AHMAD YANI
KOTA LAMA INTERNATIONAL
AIRPORT
PELABUHAN
TANJUNG EMAS
Water Management
Penurunan muka tanah/amblesan (land subsidence) di
Semarang
Kota Semarang
Penurunan Muka
Tanah/Amblesan (Land
Subsidence) di Kota
Semarang
Editor:
Sawarendro, M.Sc | Witteveen+Bos Indonesia
Monika. A.P, M.S | Witteveen+Bos Indonesia
B.A. Tirta, M.Sc | Witteveen+Bos Indonesia
Dr. Muhammad Helmi | Center for Coastal
Rehabilitation and Disaster
Mitigation Studies, Universitas
Diponegoro
Kontributor:
Daniel van der Maas | Ellipsis Earth Intelligence
Laura van den Berge | Ellipsis Earth Intelligence
Ir. Bambang M. Putra, M.T | Geologi dan Air Tanah, Dinas
Energi dan Sumber Daya
Mineral Provinsi Jawa Tengah
Ismet Adipradana | Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota
Semarang
Victor Coenen, M.Sc | Witteveen+Bos Raadgevende
ingenieurs B.V.
Rekomendasi 31
Citra satelit Landsat 5 Kota Semarang pada tahun 1988 (atas) dan 2011 (bawah)
Citra satelit Landsat 5 tahun 1988 dan 2011 menggambarkan kondisi pertumbuhan Semarang. Pertumbuhan terlihat jelas di bagian
selatan Semarang, sepanjang Jl Majapahit dan Jl Siliwangi, dan juga di area sebelah timur Banjir Kanal Timur.
Paleogeografi Jawa Tengah bagian utara, termasuk Semarang (dulu Bergota) pada fase Neogen (kiri) dan Kuarter (kanan) (Anwar et al 1994)
Peta Geologi Cekungan Airtanah Semarang Provinsi Jawa Tengah (Cahaya Persada
Consultant Engineering 2011)
Stratigrafi Semarang terdiri dari empat lapisan. Dari lapisan teratas, Perubahan garis pantai juga tercatat sejak hampir 300 tahun
yaitu endapan permukaan, batuan sedimen, batuan vulkanik, dan yang lalu sehingga masih mengalami proses konsolidasi
batuan terobosan (Thaden et al 1975). Lapisan batuan sedimen, alami sehingga Semarang sangat rentan terhadap fenomena
batuan vulkanik, dan batuan terobosan yang tergolong kala penurunan muka tanah (lihat gambar).
Pleistosen, Pliosen, dan Miosen diasumsikan sebagai lapisan tidak
termampatkan. Endapan permukaan tergolong kala Holosen
yang diasumsikan sebagai lapisan termampatkan.
Dalam suatu sistem cekungan airtanah terdapat lapisan akuifer dan akuitar.
Lapisan akuifer memiliki permeabilitas tinggi dan sebaliknya, akuitar memiliki
permeabilitas yang lebih rendah akibat campuran lanau/lempungnya
sehingga menjadi lapisan pengekang akuifer. Lapisan akuitar tidak selalu
kontinu, sehingga akuifer bisa ditemukan dalam kondisi terkekang atau tidak
terkekang. Di Semarang, terdapat akuifer terkekang dan tidak terkekang.
Untuk akuifer tidak terkekang, permukaan airtanah terletak di ~1-2 meter di
bawah permukaan khususnya di Semarang bagian timur. Beberapa akuifer
terkekang di Semarang dijelaskan sebagai berikut (WBI 2008, Putranto dan
Rüde 2011, Putranto dan Rüde 2016).
Akuifer ini terletak di area pesisir dan dapat dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan karakteristik airtanahnya (konduktivitas elektrik dan fasies).
Akuifer ini dipisahkan oleh lapisan akuitar yang litologi utamanya berupa
sedimen lempung dengan tebal bervariasi. Akuifer ini terdapat di kedalaman
~30-90 meter di bawah permukaan pada Semarang bagian barat dan lebih
dari 90 m di bawah permukaan pada area Semarang bagian timur.
Sumur Pengambilan
Pemantauan airtanah di Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi DESDM.
Informasi pemantauan dapat diakses dalam jaringan (online) di laman http://siat.esdm.jatengprov.go.id/.
Jumlah sumur pemantauan di Jawa Tengah ada 59 set dan 10 di antaranya berada di Semarang. Sumur-
sumur ini dalam proses perbaikan dan pemeliharaan sejak Agustus-September 2019. Biasanya, pembacaan
muka airtanah direkam secara otomatis. Saringan sumur pemantauan dipasang di kedalaman ~60-70 meter
di bawah permukaan yang merupakan lokasi terdapatnya akuifer Delta Garang.
