Anda di halaman 1dari 10

Seminar dan Lokakarya MIPA Tahunan, Jatinagor 31 Juli 1 Agustus 2007 Pengembangan Penelitian MIPA Unggulan Untuk Kesejahteraan

n Masyarakat

POLA PENGALIRAN SUNGAI PURBA CISADANE DI KOTA TANGERANG BERDASARKAN NILAI TAHANAN JENIS BATUAN
Mohamad Sapari Dwi Hadian, Undang Mardiana, Cipta Endyana. Jurusan Geologi F-Mipa Unpad

Abstract Geological setting of Tangerang City belongs to the western part of the Jakarta Basin. The area is covered by coastal alluvial deposit, delta deposit, and volcanic product. Understanding the distribution and groundwater pattern either in the shallow part or the deep part is one of the basic for a geometric and its groundwater flow in identifying paleo base flow Cisadane River. The result of the aquifer distribution either in the shallow or the deep part this study is approached by the geoelectrical survey, hydrogeological survey in the field and well data. In general, the shallow aquifer developed to downward becoming semi confined aquifer and confined aquifer. Groundwater flow pattern indicated locally cones depression of groundwater level, especially surrounding the city. This depression of groundwater level is considered related with the natural shape of aquifer as lances. However, it was possible to deskription to morfing processing source rock. Key word : Jakarta Basin, Groundwater flow pattern, aquifer and groundwater

Abstrak Secara geologi, Kota Tangerang termasuk dalam Cekungan Jakarta bagian Barat, yang tersusun oleh endapan aluvium pantai, endapan delta dan sebagian tersusun dari material gunungapi.. Kegiatan penelitian untuk mengetahui sebaran dan pola pengaliran airtanah baik dangkal ataupun dalam yang merupakan salah satu dasar geometri tempat dan mengalirnya sebagai dasar untuk mengetahui pola mengaliran sungai purba Sungai Cisadane. Pendekatan survey geolistrik, pengamatan hidrogeologi di lapangan dan kompilasi dengan data pemboran telah menghasilkan sebaran (meski geometri 2 dimensi) akifer baik dangkal maupun dalam. Umumnya, akifer dangkal berkembang ke arah dalam menjadi akifer semi tertekan dan akhirnya tertekan. Pola pengaliran menunjukkan depresi konus muka airtanah setempat terutama pada sekitar kota. Kondisi demikian diduga bentuk alamiah akifer berupa lensa dan bisa mendeskripsikan pembentukan batuan asal Kata kunci: Cekungan Jakarta, Pola pengaliran, batuan pembawa air (aquifer) dan airtanah.

Pola Pengaliran Sungai Purba Cisadane di Kota Tangerang berdasarkan nilai tahanan jenis batuan

Seminar dan Lokakarya MIPA Tahunan, Jatinagor 31 Juli 1 Agustus 2007 Pengembangan Penelitian MIPA Unggulan Untuk Kesejahteraan Masyarakat

