurut Inkantrani B.P, 2006, pembangunan di kawasan industri Genuk
sudah melebihi daya dukung lingkungan yang ada. Dalam arti, lingkungan
yang ada sudah tidak mampu lagi mendukung kehidupan mahluk hidup
diatasnya akibat pembangunan/kegiatan industri. Dengan kata lain daerah
Genuk sudah tidak layak lagi untuk dikembangkan sebagai kawasan industri.
Menurut Peta Tata Guna Lahan Bagian Wilayah Kota, Kecamatan Genuk
masuk kedalam BWK IV, dengan Kawasan Industri: Terboyo Semarang,
Terboyo Megah, LIK Bugangan Baru dan Wilayah Industri sepanjang jalan
Kaligawe.

4.5 Kebijakan Umum Pemerintah Kota Semarang


4.5.1 Visi dan Misi
Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah
Kota Semarang Tahun 2005 2010, visi dan sekaligus tujuan pembangunan
jangka menengah Kota Semarang adalah Semarang Kota Metropolitan Yang
Religius Berbasis Perdagangan dan Jasa sebagai landasan bagi tahap
pembangunan berikutnya sebagai ukuran tercapainya pembangunan lima tahun
mendatang, maka ditetapkan arah kebijakan umum dalam kerangka pencapaian
sasaran pokok:
1. Mewujudkan pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang religius
melalui peningkatan kualitas keimanan dan ke taqwaan, pendidikan dan
derajad kesehatan masyarakat dengan memperbesar akses bagi warga
masyarakat kurang mampu, pengembangan olahraga, penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi
120

2. Memantapkan pelaksanaan otonomi daerah menuju tata kelola


pemerintahan yang baik melalui peningkatan kualitas pelayanan publik,
kemandirian keuangan daerah, pengembangan profesionalisme aparatur
serta didukung oleh infrastruktur kepemerintahan yang berbasis pada
teknologi.
3. Memantapkan perwujudan tatanan kehidupan politik, sosial dan budaya
yang demokratis serta memperkokoh ketertiban dan keamanan yang
kondusif melalui upaya penegakan hukum dan peraturan, pengembangan
budaya tertib dan disiplin serta menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi
Manusia (HAM).
4. Memantapkan kinerja pertumbuhan ekonomi kota secara terpadu dan
sinergi diantara para pelaku ekonomi yang berbasis pada perdagangan dan
jasa, mendorong kemudahan ber-investasi, penguatan dan perluasan
jaringan kerjasama ekonomi lokal, regional dan internasional.
5. Mewujudkan perlindungan sosial melalui penanganan penyandang
masalah kesejahteraan sosial, anak jalanan, gelandangan dan pengemis,
yatim piatu, korban bencana, perlindungan anak dan keluarga,
pemberdayaan perempuan, dan peningkatan peran pemuda.
6. Mewujudkan terselenggaranya kegiatan penataan ruang yang konsisten
bagi terwujudnya struktur dan pola tata ruang yang serasi, lestari dan
optimal didukung pengembangan infra struktur yang efektif dan efisien
serta pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan.

4.5.2 Kebijakan Eksisting mengenai Pengelolaan Kota Semarang Tepian


Pantai
Kota Semarang secara fisik terdiri dari tiga kawasan makro, yaitu
kawasan pantai dan laut, kawasan dataran rendah, dan kawasan atas (kawasan
perbukitan).
Setiap kawasan memiliki karakteristik masing-masing yang harus disesuaikan
dengan konsep pengelolaannya.
121

