Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH

HIDROLIKA PANTAI
Analisis Perubahan Garis Pantai Tahun 1972-2008 di Wilayah Semarang,
Jawa Tengah

Disusun Oleh :
Happy Ayu S 26050118140056
Rizky Novianti 26050118140075
Talitha Salma Adani 26050118140120
Yoel Prayogo 26050118130128
Ummy Zulaichah S. 26050118130115

Kelompok 2
Oseanografi - B

Dosen Pengampu:
Ir. Baskoro Rochaddi, MT
NIP. 19650313 199203 1 001

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
I. PENDAHULUAN

Kota Semarang merupakan Ibu kota Provinsi Jawa Tengah dan merupakan kota terbesar
di provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang memiliki luas wilayah sebesar 373,78 km². Semarang
terletak antara 6 50’ – 7 10’ Lintang Selatan dan garis 109 35’ – 110 50’ Bujur Timur, dengan
batas-batas sebelah Utara dengan Laut Jawa, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah
Barat dengan Kabupaten Kendal, dan sebelah Selatan dengan Kabupaten Semarang. Wilayah
Semarang memiliki Luas 373,70 km atau 37.366.836 Ha terdiri dari 16 kecamatan dan 117
kelurahan. Wilayah Semarang mengalami garis pantai yang terus berubah dari waktu ke waktu.
Hal ini memerlukan pemantauan secara berkala demi mengoptimalkan kondisi sosial ekonomi
di wilayah Semarang.
Garis pantai adalah batas air laut pada waktu pasang tertinggi telah sampai ke darat.
Perubahan garis pantai ini banyak dilakukan oleh aktivitas manusia seperti pembukaan lahan,
eksploitasi bahan galian di daratan pesisir yang dapat merubah keseimbangan garis pantai
melalui suplai muatan sedimen yang berlebihan. Dengan curah hujan yang dengan intensitas
tinggi juga dapat mempengaruhi perubahan garis pantai. Di sepanjang kawasan pantai terdapat
segmen-segmen pantai yang mengalami erosi, di samping ada bagian-bagian yang mengalami
akresi/sedimentasi dan segmen yang stabil. Dengan dilakukannya pengamatan berkala
terhadap kondisi garis pantai di wilayah Semarang akan mendukung optimalisasi wilayah
tersebut terlebih wilayah pesisir. Kajian mengenai perubahan garis pantai dapat bermanfaat
sebagai informasi yang dapat dimanfaatkan di masa yang akan datang. Informasi ini dapat
digunakan untuk perencanaan, pengelolaan, dan pemanfaatan wilayah terkait. oleh karena itu
makalah ini dibuat dengan harap dapat menjadi media informasi mengenai perubahan garis
pantai yang terjadi di wilayah Semarang.
II. ISI