1. PENDAHULUAN Sejalan dengan pesatnya perkembangan pembangunan pelbagai sektor di Kota-kota besar dan kota Tangerang termasuk diantaranya, dapat memacu kebutuhan sumberdaya alam dan kemungkinan timbulnya permasalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan hingga persoalan sosial ekonomi. Salah satu kebutuhan adalah ketersediaan adanya sumber air sebagai faktor utama untuk berlangsungnya kegiatan proses produksi, menjadi sangat dominan sehingga diperlukan adanya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air secara selektif sesuai dengan kemampuan dan kapasitas sumberdaya air yang dimiliki. Air yang kita gunakan sehari-hari telah menjalani siklus meteorik, yaitu telah melalui proses penguapan (presipitation) dari air laut, danau maupun sungai; lalu mengalami kondensasi di atmosfer dan kemudian menjadi air hujan yang turun ke permukaan bumi. Air hujan yang turun ke permukaan bumi tersebut, ada yang langsung mengalir di permukaan bumi (run off) dan ada yang meresap ke bawah permukaan bumi (infiltration). Daerah Tangerang dan sekitarnya telah banyak diteliti seperti oleh : Effendi, A.C., etc., 1974 ; Suyitno dan Yahya, 1974 ; Turkandi, T. etc, 1992 untuk pemetaan Geologi regional, kemudian IWACO, 1986 ; Tirtomihardjo, H., dkk.,1996-2000; Hadipurwo, Haryadi, T., Fauzi, M., 1994; Haryadi, T., dkk., 1996, ;Hadipurwo, S., dan Hadi, S., 2000 ; Prawoto, N., 2001 untuk penelitian Konservasi Airtanah Daerah Jakarta dan sekitarnya. Dan Sukardi, P., 1986 ; Murtianto, E., etc., 1994, Hadian,dkk, 2006 melakukan pemetaan hidrogeologi detail. Kota Tangerang menjadi sangat penting dan menarik untuk dilakukan. Tulisan ini mencoba mengungkap sebaran dan pola aliran airtanah yang kemudian dapat memprediksi pola aliran purba, sehingga diperoleh kejelasan geometri akifer dan potensinya. 2. GEOLOGI Jenis litologi, stratigrafi batuan dan kondisi struktur geologi yang membentuk daerah kajian dan sekitarnya dikenal dengan sebutan Tangerang High
Pola Pengaliran Sungai Purba Cisadane di Kota Tangerang berdasarkan nilai tahanan jenis batuan 2

Seminar dan Lokakarya MIPA Tahunan, Jatinagor 31 Juli 1 Agustus 2007 Pengembangan Penelitian MIPA Unggulan Untuk Kesejahteraan Masyarakat

(Suyitno dan Yahya, 1974). Tinggian ini terbentuk oleh batuan Tersier yang memisahkan cekungan Jawa Barat Utara di bagian Barat dengan cekugan Sunda di bagian timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan bawah permukaan berupa lipatan dan patahan nomal yang berarah Utara-Selatan. Di bagian Timur patahan normal tersebut terbentuk cekungan pengendapan yang disebut dengan Jakarta Sub Basin. Cekungan Jakarta tersebut mempunyai ciri adanya endapan aluvial yang tebal, sedang cekungan di Barat Tangerang High memiliki ciri endapan pantai dan delta. Struktur-struktur tersebut pada saat ini sulit dijumpai di permukaan karena pada saat ini endapan Kuarter yang berumur lebih muda telah menutupi lapisan batuan tersebut. Endapan Kuarter yang menutupi batuan tersebut berupa batuan Volkanik yang berasal dari G. Gede-Pangrango dan G. Salak. Hampir seluruh dari daerah kajian ditutupi oleh batuan volkanik yang berasal dari Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak serta sebagian kecil ditutupi oleh endapan aluvial.: a. Satuan Batuan Tuf Banten Atas / Tuf Banten Satuan ini terdiri atas lapisan tuf, tuf batu apung dan batu pasir tufaan yang berasal dari letusan Gunung Rawa Danau. Tuf tersebut menunjukkan keadaan yang lebih asam (pumice) dibandingkan dengan batuan volkanik yang diendapkan sesudahnya. Pada bagian atas satuan tersebut menunjukkan adanya perubahan kondisi pengendapan dari di atas permukaan air menjadi di bawah permukaan air. Satuan ini berumur Plio Pleistosen atau sekitar dua juta tahun yang lalu. b. Endapan Kipas Aluvium Volkanik Muda Endapan ini terdiri atas material batupasir dan batu lempung tufan, endapan lahar, dan konglomerat. Ukuran butiran pada endapan kipas aluvial ini berubah menjadi semakin halus ke arah utara. Satuan ini terbentuk oleh material endapan volkanik yang berasal dari gunungapi di sebelah selatan Kabupaten Tangerang seperti Gunung Salak dan Gunung Gede - Pangrango. Batuan ini diendapkan pada umur Pleistosen (20.000 dua juta tahun yang lalu). Kipas aluvial volkanik tersebut terbentuk pada saat gunungapi menghasilkan material volkanik dengan jumlah besar. Kemudian ketika menjadi jenuh oleh air,

Pola Pengaliran Sungai Purba Cisadane di Kota Tangerang berdasarkan nilai tahanan jenis batuan

Seminar dan Lokakarya MIPA Tahunan, Jatinagor 31 Juli 1 Agustus 2007 Pengembangan Penelitian MIPA Unggulan Untuk Kesejahteraan Masyarakat

tumpukan material tersebut bergerak ke bawah dan melalui lembah. Ketika mencapai tempat yang datar material tersebut akan menyebar dan membentuk endapan seperti kipas yang disebut dengan kipas aluvial. c. Endapan Pantai dan Endapan Pematang Pantai Endapan batuan ini berasal dari material batuan yang terbawa oleh aliran sungai dan berumur antara 20.000 tahun yang lalu hingga saat ini. Endapan tersebut tersusun oleh material lempung, pasir halus dan kasar, dan konglomerat serta mengandung cangkang molusca. Endapan aluvial tersebut dapat membentuk endapan delta, endapan rawa, endapan gosong pasir pantai, dan endapan sungai dengan bentuk meander atau sungai teranyam. d. Endapan Aluvium Endapan ini terdiri atas lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah yang berumur Kuarter. Tersebar pada daerah pedataran serta sekitar aliran sungai. 3. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu pemetaan detil geologi dan survey muka airtanah dan survey geolistrik serta analisis data hasil pemboran. Pemetaan geologi dilaksanakan dengan sistem travers kompas dan pendeskrisian atas batuan yang tersingkap. Inventarisasi batuan-batuan yang dapat berfungsi sebagai akifer dan lapisan batuan yang bersifat impermeabel atau tidak meluluskan air. Survey lapangan sekaligus melakukan pengukuran muka airtanah pada sumur-sumur gali (akifer dangkal). Metoda geolistrik adalah salah satu metoda geofisika untuk menyelidiki kondisi bawah permukaan, yaitu dengan mempelajari sifat aliran listrik pada batuan di bawah permukaan bumi. Kurang lebih 200 titik survey geolistrik telah dilaksanakan. Kompilasi dan korelasi antara hasil analisis ketiga survey tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran sebaran dan pola aliran airtanah akifer tak tertekan dan akifer tertekan. Untuk mempermudah kejelasan hasil analisa, hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk peta.

Pola Pengaliran Sungai Purba Cisadane di Kota Tangerang berdasarkan nilai tahanan jenis batuan

Seminar dan Lokakarya MIPA Tahunan, Jatinagor 31 Juli 1 Agustus 2007 Pengembangan Penelitian MIPA Unggulan Untuk Kesejahteraan Masyarakat

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Akifer yang berkembang pada Kecamatan Batuceper adalah litologi pasir tufaan. Adapun ketebalan dari akifer tersebut beragam, yaitu akifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) memiliki ketebalan mulai dari 5 m 25 m dan akifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) memiliki ketebalan 4 m 80 m. Akifer dangkal (kedalaman kurang 50 m) adalah akifer bebas (tak tertekan) dan pada tempat yang semakin dalam berubah menjadi akifer semi tertekan. Sedangkan akifer dalam (kedalaman lebih 50 m) merupakan akifer tertekan yang dibatasi oleh dua lapisan kedap air (impermeable layer) pada bagian atas dan bawahnya. Penampang G-H merupakan suatu contoh sebaran vertikal dalam kaitan dengan sifat dan ketebalan akifer (Gambar 1). Sementara itu, akifer yang berkembang di Kecamatan Benda pun berupa litologi pasir tufaan. Adapun ketebalan dari akifer tersebut beragam, yaitu akifer dangkal (kedalaman kurang dari 50 m) memiliki ketebalan mulai dari 5 m 25 m dan akifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m) memiliki ketebalan 4 m 80 m. Akifer dangkal (kedalaman kurang 50 m) adalah akifer bebas (tak tertekan) dan pada tempat yang semakin dalam berubah menjadi akifer semi tertekan. Sedangkan akifer dalam (kedalaman lebih 50 m) merupakan akifer tertekan yang dibatasi oleh dua lapisan kedap air (impermeable layer) pada bagian atas dan bawahnya. Berdasarkan hasil pengukuran lapangan di Kecamatan Jatiuwung dan Periuk, kemudian dibuat penampang tegak tahanan jenis yang disajikan pada Gambar 2 dan 3. Informasi yang bisa didapat dari penampang tegak tahanan jenis adalah nilai tahanan jenis pada tiap kedalaman. Hasil dari pengolahan data lapangan, diperoleh bahwa tahanan jenis pada daerah penelitian dapat dikelompokan ke dalam 5 kelompok nilai tahanan jenis. Kelompok nilai tahanan jenis tersebut, yaitu : Kelompok nilai tahanan jenis 0 5 Ohm m. Kelompok nilai tahanan jenis 5 10 Ohm m. Kelompok nilai tahanan jenis 10 15 Ohm m. Kelompok nilai tahanan jenis 15 30 Ohm m.
5

Pola Pengaliran Sungai Purba Cisadane di Kota Tangerang berdasarkan nilai tahanan jenis batuan

Seminar dan Lokakarya MIPA Tahunan, Jatinagor 31 Juli 1 Agustus 2007 Pengembangan Penelitian MIPA Unggulan Untuk Kesejahteraan Masyarakat

Kelompok nilai tahanan jenis >30 Ohm m. Kelompok nilai tahanan jenis tersebut, kemudian diinterpretasikan

berdasarkan karakteristik fisiknya untuk memperoleh kemungkinan jenis litologi, seperti dibawah ini : Nilai tahanan jenis 0 5 Ohm m kemungkinan memiliki litologi lempung. Nilai tahanan jenis 5 10 Ohm m kemungkinan memiliki litologi lempung pasiran. Nilai tahanan jenis 10 15 Ohm m kemungkinan memiliki litologi tuf pasiran. Nilai tahanan jenis 15 30 Ohm m kemungkinan memiliki litologi batupasir lempungan. Nilai tahanan jenis batupasir. Sedangkan kedalaman penetrasi yang diperoleh dari hasil pengukuran lapangan adalah bervariasi tergantung kondisi lapangan, dengan penetrasi terdalam sampai 160 m. Kedalaman dari kelompok nilai resistivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran lapangan adalah sebagai berikut : Kelompok nilai tahanan jenis 0 5 Ohm m diperoleh mulai pada kedalaman 3 m bmt (lokasi MR1) sampai ditemukan pada kedalaman >120 m bmt (lokasi P11). Kelompok nilai tahanan jenis 5 10 Ohm m diperoleh mulai pada kedalaman 4 m bmt (lokasi SL3) sampai ditemukan pada kedalaman 100 m bmt (lokasi TM5). Kelompok nilai tahanan jenis 10 15 Ohm m diperoleh mulai pada kedalaman 0.75 m bmt (lokasi MR5) sampai ditemukan pada kedalaman 110 m bmt (lokasi P2). Kelompok nilai tahanan jenis 15 30 Ohm m diperoleh mulai pada kedalaman 0 m bmt (lokasi VMP1) sampai ditemukan pada kedalaman > 90 m bmt (lokasi VMP3). >30 Ohm m kemungkinan memiliki litologi

Pola Pengaliran Sungai Purba Cisadane di Kota Tangerang berdasarkan nilai tahanan jenis batuan

Seminar dan Lokakarya MIPA Tahunan, Jatinagor 31 Juli 1 Agustus 2007 Pengembangan Penelitian MIPA Unggulan Untuk Kesejahteraan Masyarakat

Kelompok nilai tahanan jenis 50 m bmt (lokasi DPT5).

>30 Ohm m diperoleh mulai pada

kedalaman 0 m bmt (lokasi DPT5) sampai ditemukan pada kedalaman >

a. Peta Kontur Tahanan Jenis Peta kontur tahanan jenis dihasilkan berdasarkan data yang diperoleh dari penampang tegak tahanan jenis berupa nilai tahanan jenis dan kedalamannya. Maka dibuatlah peta kontur tahanan jenis dengan interval 2.5 Ohm m masingmasing pada kedalaman 15m, 30m, 45m, 60m, dan 75m. Pada peta kontur tahanan jenis ini memberikan informasi nilai tahanan jenis batuan pada Kecamatan Jatiuwung dan Periuk. Kedalaman 15 m Pada kedalaman ini, penyebaran nilai resistivitas bervariasi kurang dari 12 Ohm m; 15 20 Ohm m yang kemungkinan dapat berpotensi sebagai akifer; dan lebih besar dari 20 Ohm m. Dilihat dari keberadaan kontur nilai resistivitas yang bervariasi ada yang rapat dan renggang serta ada yang tertutup dan terbuka, hal ini menunjukan bahwa kondisi bawah permukaan daerah Kecamatan Priuk dan Jatiuwung tidak merata, dan kebanyakan lapisan batuan tidak berhubungan secara lateral maupun vertical. Nilai resistivitas 15 20 Ohm m terdapat di daerah : - Gandasari - Cikoneng - Periuk Jaya - Jatake Kedalaman 30 m Bila kita tinjau posisi yang lebih dalam yaitu pada kedalaman 30 meter dibawah permukaan tanah, pola umum hampir sama disini terdapat kontur yang lebih rapat untuk nilai di atasd 25 Ohm meter terutama di sebelah barat barat laut Vila Mutiara Pluit dan sebelah selatan daerah kajian hanya

Pola Pengaliran Sungai Purba Cisadane di Kota Tangerang berdasarkan nilai tahanan jenis batuan

Seminar dan Lokakarya MIPA Tahunan, Jatinagor 31 Juli 1 Agustus 2007 Pengembangan Penelitian MIPA Unggulan Untuk Kesejahteraan Masyarakat

cakupannya lebih sempit dibandingkan dengan yang utara. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis 15 20 Ohm meter cukup luas. Pada kedalaman ini, penyebaran nilai resistivitas 15 20 ohm m yang berpotensi sebagai akifer, terdapat pada daerah : Cibodas, Jatake, Cikoneng, Gembor, Keroncong, Gerbang Raya, Villa Mutiara Kedalaman 45 m Pada kedalaman ini Pola kontur resisitivitas tidak jauh berbeda dengan pada posisi 30 meter di bawah permukaan tanah, hanya nilai resisitivitas di atas 25 banyak tersebar dengan bentuk kontur tertutup, hal ini meninjukkan bentuk tubuh batuan banyak yang berbentuk lensa-lensa. Penyebaran nilai resistivitas 15 20 ohm m yang berpotensi sebagai akifer, terdapat di daerah : Cibodas, Cikoneng, Jatake, Villa Mutiara, Periuk Jaya Kedalaman 60 m Pada kedalaman ini pola kontur cukup merata dan agak renggangg, distribusi lapisan cukup merata, bentuk lensa sedikit terdapat dengan distribusi nilai resisitivitas berkisar dari 30 hingga 90 Ohm meter. Kedalaman 75 m Pada kedalaman ini kerapatan kontur resisitivitas sedikit lebih rapat dan bentuk lensa lapisan batuan terdapat pada beberapa tempat dengan luas yang lebih besar dibandingkan pada posisi kedalaman 60 meter; penyebaran nilai resistivitas 15 20 ohm m yang berpotensi sebagai akifer, terdapat pada daerah : Cibodas, Jatake, Cikoneng, Gerbang raya, Villa Mutiara, Periuk Jaya Morfologi pada endapan aluvial pantai umumnya datar sampai sedikit bergelombang. Dari segi kuantitas, airtanah pada endapan aluvial pantai dapat menjadi sumber airtanah yang baik terutama pada lensa-lensa batupasir lepas. Kondisi airtanah endapan aluvial pantai banyak ditentukan kondisi geologi di hulunya. Endapan aluvial ini dapat menjadi tebal jika cekungan yang

Pola Pengaliran Sungai Purba Cisadane di Kota Tangerang berdasarkan nilai tahanan jenis batuan

Seminar dan Lokakarya MIPA Tahunan, Jatinagor 31 Juli 1 Agustus 2007 Pengembangan Penelitian MIPA Unggulan Untuk Kesejahteraan Masyarakat

membatasi terus menurun karena beban endapannya, misalnya dibatasi oleh sesar/patahan turun. Akifer pada sistem ini tersusun oleh endapan pasir halus yang belum terkompaksi dan setempat terdapat airtanah segar. b. Karakteristik pola pengaliran dan fisik airtanah Pada peta pola aliran airtanah dangkal nampak bahwa terbentuk depresi konus airtanah terutama di sekitar kota Tangerang. Beberapa hal mungkin menjadi penyebab dari kondisi tersebut yaitu akibat perkembangan secara alami geometri akifer dari endapan delta yang cenderung membentuk lensa-lensa barupasir. Sementara itu, depresi aliran juga terbentuk pada zona yang hampir sama terjadi pada peta pola aliran air tanah dalam. Selain kondisi yang sama dengan kondisi alamiah berupa endapan delta dengan lensa-lensanya. Sebagai tambahan, berdasarkan pola sebaran batuan sangat memungkinkan bahwa sungai Cisadane purba bukan berada di posisi sekarang dikarenakan dari sebaran tahanan jenis yang memungkinkan bahwa sungai Cisadane bergerak menuju timur dari pola yang ada. Dan berdasarkan sebaran lensa-lensa yang bisa estimasi sebagai pola aliran sungai purba. 5. KESIMPULAN Akifer yang berkembang pada daerah penelitian adalah litologi pasir tufaan. Sementara itu, akifer yang berkembang di Kecamatan Benda pun berupa litologi pasir tufaan. Tipologi akifer yang berkembang pada Kecamatan ini adalah Sistem Endapan Aluvial Pantai. Batuan penyusun akifer ini umumnya berupa lempung, pasir dan kerikil hasil dari erosi, dan transportasi dari batuan di bagian hulunya. Pola pengaliran airtanah relatif ke arah timur dan terbentuk depresi konus aliran airtanah terutama di kota Tangerang. Kondisi demikian menunjukkan dua penyebab yang memungkin yaitu perkembangan lensa-lensa secara alamiah terbentuk pada daerah tersebut atau pengambilan airtanah yang berlebih khusus di zona tersebut. Untuk itu, Kawasan depresi airtanah perlu ditelaah lebih lanjut

Pola Pengaliran Sungai Purba Cisadane di Kota Tangerang berdasarkan nilai tahanan jenis batuan

Seminar dan Lokakarya MIPA Tahunan, Jatinagor 31 Juli 1 Agustus 2007 Pengembangan Penelitian MIPA Unggulan Untuk Kesejahteraan Masyarakat

guna diambil langkah kebijakan terkait dengan konservasi airtanah di Kota Tangerang. Berdasarkan pola sebaran batuan sangat memungkinkan bahwa sungai Cisadane purba bukan berada di posisi sekarang dikarenakan dari sebaran tahanan jenis yang memungkinkan bahwa sungai Cisadane bergerak menuju timur dari pola yang ada. Dan berdasarkan sebaran lensa-lensa yang bisa estimasi sebagai pola aliran sungai purba.

DAFTAR PUSTAKA Effendi A.C., 1974, Peta Geologi Lembar Bogor Skala 1 : 100.000, Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi, Bandung Hadipurwo, S., dan Hadi, S., 2000, Konservasi Airtanah Daerah Jakarta Bogor, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung. Haryadi, T., dkk., 1996, Konservasi Airtanah Wilayah Jakarta Bogor Tangerang Bekasi, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung. IWACO, 1986, Jabotabek Water Resources Management Study, Directorate General of Water Resources Development, Jakarta. Rusmana, 1991, Peta geologi lembar Serang Skala 1 : 100.000, Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi, Bandung Sukardi, P., 1986, Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1 : 250.000 Lembar Jakarta, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung.

Pola Pengaliran Sungai Purba Cisadane di Kota Tangerang berdasarkan nilai tahanan jenis batuan

10

Anda mungkin juga menyukai