1. Kawasan Pantai dan Laut


Terletak di bagian utara Kota Semarang yang merupakan jalur
pantai utara Jawa. Memiliki potensi pengembangan ekonomi yang
cukup kuat , didukung oleh faktor sejarah dan aksesibilitas, namun
kawasan ini memiliki kendala dan batasan pengembangan yang
disebabkan oleh: banjir, rob, penurunan muka tanah, dan lain-lain.
Konsep pengembangan kawasan ini adalah:
Pengembangan Jalan Menyisir Pantai (berfungsi:
Pengembangan Pantai, Jalan dan Sabuk Pantai
Reklamasi Pantai (Pengembangan Water front City Pantai)
Pengembangan kolam tampung air (retarding basin)
Pengembangan Hutan Bakau
2. Kawasan Dataran Rendah
Meliputi kawasan pusat kota yang banyak berfungsi sebagai
kawasan permukiman dan perdagangan. Kawasan yang sangat
potensial untuk dikembangkan, karena pembangunan dapat dilakukan
dengan sangat optimal. Adapun konsep pengelolaan yang akan
diterapkan pada kawasan ini adalah:
Efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan ruang melalui
pengembangan bangunan bertingkat (High Risk Building)
Pengembangan perdagangan dan Jasa
Pengembangan permukiman perkotaan modern (Apartemen,
Rumah Susun)
3. Kawasan Atas (Perbukitan)
Menjadi area pengembangan dan konservasi yang dapat
menyeimbang kan kondisi fisik di Kota Semarang. Area
dikembangkan sebagai penampung luberan perkembangan kegiatan
perkotaan kota bawah. Perkembangan diatur dengan tetap
mempertimbangkan keseimbangan antara kawasan terbangun dan non
terbangun, kepadatan bangunan, kawasan resapan air, dan konservasi.
Konsep pengembangan kawasan ini adalah:
Pengembangan Permukiman Kepadatan Rendah
122

Sedang
Pengembangan fungsi ekonomi perkotaan yang mendukung
fungsi ekologis, seperti: kawasan wisata hutan kota, taman
buah, taman rekreasi air (danau/embung), pertanian
hydroponik, dan lain-lain.

4.5.3 Kebijakan Tentang RTRW Kota Semarang Tahun 2000-2010.


Sebagaimana diatur di dalam Perda Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang Tahun 2000 2010,
telah ditetapkan kawasan yang berfungsi lindung dan kawasan yang berfungsi
budidaya. Kawasan Lindung meliputi kawasan yang melindungi di bawahnya,
kawasan lindung setempat, dan kawasan rawan bencana. Kawasan yang
melindungi kawasan di bawahnya adalah kawasan-kawasan dengan kemiringan
>40% yang tersebar di wilayah bagian Selatan. Kawasan Lindung setempat
adalah kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan waduk, dan
sempadan mata air. Kawasan lindung rawan bencana merupakan kawasan yang
mempunyai kerentanan bencana longsor dan gerakan tanah. Kegiatan budidaya
dikembangkan dalam alokasi pengembangan fungsi budidaya.

4.5.4 Kebijakan Tata Ruang Wilayah Tepian Pantai


Tata Ruang Wilayah Tepian Pantai belum diatur secara khusus dan
sementara masih mengikuti aturan Tata Ruang Wilayah Pesisir yang merupakan
suatu ekosistem yang komplek yang dipengaruhi oleh sistem geofisik, sistem
biologis, sistem sosial ekonomi, sistem perencanaan dan pengelolaan serta sistem
pengawasan dan penegakan hukum.
Kebijakan nasional yang memuat arahan kebijakan mempengaruhi
pengembangan wilayah pesisir dan laut Kota Semarang. Beberapa dokumen
yang digunakan dalam pemanfaatan ruang pesisir adalah Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) dan arahan kebijakan sektoral (Sektor transportasi
laut, industri dan perdagangan, pariwisata dan kesenian, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi). Menurut Widodo A 2005, pendekatan yang
123

digunakan dalam penyusunan RTRWN adalah menggunakan prinsip dasar dalam


penataan ruang darat, laut dan udara dan pendekatan wilayah.
Dasar dalam penataan ruang terdiri dari fungsi utama kawasan yaitu
kawasan lindung dan kawasan budidaya, aspek administrasi yang terdiri dari
RTRWN, RTRWP, RTRW Kota/Kabupaten, aspek fungsi kawasan dan kegiatan
yang terdiri dari kawasan perkotaan, kawasan pedesaan, dan kawasan tertentu.