Besar dan laju penurunan muka tanah di Semarang dalam kajian terdahulu (n.a.=tidak ditulis dengan
eksplisit; *peta dirilis oleh atau dengan kerjasama dengan Badan Geologi Kementerian Energi dan
Sumberdaya Mineral/KESDM)
Hasil pengamatan penurunan muka tanah di Semarang dengan InSAR (April 2016-Oktober 2019)
Pengamatan InSAR
Hasil pengamatan InSAR menunjukkan laju penurunan muka
Ellipsis mengolah data sumber terbuka (open source) dari
tanah yang sangat kecil di wilayah selatan dan barat daya
satelit Sentinel-1 milik Badan Antariksa Eropa (ESA) untuk
hingga mencapai 13 cm/tahun di wilayah timur laut dan di
mengetahui besar penurunan muka tanah terkini di Semarang.
beberapa titik di utara Semarang (lihat gambar). Ellipsis dan
Data satelit sejak April 2016 hingga Oktober 2019 diolah
UNDIP melakukan pengukuran lapangan di beberapa lokasi
dengan perangkat lunak SNAP yang juga dikembangkan oleh
dengan GPS untuk keperluan verifikasi dan menunjukkan
ESA.
Lokasi Patok Badan Geologi KESDM dengan hasil pengamatan penurunan muka tanah dengan InSAR
Pengukuran lapangan
Badan Geologi KESDM melakukan pengukuran lapangan diakibatkan oleh perbedaan metode, yaitu pengukuran titik
penurunan muka tanah dengan patok-patok yang dipasang di (point based) yang digunakan KESDM dan penginderaan jauh
berbagai lokasi di Semarang (lihat gambar) yang dilakukan sejak dengan InSAR yang juga mengintegrasikan level keragaman
Oktober 2011 hingga Agustus 2017. tertentu/koherensi.
KESDM menerbitkan peta penurunan muka tanah setiap tahun Perbandingan hasil observasi inSAR menunjukkan bahwa
dengan data tersebut. Perlu diperhatikan bahwa pemutakhiran hasil pengamatan melalui InSAR dapat menjangkau area yang
peta ini dilakukan berdasarkan frekuensi pengukuran sekali lebih luas di mana pada pengukuran lapangan memerlukan
dalam setahun. Sedangkan laju penurunan muka tanah melalui jauh lebih banyak patok untuk menjangkau area yang
pengamatan InSAR didasarkan data kumulatif April 2016 hingga sama. Walaupun begitu, kedua metode pengamatan saling
Oktober 2019. Data pengamatan serentak tahun 2016 dan 2017 melengkapi satu sama lain untuk mendapatkan informasi
dari pengukuran lapangan (KESDM) dan satelit (InSAR) kemudian laju penurunan muka tanah yang lebih akurat.
dibandingkan untuk keperluan validasi (lihat gambar). Apabila
keduanya dibandingkan secara kumulatif, secara umum hasil
kedua pengukuran ini saling bersesuaian. Selisih juga mungkin
Penyebab Umum
Penurunan muka tanah akibat pengambilan airtanah dipicu Pengamatan penurunan muka airtanah menggunakan data
oleh penurunan muka airtanah/disipasi tekanan air pori yang pemantauan airtanah oleh DESDM di stasiun Anjasmoro,
mengakibatkan peningkatan tekanan efektif tanah. Namun yang terdekat dari lokasi Polder Banger (~6 km). Pengukuran
perlu diingat bahwa lapisan akuifer tidak sepenuhnya terdiri menunjukkan laju penurunan airtanah sebesar 0.4 m/tahun dengan
dari lapisan pasir, sehingga disipasi tekanan air pori juga tren linear. Angka laju ini akan digunakan dalam pemodelan
mengakibatkan penurunan konsolidasi. Disipasi tekanan air sebagai dampak pengambilan airtanah menerus di lapisan akuifer
pori dan penurunan konsolidasi di lapisan kelempungan pada dalam. Sedangkan penurunan muka airtanah di lapisan akuifer
umumnya membutuhkan waktu yang sangat lama, terutama dangkal menggunakan laju 0.1 m/tahun.
di lapisan tanah lunak yang sangat tebal seperti di Semarang.
Selain itu, ada juga pengaruh penurunan akibat kompaksi
material butiran pada akuifer yang berkontribusi terhadap
penurunan muka tanah.
