Anda di halaman 1dari 15

3.

6 Menerapkan pemetaan geologi eksplorasi


4.6 Melakukan pemetaan geologi eksplorasi
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran:
1. Peserta didik dapat Menerapkan pemetaan geologi eksplorasi
2. Peserta didik dapat Menjelaskan pemetaan geologi eksplorasi
3. Peserta didik dapat Melakukan pemetaan geologi eksplorasi
4. Peserta didik dapat Mempraktekkan pemetaan geologi eksplorasi.

Pemetaan Geologi / Alterasi


Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi permukaan
dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran
mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala
struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut.
Selain pemetaan informasi geologi, pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda
mineralisasi yang berupa alterasi mineral.

contoh peta geologi (formasi batuan)


Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-informasi
pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili intensitas dan
kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga
dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala peta 1 :
25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi s/d penemuan, skala peta
geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500
Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan dengan
menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi lapangan atau
dengan cara tali-kompas.
Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut s/d detail, pengamatan singkapan dapat diperluas dengan
menggunakan metode-metode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger,
sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti
pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit.

a. Pengertian Peta Geologi


Peta geologi adalah bentuk ungkapan data dan informasi geologi suatu daerah / wilayah /
kawasan dengan tingkat kualitas yang tergantung pada skala peta yang digunakan dan
menggambarkan informasi sebaran, jenis dan sifat batuan, umur, stratigrafi, struktur, tektonika,
fisiografi dan potensi sumber daya mineral serta energi yang disajikan dalam bentuk gambar
dengan warna, simbol dan corak atau gabungan ketiganya. Sedangkan Pengertian Pemetaan
Geologi Adalah suatu pekerjaan atau kegiatan pengumpulan data geologi, baik darat maupun
laut, dengan berbagai metoda
b. Jenis-jenis Peta Geologi
 Peta geologi permukaan (surface geological map), adalah peta yang memberikan berbagai
formasi geologi yang langsung terletak di bawah permukaan. Skala peta ini bervariasi antara 1 :
50.000 dan lebih besar, berguna untuk menentukan lokasi bahan bangunan, drainase, pencarian
air, pembuatan lapangan terbang, maupun pembuatan jalan.
 Peta geologi singkapan (outcrop map), adalah peta yang umumnya berskala besar,
mencantumkan lokasi ditemukannya batuan padat, yang dapat memberikan sejumlah keterangan
dari pemboran beserta sifat batuan dan kondisi strukturalnya. Peta ini digunakan untuk
menentukan lokasi, misalnya material yang berupa pecahan batu, dapat ditemukan langsung di
bawah permukaan.Peta ikhtisar geologis, adalah peta yang
 memberikan informasi langsung berupa formasi-formasi yang telah tersingkap, mapun
ekstrapolasi terhadap beberapa lokasi yang formasinya masih tertutup oleh lapisan Holosen. Peta
ini kadang agak skematis, umumnya berskala sedang atau kecil, dengan skala 1 : 100.000 atau
lebih kecil.
 Peta struktur, adalah peta dengan garis-garis kedalaman yang dikonstruksikan pada permukaan
sebuah lapisan tertentu yang berada di bawah permukaan. Peta ini memiliki skala sedang hingga
besar.
 Peta geologi sistematik adalah peta yang menyajikan data geologi pada peta dasar topografi atau
batimetri dengan nama dan nomor lembar peta yang mengacu pada SK Ketua Bakosurtanal No.
019.2.2/1/1975 atau SK penggantinya
 Peta geologi tematik adalah peta yang menyajikan informasi geologi dan/atau potensi sumber
daya mineral dan/atau energi untuk tujuan tertentu 
c. Pemodelan Peta Geologi
Dalam membuat peta kita harus memakai skala peta apakah skala peta itu?
Skala peta adalah perbandingan jarak yang tercantum pada peta dengan jarak sebenarnya yang
dinyatakan dengan angka atau garis atau gabungan keduanya, Jangan lupa menentukan titik
koordinat peta, dan selalu teliti karena dalam mebuat peta memang di butuhkan ketelitian.
Alat Pendukung yang di gunakan Untuk Pengambilan data lapangan diantaranya Sebagai
Berikut;
1.    Compas
2.    GPS
3.    Waterpas
4.    Theodolite