4.5.5 RTRW Pesisir Kota Semarang


Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Kota Semarang merupakan bagian
dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang yang diatur dalam Perda Kota
Semarang Nomor 5 Tahun 2003 dan mengacu pada pasal 7 UU No. 24 tahun
1992 tentang penataan ruang, dimana kawasan sempadan pantai merupakan
kawasan lindung yang berfungsi untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup
untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan.
1. Kawasan garis pantai menjadi potensi pengembangan yang spesifik untuk
dapat menampung kegiatan rekreasi, ekonomi perikanan dan kehidupan
nelayan.
2. Kawasan ekonomi dasar dikonsentrasikan ber sama-sama dengan
kawasan pelabuhan.
3. Kawasan kota bawah merupakan daerah datar yang mempunyai potensi
keruangan yang efektif, tempat berkembangnya pusat-pusat kegiatan
perkotaan dan permukiman untuk mengembangkan kegiatan
perekonomian, selain sebagai kawasan perlindungan
4. Kawasan kota bawah harus didukung oleh pengembangan drainase yang
baik dan perlindungan daerah genangan.

Kawasan sempadan pantai mempunyai manfaat penting dalam


mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Lokasi kawasan sempadan pantai
Kota Semarang meliputi Kecamatan-kecamatan: Tugu, Semarang Barat,
Semarang Utara dan Genuk, kecuali pada daerah khusus yang ditentukan sebagai
daerah wilayah kerja pelabuhan. Kegiatan yang diperkenankan adalah yang dapat
mendukung pelestarian tebing atau garis pantai dari abrasi dan infiltrasi air laut,
124

pembangunan prasarana, khususnya untuk perhubungan. Kepemilikan kawasan


sedapat mungkin dipertahankan sebagai tanah negara.
RTRW Kota Semarang ditetapkan dengan Perda No. 01 Tahun 1999
menggantikan Perda 02 Tahun 1990 tentang Rencana Induk Kota Semarang.
Didalam RTRW Kota Semarang memuat tentang kependudukan, Rencana
Struktur Pengembangan Bagian Wilayah Kota, Rencana Sistem Transportasi dan
Rencana Pengaturan Bangunan.
Proses penyusunan RTRW Kota Semarang Tahun 1995 sampai dengan
2000 dilakukan melalui beberapa tahap. Langkah I adalah melakukan evaluasi
terhadap rencana tata ruang sebelumnya. Dari evaluasi ini didapatkan bahwa
sebagian perkembangan Kota Semarang tidak konsisten dengan rencana tata
ruang yang mengaturnya yang disebabkan oleh perkembangan kota Semarang
yang kurang di antisipasi dalam proses penyusunan rencana tata ruang
sebelumnya. Dari tahapan evaluasi rencana tata ruang Kota Semarang
sebelumnya selain akan dihasilkan kesimpulan tentang perlunya revisi terhadap
rencana tata ruang tersebut, juga akan diperoleh pemahaman terhadap
perkembangan Kota Semarang baik fisik maupun non fisik serta rencana
perkembangan baik global, nasional maupun regional. Dengan memperhatikan
hal tersebut, maka disusun RTRW Kota Semarang yang baru.

4.5.6. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Semarang


a. Rencana Tata Guna Lahan Kota Semarang
Menurut Laporan Akhir Penyusunan Dokumen Rencana Program Investasi
Jangka Menengah (RPIJM), BAPPEDA Kota Semarang 2009, Rencana tata guna
lahan Kota Semarang lebih banyak diperuntukkan sebagai kawasan permukiman,
konservasi dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Persentase untuk kawasan
permukiman sebesar 34,4 % sedangkan kawasan konservasi dan RTH sebesar
28,8%. Persentase kawasan permukiman leih tinggi karena jumlah penduduk
yang semakin meningkat akan diikuti dengan meningkatnya kebutuhan tempat
tinggal sehingga perlu tersedianya lahan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Kebutuhan peruntukan lahan kawasan konservasi dan RTH sangat
penting untuk menghindari terjadinya bencana seperti banjir dan tanah longsor.
125

