Anda di halaman 1dari 7

PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014

“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN WILAYAH AMBLESAN TANAH

DI KOTA SEMARANG
Eko Soebowo1, Dwi Sarah1, Dodid Murdohardono1, dan Taufiq Wirabuana2
1
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135
2
Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi
Email : soebowoeko@yahoo.com

ABSTRAK
Pengetahuan stratifikasi bawah permukaan dan sifat keteknikan diperlukan dalam pembangunan
infrastruktur dan mitigasi bahaya amblesan di Kota Semarang. Permasalahan amblesan tanah di
wilayah Semarang dapat disebabkan oleh proses alami dan antropogenik. Fenomena alami
dipengaruhi faktor endapan alluvial, endapan delta berumur Kuarter yang belum terkonsolidasi
sempurna sedangkan antropogenik seperti penggunaan lahan, pengambilan air tanah yang
berlebihan dan beban bangunan. Faktor penyebab tersebut telah menimbulkan kerugian yang cukup
besar akibat kerusakan pemukiman dan infrastruktur. Untuk mengetahui karakteristik geologi
bawah permukaan yang mengalami amblesan dilakukan investigasi geologi teknik. Hasil
penyelidikan menunjukkan bahwa daerah ini hingga kedalaman lebih 80 m bagian atas terdiri atas
tanah penutup, lempung, lumpur dan campuran lanau-pasir lempungan setempat pasir kasar.
Terdapatnya lapisan tanah lempung yang cukup tebal pada kedalaman 5 - 60 m dan lebih dari 60
m, yang bersifat masih berkonsolidasi, terkonsolidasi normal hingga sedikit berlebih, plastisitas
tinggi, konsistensi sangat lunak hingga lunak dan lunak hingga sedang dengan mineralogi
montmorilonit, kaolinit dan ilit. Tanah lempung ini berpotensi mengalami amblesan dan kembang
kerut (swell-shrink). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa gambaran geologi teknik bawah
permukaan dapat mengindikasikan daerah-daerah yang berpotensi amblesan guna mencegah risiko
ancaman amblesan pada infrastruktur dan bangunan di wilayah Kota Semarang.
Kata kunci: geologi teknik, dataran aluvial, amblesan tanah, kota Semarang

ABSTRACT
The knowledge of subsurface stratification and its engineering properties is required for
infrastructure development and hazard mitigation purposes in Semarang city. The problem of land
subsidence in Semarang city is caused by natural process and anthropogenic influence. The natural
process is influenced by the nature of unconsolidated Quaternary alluvial and deltaic sediments
while the anthropogenic factors are land use change, groundwater over-exploitation and weights
of buildings. The land subsidence problem has caused enormous economic loss due to buildings
and infrastructure damages. Engineering geological investigations had been carried out to
understand the subsurface geology of land subsidence area. Investigation results revealed that the
subsurface stratification up to the depth of 80 m consists of top soil, clay, mud and mixtures of silt -
clayey sand, and coarse sand. The clayey layer is thick, found at the depth 0f 5-60 m and more
than 60 m, unconsolidated to normally consolidated and some is lightly overconsolidated, high
plasticity,very soft to medium consistency, has the mineralogy of montmorillonite, kaolinite and
illite. This clay layer has the potential to subside and shrink-swell. The results of subsurface
engineering geology could indicate the areas prone to subsidence and are useful to mitigate the
land subsidence impacts to buildings and infrastructures in the Semarang city.

