ABSTRAK
Bendung Cipamingkis terletak pada Desa Jatinunggal, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Bendung ini dibangun pada tahun 1980 dan merupakan infrastruktur irigasi yang
vital karena mengairi sekitar 7805 Ha sawah yang terdapat pada Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Bekasi. Inisiasi kegagalan bangunan tercatat pada Maret 2016 dimulai pada bagian mercu dan pintu
pengambilan hingga kegagalan total terjadi pada April 2017. Penelitian ini difokuskan pada
identifikasi parameter geologi teknik untuk memahami penyebab kegagalan Bendung Cipamingkis.
Metodologi penelitian ini terdiri dari studi lapangan dan uji laboratorium. Tahap studi lapangan berupa
pemetaan geologi dan pemboran geoteknik. Tahap uji laboratorium berupa penentuan parameter
keteknikan antara lain slake durability index dan free swell index digunakan untuk mengkonfirmasi
ketahanan batuan dan pendugaan nilai pengembangannya (expansivity). Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa bendung ini berdiri di atas batuan dasar berupa dominan batulempung dan zona
sesar mendatar menganan. Hasil laboratorium menunjukan slake durability index 0 % dan free swell
index > 50 % dan LL yang berkisar antara 70% - 100%. Dengan adannya orientasi zona sesar
mendatar yang tegak lurus dengan as bendung, memungkinkan rekahan-rekahan menjadi jalur
termudah untuk air melalui bangun bendung hingga terjadinya erosi dan terbentuk saluran pembuluh.
Nilai LL yang tinggi (>50%) membuat karakteristik mekanik batulempung bergeser pada fase
softening – residual strength walaupun dari data SPT menunjukkan nilai yang baik. Faktor lain yaitu
bahwa batulempung pada daerah tersebut memiliki tingkat ekspansifitas yang tinggi.
*Nb : Mas goj di hasil aku liat LLnya relatif +- 50 %, nah yg di abstrak aku stabilo ijo mendingan d
hapus aja kali yah.
1. Pendahuuan
Bendung merupakan bangunan air yang banyak dibangun sebagi salah satu solusi dalam
berbagai masalah yang berhubungan dengan sumber daya air, baik pemanfaatan, pengelolaan,
pelestarian. Resiko kegagalan bendung merupakan ancaman bahaya yang tidak dapat
dielakkan bagi masyarakat di hilir bendung. Dengan bertambahnya usia, bendung akan
mengalami penurunan kualitas baik dari segi fisik, fungsi maupun keamanan bendungan.
Bendung Cipamingkis terletak pada Desa Jatinunggal, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Bendung ini dibangun pada tahun 1980 dan merupakan infrastruktur
irigasi yang vital karena mengairi sekitar 7805 Ha sawah yang terdapat pada Kabupaten
Bogor dan Kabupaten Bekasi. Inisiasi kegagalan bangunan tercatat pada Maret 2016 dimulai
pada bagian mercu dan pintu pengambilan hingga kegagalan total terjadi pada April 2017.
Penelitian ini difokuskan pada identifikasi parameter geologi teknik untuk memahami
penyebab kegagalan Bendung Cipamingkis.
3. Metode Penelitian
Metodologi penelitian terdiri dari studi lapangan dan uji laboratorium. Tahap studi
lapangan berupa pemetaan geologi dan pemboran geoteknik. Melalui studi lapangan
didapatkan kondisi geologi permukaan seperti litologi dan struktur geologi area penelitian.
Kondisi geologi bawah permukaan diketahui melalui pemboran geoteknik. Tahap uji
laboratorium berupa slake durability index test, free swell index test dan LL test/Atterberg test
bertujuan untuk mengetahui ketahanan batuan dan pendugaan nilai pengembangannya
(expansvity).