Selain itu juga untuk menjaga keseimbangan antara kawasan terbangun seperti
peruntukan kawasan permukiman, industri, perdagangan jasa dan lain-lain
dengan kawasan yang diperuntukkan sebagai daerah resapan air yaitu kawasan
konservasidan RTH. Peruntukan tata guna lahan yang lain antara lain: jalan
12,5%, industri 8,97%, dan campuran 3,35%.
Definisi Ruang Terbuka Hijau: Menurut Departemen Pekerjaan Umum,
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open
spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan
vegetasi (endemik) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung
yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,
kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
Menurut UU Tata Ruang, kriteria kota yang nyaman ditinggali adalah
masyarakat dapat mengartikulasikan seluruh aktifitas sosial, ekonomi, budayanya
dengan tenang dan damai. Kota aman dan tenteram, terbebas dari gangguan dan
bencana, adaptif dengan perubahan iklim, warga bisa berke giatan dengan
produktif dan mengaktualisasi jati dirinya. Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal
30% (20% publik, 10% privat).
Berdasarkan PERMEN PU No.5 tahun 2008 memberikan pengertian
Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, tang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam.
Ruang terbuka hijau dapat dikelompokkan berdasarkan letak dan
fungsinya sebagai berikut:
Ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space)
Ruang terbuka di pinggir sungai (river flood plain)
Ruang terbuka pengaman jalanbebas hambatan (green ways)
Ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung
landasan Bandar Udara.
Sumber: UU No. 26 Tahun 2007; Permen PU No. 5 Tahun 2008.

Ruang Terbuka Hijau merupakan besaran yang diukur berdasarkan


intensitas ruang terbuka hijau, yaitu proporsi antara Ruang Terbuka Hijau untuk
126

penghijau an dengan luas petak tanah suatu peruntukan. Berhubung setiap


kecamatan suatu wilayah/kota mempunyai luasan Ruang Terbuka Hijau yang
berbeda, maka dilaku kan perencanaan penetapan besaran luasan Tata Ruang
Hijau yang berbeda pula, dimana setiap kecamatan ditentukan besar minimal
RTH berdasar potensinya, dengan batasan bahwa secara keseluruhan RTH
minimum kota tersebu adalah 30%. Sebagai contoh:
1. Pada wilayah perkotaan (kecamatan), karena luasan Ruang Terbuka se
makin kecil akibat meningkatnya lahan terbangun, maka besar luas an
RTH di arahkan minimal 15%- 25% dari total luas wilayah kecamatan
2. Pada wilayah Ruang Pedesaan Kota, yang relatif Ruang Terbuka Hijau
masih besar, besaran luasan RTH diarahkan minimal sebesar 25% - 40%
dari total luas wilayah kecamatan pedesaan

b. Rencana Kawasan Lindung


Kawasan lindung ditetapkan dalam pemanfaatan ruang memiliki fungsi
utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta sosial-budaya di
wilayah tepian pantai guna kepentingan pembangunan Kota Semarang yang
berkelanjutan. Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah
timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup di wilayah tepian pantai Kota
Semarang. Sasaran pengelolaan kawasan lindung adalah untuk meningkatkan
fungsi lindung terhadap: tanah, air, iklim, tumbuhan & satwa, nilai sejarah &
budaya bangsa, serta mempertahankan keaneka ragaman tumbuhan, satwa, tipe
ekosistem, dan keunikan alam. Sumberdaya dan ekosistem pesisir yang rusak
perlu dilindungi dan diperbaiki (rehabilitasi), sedangkan sumberdaya dan
ekosistem yang masih baik perlu dilakukan perlindungan dan pengawetan
(preservasi). Kawasan Lindung meliputi kawasan yang memberikan
perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan
suaka alam dan cagar budaya dan kawasan rawan bencana.
Kawasan Perlindungan Setempat
1. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
127

pantai. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai


yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai
minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
2. Pengembangan zona sempadan pantai direncanakan berupa
pengembangan sabuk hijau mangrove maupun sabuk hijau vegetasi
pantai yang dapat berupa tanaman pesisir yang kuat (pohon kelapa,
cemara laut, asam jawa, asam keranji, dsb.)
3. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.