Kemajuan pembangunan di Kota Semarang mengalami dinamika yang sangat pesat


dalam berbagai hal, terutama dalam pembangunan fisik di Kota Semarang. Akibat dari
banyaknya pembangunan tidak memperhatikan kearifan lingkungan di Kawasan Semarang,
maka eksploitasi air tanah yang berlebihan mendorong turunnya muka air tanah diikuti
penurunan muka tanah. Adanya peristiwa perubahan iklim global juga mendorong pencairan
es di kutub sehingga muka air laut semakin tinggi. Hal ini mendorong penurunan garis pantai
di kawasan Semarang (Marques, 2016).
Menurut Sudarsono (2011) terdapat suatu tinggi muka air tertentu yang dapat
menjelaskan posisi garis pantai, yaitu garis air tinggi (high water line) sebagai garis pantai dan
garis air rendah (low water line) sebagai acuan kedalaman. Garis pantai dapat berubah-ubah,
baik sementara maupun dalam jangka panjang, perubahan sementara terjadi karena pasang
surut dan perubahan dalam jangka waktu yang panjang akibat abrasi atau akresi atau kedua-
duanya. Penambahan dan pengurangan areal pantai tiap tahun dapat dihitung dan dipantau.
Perubahan ini dapat terjadi lebih cepat dari perubahan alam di lingkungan yang lain kecuali di
daerah-daerah yang mengalami gempa bumi, daerah banjir dan gunung api.
Terdapat dua macam perubahan garis pantai, yaitu perubahan maju (akresi) dan
perubahan mundur (abrasi). Perubahan garis pantai akresi terjadi apabila terdapat pengendapan
dan atau pengangkatan daratan (emerge). Sedangkan garis pantai dikatan mundur apabila ada
proses abrasi dan atau penenggelaman daratan (sub merge). Abrasi atau erosi merupakan proses
terjadi pengikisan pantai akibat tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak.
Akresi pantai adalah perubahan garis pantai menuju laut lepas karena adanya proses
sedimentasi dari daratan atau sungai menuju arah laut (Purwandani, A,. 2013). Proses
sedimentasi di daratan dapat disebabkan oleh pembukaan areal lahan, limpasan air tawar
dengan volume yang besar karena hujan yang berkepanjangan dan proses transport sedimen
dari badan sungai menuju laut.
Menurut Sardiyatmo (2004) perubahan garis pantai ada 2 proses :
1. Proses Pasang Surut Dan Arus
Pasang surut di daerah pantai, mempengaruhi perubahan garis pantai, pada saat pasang
naik garis pantai bergerak ke arah darat dan pada saat pasang surut garis pantai bergerak ke
laut.Akibat pasang naik dan pasang surut kemungkinan muatan air akan sedimen
diendapkan di tepi pantai, ada kalanya materi yang telah diendapkan lebih dahulu akan
terkikis oleh erosi pantai (abrasi). Hal ini seperti yang terjadi di pantai sekitar Pulau Tirang
bagian utara.Hasil analisa dan pencatatan pasang surut rata-rata tersebut adalah pasang
tertinggi 11 dm dan pasang terendah sampai 3 dm.Arus laut dipengaruhi oleh iklim. Oleh
karena itu arah dan kecepatan arus berubah-ubah sesuai dengan perpindahan iklim. Arah
arus di pantai Semarang dari barat daya dan utara menuju lahan pantai Semarang dengan
kecepatan rata – rata 0,4 m / detik. Dengan kecepatan ini partikel sedimen yang terbawa
adalah partikel dengan diameter 0,01 – 0,1 mm.
2. Proses Geomorfologi
Proses pelapukan yang terjadi adalah pelapukan fisik, khemik dan organik. Proses
pelapukan tersebut didukung oleh faktor curah hujan dan suhu. Curah hujan rata - rata
