Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI

ACARA BENTANG ALAM KARST

Disusun Oleh:
Antya Kumara Nugraha
21100122130060

LABORATORIUM GEODINAMIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
NOVEMBER 2022

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum Geomorfologi Acara Bentang Alam Karst yang disusun
oleh praktikan bernama Antya Kumara Nugraha telah diperiksa dan disahkan pada

hari :

tanggal :

pukul :

sebagai tugas Laporan Praktikum mata kuliah Geomorfologi.

Semarang, 20 November 2022

Asisten Acara, Praktikan,

Yoel Krisnanda Antya Kumara Nugraha


NIM : 21100120130054 NIM : 21100122130060

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
1. Mengetahui bentang alam Karst
2. Mengetahui tata cara delineasi
3. Mengetahui tata cara perhitungan morfometri
4. Mengetahui tata cara klasifikasi bentuk lahan
5. Mengetahui tata cara membuat sayatan profil normal dan eksagrasi

1.2 Tujuan
1. Dapat mengetahui bentang alam Karst
2. Dapat mengetahui tata cara delineasi
3. Dapat mengetahui tata cara perhitungan morfometri
4. Dapat mengetahui tata cara klasifikasi bentuk lahan
5. Dapat mengetahui tata cara membuat sayatan profil normal dan
eksagrasi

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Praktikum Geomorfologi Acara Bentang Alam Karst dilaksanakan
secara luring pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 4 November 2022
Waktu : 18:15 - selesai
Tempat : Ruangan 202, Gedung Pertamina Sukowati

BAB II
Geologi Regional Daerah Gunung Kidul (Gunung Sewu Geopark dan
sekitarnya)

Secara fisiografis daerah Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi


kawasan Gunung api Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan
dapat dibagi menjadi 2 zona yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan. Zona
Solo berasal dari Zona Depresi Tengah, Pulau Jawa. Zona ini ditempati oleh
kerucut Gunung Merapi. Kaki dari selatan-timur gunung api tersebut merupakan
dataran Yogyakarta-Surakarta yang tersusun atas endapan aluvium asal Gunung
Merapi. Di bagian barat Zona Pegunungan Selatan, dataran Yogyakarta menerus
sampai pantai selatan Pulau Jawa, yang melebar dari Pantai Parangtritis hingga
Kali Progo. Aliran sungai utama di bagian barat adalah Kali Progo dan Kali Opak,
sedangkan di sebelah timur adalah Kali Dengkeng yang merupakan anak sungai
Bengawan Solo.
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di
sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,
Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan Hindia. Di sebelah barat, antara
Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran Kali Opak,
sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan
ini hampir membujur ke arah barat-timur sepanjang 50 km dan ke arah utara-
selatan mempunyai lebar 40 km.
Zona Pegunungan Selatan dibagi menjadi 3 subzona, diantaranya Subzona
Baturagung, Subzona Gunung Sewu, Subzona Wonosari. Subzona Baturagung
terletak di bagian utara yang membentang dari barat (tinggian G. Sudimoro, ± 507
m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung, ± 828 m), hingga ke sebelah
timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m). Di bagian timur, Subzona Baturagung
membentuk tinggian yang terpisah, yaitu G. Panggung (± 706 m) dan G.
Gajahmungkur (± 737 m). Subzona Baturagung membentuk sudut lereng sebesar
10°-30° dengan beda tinggi sebesar 200-700 meter, dengan relief yang tersusun
oleh batuan asal gunungapi.
Subzona Gunung Sewu membentuk perbukitan dengan bentang alam
karst, dengan litologi batuan berupa batu gamping. Pada perbukitan ini dijumpai
telaga luweng (sink holes), lalu di bawah permukaan terdapat gua batu gamping
dan aliran sungai bawah tanah. Bentang alam Karst ini membentang dari bagian
barat yaitu Pantai Parangtritis hingga bagian timur yaitu Pacitan.. Karst
Gunungsewu terdiri dari batu gamping Neogen (Miosen Tengah dan Pliosen Atas)
yang disebut Formasi Wonosari-Punung (Tmwp). Gamping di wilayah tersebut
terdiri dari gamping terumbu di bagian selatan dan gamping berlapis di bagian
utara (Bemmelen 1949; Balazs 1968; Waltham et al., 1983; Surono et al., 1992;
Rahadjo et al., 1995). Total ketebalan gamping di kawasan Karst Gunungsewu
diperkirakan melebihi 650 m. Gamping terumbu secara litologis sangat bervariasi,
namun didominasi oleh rudstones, packstones, dan framestones. Gamping berlapis
banyak terdapat di utara dan timur laut yang mendominasi cekungan Wonosari.
Gambar 2.1 Peta Fisiografi Gunung Sewu (Van Bemmelen, 1949)

