Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Posisi astronomi Kota Semarang terletak pada garis 6° 50’ - 70°10’ LS,
109° 50’ - 110° 35’ BT, dengan posisi geografi yang terletak di Pantai Utara
Jawa Tengah. Luas wilayah sekitar 373.67 km 2 yang membentang dari
berbagai bentuk lahan dataran aluvial pantai, fluvial, perbukitan, sampai
lereng gunung. Letak geografi Kota Semarang dalam koridor pembangunan
Jawa Tengah merupakan simpul-simpul empat pintu gerbang, yaitu koridor
utama diamana posisi geografi Kota Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa
Tengah terletak di pantai Utara Jawa, koridor Selatan kearah kota-kota
dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang terkenal dengan koridor
Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/Grobogan dan
koridor barat menuju Kabupaten Kendal.
Kota Lama Semarang dimulai pertama kali pada abad ke 18 ketika era
pemerintah Hindia Belanda. Hampir sama dengan kota lama-kota lama di
berbagai kota di Jawa seperti Surakarta, Yogyakarta, dan Jakarta. Semarang
juga memiliki kota lama dimana menjadi pusat perekonomian, budaya, dan
sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda di Jawa Tengah. Pada masa dulu
ada beberapa etnis berkumpul menjadi satu di Kota Lama Semarang. Di
bagian utara yang dipotong oleh Kali Mberok terdapat kawasan melayu yang
beragama islam dengan peninggalan berupa Masjid Layur (Masjid Menara).
Di bagian barat terdapat kawasan orang Jawa Islam dengan dibangunnya
Masjid Kauman Semarang, di bagian selatan terdapat pemukiman keturunan
cina yang berkumpul menjadi satu dan membentuk pemukiman Pecinan
Semarang. Sedangkan dengan bagian dalam Kota Lama terdapat bangunan
arsitektur yang bagus, masyarakat memberi nama Gereja Belenduk. Kawasan
Kota Lama Semarang, terjadi beberapa permasalahan yang sering terjadi
ketika musim penghujan datang, yaitu banjir (Tama, S.K, 2015: 2).
Kota Lama Semarang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah dimana kegiatan
penggunaan lahan lebih dominan dibandingkan dengan wilayah lain,
diantaranya berupa pemukiman, tambak, perkebunan, empang, dan bentuk
lainnya. Penggunaan lahan akan memberikan dampak positif dan negatif.
Dimana dampak positifnya dari segi finansial penggunaan lahan sangat
memebantu dan terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun
dampak negatif yang dialami dalam penggunaan lahan berupa kerusakan
lingkungan, penurunan kualitas lahan, penurunan kualitas air, dan dapat
mencemari air tanah (Yani, Muhammad, 2019: 1).
Dampak dari pengolahan lahan sebuah wilayah akan menyebabkan
terjadinya perubahan volume limpasan air hujan pada wilayah tersebut. Hal ini
terjadi dikarenakan bertambahnya luas lapisan kedap air pada wilayah
tersebut. Pada kondisi ini tanpa adanya penanganan mitigasi yang memadai
akan menyebabkan resiko terjadinya banjir (Dody, 2009: ). Status pada saat
ini Kota Semarang sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah belum bisa
mengatasi banjir yang kerap kali terjadi dan hal tersebut diperparah dengan
bertambahnya luasan genangan banjir yang terjadi. Hal yang memengaruhi
bertambahnya luas genangan air dikarenakan struktur bawah permukaan tanah
Kota Semarang kurang dalam menyerap air sehingga terjadi genangan air.
Penyebab utama banjir, dikarenakan letaknya dekat dengan pantai dan
merupakan daerah muara sungai-sungai besar yang ada di Semarang. Ada tiga
faktor yang memengaruhi terjadinya banjir, yaitu (1) kondisi topografi yang
datar; (2) padatnya hunian yang kekurangan saluran drainase sehingga
menyebabkan genangan air; (3) lokasi dekat pantai yang letaknya di muara
sungai sehingga saat terjadinya pasang, air laut masuk melalui sungai dan
mengalir melalui saluran drainase ke permukaan (Kurniasih. A, 2023). Kota
Semarang memiliki laju penurunan tanah tertinggi kedua di dunia, dikarenkan
jenis struktur bawah permukaan, beban bangunan, dan penggunaan air tanah
(Megarani. A, 2022).
Penelitian yang dipublikasikan pada 16 April 2022 di jurnal Geophysical
Research Letter Volume 49 Issue 7 menyatakan bahwa 99 kota pesisir
menggunakan Radar Apertur Sintetis Interferometrik (InSAR). Hasil
penelitian menyatakan sepertiga pesisir di dunia mengalami penurunan muka
air tanah yang lebih cepat dari pada naiknya permukaan laut. Daratan Kota
Semarang terbentuk karena proses vulkanologi Gunung Ungaran. Peta
Geologi juga menunjukkan bahwa penyusun Kota Semarang terbentuk dari
formasi batu konglomerat dan breksi vulkanik, serta batuan muda yang
terbentuk dari endapan material alluvial seperti lempung hingga pasir.
Komposisi tanah alluvial biasanya belum terkonsolidasi sehingga mudah
terkikis hal tersebutlah yang menyebabkan penurunan muka air tanah.
Kepadatan penduduk di permukiman juga merupakan salah satu faktor
penyebab meningkatnya laju penurunan tanah. Pada 1905 penduduk Kota
Semarang hanya 96.000 jiwa, kemudian tumbuh menjadi 14 kali lipat