c. Persepsi Ruang Terbuka Hijau ( minimum 30%)

Merupakan besaran yang diukur berdasarkan intensitas ruang terbuka


hijau, yaitu proporsi antara Ruang Terbuka Hijau untuk penghijauan dengan luas
petak tanah suatu peruntukan. Berhubung setiap kecamatan suatu wilayah/kota
mempunyai luasan Ruang Terbuka Hijau yang berbeda, maka dilaku kan
perencanaan penetapan besaran luasan Tata Ruang Hijau yang berbeda pula,
dimana setiap kecamatan ditentukan besar minimal RTH berdasar potensinya,
dengan batasan bahwa secara keseluruhan RTH minimum kota tersebu adalah
30%. Sebagai contoh:
1. Pada wilayah perkotaan (kecamatan), karena luasan Ruang Terbuka
se makin kecil akibat meningkatnya lahan terbangun, maka besar luas
an RTH di arahkan minimal 15%- 25% dari total luas wilayah
kecamatan
2. Pada wilayah Ruang Pedesaan Kota, yang relatif Ruang Terbuka
Hijau masih besar, besaran luasan RTH diarahkan minimal sebesar
25% - 40% dari total luas wilayah kecamatan pedesaan
Dasar penetapan Ruang Terbuka Hijau minimom 30% adalah
Permendagri nomor satu (1) tahun 2007, Undang-undang no 26 tahun 2007
tentang penataan ruang, dimana berdasar Pasal 29, luas RTH 30% dari luas
wilayah kota terbagi 20% Ruang Terbuka Hijau Publik dan 10% RTH privat.
128

Kawasan Suaka Alam dan Budaya


Kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya (zona lindung) serta keragaman
budaya.
1. Cagar Budaya merupakan warisan budaya dan pendukung kelestarian
budaya yang perlu dilakukan keberadaannya serta memiliki
keanekaragaman dan fungsi edukasi.

Tabel 4.8 Rencana Kawasan Lindung di pesisir Kota Semarang


No. Sebaran Lokasi
I. Kawasan Perlindungan 1. Kawasan BWP Barat: Sepanjang pantai
Setempat Sempadan Pantai di BWP Barat
BWP Tengah: Sepanjang
pantai BWP Barat
BWP Timur:Sepanjang pantai
di BWP Timur
3. Kawasan BWPBarat:Kanan-Kiri sungai
Sempadan Sungai yang melintas
BWP Tengah: kanan-kiri
sungai melintas
BWP Timur: kanan-kiri sungai
melintas
II. Kawasan Suaka 1. Kawasan Cagar BWP Tengah: Kawasan Kota
Alam dan Cagar Budaya Lama dan Maerokoco
Budaya 2. Kawasan Pantai BWP Timur: kawasan
Berhutan Bakau mangrove Terboyo Kulon
BWP Barat: kawasan
mangrove Tugu
III. Kawasan Rawan 1. Kawasan Rawan BWP Barat: Tugurejo,
Bencana Alam Abrasi Mangunharjo, Randugarut,
Karanganyar, dan Mangkang
Wetan (Kec. Tugu) dan
Tambakharjo (Kec. Semarang
Barat)
BWP Timur: Trimulyo dan
Terboyo Wetan (Kec. Genuk)
2. Kawasan Rawan BWP Timur: Terboyo Wetan
Akresi (Kec. Genuk)
3. Kawasan Rawan BWP Barat : Kec. Semarang
Rob/ Banjir Barat
BWP Tengah: Kec. Semarang
Utara
BWP Timur: Kec. Genuk

Sumber: Tim Penyusun RTRP Kota Semarang, 2008.