Subzona Wonosari berupa dataran tinggi yang terletak di bagian tengah


Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya. Subzona ini
dibatasi oleh Subzona Gunung Sewu di sebelah selatan dan timur, lalu di sebelah
barat dan utara dibatasi oleh Subzona Baturagung. Aliran sungai utama di daerah
ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak. Sebagai
endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan endapan danau
purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping.
Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya berupa blok yang
terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai dengan lereng terjal
yang cukup kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah
selatan Surakarta, sedangkan di sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara
Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karst yang disebut Pegunungan Seribu
atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km 2 (Lehmann. 1939).
Sedangkan di daerah Pacitan dan Popoh disusun oleh litologi batuan berupa
batugamping, granit, andesit, dan dasit.
Gambar 2.2 Daerah Subzona Wonosari, Gunung Sewu, dan Baturagung

BAB III
METODOLOGI

2. 1 Alat dan Bahan


a. Peta ukuran A3 1 lembar
b. Milimeter Block ukuran A3
c. Kertas kalkir minimal 2
d. Klasifikasi relief minimal 3 lembar ukuran A4
e. Selotip / Staples / Klip
f. Pensil dan Penghapus
g. Pensil Warna
h. Penggaris minimal 30 cm
i. Alat tulis ( pensil, penghapus, pulpen, correction tape)
j. Papan jalan
2. 1
2. 2 Cara Pengerjaan
 Tata Cara Delineasi
- Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
- Merekatkan salah satu sisi kertas kalkir dengan kertas peta
menggunakan selotip / staples/ klip, agar kertas kalkir tidak
bergerak saat proses delineasi.
- Memberikan garis tepi pada kertas kalkir yang mengikuti garis
tepi pada kertas peta topografi dengan dengan pensil
- Menentukan bentuk lahan yang terdapat pada peta topografi
sesuai dengan tingkat kerapatan kontur dan tingkat elevasi atau
ketinggian.
- Memberikan warna pada bentuk lahan yang telah ditentukan
menggunakan pensil warna, warna merah untuk bentuk lahan
vulkanik, warna ungu untuk bentuk lahan struktural, warna
coklat untuk lahan denudasional, warna hijau untuk lahan
fuvial, warna orange untuk bentuk lahan karst.

 Tata Cara Perhitungan Morfometri


- Mengamati setiap garis pada setiap bentuk lahan yaitu vulkanik
dan struktural
- Melakukan sayatan pada setiap garis kontur di setiap bentuk
lahan.
- Melakukan sayatan secara tegak lurus dengan memotong
kontur
- Menghitung persentase kelerengan per garis sayatan sesuai
dengan rumus dan mengitung rata-rata dari semua persentase
kelerengan
Rumus :
∆h
%Lereng = x 100 %
d
Keterangan :
%Lereng : sudut lereng
Δh : jumlah kontur x indeks kontur
d : panjang garis x skala peta
- Setelah mengetahui persen (%) lereng rata-rata dari bentuk
lahan vulkanik dan struktural, kita menentukan satuan relief
sesuai dengan klasifikasi Van Zuidam
Rata-rata Kelerengan :

%Lereng total
Jumlah sayatan

- Mengitung beda tinggi pada setiap bentuk lahan, dengan cara


mengurangi antara elevasi tertinggi dengan elevasi terendah.