Keywords: engineering geology, alluvial plain, land subsidence, Semarang city

57
ISBN: 978-979-8636-23-3

PENDAHULUAN
Permasalahan amblesan tanah di kota Semarang telah menimbulkan kerusakan pemukiman,
infrastruktur dan masalah lingkungan seperti banjir dan rob. Fenomena alami tersebut dipengaruhi
oleh faktor kondisi geologi berupa dataran alluvial berumur kuarter (Thaden dkk, 1975) dan faktor
antropogenik akibat pemanfaatan airtanah berlebihan, pembebanan akibat pembangunan (beban
timbunan dan bangunan). Mengingat perkembangan wilayah yang semakin pesat, maka upaya
untuk mitigasinya memerlukan tentang informasi geologi teknik di daerah tersebut khususnya
pengetahuan mengenai karakteristik sifat keteknikan, mengingat faktor penyebab amblesan tanah
salah satunya mengenai konsolidasi alamiah endapan lempung. Kejadian amblesan tanah di pulau
Jawa ditemukan terjadi di kota- kota besar seperti di Jakarta, Cikarang, Bekasi, Bandung dan
Semarang (Marfai, 2007, Abidin dkk 2012, Chaussard et all., 2013). Pemantauan amblesan tanah
dengan menggunakan survei GPS dan citra ALOS PALSAR (Chaussard dkk 2013) di daerah
Semarang bagian utara menunjukkan pola penurunan tanah yang bervariasi, yang berada pada tata
guna lahan industry dan pengembangan infrastruktur. Karakter lingkungan keteknikan lahan dan
ketidakhomogenan tanah/batuan bawah permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
unsur geologi, kondisi keairan, komposisi mineral penyusunnya dan proses sedimentasi, terutama
pada material berbutir halus seperti lempung. Keberadaan lempung ekspansif sering menimbulkan
masalah terutama yang berkaitan dengan geoteknik, diantaranya adalah dapat menimbulkan crack
pada batuan dan selain itu juga menyebabkan kerusakan struktur bangunan yang dibangun pada
basement tersebut. Tulisan ini bertujuan menyajikan karakteristik geologi teknik bawah permukaan
guna memperoleh gambaran sifat keteknikannya.

LOKASI PENELITIAN
Tatanan fisiografi daerah Semarang dan sekitarnya merupakan daerah dataran alluvial yang berupa
endapan sungai, endapan delta dan endapan pasang surut. Zona tersebut merupakan zona transisi
dari Zona Rembang – Zona Kendeng. Wilayah pesisir Kota Semarang merupakan paparan endapan
Holosen yang dicirikan oleh endapan pasang surut, endapan sungai dan endapan pematang pantai,
swamp dan alluvium yang terletak pada paparan dataran Kuarter (Thaden dkk, 1975). Geologi
daerah paparan Semarang ini dicirikan oleh perulangan satuan lempung – lanau yang cukup
dominan dengan sisipan pasir berukuran mulai halus hingga kasar. Proses sedimentasi yang
berulang selama pengendapannya diperlihatkan oleh ketidakmenerusan lapisan lempung – lanau
dan pasir yang saling menjari di kedalaman yang bervariasi dengan batuan dasar berupa
konglomerat dari Formasi Damar. Kedalaman endapan kuarter ini mencapai hingga kedalaman >
150 meter berdasarkan hasil pemboran teknik dan pemboran air tanah. Studi mengenai karakteristik
lempung di dasar perairan laut kota Semarang (Budiono dan Panggabean, 2008) menunjukkan
bahwa mineral lempung di lepas pantai kota Semarang terdiri atas : kaolinit , illit, dan campuran
montmorilonit dan illit. Mineral lempung yang menyusun lempung ekspansif umumnya antara lain
adalah montmorilonit, illit, dan kaolinit. Dari ketiga jenis mineral tersebut, montmorilonit
mempunyai daya kembang terbesar sehingga kehadirannya diduga merupakan faktor utama yang
menentukan sifat ekspansif pada jenis lempung tersebut. Kota Semarang diketahui mengalami
amblesan tanah yang intensif setiap tahunnya dengan laju amblesan tanah yang bervariasi secara
spasial antara 0.8 -13.5 cm per tahun dengan laju semakin besar ke arah utara. Peristiwa amblesan
tanah tersebut turut dipercepat dengan penurunan muka tanah oleh faktor kompaksi/konsolidasi

58
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

batuan, penurunan muka airtanah dan pengurugan lahan. Faktor kompaksi/konsolidasi batuan salah
satunya dipengaruhi oleh kondisi bawah permukaan dataran Semarang utara yang tersusun oleh
endapan alluvium muda dengan sifat kompresibilitas tinggi, sehingga pemampatan tanah secara
alami masih terjadi sampai sekarang (Sarah dkk, 2012).