tahunan 2,290 mm,suhu udara rata-rata 25,50°C dan 28,38°C. hasil pelapukan tersebut akan
memberi kemudahan terhadap erosi permukaan.Diantara faktor yang mendukung aktivitas
erosi permukaan adalah curah hujan, lereng, material penyusun dan penggunaan lahan.
Curah hujan yang relatif tinggi dan kemiringan lereng yang terjal sampai landai di daerah
Semarang daerah selatan memberikan andil terhadap proses erosi di daerah penelitian
melalui sungai.Proses perubahan lahan pantai baik pengaruh sedimentasi (deposisi)
maupun arus air laut (abrasi)dapat diuraikan sebagai berikut :Perubahan lahan pantai Kota
Semarang selama kurun waktu 50 tahun yang dipengaruhi proses sedimentasi dapat
dibedakan dalam 3 (tiga)klasifikasi yaitu tingkat cepat, sedang dan lambat.
Menurut Safitri et al., (2019), dampak negatif dari perkembangan wilayah pantai yang
menyebabkan perubahan lingkungan adalah erosi, yang dapat menyebabkan perubahan
garis pantai. Perubahan garis pantai yang disebabkan oleh erosi terjadi karena faktor alam
dan aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, eksploitasi bahan galian di daratan pesisir
yang dapat mengubah keseimbangan garis pantai. Garis pantai memiliki sifat yang tidak
tetap dan berpindah sesuai dengan kondisi pasang surut air laut. Keberadaan garis pantai
sangat penting, di antaranya untuk kegiatan perencanaan pembangunan dan perlindungan
wilayah pesisir. Terjadinya erosi pantai menyebabkan tanah mengalami penurunan kualitas
dalam menyerap air, dampak lanjutan yang akan ditimbulkan dari genangan rob adalah
meningkatnya laju erosi, perubahan kondisi ekosistem pantai, mundurnya garis pantai,
meningkatnya kerusakan bangunan di dekat pantai dan terganggunya aktivitas penduduk
di daerah pemukiman, pertambakan, dan perindustrian.
Menurut Ondara, (2020) Abrasi yang terjadi di Kecamatan Sayung selama 20 tahun
terakhir diperkirakan yang terbesar di kawasan pantai utara dan selatan Jawa dan bahkan
di Indonesia. Luas kawasan yang terkena erosi mencapai 2.116,54 hektar yang
menyebabkan garis pantai mundur sepanjang 5,1 kilometer dari garis pantai di tahun 1994
lalu. Dari data yang dikumpulkan serta dianalisis secara deskriptif diketahui bahwa daerah
pesisir di Kecamatan Sayung yang terkena banjir rob pada ketinggian 0,25 m adalah Desa
Sriwulan, Desa Surodadi, Desa Bedono dan Desa Timbulsloko. Laju perubahan garis pantai
pada periode ini berkisar antara -553.3 – 20.4 m/tahun, yang terbagi menjadi kisaran laju
abrasi sebesar -0.3 – -553.3 m/t, laju akresi sebesar 0.1 – 20.4 m/t dan tidak dijumpai adanya
daerah pesisir yang tidak mengalami perubahan. Total area yang mengalami abrasi pada
periode ini mencapai 10.036.190 m2 yang tersebar di kelima desa. Secara visual dapat
terlihat bahwa Desa Bedono mengalami abrasi yang sangat parah, bahkan Desa Sidogemah
dan Desa Purwosari yang berada tepat di bawahnya juga terkena dampak abrasi Desa
Bedono. Berbanding terbalik dengan abrasi, kejadian akresi hanya dialami oleh Desa
Sriwulan, Bedono dan Tambakbulusan dengan akresi tertinggi sebesar 20.4 m/t ditemukan
di Desa Surodadi. Kejadian ini meliputi area seluas 161.455 m2, yaitu hanya mencapai 2%
dari total wilayah pesisir yang mengalami perubahan.