- Menentukan kembali satuan relief sesuai dengan beda tinggi


pada klasifikasi Van Zuidam (1946)

 Tata Cara Membuat Sayatan Profil Normal dan Eksagrasi


- Membuat garis sepanjang minimal 25 cm yang memotong 4
bentuk lahan yaitu struktural,vulkanik,fluvial,denudasional
- Memberikan huruf A di ujung garis sebelah kiri dan huruf B di
ujung garis sebelah kanan
- Melipat kertas HVS membentuk segitiga lalu sejajarkan dengan
garis sayat
- Memberikan garis dan titik sebagai penanda garis kontur di
HVS dari garis A sampai B sesuai dengan titik ketinggian
- Menuliskan angka ketinggian kontur pada setiap garis di HVS
- Membuat penampang sayatan profil dengan menggambarkan
sumbu X dan Y pada milimeter blok dengan sumbu X yang
berisikan jarak garis sayatan A sampai B dengan skala
horizontal (1:250.000), dan sumbu Y yang berisikan skala
profil eksagrasi dengan skala (1:125.000)
- Menuliskan data yang didapat dari sayatan A – B ke dalam
sumbu X dan Y berupa titik koordinat
- Menyambungkan masing-masing titik koordinat dengan pensil
warna sesuai dengan bentuk lahan vulkanik (merah), struktural
(ungu), fluvial (hijau),denudasional (coklat), karst (orange)
 Tata Cara Interpretasi pada Kolom Morfologi
- Mengisi kolom morfologi sesuai data yang telah didapat
- Mewarnai kotak berdasarkan jenis bentuk lahan (bentuk lahan
vulkanik berwarna merah, bentuk lahan struktural berwarna
ungu, bentuk lahan karst berwarna orange, bentuk lahan
denudasional coklat, bentuk lahan fluvial hijau)
- Mengisi persenan lereng dan beda tinggi sesuai dengan
perhitungan morfometri yang sudah dihiting
- Mengisi proses geomorfik, gaya eksogen, dan gaya endogen
sesuai dengan karakteristik bentuk lahan
- Mengisi pola pengaliran berdasarkan hasil interpretasi pada
masing-masing bentuk lahan
- Menjelaskan potensi positif, potensi negatif, dan tata guna
lahan sesuai dengan bentuk lahan sesuai dengan karakteristik
bentuk lahan dan ketinggian kontur
BAB V
PEMBAHASAN

Pada tanggal 4 November 2022 telah dilaksanakan praktikum


geomorfologi pada acara Bentang alam Karst secara offline pukul 18.15 WIB
diruang 202 di Gedung Pertamina Sukowati, Universitas Diponegoro. Materi
yang disampaikan saat praktikum mengenai bentang alam Karst. Sebelum
diadakan penyampaian materi praktikan diimbau untuk mengikuti pretest terlebih
dahulu selama 3 menit. Setelah penyampaian materi, praktikan diimbau untuk
mengikuti post test untuk mengetahui tingkat pemahaman praktikan. Setelah
selesai post test praktikan dibimbing untuk membuat delineasi dengan mewarnai
di kertas kalkir sesuai bentuk lahannya, lalu menentukan sayatan dan menghitung
persen lereng, rata-rata persen lereng, dan beda tinggi. Selanjutnya
mengklasifikasikan perhitungan sesuai tabel Van Zuindam. Berikut adalah
pembahasan dari morfologi karst di Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunung
Kidul, Yogyakarta berdasarkan peta topografi yang telah diinterpretasikan.