4. Data
Daerah Bendung Cipamingkis secara regional merupakan bagian lereng utara dari rangkaian
perbukitan di Jawa Barat. Sungai Cipamingkis mengalir dari selatan ke utara. Batuan
penyusun daerah ini , secara keseluruhan terdiri dari 2 satuan litologi, dari tua ke muda yaitu
satuan litologi batulempung dan satuan endapan alluvium. Permukaan daerah kajian memiliki
distribusi satuan litologi batulempung dominan sebagai batuan dasar dengan persebaran
dominan di badan sungai, sementara satuan endapan alluvium merupakan batuan termuda
dengan persebaran di permukaan menutupi batuan dasar, dapat dilihat stratigrafi daerah kajian
pada Gambar 3.
1.Satuan batulempung, berukuran butir lempung/clay (<1/256 mm), warna abu-abu gelap
kehitaman, non struktur sedimen, komposisi non karbonatan, sifat pecahan/lapukan
conchoidal, memiliki persebaran nodule sangat tipis, jarang dengan orientasi yang
teratur serta sisipan batulempung karbonatan di beberapa lokasi dan terdapat sisipan
batupasir laminasi, batupasir nodul, batupasir masif, batulanau laminasi dan
batulempung nodul.
2.Endapan Alluvium, merupakan endapan non consolidated tersusun atas material ex situ
berupa boulder (>256 mm) batuan beku, lepasan nodul hingga material lumpur hasil
proses sedimentasi sistem fluvial, membentuk morfologi sungai seperti channel bar
dan point bar (10-30 meter), memiliki kontak erosif dengan batuan dasar.
Struktur ? nanti saya lanjutkan yg geologi
Hasil Pemboran yang dilakukan disekitar bendung sebanyak 10 titik dengan kedalaman
masing-masing ± 20 meter dapat dilihat pada Gambar 1-10. Penyelidikan dilaboratorium
terhadap tanah/batuan untuk mengetahui sifat fisik, antara lain kadar air, berat jenis, batas-
batas atterberg, slake durability dan free swell test. Rangkuman hasil uji dapat dilihat pada
Tabel 1.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
11 – 12 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar. Grafik Hubungan Tegangan Geser dan Tegangan Normal Efektif berdasarkan
korelasi LL dan CF pada kedalaman 4.50 – 5.00 meter. (Stark et al, 2014)
6. Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Material pondasi pada lokasi bendung terletak pada zona struktur berupa sesar geser. Pada
sungai tersebut banyak dijumpai singkapan yang berupa kekar sehingga banyak retakan pada
batulempung. Selain karena zona struktur, rekahan-rekahan diduga disebabkan oleh
kandungan mineral lempung yang memicu gejala expansivitas.
Material pondasi atau batulempung pada lokasi bendung termasuk pada material sangat
expansive dengan durabilitas yang sangat rendah. Dengan demikian, kontak dengan
lingkungan yang terlalu lama (perubahan suhu dan kandungan air) dapat menyebabkan
penurunan daya dukung hingga 75% dari kekuatan intact-nya.
Dalam proses yang berulang dan jangka yang lama, pembuluh pada dasar bendung makin
membesar karena karakteristik batuan yang mempunyai durabilitas sangat rendah. . Pada
kondisi kritis, batuan dasar telah tergerus sehingga membentuk rongga yang cukup besar.
Tekanan banjir yang terus berulang menyebabkan hydraulic fracturing pada batulempung.
Sturktur bendung patah karena tidak didesain untuk bertahan pada kondisi tergantung.
Acknowledgements
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada PT Inakko Internasional Konsulindo dan
Universitas Diponegoro serta masyarakat sekitar Bendung Cipamingkis
Daftar Pustaka
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia: The Hague, Nijhoff, Government Printing
Office, 732 p.
De Genevraye, P., and Samuel, L., 1972, The geology of Kendeng Zone (East Java): Proceedings of
Indonesian Petroleum Association 1st Annual Convention, Jakarta, p. 17–30.
Ini tabel rangkuman Cuma isi 3 aja mas ? ga buat 10 datanya ngarang gt?
Gambar 11. Peta Geologi
Nanti mau d tambahin foto2 kronologikayaknya mas.