Tinggi tekanan airtanah (mMSL)
0.4 m/tahun
Waktu pengukuran
Data pengukuran dari Stasiun Anjasmoro, dengan kemungkinan pemulihan musiman (seasonal recovery) dengan
pola menurun
Pemodelan metode elemen hingga 2 dimensi dengan Plaxis adalah 0.1 m/tahun dan 0.4 m/tahun untuk akuifer dangkal dan
digunakan untuk mengevaluasi efek secara berpasangan dalam. Sedangkan untuk efek pembebanan menggunakan 17,
dari fluktuasi muka airtanah (secara hidrogeologi) dan beban 34, dan 51 kPa yang setara dengan penimbunan setinggi 1, 2,
permukaan (secara geoteknik). Pemodelan ini mencoba untuk dan 3 meter.
menkuantifikasi perbandingan penyebab penurunan muka tanah
di Kota Semarang, terutama di kawasan Polder Banger. Data yang Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa efek pembebanan
digunakan untuk analisis berdasarkan data primer yang ada, seperti permukaan akan menghasilkan penurunan muka tanah yang
pemantauan airtanah dan hasil pengeboran dan uji laboratorium lebih besar. Pada kasus timbunan 1-m, perbandingan total
tanah. Lapisan tanah lunak, yang didominasi oleh lempung dan penurunan adalah 56% akibat pembebanan dan 44% akibat
lanau, dimodelkan dengan menggunakan soft soil creep (SSC) di pengambilan airtanah. Efek pembebanan permukaan akan lebih
mana komponen penurunan konsolidasi primer dan sekunder dominan pada timbunan yang besar. Pada kasus timbunan 3-m,
diperhitungkan secara bersamaan. Sementara itu, lapisan akuifer efek pembebanan dan konsolidasi alami adalah 62% dan 38%
yang dominan kepasiran dimodelkan dengan kondisi linear elastic akibat pengambilan airtanah.
di mana hanya komponen konsolidasi primer yang diperhitungkan.
Dari pemantauan yang ada, penurunan muka airtanah linear
Dampak pengambilan airtanah juga sangat bergantung terhadap tipe tanah di lokasi sumur pengambilan. Berdasarkan hasil
pemodelan, walaupun penurunan muka airtanah di akuifer dangkal lebih kecil dibandingkan dengan akuifer dalam (0.1 vs 0.4 m/
tahun), jumlah penurunan tanah oleh pengambilan airtanah di akuifer dangkal lebih besar. Hal ini disebabkan karena lapisan tanah di
akuifer dangkal jauh lebih lunak dibandingkan tanah lapisan dalam, sehingga hanya 6-17% penurunan diakibatkan oleh pengambilan
dari akuifer dalam.
Masyarakat di area tergenang juga harus mengungsi sementara atau permanen. Dampak
tidak langsung di antaranya adalah permasalahan sanitasi dan kesehatan oleh buruknya
drainase akibat kerusakan sistem drainase, intrusi air laut, serta hilangnya habitat rawa.
Intervensi
Skenario dengan intervensi dilakukan dengan mengasumsikan penggiatan
upaya konservasi airtanah dalam 20 tahun ke depan dan efektif
menghentikan penurunan muka airtanah pada tahun 2040 (skenario ‘do
something’). Hal ini sejalan dengan rencana PDAM untuk menjangkau
100% layanan air di Semarang pada tahun 2033 (mempertimbangkan
potensi keterlambatan).
Kabupaten Demak
Area loss≈322.1 Ha
Area loss≈1416.9 Ha
Visualisasi potensi penggenangan yang terjadi (warna biru gelap) di Semarang pada: (atas) Tahun 2030 and (bawah) Tahun 2040. Warna corak biru menunjukkan
area yang telah tergenang
Rangkuman analisis
Hasil analisis menunjukkan bahwa penurunan muka tanah tidak Perlu diperhatikan bahwa analisis ini belum memperhitungkan
berhenti walau laju penurunan tanah berkurang seiring dengan pengaruh penurunan konsolidasi sekunder/rangkak dari
waktu. Penurunan konsolidasi akan terus berjalan akibat lapisan akuifer. Hal ini perlu diketahui karena berdasarkan
pembebanan permukaan dan peningkatan tekanan efektif hasil penyelidikan tanah, litologi akuifer adalah campuran
tanah pada akuitar. kelempungan dan/atau kelanauan.
t +62 21 719 12 82
f +62 21 719 12 83
i www.witteveenbos.com
e indonesia@witteveenbos.com