Gambar 1. Peta Geologi Kota Semarang (Thaden dkk, 1975) dan lokasi titik bor teknik.

METODA PENELITIAN
Metoda penelitian yang digunakan untuk memperoleh gambaran konfigurasi karakteristik sifat
keteknikan tanah/batuan di bawah permukaan pada wilayah pesisir kota Semarang, antara lain
dengan melakukan pemboran teknik hingga kedalaman kurang lebih 120 meter dibeberapa lokasi
terpilih. Juga dilakukan pengambilan beberapa conto terpilih tanah/batuan dari inti bor untuk
dilakukan pengujian di laboratorium untuk mengetahui sifat indeks, batas cair, batas plastis, indeks
plastisitas, ukuran butir dan analisis karakteristik lempung kaitannya dengan sifat mengembangan
lempung.

HASIL DAN DISKUSI


Geologi Bawah Permukaan
Wilayah Semarang (Simpang Lima – Pelabuhan – Genuk – Sayung), ciri litologi endapan ini
ditafsirkan sebagai fasies endapan hasil rombakan endapan klastik terdiri kipas alluvium (alluvium
fan), laut dekat pantai (nearshore deposits); pematang pantai (beach deposits), endapan rawa
(swamp deposits) dan endapan system fluviatil yang berupa alur sungai (river channel deposits)
dan limpahan banjir (floodplain deposits) pada system delta – estuary – river (Boyd, dkk, 2006)
yang terletak pada cekungan laut Jawa bagian utara – timur laut masih berlangsung proses
sedimentasi hingga saat ini. Data hasil pemboran air, pemboran teknik dan survei gaya berat
(Tobing dkk, 2000; Sarah dkk, 2013, Gambar 2), menunjukkan bahwa ketebalan sikuen endapan
aluvium, swamp, fluviatil pada cekungan ini ditafsirkan mencapai kurang lebih 150 meter, di
beberapa lokasi > 150 meter. Berdasarkan kreteria dan ciri-ciri litologi menunjukkan bahwa

59
ISBN: 978-979-8636-23-3

perulangan fasies sedimen di daerah ini setidaknya telah terjadi proses sedimentasi yang berulang-
ulang akibat tektonik (pengangkatan dan penurunan) disertai gelombang, pasang surut dan aliran
sungai. Hal ini terlihat dari sikuen fasies sedimen yang tidak menerus dan terlihat saling membaji
di beberapa kedalaman tertentu.
Rekontruksi stratigrafi bawah permukaan dicirikan oleh sikuen endapan lempung, lempung – lanau
pasir yang lepas baik berukuran halus hingga kasar dengan ketidakmenerusan lapisan lanau dan
lempung yang saling membaji/interfingering di beberapa tempat pada kedalaman mulai - 10 hingga
– 150 meter. Hal ini menunjukkan bahwa daerah ini setidaknya telah terjadi proses sedimentasi
yang berulang-ulang akibat pengangkatan dan penurunan saat pengendapan masa lalu pada
cekungan kearah laut Jawa, dimana menggambarkan lingkungan pengendapan endapan pantai,
rawa, fluvial, delta dan sungai.

Gambar 2. Penampang litologi bawah permukaan berdasarkan data pemboran teknik di daerah Semarang.
Penampang sifat fisik dan keteknikan bawah permukaan.

Pengujian laboratorium berupa pengujian sifat fisik, konsolidasi dan mineralogi telah dilakukan
pada sampel tanah tak terganggu dari pemboran teknik. Hasil pengujian sifat fisik pada kedalaman
antara 10 – 85 m, menunjukkan bahwa lapisan tanah bawah permukaan memiliki bobot isi 15 - 18
kN/m3 dengan kadar air cukup tinggi 30 - 90%, porositas 40 - 90%, derajat kejenuhan 50 - 100%,
ukuran butir berkisar lempung-lanau (rata-rata 32 - 54%). Tanah lempung-lanau ini memiliki
plastisitas tinggi (CH - MH). Diagram aktivitas lempung mengindikasikan bahwa tanah lempung-
lanau ini juga memiliki tingkat aktivitas (potensi pengembangan volume/ kembang kerut) sedang
hingga sangat tinggi dan mengandung mineral illite dan montmorillonite (Gambar 3). Pengujian
mineralogi tanah pada contoh hasil pemboran teknik pada kedalaman 10 – 85 m, menunjukkan
bahwa mineralogi lapisan lempung ini tersusun oleh montmorilonit, illite dan kaolinit/klorit.
Berdasarkan analisis kelimpahan mineral montmorillonite terhadap illite dan kaolinit menunjukkan
bahwa potensi pengembangan volume sedang hingga tinggi yang sesuai dengan hasil korelasi
indeks plastisitas dan fraksi lempung.

60
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Gambar 3. Diagram aktivitas lempung.

Hasil sifat konsolidasi menunjukkan bahwa contoh-contoh tanah permukaan memiliki nilai
tegangan pre konsolidasi tanah bawah permukaan yang rendah antara 0.33-1.75 kg/cm2 dengan nilai
rasio overkonsolidasi (OCR) ≤ 1 ditemukan pada kedalaman 10- 85 m (Gambar 4) menunjukkan
bahwa tanah-tanah bawah permukaan merupakan tanah- tanah yang masih mengalami konsolidasi
(under consolidated) hingga terkonsolidasi normal (normally consolidated) . Koefisien konsolidasi
(Cv) cukup tinggi berkisar 2.9x10-4 hingga 2.21 x10-3 cm/s (Gambar 5).

Overconsolidation Ratio (OCR) Koefisien konsolidasi Cv (cm2/s)


0 1 2 3 4 5 6 7 0.00E+00 1.00E-03 2.00E-03 3.00E-03
0 0
10 10
20 20
Kedalaman (m)

30
Kedalaman (m)

30
40 BM-1 (Bandarharjo) 40
50 50
BM.3 (Madukoro)
60 60 BM-1 (Bandarharjo)
BM 4 Kaligawe
70 BM.3 (Madukoro)
70
BM-1a (Poncol) BM 4 Kaligawe
80
80 BM-1a (Poncol)
90 DH-1 Tanjung Mas
90 DH-1 Tanjung Mas

Gambar 4. Grafik rasio overkonsolidasi tanah Gambar 5. Grafik koefisien konsolidasi tanah
bawah permukaan terhadap bawah permukaan terhadap
kedalaman kedalaman

Ditinjau dari aspek keteknikan berdasarkan nilai rasio overkonsolidasi (OCR) dan potensi
pengembangan mineral lempung yang dihitung berdasarkan rasio kelimpahan mineral

61
ISBN: 978-979-8636-23-3

montmorillonite/ illite+kaolinit (Gambar 6), maka nilai OCR 1.1 - 3 didapatkan pada kedalaman +
5 sampai -10 m di daerah Poncol dan kedalaman +5 sampai -5 di Kaligawe (Gambar 8). Lempung
dengan nilai OCR > 1 (overconsolidated) ini memiliki potensi pengembangan mineral lempung
yang rendah. Sementara nilai OCR < 1 ditemukan pada kedalaman - 10 sampai -70 m di daerah
Poncol dan - 20 sampai - 90 m di Kaligawe, memiliki potensi pengembangan mineral lempung yang
tinggi (Yulianti dkk 2012). Endapan lempung dengan nilai OCR < 1 berada pada lingkungan
endapan rawa.

Gambar 6. Grafik sifat ekspansif mineral lempung berdasarkan hasil XRD semi kuantitatif.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


Dataran Semarang bagian utara merupakan paparan alluvial berumur holosen yang secara vertikal
dicirikan oleh litologi yang tersusun oleh material pasir, lanau, lempung, lumpur, peat/gambut,
pasir, gravel, konglomerat dan breksi. Hasil analisis di daerah ini menunjukkan bahwa stratifikasi
bawah permukaan, sifat keteknikan, mineralogy mengindikasikan proses gejala penurunan yang
masih aktif terutama terkonsentrasi di Poncol – Kaligawe pada kedalaman – 20 hingga – 100 meter.
Dengan demikian, lokasi-lokasi tersebut perlu mendapat perhatian dalam upaya mitigasi bahaya
amblesan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, investigasi geoteknik detil dan rancangan struktur
bangunan yang baik diperlukan untuk mencegah risiko ancaman amblesan pada infrastruktur dan
bangunan di wilayah Kota Semarang bagian utara.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H., Andreas, H., Gumilar, I., Sidiq, T. P., & Fukuda, Y. (2012). Land subsidence in coastal
city of Semarang (Indonesia): Characteristics, impacts and causes. Geomatics, Natural
Hazards and Risk, 1–15, http://dx.doi.org/10.1080/19475705.2012.692336.
Boyd, R., Dalrymple R.W and Zaitlin B.A., 2006, Estuarine and incised-valley facies models. In :
H.W. Posamentier and R.G.Walker, eds., Facies models revisited SEPM Special
Publication. Tulsa, Oklahoma, USA : SEPM, 171 – 235.

62
PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014
“Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”

Budiono K dan Panggabean H., 2008. Karakteristik Mineral Lempung pada Sedimen Resen
Permukaan Dasar Laut di Perairan Kota Semarang. Jurnal Sumber Daya Geologi Vol.18
no4. Agustus 2008. Pp. 231-238.
Chaussard, E., Amelung, F, Hasanudin Abidin b, Sang-Hoon Hong, 2013, Sinking cities in
Indonesia: ALOS PALSAR detects rapid subsidence due to groundwater and gas
extraction, Remote Sensing of Environment 128 (2013) 150–161.
Marfai MA and King L (2007a) Monitoring land subsidence in Semarang, Indonesia. Environ Geol.
doi:10.1007/s00254-007-0680-3.
Robertson, P.K., (1990). Soil classification using the cone penetration test. Canadian Geotechnical
Journal, 27(1): 151-158.
Sarah D, Soebowo E, Syahbana A.J, Murdohardono D, Setiawan T, Mulyono A, dan Satriyo N A,
2012, Perhitungan penurunan tanah lintasan Bandarhardjo Poncol, Kota Semarang
berdasarkan Pemodelan 2 dimensi, Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Puslit
Geoteknologi – LIPI, 2012, Keterbukaan data dan informasi ilmiah guna kemajuan riset,
Desember 2012, ISBN: 978-979-8636-19-6, hal 199 - 210
Thaden, R.E., dkk., (1975). Peta Geologi Lembar Magelang-Semarang, Jawa. Direktorat Geologi,
Bandung.
Tobing MHL, Syarief , E A, Murdohardono D, 2000, Penyelidikan Geologi Teknik Amblesan
Daerah Semarang dan Sekitarnya, Propinsi Jawa Tengah.Direktorat Geologi Tata
Lingkungan.

Yuliyanti, A, Sarah D, dan Soebowo E, 2012, Pengaruh Lempung Ekspansif Terhadap Potensi
Amblesan Tanah Bawah Permukaan daerah Semarang, Jurnal Riset Geologi dan
Pertambangan Vol.21 No.1, 2012, hal 7 - 18, ISSN 0125-9849

63

Anda mungkin juga menyukai