Gambar 1. Laju Perubahan Garis Pantai (2008-2018)


(Sumber: Ondara, 2020)
Gambar 2. Garis Pantai Mundur di Tugu, Kaliwungu, Sayung dan Genuk
(Sumber: Prayoga, 2015)
Kecamatan Tugu (Kota Semarang) dan Kecamatan Sayung (Kabupaten Demak)
mengalami laju garis pantai mundur sebesar -8 m/tahun di Kecamatan Tugu dan -29
m/tahun di Kecamatan Sayung. Pada Kecamatan Tugu, abrasi yang semakin parah terjadi
di Pantai Ngebruk di Kelurahan Mangunharjo. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran
tersendiri bagi warga sekitar, karena dapat mengancam hilangnya daratan dan jalan masuk
utama ke pantai tersebut. Abrasi di kawasan Pantai Sayung telah membentuk teluk dan
sampai dengan tahun 2010 sekitar lebih dari 300 hektare tambak di Sayung musnah.
Kondisi itu diperparah reklamasi pantai-pantai di Semarang tanpa kajian ekologis.
Reklamasi itu mengakibatkan hutan mangrove rusak, akhirnya terjadi abrasi. Abrasi pantai
paling parah terjadi di Kecamatan Sayung, wilayah Demak yang berbatasan dengan
Semarang (Prayogo, 2015).
Gambar 3. Laju Perubahan Garis Pantai Rata-Rata di Pesisir Semarang, Demak, dan Kendal
meter/tahun (1972-2008)
(Sumber: Prayoga, 2015)
Menurut Prayoga (2015) berdasarkan gambar tersebut terjadi perubahan garis pantai
di kecamatan Sayung (-29 m/tahun) dan Genuk (-23 m/tahun). Garis pantai mundur di
kedua kecamatan yang berbatasan tersebut disebabkan oleh abrasi pantai yang cukup hebat.
Berdasarkan dinamika garis pantai Kota Semarang dan sekitarnya dari citra satelit
Landsat selama kurun waktu 1972 – 2008 (36 tahun) dapat disimpulkan bahwa pola
perubahan garis pantai menunjukkan keseimbangan laju penambahan dan pengurangan
daratan di sepanjang pantai Kecamatan Sayung hingga pantai Kota Kendal dengan
kecenderungan laju abrasi di bagian timur Kota Semarang. Secara umum laju perubahan
luas daratan akibat perubahan garis pantai (abrasi dan akresi) di Semarang meningkat 2,5
kali lipat di periode 2001-2008 dibandingkan periode 1991-2001, kecenderungan tersebut
terus menerus mengalami peningkatan dari periode 1972-1991. Kecenderungan
pengurangan daratan akan lebih besar lagi apabila pembangunan dan pengembangan
wilayah pesisir tidak memperhatikan kondisi dinamika garis pantai, kondisi geomorfologi
pantai dan faktor-faktor alam yang mempengaruhinya (Prayoga, 2015).
III. PENUTUP
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Eksploitasi air tanah yang berlebih di daerah Semarang menyebabkan turunnya muka air
tanah diikuti dengan penurunan muka tanah.
2. Terdapat dua macam perubahan garis pantai, yaitu perubahan maju (akresi) dan perubahan
mundur (abrasi). Akresi pantai adalah perubahan garis pantai menuju laut lepas karena
adanya proses sedimentasi dari daratan atau sungai menuju arah laut. Perubahan garis
pantai akresi terjadi apabila terdapat pengendapan dan atau pengangkatan daratan
(emerge). Sedangkan garis pantai dikatakan mundur apabila ada proses abrasi dan atau
penenggelaman daratan (sub merge). Abrasi atau erosi merupakan proses terjadi
pengikisan pantai akibat tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak.
Perubahan garis pantai yang disebabkan oleh abrasi terjadi karena faktor alam dan
aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, eksploitasi bahan galian di daratan pesisir
yang dapat mengubah keseimbangan garis pantai.
3. Perubahan garis pantai dipengaruhi oleh dua proses yaitu:
- Proses pasang surut dan arus
Pasang surut di daerah pantai, mempengaruhi perubahan garis pantai, pada saat
pasang naik garis pantai bergerak ke arah darat dan pada saat pasang surut garis pantai
bergerak ke laut.Akibat pasang naik dan pasang surut kemungkinan muatan air akan
sedimen diendapkan di tepi pantai, ada kalanya materi yang telah diendapkan lebih
dahulu akan terkikis oleh erosi pantai (abrasi). Terjadinya erosi pantai menyebabkan
tanah mengalami penurunan kualitas dalam menyerap air, dampak lanjutan yang akan
ditimbulkan dari genangan rob adalah meningkatnya laju erosi, perubahan kondisi
ekosistem pantai, mundurnya garis pantai, meningkatnya kerusakan bangunan di
dekat pantai dan terganggunya aktivitas penduduk di daerah pemukiman,
pertambakan, dan perindustrian.
- Proses geomorfologi
4. Berdasarkan dinamika garis pantai Kota Semarang dan sekitarnya dari citra satelit Landsat
selama kurun waktu 1972 – 2008 (36 tahun) dapat disimpulkan bahwa pola perubahan
garis pantai menunjukkan keseimbangan laju penambahan dan pengurangan daratan di
sepanjang pantai Kecamatan Sayung hingga pantai Kota Kendal dengan kecenderungan
laju abrasi di bagian timur Kota Semarang. Secara umum laju perubahan luas daratan
akibat perubahan garis pantai (abrasi dan akresi) di Semarang meningkat 2,5 kali lipat di
periode 2001-2008 dibandingkan periode 1991-2001, kecenderungan tersebut terus
menerus mengalami peningkatan dari periode 1972-1991. Kecenderungan pengurangan
daratan akan lebih besar lagi apabila pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir
tidak memperhatikan kondisi dinamika garis pantai, kondisi geomorfologi pantai dan
faktor-faktor alam yang mempengaruhinya
DAFTAR PUSTAKA
Sardiyatmo, S.2004. Kajian Perubahan Garis Pantai Semarang dengan Foto Udara
Pankromatik Hitam Putih. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine
Sciences, 9(3), 160-168.
Safitri, F., Suryanti, S., & Febrianto, S. 2019. Analisis Perubahan Garis Pantai Akibat
Erosi di Pesisir Kota Semarang. GEOMATIKA, 25(1), 37-46.
Ondara, Koko. 2020. Laju Perubahan Garis Pantai Kecamatan Sayung, Demak–Jawa
Tengah 2008-2018. https://lrsdkp.litbang.kkp.go.id/kabar-terbaru/47-
artikel/artikel-litbang-2020/570-laju-perubahan-garis-pantai-kecamatan-
sayungdemak-jawa-tengah-2008-2018. [diakses pada 13 April 2021, 14.00].
Prayogo, T. 2015. Analisis Pola Perubahan Garis Pantai Pesisir Semarang dan
Sekitarnya Berdasarkan Citra Satelit Landsat Mulitemporal. Dalam.
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XX.

Anda mungkin juga menyukai