sehingga 1.435.800 jiwa pada 2005. Pertumbuhan penduduk tertinggi pada
tahun 1970-1980. Factor berikutnya adalah pengambilan air tanah dalam yang
membuat struktur bawah permukaan semakin labil. Ketika air tanah diambil
secara berlebihan dikerenakan bertambahnya jumlah penduduk, akuifer akan
tertekan dan dapat menyebabkan terjadinya penurunan muka tanah yang
menyebabkan banjir rob. Amrta Institute for Water Literacy dalam
penelitiannya pada 2022 menyatakan bahwa sebanyak 79,9% penduduk Kota
Semarang memakai air tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Direktur
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Moedal, Yudi Indardo berkata
siapa saja yang dapat mengolah air di Semarang, ia akan bisa mengelola air di
seluruh Indonesia. Hal tersebut dikatakan dengan sulitnya mengelola air
Semarang, dikarenakan memiliki topografi unik dimana bagian selatan dataran
tinggi, sedangkan bagian utara dataran rendah.
Wilayah Semarang yang rentan terendam banjir mencapai 41,6% pada
2012, pada 2020 luasnya tinggal 3,71%. Wilayah rentan banjir tersebut
termasuk yang terendam banjir 23 Mei 2023, seperti Kelurahan Bandar Harjo,
Kelurahan Kemijen, dan Kawasan Tambak Lorok. Wilayah yang terancam
tenggelam tak hanya Tambak Lorok. Kecamatan Semarang Utara, Semarang
Timur, hingga Genuk, rumah-rumah tua lebih rendah dari jalan, pesisir utara
Jawa Tengah—Pekalongan, Semarang dan Demak—dalam kondisi kritis.
Pemerintah berupaya melindungi penduduk dari banjir dan penurunan air
tanah dengan menerbitkan Peraturan Derah Nomor 3/2018 tentang
pengelolaan air tanah. Hal tersebut menekankan bahwa larangan penggunaan
air tanah harus diimbangi dengan suplai air bersih. Masalahnya, tidak semua
penduduk terjangkau pipa PDAM, pada saat ini PDAM baru melayani
176.000 sambungan pelanggan aktif. Sambungan pipa pelanggan domestic
ditargetkan naik 10.000 setiap tahun. Peningkatan dan kestabilan suplai air
bersih PDAM belum tentu disambut baik oleh industry maupun penduduk.
Pemerintah juga menerapkan pajak air tanah sejak 2011 dengan nilai 20%
untuk memaksa penduduk beralih memakai air PDAM. Tariff yang ditentukan
pemerintah hampir sama dengan tariff air minum PDAM Tirta Moedal
sehingga penduduk lebih banyak beralih pada sumur bor untuk memenuhi
kebutuhan air bersih.
Banjir dapat dilihat dari penyebab terjadinya dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu banjir kiriman, banjir lokal, dan banjir rob. Banjir yang terjadi di Kota
Lama Semarang dikarenakan banjir lokal dikarenakan genangan air hujan
pada kawasan tersebut. Hal ini terjadi jika air hujan melebihi kapasitas sistem
drainase. Kota Lama Semarang telah memiliki polder yang dapat mencegah
terjadinya banjir. Akan tetapi polder tidak dapat memaksiamlakan fungsi
kerjanya dikarenakan, terjadinya penyumbatan drainase oleh sampah, dan
penurunan tanah yang besar.
Berdasarkan penelitian Romadhon (2022) konsep pengembangan drainase
adalah konsep drainase yang berkelanjutan. Penerapan dalam konsep drainase
berkelanjutan adalah dengan pembuatan sumur resapan. Sistem ini digunakan
agar dapat menaggulangi banjir di Kota Lama Semarang. Sumur resapan
bukan hanya menekan terjadinya banjir dan memiliki fungsi untuk
menyediakan cadangan air tanah pada musim kemarau. Hal tersebut juga
dapat mengurangi pencemaran air tanah di Kota Lama Semarang.
Sebuah peta sebaran sumur resapan di Kota Semarang, Jawa Tengah,
dibeberkan di hadapan rombongan yang mengunjungi Kompleks Mata Air
Senjoyo, Maret lalu. Mereka terdiri dari utusan PDAM beberapa kota
kabupaten, kementrian, bloger, dan awak media (Humas PDAM, 2020). Peta
yang ditunjukkan kepada pihat terkait memperlihatkan titik-titik sebaran
sumur resapan di Lereng Gunung Merbabu, dimana wilayah tersebut termasuk
wilayah Magelang, Boyolali, dan Semarang dengan jumlah 1.000 unit. Kabag
Teknik PDAM Kota Salatiga mengatakan bahwa dengan adanya sumur
resapan peningkatan debit air sebanyak 30% yang diperoleh hanya dalam
kurun waktu tiga tahun. Direktur PDAM Salatiga, mengakui penurunan debit
air dan tinggi permukaan air dalam beberpa tahun terakhir baik di sumur
maupun mata air. Keberhasilan sumur resapan di Mata Air Senjoyo
diharapkan akan diterapkan di seluruh Indonesia.
Keadaan seperti ini memerlukan penanganan serius dari pemerintah dan
masyarakat umum dalam berpartisipasi dalam persoalaan ini. Dalam
penentuan titik-titik lokasi pembanguan sumur resapan dalam penelitian ini
menggunakan metode geolistrik resistivitas dengan konfigurasi schlumberger.
Metode ini banyak digunakan dan hasilnya cukup baik (Bisri, 1991).
Pendugaan geolistrik ini berdasarkan pada material berbeda yang memiliki
tahanan jenis berbeda apabila dialiri arus listrik. Selain sederhana dan efektif,
metode ini dapat menginterpretasikan studi air tanah dengan mudah.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang mengenai permasalahan yang telah


dikemukakan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagi berikut:

1. Pendugan struktur bawah permukaan tanah di Kota Lama Semarang.


2. Penentuan lokasi yang cocok untuk membuat sumur resapan di Kota
Lama Semarang sesuai dengan struktur bawah permukaan.
3. Pemodelan 2Dimensi struktur bawah tanah di Kota Lama Semarang.
1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini perlu adanya Batasan masalah yang digunakan untuk
membatasi pembahasan penelitian agar tetap fokus terhadap topik yang dikaji.
Batasan masalah ini adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan data dilakukan secara literatur dengan memperoleh


informasi dari penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
penelitan yang dikaji.
2. Mengidentifikasi struktur lapisan bawah pemukaan dengan metode
geolistrik resistivity konfigurasi schlumberger.
3. Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan Microsoft
exel, dan Res2div.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdsarkan rumusan masalah yang tertera di atas maka penelitian ini


memeliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui struktur di bawah permukaan Kota Lama Semarang.


2. Mengetahui lokasi yang cocok untuk membangun sumur resapan di
Kota Lama Semarang sesuai struktur bawah tanah.
3. Mengetahui pemodelan 2Dimensi struktur bawah tanah.
1.5 Manfaat Penelitian

Penelitin ini memberikan manfaat bagi semua pihak. Manfaat penelitian


ini adalah:

1. Mendapatkan informasi mengenai stuktur bawah permukaan di Kota


Lama Semarang.
2. Memberikan informasi lokasi yang cocok untuk membangun sumur
resapan di Kota Lama Semarang.
3. Data hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian
terkait.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi tesusun dari 3 bagian untuk mempermudah


dalam memahami tentang struktur dan isi skripsi. Penulisn skripsi ini dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu bagian pembukaan, bagian isi, dan bagian akhir.
Dalam bagian pembukaan terdiri dari halaman judul, lembar pengesahan,
pernyataan keasian skripsi, motto dan persembahan, prkata, abstrak, daftar isi,
daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran. Bagian inti skripsi meliputi:

Bab 1: Pendahuluan meliputi latar belakang, rumusan masalah, Batasan


masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab 2: Tinjauan Pustaka didalamnya memuat konsep, teori atau hasil


penelitian yang dijelaskan secara singkat, padat, dan mendasari
pelaksanaan penelitian.

Bab 3: Metode Penelitian umumnya menjelaskan cara pengumpulan data,


pengolahan data, dan analisis data.

Bab 4: Hasil dan Pembahasan, dalam bab hasil penelitian jelaskan sesuai
dengan rumusan masalah yang telah terteta dilatar belakang,
sedangkan untuk pembahasan menjelaskan argument yang berkaitan
dengan penjelasan, relevansi, prediksi, manfaat, atau keterbatasan
hasil penelitian.

Bab 5: Penutup, pada bagian penutup berisikan simpulan serta saran yang
berkaitan dengan hasil penelitian.

Bagian akhir dalam skripsi berisikan daftar pustaka serta lampiran-lampiran.

Anda mungkin juga menyukai