4.1 Proses Pembentukan Bentang Alam Karst di Gunung Kidul


Berdasarkan kondisi topografinya, Kabupaten Gunung Kidul Zona Selatan
yaitu pada Pegunungan Sewu merupakan daerah dengan topografi berbukit
dan perlapisan batuan miring ke Selatan yang diakibatkan adanya gaya
endogen dan eksogen. Karst Gunung Sewu di bagian barat, lebih
didominasi oleh morfologi bukit kerucut. Karst Gunung Sewu di bagian
barat ke timur mencakup wilayah Gunung Kidul (termasuk wilayah
Tanjungsari) , Wonogiri, Pacitan. Pada proses eksogen diakibatkan oleh
proses karstifikasi dari curah hujan. Pada proses karstifikasi selain
dikontrol oleh curah hujan, dapat dikontrol oleh karakteristik batuan
karbonat dan ketinggian penyingkapan. Semakin tinggi curah hujan, maka
tingkat terjadinya pelarutan juga semakin tinggi.
Adapun beberapa proses dalam pembentukan morfologi karst proses
eksogen di zona gunung sewu, Kabupaten Gunung Kidul :
 Permukaan tanah mengalami pengekaran yang diakibatkan adanya
deformasi. Pada gambar tersebut zona A mengalami pengekaran
akibat adanya deformasi, sehingga pada zona tersebut akan
muncul rekahan. Rekahan tersebut bisa memberikan akses kepada
air hujan untuk melarutkan batu gamping yang ada di zona A.

 Setelah terjadi pelarutan secara terus-menerus pada zona A,


kemudian zona A ini akan membentuk suatu morfologi lembah,
sedangkan pada zona B masih berupa dataran tinggi. Retakan akan
berkembang akibat adanya pelarutan terus menerus, sehingga akan
membentuk saluran-saluran yang saling terhubung sehingga
menjadi goa. Goa-goa yang terbentuk dibawah permukaan,
menyebabkan amblesan di permukaan sehingga membentuk
morfologi sinkhole. Sinkhole sering kali mengakibatkan aliran
sungai di permukaan tiba-tiba menghilang, sehingga berpindah
menjadi sungai bawah tanah.

 Pada tahap ini zona B mulai mengalami pelarutan sehingga


membentuk beberapa morfologi perbukitan kerucut yang jumlah
nya cukup banyak, seperti di daerah Gunung Sewu ini.
 Selain itu perbukitan karst di Gunung Sewu terbentuk akibat
adanya gaya endogen berupa pengangkatan dari dasar laut yang
mengakibatkan adanya patahan dan lipatan, oleh sebab itu litologi
perbukitan karst di Gunung Sewu ini berupa lapisan batu gamping
murni terumbu karang yang sangat tebal dan mudah larut.
 Berdasarkan zamannya proses pembentukan karst Gunung Sewu
dibagi menjadi 3 tahap ( zaman Kuarter, zaman Tersier, zaman
Mesozoikum).
a) Zaman Kuarter : Pada zaman ini terjadi pengangkatan dan
adanya patahan sehingga membentuk cekungan Wonosari.
Setelah terangkat lapisan tersebut ambles lagi sehingga
menjadi alas dari cekungan Wonosari dan menekan lapisan
bawahnya, sehingga terbentuk antiklin.
b) Zaman Tersier : Pada zaman ini terdapat sesar aktif
sehingga membentuk Garben Bantul. Garben ini
mengalami pengangkatan yang lemah sehingga garben
miring ke arah selatan. Pada zaman ini juga terjadi tektonik
regangan yang berasosiasi dengan pergerakan sepanjang
sesar regional, serta matinya zona subduksi
Karangsamung-Meratus dan geosinklin yang mulai
terangkat lagi akibatdesakan dua lempeng besar.
c) Zaman Mesozoikum : Pada zaman ini terjadi kerapatan
fragmen Gondwana pada bagian tepi Timur Sundaland
sehingga muncul geosinklin dari arah barat dan timur.