a. Compas
Kompas, klinometer, dan “hand level” merupakan alat-alat yang dipakai dalam berbagai kegiatan
survei, dan dapat digunakan untuk mengukur kedudukan unsur-unsur struktur geologi. Kompas
geologi merupakan kombinasi dari ketiga fungsi alat tersebut. Jenis kompas yang akan dibahas
disini adalah tipe Brunton dari berbagai merek.
 1. Bagian-Bagian utama kompas geologi
a. Bagian-bagian utama kompas geologi tipe Brunton diperlihatkan dalam Yang terpenting
diantaranya adalah :
1. Jarum magnet
Ujung jarum bagian utara selalu mengarah ke kutub utara magnet bumi (bukan kutub utara
geografi). Oleh karena itu terjadi penyimpangan dari posisi utara geografi yang kita kenal
sebagai deklinasi. Besarnya deklinasi berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Agar kompas
dapat menunjuk posisi geografi yang benar maka “graduated circle” harus diputar. Penting sekali
untuk memperhatikan dan kemudian mengingat tanda yang digunakan untuk mengenal ujung
utara jarum kompas itu. Biasanya diberi warna (merah, biru atau putih).
2. Lingkaran pembagian derajat (graduated circle)
Dikenal 2 macam jenis pembagian derajat pada kompas geologi, yaitu kompas Azimuth dengan
pembagian derajat dimulai 0o pada arah utara (N) sampai 360o, tertulis berlawanan dengan arah
perputaran jarum jam dan kompas kwadran dengan pembagian derajat dimulai 0o pada arah utara
(N) dengan selatan (S), sampai 90o pada arah timur (E) dan barat (W). (Gambar II.2)
3. Klinometer
     Yaitu bagian kompas untuk mengukur besarnya kecondongan atau kemiringan suatu bidang atau
lereng. Letaknya di bagian dasar kompas dan dilengkapi dengan gelembung pengatur horizontal
dan pembagian skala (Gb. II.3A). Pembagian skala tersebut dinyatakan dalam derajat dan persen.
4. Menyesuaikan Inklinasi dan Deklinasi
       Sebelum kompas digunakan di lapangan, hendaknya diperiksa dahulu apakah inklinasi
dan  deklinasinya telah disesuaikan dengan keadaan tempat pekerjaan.
1. Inklinasi
           Inklinasi adalah kecondongan jarum kompas yang disebabkan oleh perbedaan letak geografi
suatu daerah terhadap kutub bumi. Sudut kecondongan akan hampir 0 (horizontal) apabila kita
berada di dekat/di sekitar equator, dan semakin bertambah besar apabila mendekati kutub-kutub
bumi. Dengan demikian, maka tiap tempat di atas bumi ini akan mempunyai sudut inklinasi yang
berbeda-beda. Pada dasarnya, sebelum kompas geologi itu dapat digunakan dengan baik,
kedudukan jarum harus horizontal. Untuk itu bisa digunakan beban (biasanya ada) yang dapat
digeser sepanjang jarum kompas.
 2. Deklinasi
               Deklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh arah utara jarum kompas dan arah utara sebenarnya
(Utara geografi), sebagai akibat dari tidak berimpitnya titik utara magnit dan titik utara geografi.
Besarnya deklinasi di suatu daerah umumnya ditunjukkan pada peta topografi daerah tersebut.
Untuk menyesuaikan agar kompas yang akan dipakai menunjukkan arah utara yang sebenarnya,
lingkaran derajat pada kompas harus digeser dengan cara memutar “adjusting screw” yang
terdapat pada sisi kompas sebesar deklinasi yang disebutkan contoh :Deklinasi di suatu daerah
adalah 15o West.
Artinya, utara magnetik berada 15o sebelah barat dari utara geografi. Dalam hal ini lingkaran
derajat harus diputar, sehingga index akan menunjuk pada angka 15o sebelah barat titik 0o.
 Penggunaan Kompas Geologi
         Kompas geologi selain digunakan untuk menentukan arah, juga dapat dipakai untuk
mengukur besarnya sudut lereng.
1.Menentukan arah azimuth dan cara menentukan lokasi
Arah yang dimaksudkan disini adalah arah dari titik tempat berdiri ke tempat yang dibidik atau
dituju. Titik tersebut dapat berupa : puncak bukti, patok yang sengaja dipasang, dan lain-lain.
Untuk mendapatkan hasil pembacaan yang baik, dianjurkan mengikuti tahapan sebagai berikut :
1. Kompas dipegang dengan tangan kiri setinggi pinggang
2.  Kompas dibuat horizontal (dengan bantuan “mata lembu”dan  dipertahankan demikian selama
pengamatan.
3. Cermin diatur, terbuka kurang lebih 135o menghadap ke depan dan sighting arm dibuka
horizontal dengan peep sight ditegakkan
4. Badan diputar sedemikian rupa sehingga titik atau benda yang dimaksud tampak pada cermin
dan berimpit dengan ujung sighting arm dan garis tengah dan garis tengah pada cermin. Sangat
penting diingat bahwa : bukan hanya tangan dengan kompas yang berputar tetapi seluruh badan.
5.  Baca jarum utara kompas, setelah jarum tidak bergerak. Hasil bacaan adalah arah
yang  dimaksud. II.A, azimuth = S 45o dan II.B, azimuth = N 220o E.
Hasil pembacaan arah dapat dipakai untuk menentukan lokasi dimana pengamat berdiri, dengan
dibantu peta topografi. Pembidikan dapat dilakukan ke beberapa obyek yang lokasinya diketahui
dengan pasti di peta (biasanya tiga obyek) kemudian arah-arah tersebut ditarik pada peta dengan
menggunakan busur derajat dan segitiga. Titik potong ketiganya, yang bila pembacaannya tepat,
akan hanya berpotongan di satu titik. Titik tersebut adalah titik dimana pengamat berdiri.
Membaca arah dapat juga dilakukan dengan memegang dan menempatkan kompas pada posisi
mata . Kompas dipegang horizontal dengan cermin dilipat 45o dan menghadap ke mata. Arah
yang ditunjukkan jarum dapat dibaca melalui cermin. Karena tangan penunjuk arah terbalik
(menghadap kita), maka yang dibaca adalah ujung selatan jarum kompas. Yang mana dari kedua
cara ini yang paling baik adalah tergantung dari kebiasaan kita dan keadaan medan.
2 ..Mengukur besarnya sudut suatu lereng dan menentukan ketinggian suatu titik
Untuk mengukur besarnya sudut lereng dilakukan tahapan sebagai berikut :
1. Tutup kompas dibuka kurang lebih 45o, sighting arm dibuka dan ujungnya di tekuk 90o.
2. Kompas dipegang dengan posisi Skala   klinometer  harus di sebelah bawah.
3. Melalui lubang peep-sight dan sighting-window dibidik titik yang dituju. Usahakan agar     titik
tersebut mempunyai tinggi yang sama dengan jarak antara mata pengamat dengan tanah tempat
berdiri.
4. Klinometer kemudian diatur dengan jalan memutar pengatur di bagian belakang
kompas,   sehingga gelembung udara dalam “clinometer level” berada tepat di tengah
5. Baca skala yang ditunjukkan klinometer. Satuan  kemiringan dapat dinyatakan dalam derajat
maupun dalam persen.Apabila jarak antara tempat berdiri dan titik yang dibidik diketahui,
misalnya dengan mengukurnya di peta maka perbedaan tinggi antara kedua titik tersebut dapat
dihitung.
Dalam hal ini, ikutilah prosedur sebagai berikut :
1. Letakkan angka 0 klinometer berimpit dengan angka 0 pada skala.
2. Pegang kompas, gerakan dalam arah vertikal sedemikian rupa sehingga  gelembung udara berada
di tengah
3. Bidiklah melalui lubang pengintip sehingga mata, lubang pengintip dan garis pada jendela
panjang berada dalam satu garis lurus. Perpanjangan dari garis lurus tersebut akan “menembus”
permukaan tanah di depan pada suatu titik tertentu. Ingat-ingatlah titik “tembus” ini.
4. Beda tinggi antara pengamat berdiri dan “titik tembus” tadi sama dengan tinggi pengamat dari
telapak sepatu sampai mata.
5. Berpindahlah ke “titik tembus” tadi dan ulanglah prosedur no. 2 dan 3 di atas sampai daerah
yang akan anda ukur selesai.Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti dalam pengukuran arah
dan sudut lereng, dapat digunakan kaki –tiga (tripod)
4. Mengukur kedudukan unsur struktur
Dalam geologi kita hanya mengenal adanya 2 (dua) jenis unsur struktur, yaitu struktur bidang
dan struktur garis.
 1. Mengukur kedudukan bidang
         Yang dimaksud dengan struktur bidang adalah bidang perlapisan, kekar, sesar, foliasi, dan
sebagainya. Kedudukannya dapat dinyatakan dengan jurus dan kemiringan atau dengan arah
kemiringan dan kemiringan. Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mengukur
kedudukan struktur demikian di lapangan, dan cara mana yang paling baik tergantung dari selera
masing-masing atau telah ditetapkan dan merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh instansi
tempat kita bekerja. Di sini hanya akan dikemukakan 3 (tiga) cara saja yang paling lazim
dilakukan dan dapat dimengerti oleh setiap pemeta atau geologiawan.
2    Dengan kompas azimuth
                 Mengukur jurus dan kemiringan dengan kompas azimuth, ikutilah prosedur sebagai  berikut :
1. Bukalah cermin kompas > 90o
2. Letakkan salah satu sisi kompas yang bertanda E atau W (bukan N atau S) pada bidang  yang
akan diukur.
3. Aturlah posisi kompas sedemikian rupa sampai horizontal dengan bantuan “mata lembu”. Tetapi
harus dijaga agar sisi kompas tetap menempel pada bidang yang diukur (bila bidangnya renjul,
lakukanlah itu dengan bantuan clipboard atau yang semacamnya).
4. Bacalah jarum utara dan segera catat agar tidak lupa (bila kompas diangkat, jarum akan
bergerak). Angka yang anda baca adalah jurus bidang yang diukur.
5. Tandailah garis potong antara : bidang yang diukur dengan bidang dasar kompas (= bidang
horizontal). Biasanya dengan menekan angka keras atau menggeser agak keras.
6. Ubahlan posisi kompas sehingga bidang dasar komp;as tegak lurus terhadap garis potong (=
jurus)
7. Aturlah klinometer sehingga gelembung pengatur horizontal terletak di tengah. Kemudian
bacalah angka yang ditunjukkan (dalam hal ini kompas dapat diangkat). Hasil yang diperoleh
adalah besarnya kemiringan.
8. Putarlah kompas sedemikian rupa. Buatlah horizontal dan bacalah arah yang ditunjukkan jarum
utara : misalnya N, NE, E, SE, S, SW, W, NW. Angkanya tidak perlu dicatat. Hasil pembacaan
adalah arah kemiringan. Kedudukan struktur bidang yang diukur dapat dicatat sebagai berikut :
(misalnya) N 45oE/20oSE, artinya : jurus bidang adalah timur laut dan miring atau condong
20o ke arah tenggara. Bidang N 45oE/20o SE bisa juga dibaca dan dicatat sebagai N 225 oE/20oSE.
Angka yang pertama diperoleh karena yang ditempel adalah sisi yang bertanda E sedang angka
yang kedua karena yang ditempel adalah sisi yang bertanda W.
3. Dengan kompas kwadran
Untuk mengukur jurus, lekatkan sisi kompas yang bertanda E atau W, letakkan horizontal dan
baca salah satu ujung jarum. Dianjurkan agar selalu membaca angka pada belahan utara kompas
(atau bagian dengan tanda N). Dengan demikian kita akan mempunyai bacaan-bacaan sebagai
berikut N …E atau N….W (tidak akan terjadi S…E atau S…..W).
Untuk mendapatkan kemiringan prosedurnya sama seperti pada kompas azimuth, dan harus
dinyatakan kemana arah kemiringannya. Untuk arah kemiringan hanya jarum utara yang dibaca.
Contoh : N 30o E/15o NW
N 40o W/20o NW
N 40o W/25o SW dan sebagainya
4.    Membaca arah dan besarnya kemiringan
Cara ini dapat diterapkan baik untuk kompas azimuth maupun kwadran. Pada dasarnya cara
ini adalah mengukur arah dan besarnya kemiringan bidang. Artinya kemana arah kemiringannya
dan berapa besarnya. Jurusnya tidak diukur, tetapi dapat diketahui dengan sendirinya yaitu tegak
lurus pada arah kemiringan. Perbedaannya dengan kedua cara terdahulu adalah pencatatan dan
plotting dalam peta.
a. Pengukuran jurus
b. Pengukuran kemiringan
c. Pengukuran arah kemiringan
Prosedur mengukurnya adalah sebagai berikut : 
a. mendekatkan sisi kompas dengan tanda S)
b. Angka yang ditunjuk jarum utara adalah arah kemiringan bidang.
c. Besarnya kemiringan diketahui dengan prosedur-prosedur yang sama seperti pada
cara  pertama dan kedua
d. Hasil bacaanyna akan ditulis : 20o N 45o E artinya : bidang itu miring 20o ke arah timur laut.
Cara ini lebih cepat (karena hanya satu kali menentukan arah) dan tidak mungkin terjadi
kekeliruan dalam menentukan arah kemiringan bidang (kesalahan hanya akan terjadi apabila kita
salah membaca jarum kompas) cara ini juga banyak diterapkan terutama di Eropa (Inggris) dan
perusahaan-perusahaan minyak.
5.Mengukur kedudukan struktur garis
Struktur garis yang dimaksud disini dapat berupa : poros lipatan, Perpotongan 2 bidang, liniasi
mineral, garis-garis pada cermin sesar, liniasi fragmen pada breaksi dan sebagainya. Gambar
Kedudukannya dinyatakan dengan arah dan besarnya penunjaman atau (“plunge”) dan “pitch”.
Yang dimaksud dengan arah disini adalah sama dengan yang dibahas di atas (menentukan
azimuth), jadi cara mengukurnya juga sama. Letakkan atau arahkan kompas dalam posisi
horizontal sedemikian rupa sehingga salah satu sisinya berimpit dengan liniasi yang akan diukur
dan “sighting arm” sejajar dengan arah garis, kemudian dibaca jarum utara. Cara mengukurnya,
dapat dilakukan dengan meletakkan langsung kompas itu pada struktur yang diukur, atau sambil
berdiri seperti pada gambar. Adapun penunjaman atau “plunge” adalah besarnya sudut yang
dibuat oleh struktur garis tersebut dengan bidang horizontal diukur pada bidang vertikal melalui
garis tersebut. Cara menentukan besarnya penunjaman atau “plunge” (dibaca plans), adalah
dengan membaca klinometer pada saat kedudukan kompas vertikal dan sisinya diletakkan
seluruhnya (jangan hanya ujungnya) pada garis yang diukur.
6. Membaca kompas dan cara “plotting”
1. Membaca arah
Perlu diingat bahwa untuk membaca arah, baik kompas azimuth maupun kwadran, jarum yang
diperhatikan hanyalah jarum utara. Misalnya arah yang ditunjukkan kompas adalah S 45o E
sedangkan dalam gambar adalah N 220o E.
2. Membaca jurus
Membaca jurus lapisan sama persis dengan membaca arah oleh karena jurus tidak lain dari pada
arah garis potong antara bidang lapisan dengan bidang horizontal.Bahwa membaca jurus pada
kompas kwadran sebaiknya diamati jarum yang berada di setengah lingkaran kompas yang
bertanda N. Oleh karena itu dapat terjadi bahwa yang berada di bagian yang bertanda N adalah
jarum selatan.
3. Membaca sudut lereng, kemiringan lapisan atau penunjaman liniasi
Untuk membaca ketiga parameter di atas dipergunakan klinometer. Pada umumnya yang dibaca
adalah skala “derajat”, tetapi khusus untuk sudut lereng kadang-kadang juga skala persentase
(%).
Untuk skala “derajat”, pembacaan dapat dilakukan sampai “menit” yaitu dengan memperhatikan
nonius yang tertera pada klinometer. Besarnya kemiringan adalah 10o 30’. Cara pembacaannya
adalah sebagai berikut :
 Garis berangka 0 (nol) pada klinometer menunjuk diantara angka 100 dan 110. Artinya  lebih
besar dari 10o tetapi kurang dari 11o.
 Untuk membaca kelebihannya dari 10o, perhatikan garis-garis pada nonius, garis yang mana yang
berimpit dengan skala pada derajat. Dalam contoh adalah garis 30. Dengan demikian angka
kemiringannya adalah 10o 30’.
 Pada saat yang sama, kemiringan dalam “persen” adalah 19%.
Singkapan
Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui pengamatan
(deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh
batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat adanya erosi (pengikisan)
lapisan tanah penutupnya.
Contoh singkapan untuk batubara

Singkapan-singkapan tersebut dapat ditemukan (dicari) pada bagian-bagian permukaan yang


diperkirakan mempunyai tingkat erosi/pengikisan yang tinggi, seperti :
1. Pada puncak-puncak bukit, dimana pengikisan berlangsung intensif.
2. Pada aliran sungai, dimana arus sungai mengikis lapisan tanah penutup.
3. Pada dinding lembah, dimana tanah dapat dikikis oleh air limpasan.
4. Pada bukaan-bukaan akibat aktivitas manusia, seperti tebing jalan, sumur penduduk, atau
pada parit-parit jalan, tambang yang sudah ada.
Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain :
1. Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap.
2. Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau major) yang ada.
3. Pemerian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifat-sifat fisik, tekstur,
mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris, fragmen-fragmen, serta dimensi endapan.   

Lintasan (traverse)
Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan pengamatan
yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya
dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi daerah
diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan representatif.
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur kikisan
yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi
(batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum
perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan
(traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka
mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop
(titik awal dan titik akhir sama).Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi
yang diperoleh dari lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam
melakukan korelasi (interpretasi) batas satuan-satuan litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan pengukuran
penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas) dilakukan dengan
tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan. Sedangkan
pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan, struktur perlapisan,
variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail (rinci). Umumnya pengukuran penampang
stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang dianggap paling lengkap memuat
informasi litologi keseluruhan wilayah.
Interpretasi dan informasi data   
Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan geologi/alterasi
antara lain :
1. Posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara).
2. Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara.
3. Penyebaran dan pola alterasi yang ada.
4. Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau formasi).  
5. Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah.
6. Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik dan 
hidrologi.
7. Bangunan-bangunan, dll.
Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu
diperhatikan, antara lain :
1. Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi.
2. Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapan/bijih, zona pelapukan, dan
zona (penyebaran) alterasi.
3. Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona intrusi, dan
proses sedimentasi.
4. Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar,
kelurusan-kelurusan, dll.
Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan).
2. Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.
3. Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan
(efisiensi).
4. Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti. 
  menunjukkan hasil interpretasi pemetaan geologi berupa peta dan penampang geologi dari
data pengamatan singkapan di lapangan.