129

2. Cagar Budaya merupakan warisan budaya dan pendukung kelestarian


budaya yang perlu dilakukan keberadaannya serta memiliki
keanekaragaman dan fungsi edukasi.
3. Kawasan Pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang
merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi
memberi perlindungan kepada biota (Spawning & nursery ground) bagi
fauna tipe Psammo-phytophill di pantai dan laut. Perlindungan terhadap
kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan habitat vital
hutan bakau dan tempat berkembang biaknya berbagai biota laut
disamping sebagai perlindungan pantai dan pengikisan air laut serta
pelindung usaha budidaya di belakangnya. Kriteria kawasan pantai
berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air
pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah
ke arah darat.
Kawasan pantai berhutan bakau (mangrove) di wilayah pesisir Kota
Semarang yang direncanakan untuk dilindungi terdapat di BWP Barat dan
BWP Timur ( Kawasan mangrove Tugu, Mangunharjo dan kawasan
mangrove Terboyo Kulon).

Kawasan Rawan Bencana Alam


Adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana
dapat berupa kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tsunami, kawasan
rawan banjir, kawasan rawan abrasi, kawasan rawan gerakan tanah.
1. Kawasan Rawan Abrasi merupakan kawasan yang rawan terjadi
penggerusan pada dinding-dinding pantai yang tak bertanggul yang
disebabkan oleh arus dan atau gelombang. Kawasan rawan abrasi
terdapat di BWP Barat (Tugurejo, Mangunharjo, Randugarut,
Karanganyar, Mangkang Wetan dan Tambakharjo) dan BWP Timur
(Trimulyo dan Terboyo Wetan)
2. Kawasan Rawan Akresi adalah kawasan yang rawan terbentuknya daratan
baru (tanah timbul) yang disebabkan oleh terbawa dan terendapkannya
130

tanah hasil erosi/abrasi oleh gelombang air laut. Kawasan rawan akresi
berada di Pantai Terboyo Wetan.
3. Kawasan Rawan Rob/Banjir merupakan daerah yang ditandai oleh
genangan air yang muncul dari permukaan tanah akibat dorongan tekanan
dari dalam karena intrusi air laut secara berlebihan, pasang atas air laut
dan tidak berfungsinya resapan atau drainase. Daerah rawan rob/banjir
adalah seluruh wilayah Kecamatan Semarang Barat, Semarang Utara dan
Genuk.

Rencana Kawasan Budidaya


1. Rencana Kawasan Budidaya Laut
Di Kawasan pantai Mangunharjo, Wetan, Randugarut, dan Karanganyar.
Jenis yang di kembangkan adalah: rumput laut jenis Cotonni, Kerang
hijau, Kerapu Lumpur, Kerang dara dan Terumbu karang buatan.
2. Rencana Kawasan Budidaya Tambak
Sylvofishery-Polikultur: bandeng dan udang Kecamatan Tugu: Mangkang
kulon. Mangunharjo dan Mangkang wetan Kecamatan Gayamsari:
Tambakrejo Kecamatan Genuk: Terboyo Kulon.
3. Rencana Kawasan Perikanan Tangkap
Berdasarkan pada kewenangan pemerintah Kabupaten (Kep. Men.
Pertanian No: 392/1999; UU No. 31 tahun 2004 dan UU No. 27 tahun
2007), maka perlu diusahakan agar zona fishing ground (daerah
penangkapan ikan) tidak tumpang tindih dengan zona spawning-ground
(daerah pemijahan ikan) dan nursery ground (daerah asuhan anakan ikan),
untuk menjaga agar stok ikan di laut tetap tersedia dan dapat diremajakan.
Oleh sebab itu zona fishing ground tidak boleh terlalu dekat dengan zona
spawning & nursery ground (mangrove). Kawasan perikanan tangkap
yang berada dibawah kewenangan kota adalah sejauh 4 mil laut dari batas
garis pantai.
4. Rencana Kawasan Pariwisata
Pada kawasan wisata bahari/pantai disyaratkan untuk menerapkan konsep
ekowisata yang didasarkan pada beberapa unsur utama: sangat bergantung
131

kualitas sumberdaya alam, peninggalan sejarah dan budaya; melibatkan


masyarakat; meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-
nilai peninggalan sejarah dan budaya.
5. Rencana Kawasan Sarana dan Prasarana Kegiatan Perikanan.
Kegiatan perikanan tangkap di dukung dengan sarana penunjang berupa
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang membutuhkan sarana prasarana
perbaikan fisik bangunan PPI/TPI, saluran drainase, air bersih, tempat
MCK dan sarana kebersihan.
6. Rencana Kawasan Pelabuhan.
Pelabuhan berfungsi antara lain melayani kegiatan transportasi laut,
angkutan barang dan manusia. Rencana pengembangan kawasan
pelabuhan lebih pada upaya meng optimalkan pelabuhan yang sudah ada
(Pelabuhan Tanjungmas):
a. Rehabilitasi Jetty (pemecah gelombang) yang rusak
b. Perawatan dan perbaikan dinding revetment dan sea wall
c. Pemeliharaan kebersihan dan kedalaman alur serta kolam pelabuhan
dan fasilitas doking kapal.
d. Pemeliharaan dan perbaikan terminal penumpang (dilengkapi
dengan kantin, halaman parkir, ruang tunggu, mushola, fasilitas
MCK dan poliklinik )
Rencana zonasi pemanfaatan ruang untuk pelabuhan meliputi zona
pemanfaatan ruang untuk pengembangan dan peningkatan pelabuhan
termasuk sarana dan prasarana pendukungnya.
7. Rencana Kawasan Permukiman
Rencana kawasan permukiman di wilayah Kota Semarang Tepian Pantai
meliputi:
a). Rencana kawasan permukiman yang berada di dalam sistem
perkotaan tepian pantai, dicirikan oleh kegiatan perkotaan dengan sarana-
prasarana penunjang kegiatan yang lengkap. Kawasan permukiman
perkotaan tepian pantai dikembangkan di pusat-pusat pertumbuhan
kecamatan-kecamatan tepian pantai.
132

b). Rencana kawasan sentra pemukiman nelayan, dengan


homogenitas penduduknya bergerak dalam bidang perikanan dan
kelautan. Rencana kawasan sentra pemukiman nelayan ini lebih diarahkan
pada pengembangan kawasan pemukiman pantai yang sudah ada di Kota
Semarang Tepian Pantai.
Pengembangan kawasan ini meliputi penyediaan dan peningkatan sarana
dan prasarana yang dapat menunjang aktifitas penduduk yang tinggal di
kawasan tersebut.
8. Kawasan Pertanian
Rencana zonasi pengembangan kawasan pertanian lahan basah antara lain
ditetapkan sebagai berikut:
Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk pertanian lahan
basah
Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pertanian lahan basah
secara ruang dapat memberikan manfaat:
a) Peningkatan produksi pangan dan mendayagunakan investasi
yang ada
b) Meningkatkan perkembangan sektor dan kegiatan ekonomi
sekitarnya
c) Upaya pelestarian sumberdaya alam untuk pertanian pangan
d) Meningkatkan pendapatan masyarakat
e) Meningkatkan pendapatan daerah
f) Menciptakan kesempatan kerja
g) Mendorong perkembangan masyarakat
Pertanian lahan basah di wilayah Kota Semarang Tepian Pantai lebih
banyak dijumpai di Bagian Wilayah Pesisir Barat, yaitu Mangkang
Kulon, Mangunharjo dan Mangkang Wetan. Secara topografi, kawasan
bagian utara terletak pada ketinggian antara 0-25 m dan merupakan
dataran rendah, sedang bagian Selatan memiliki ketinggian antara 0
359 m. Kawasan Kota Semarang berada di dataran rendah hingga
perbukitan, sebagai bentukan akibat adanya beberapa gunung dan
pegunungan. Topografi kawasan berupa kelerengan dan dataran rendah.

Anda mungkin juga menyukai