4.2 Hubungan Pola Pengaliran dengan Bentang Alam Karst


Sungai di kawasan karst Gunung Sewu ini memiliki sistem
drainase yang unik dimana, aliran sungai yang terlihat di permukaan, tiba-
tiba menghilang masuk ke dalam luweng atau sinkhole menuju sistem
sungai bawah tanah, kemudian muncul atau keluar di permukaan
(resurgence) dan masuk lagi, demikian seterusnya. Kondisi authigenic ini
bisa ditemukan pada sistem Kali Suci, Kali Nggremeng, dan Sungai
Prambutan. Sungai di kawasan ini biasanya masuk ke dalam tanah, yang
menjadi aliran sungai bawah tanah dengan pola aliran multi basinal. Pola
ini dicirikan dengan aliran yang terpusat pada suatu lahan.
Secara umum sistem pengaliran karst dibedakan menjadi dua yaitu
sistem conduit dan sistem difuse. Sistem conduit terjadi ketika aliran
sungai masuk ke ponor atau goa bawah tanah. Sistem diffuse terjadi
ketika aliran sungai yang mengalir ke bawah melalui rekahan-rekahan.
Secara umum, sistem pengaliran di kawasan Karst Gunung Sewu
merupakan sistem conduit. Hal ini dikarenakan berkembangnya holokarst
dengan tingkat perkembangan karstifikasi yang sempurna sehingga batuan
penyusunnya relatif mudah larut. Sistem pengaliran conduit tersebut akan
membentuk sungai bawah tanah yang mengalir melalui jalur-jalur goa
pelarutan batu gamping.

Pola Pengaliran Multi Basinal


4.3 Bentang Alam pada Peta Topografi

4.3.1 Bentang Alam Karst


Berdasarkan hasil sayatan dan perhitungan morfometri, berhasil
diperoleh bentuk lahan karst di kawasan Tanjungsari, Gunung Kidul.
Bentuk lahan karst memiliki persen lereng sebesar 26,5% dan beda
ketinggian sebesar 300 meter, oleh karena itu dapat diklasifikasikan
sebagai bukit terjal berdasarkan klasifikasi relief Van Zuindam
(1983).Oleh karena itu ditemukan beberapa bukit-bukit sisa pelarutan
yang berbentuk kerucut. Bukit kerucut ini berbentuk kerucut dan
berlereng terjal, serta dikelilingi oleh depresi biasanya disebut sebagai
bintang (Bloom, 1979). Bintang yang mengelilingi kerucut karst tidak
teratur , sehingga sering disebut sebagai cockpits yang terbentuk oleh
proses pelarutan sepanjang zona kekar atau patahan ( Sweeting, 1958
dalam Ritter, 1978). Namun, pada kenyataannya kerucut karst lebih
mirip setengah bola dibandingkan bentuk kerucut. ( Lehman, 1963,
dalam Bloom, 1979 ). Berikut adalah kenampakan bukit kerucut
(conical hills) pada interpretasi google earth.