3.7 Menganalisis data hasil pengeboran eksplorasi


4.7 Menyajikan data pengeboran eksplorasi
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran:
1. Peserta didik dapat Menganalisis data hasil pengeboran eksplorasi
2. Peserta didik dapat Mengevaluasi data hasil pengeboran eksplorasi
3. Peserta didik dapat Menyajikan data pengeboran eksplorasi
4. Peserta didik dapat Mempresentasikan data pengeboran eksplorasi

3.8 Mengevaluasi pekerjaan eksplorasi


4.8 Mengelola proyek eksplorasi
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran:
1. Peserta didik dapat Mengevaluasi pekerjaan eksplorasi
2. Peserta didik dapat Menganalisis pekerjaan eksplorasi
3. Peserta didik dapat Mengelola proyek eksplorasi
4. Peserta didik dapat Merancang proyek eksplorasi

3.9 Menerapkan jenis dan metode geofisika


4.9 Melakukan penyelidikan dengan metode geofisika
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran:
1. Peserta didik dapat Menerapkans jenis dan metode geofisika
2. Peserta didik dapat Menjelaskan jenis dan metode geofisika
3. Peserta didik dapat Melakukan penyelidikan dengan metode geofisika
4. Peserta didik dapat Mempresentasikan hasil penyelidikan dengan metode geofisika

3.10 Mengevaluasi data hasil logging geofisika


4.10 Membuat laporan data hasil logging geofisika
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelajaran:
1. Peserta didik dapat Mengevaluasi data hasil logging geofisika
2. Peserta didik dapat Menganalisis data hasil logging geofisika
3. Peserta didik dapat Membuat laporan data hasil logging geofisika
4. Peserta didik dapat Mempresentasikan laporan data hasil logging geofisika

Anda mungkin juga menyukai