Kenampakan Bukit Kerucut di Kecamatan Tanjungsari berdasarkan


Google Earth

Proses geomorfik yang terjadi yaitu gaya eksogen karena


dipengaruhi oleh proses erosi dan pelapukan. Pada proses pelapukan
ini ditandai dengan adanya jenis pelapukan kimiawi yang terjadi saat
mineral kalsit pada batuan gamping akan larut pada larutan asam yang
akan melarutkannya sebagai Ca(HCO3)2, sehingga membentuk rongga-
rongga goa dalam batuan gamping, bahkan dapat membentuk aliran
sungai bawah tanah. Selain itu kawasan karst ini bisa terbentuk akibat
pengangkatan dari dasar laut atau uplift sekitar 1,8 juta tahun lalu, hal
ini bisa terjadi karena adanya subduksi lempeng samudera Indo
Australia ke bawah lempeng Eurasia yang mengakibatkan dasar laut
terangkat. Pola pengaliran pada bentuk lahan Karst yang terdapat di
Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Gunung Kidul adalah multi
basinal, pola pengaliran ini dicirikan dengan pola multi basinal, hal ini
dicirikan dengan tidak ditemukannya pola aliran sungai di permukaan,
sehingga sungai tersebut seketika menghilang/masuk di bawah
permukaan dan menjadi sungai bawah tanah. Potensi positif pada
bentang alam karst di Tanjung Sari yaitu dapat dimanfaatkan untuk
penambangan batu gamping/kapur, dapat diketahui bahwa kawasan ini
didominasi oleh litologi batuan kapur/gamping yang mendukung
proses pelarutan sehingga bentang alam karst dapat terbentuk. Potensi
negatif dari bentang alam karst di kawasan ini adalah kuantitas air
yang sedikit sehingga dapat memicu terjadinya krisis air. Dapat
diketahui bahwa pola pengaliran pada kawasan ini adalah multi
basinal, pola pengaliran ini dicirikan dengan menghilangnya aliran
sungai dan menjadi sungai bawah tanah. Berdasarkan peta topografi
yang telah diinterpretasikan aliran sungai yang berasal dari arah utara
tiba-tiba menghilang dan menuju ke bawah permukaan, sehingga
menjadi sungai bawah tanah. Hal ini membuat warga sekitar sulit
memanfaatkan air tersebut, dikarenakan akses yang dijangkau cukup
sulit. Tata guna lahan pada area karst Tanjung Sari adalah dapat
dimanfaatkan sebagai objek wisata, hal ini karena kawasan ini
termasuk ke dalam Zona Gunung Sewu yang telah dinobatkan sebagai
kawasan Geopark.

4.3.2 Bentang Alam Denudasional


Berdasarkan hasil sayatan dan perhitungan morfometri, berhasil
diperoleh bentuk lahan denudasional di kawasan Tanjungsari, Gunung
Kidul. Bentuk lahan denudasional memiliki persen lereng sebesar 5%
dan beda ketinggian sebesar 45 meter, oleh karena itu dapat
diklasifikasikan sebagai bergelombang landai pada klasifikasi relief
berdasarkan Van Zuindam (1983). Oleh karena itu, wilayah tersebut
memiliki tipe bentuk lahan denudasional dataran nyaris (peneplain),
hal ini bisa terjadi karena proses denudasional yang bekerja pada
Pegunungan Sewu secara terus menerus, maka permukaan lahan pada
daerah tersebut dapat menurun ketinggiannya dan membentuk
permukaan yang hampir datar. Proses geomorfik yang terjadi yaitu
gaya eksogen proses erosi. Pada proses erosi ini disebabkan oleh air,
sehingga meterial permukaan bumi hasil pelapukan terlepas. Pola
pengaliran pada bentuk lahan denudasional ini adalah pola aliran
paralel.. Pola ini ditandai dengan adanya percabangan, sungai yang
sedikit dan aliran sungai yang lurus mengikuti arah lereng, hal ini
dikarenakan adanya morfologi lereng yang terjal yaitu pada bentuk
lahan karst selain itu pola ini mengindikasikan adanya suatu patahan
besar yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan
kemiringan yang curam. Adanya bukit yang berlereng terjal (conical
hills) di daerah Tanjung Sari dapat membentuk pola pengaliran ini.
Potensi positif pada bentang alam ini yaitu dapat digunakan sebagai
persawahan dan perbukitan. Masyarakat bisa menggunakan metode
terasering untuk memanfaatkan lahannya, karena bentuk datarannya
masih dikelilingi oleh perbukitan. Potensi negatifnya adalah bencana
banjir, hal ini dapat terjadi karena permukaannya berupa dataran
nyaris. Lahan pada bentang alam ini dapat digunakan sebagai area
pemukiman.

Kenampakan daerah pemukiman pada wilayah Tanjungsari


berdasarkan Google Earth

4.3.3 Bentang Alam Fluvial

Berdasarkan hasil sayatan dan perhitungan morfometri, berhasil


diperoleh bentuk lahan fluvial di Kali Sumurup, Gunung Kidul. Kali
Sumurup ini tergolong sungai alogenik, sehingga memiliki sistem yang
terbuka yang memungkinkan masuknya karbondioksida dari udara
selama mengalir di permukaan tanah. Imbuhan alogenik ini bersifat
agresif karena dapat melarutkan batu gamping, sehingga berperan
besar dalam proses pembentukan sungai bawah tanah.
Kenampakan Kali Sumurup berdasarkan Google Earth

Bentang alam Fluvial ini memiliki persen lereng sebesar 0% dan


perbedaan tinggi sebesar 0 meter. Proses geomorfiknya berupa gaya
eksogen yang mampu mengerosi dan membawa material sedimen
berupa batuan gamping yang berada di sekitar sungai. Pada bentang
alam ini memiliki pola pengaliran trellis karena ditandai dengan
percabangan anak sungai yang menunjukkan kesejajaran. Pola ini
mengindikasikan adanya perlapisan batuan yang berselang-seling
antara lapisan batuan yang keras dan lunak dan terangkat oleh proses
perlipatan yang luas sehingga tersingkap ke permukaan. Aliran anak-
anak sungainya akan mengikis batuan yang lebih lunak (batu gamping)
sehingga dapat terbentuk pola pengaliran yang menyerupai pagar.

Potensi positifnya adalah dapat digunakan untuk irigasi lahan


persawahan. Mengingat pada bentuk lahan ini cukup dekat dengan
wilayah pemukiman potensi negatif dari lahan ini dapat berupa
pencemaran air dari limbah rumah tangga. Tata guna lahan dari bentuk
lahan ini berupa pembangkit listrik tenaga air dan sarana irigasi.
4.3.4 Kondisi Litologi Batuan
Karst Gunungsewu terdiri dari batu gamping Neogen (Miosen
Tengah dan Pliosen Atas) yang disebut Formasi Wonosari-Punung
(Tmwp). Gamping di wilayah tersebut terdiri dari gamping terumbu di
bagian selatan dan gamping berlapis di bagian utara (Bemmelen 1949;
Balazs 1968; Waltham et al., 1983; Surono et al., 1992; Rahadjo et al.,
1995). Total ketebalan gamping di kawasan Karst Gunungsewu
diperkirakan melebihi 650 m. Gamping terumbu secara litologis sangat
bervariasi, namun didominasi oleh rudstones, packstones, dan
framestones. Gamping berlapis banyak terdapat di utara dan timur laut
yang mendominasi cekungan Wonosari.
Batuan dasar Formasi Wonosari-Punung sebagian besar adalah
batuan sedimen vulkano klastik berumur Miosen ( Formasi Wuni,
Formasi Sambipitu, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi
Nampol). Formasi-formasi ini ditemukan di beberapa daerah menjadi
batuan dasar kawasan Karst Gunungsewu. Formasi Wuni terdiri dari
aglomerat dengan batu pasir tufan dan lensa batupasir kasar. Formasi
Sambipitu terdiri dari batupasir dan batulempung. Formasi Semilir
terbuat dari tuff, breksi, batu apung, dan batulempung. Formasi
Nglanggran terdiri dari batuan vulkanik, aglomerat, tuff dan lava
andesitik-basaltik. Formasi Nampol terdiri dari konglomerat, batupasir
konglomerat, aglomerat, batupasir, serpih, batulempung dan tuff.
Formasi Oyo terdiri dari tuff, konglomerat, dan gamping (Surono et al.,
1992 dan Rahadjo,1995).
BAB VI

PENUTUP

5. 1 Kesimpulan
 Karst adalah kawasan yang ada dalam lingkungan serta memiliki
karakteristik relief dan drainase yang khas, yang timbul akibat
tingginya kelarutan batuan di dalam air.
 Kabupaten Gunung Kidul terdapat 2 zona ( zona Solo dan zona
Pegunungan Selatan)
 Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunung Kidul termasuk wilayah
zona Pegunungan Selatan, dengan sub zona Gunung Sewu.
 Subzona Gunung Sewu membentuk perbukitan dengan bentang alam
karst, dengan litologi batuan berupa batu gamping. Pada perbukitan
ini dijumpai telaga luweng (sink holes), lalu di bawah permukaan
terdapat goa batu gamping dan aliran sungai bawah tanah
 Bentuk lahan yang ditemukan pada bentang alam karst daerah
Tanjung Sari berupa bukit sisa hasil pelarutan yaitu bukit kerucut
(conical hills). Pola pengalirannya yaitu multi basinal. Bentang alam
ini diakibatkan oleh dua gaya yaitu gaya eksogen berupa pelarutan
dan gaya endogen berupa pengangkatan.
 Bentuk lahan denudasional di wilayah Tanjung Sari berupa dataran
nyaris yang diakibatkan oleh proses erosi. Pola pengalirannya yaitu
parallel.
 Bentuk lahan fluvial di wilayah Tanjung Sari terbentuk akibat proses
erosi dan transportasi, dengan pola pengaliran trellis
5. 2 Saran
Praktikum geomorfologi Acara Bentangalam Karst berjalan dengan
lancar namun ada beberapa hal yang perlu dievaluasi untuk
praktikan maupun asisten. Untuk praktikan sebaiknya bisa lebih
kondusif saat praktikum. Untuk asisten sebaiknya praktikum
diadakan selama dua sesi yaitu untuk materi dan praktikum, agar
hasil praktikum bisa lebih maksimal, selain itu dengan
dipisahkannya sesi materi dengan praktikum, waktu yang
dimanfaatkan relatif longgar, sehingga praktikan tidak tergesa-gesa
saat praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Subekti, Imam. 2017. Geologi Teknik. Yogyakarta : Teknosain .


Noor, Djauhari. 2014. Geomorfologi. Yogyakarta : Deepublish.
Noor, Djauhari. (2012). Pengantar Geologi. Bogor : Pakuan University
Press.
Cahyadi, Ahmad , Haryono. dkk. 2019. Sungai Alogenik di Sistem
Hidrogeologi Gua Gremeng, Kawasan Karst Gunungsewu,
Indonesia. Tersedia:

https://www.researchgate.net/publication/337112878_Sungai_Alogenik_
di_Sistem_Hidrogeologi_Gua_Gremeng_Kawasan_Karst_Gunungsewu_
Indonesia
Haryono, Eko, Cahyadi, Barianto. 2017. Hidrogeologi Kawasan Karst
Gunungsewu: Panduan Lapangan Fieldtrip PAAI 2017. Tersedia:
https://www.researchgate.net/publication/326118992_HIDROGEOLOGI
_KAWASAN_KARST_GUNUNGSEWU_Panduan_Lapangan_Fieldtrip
_PAAI_2017?enrichId=rgreq-5c62d9b0dd8c85047c8d28bf532aba65-
XXX&enrichSource=Y292ZXJQYWdlOzMyNjExODk5MjtBUzo3MDI
1MzY3NzY0Mjk1NjlAMTU0NDUwOTIyODc4Ng%3D
%3D&el=1_x_3&_esc=publicationCoverPdf
Permadi, Reza. 2014. POTENSI SITUS-SITUS WARISAN GEOLOGI DI AREA
KARS GUNUNG SEWU SEBAGAI PENDUKUNG DAN PELUANG
PENGEMBANGAN GEOPARK DI INDONESIA UNTUK ASET
GEOWISATA KREATIF. Semarang : Universitas Diponegoro
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai