Anda di halaman 1dari 6

Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol. 15, No.

1, Maret 2013: 8 - 13
ISSN 1411 - 0903

SEDIMENTOLOGI DAN PALEOHIDROLOGI SEDIMEN FLUVIAL OLIGOSEN FORMASI WALAT,


SUKABUMI-JAWA BARAT

Sunardi, E. dan Adhiperdana, B.G.

Laboratorium Sedimentologi dan Geologi Kuarter, Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Geologi
Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor 45363
E-mail: edysunardi@unpad.ac.id
ABSTRAK 2003) yang berumur Oligosen (Gambar 1). Secara
Penelitian sedimentologi dan estimasi parameter regional Formasi Walat atas dasar seting iklim
paleohidrologi pada batuan sedimen fluvial Formasi global dan fase tektonik regional di Asia Tenggara
Walat yang berumur Oligosen, meng- ungkap sejarah
(Gambar 1) mempunyai kandungan Oksigen Isotop
sedimentasi sungai purba serta perkembangan cekungan
fluvial. Parameter paleohidrologi yang penting sebagai (δ18O) bervariasi dari 2-3% (Baumann, dkk. 1973).
faktor penentu interaksi dengan sedimentasi fluvial Penyelidik terdahulu memberikan nama Formasi
adalah sinusitas sungai, kedalaman tepian sungai, Walat (Effendi, 1974) untuk singkapan di G. Walat
lebar kanal sungai, panjang gelombang sinusitas dan Pasir Bongkok. Di selatan Sukabumi, singkapan
sungai, lebar jalur multi kanal (channel belt), dan Formasi Walat yang terluas terdapat di G. Walat.
debit tahunan. Objek penelitian ini diwakili pada tiga Ketebalan minimum dari satuan ini adalah sekitar
lokasi singkapan sayatan stratigrafi terpilih dari tua ke 700 m (Baumann, 1972). Singkapan Formasi Walat
muda yaitu di Cantayan, Pasir Pogor dan Kadupugur. lain yang agak terpisah berada di sebelah tenggara G.
Bagian dari sejarah sedimentasi fluvial menunjukkan
Walat yang juga sering dikenal sebagai Kompleks
perkembangan sinusitas kanal fluvial menjadi semakin
lemah, dan sungai berubah menjadi lebih bersifat Pasir Aseupan.
menganyam. Hal ini sejalan dengan kondisi kanal-jalur Formasi Walat di daerah ini umumnya terdiri
multi kanal yang semakin lebar dan dalam. Proporsi dari perselingan antara batupasir, konglomerat dan
fasies berbutir kasar relatif bertambah pada tiap suksesi batulempung yang mengandung batubara. Batupasir
sedimen sistem kanal. Keadaan ini mencerminkan suplai umumnya konglomeratan atau konglomerat pasiran.
sedimen yang relatif meningkat melampaui kapasistas Berdasarkan ciri litologi serta banyaknya sisipan
akomodasi cekungan (low non-marine accomodation), batubara, lingkungan pengendapan Formasi Walat
serta perkembangan cekungan fluvial menjadi relatif menunjukkan darat yang berhubungan dengan sedi-
lebih proksimal. Faktor yang mengontrol kondisi ini
mentasi di lingkungan sungai atau fluvial.
kemungkinan ber- kaitan dengan kondisi muka laut
yang relatif rendah sepanjang Paleogen, dan perubahan Paleohidrologi dapat didefinisikan sebagai sains
iklim global dari kondisi rumah kaca menjadi icehouse mengenai air yang ada di bumi, komposisi, distribusi
di sekitar Kala Eosen-Oligosen. dan perpindahannya pada lanskap purba, yang
melibatkan sejak adanya hujan, erosi dan transportasi
Kata kunci: Formasi Walat, Paleogen, Sungai Purba, sedimen pada cekungan drainase. Studi-studi hidro-
Paleohidrologi, Sistim Fluvial logi dan geomorfologi sungai menjadi dasar dari
penafsiran paleohidrologi di lingkungan fluvial dan
ABSTRACT sedimentasinya (Schumm, 1968). Morfologi kanal
The current study on sedimentology and paleo-
sungai ditentukan oleh perilaku air dan tipe sedimen
hydrologic estimation of the Oligocene fluvial Walat
Formation has revealed the sedimentation development yang melaluinya.
of fluvial sinuosity decreased, and the river became into Aspek-aspek paleohidrologi sungai purba yang
more braided upsection. Moreover, channel and channel penting sebagai faktor penentu interaksi dengan
belt width become wider and deeper upsection, and the sedimentasi fluvial adalah sifat sinusitas sungai,
proportion of coarse-grained facies relatively increase kedalaman tepian sungai, lebar kanal sungai, panjang
in each successive channel deposits. This situation gelombang sinusitas sungai, lebar jalur multi kanal
represents the relative sediment supply increases (channel belt), dan debit tahunan.
beyond the capacity of the accommodation (low non- Tujuan dari penelitian sedimentologi ini adalah
marine accommodation), moreover the development
untuk mengetahui perubahan parameter paleohidrologi
of the fluvial basin becomes relatively more proximal
upsection. The controlling factors might be attributed sungai purba dan pola sedimentasinya seiring dengan
to sea level drop throughout the Palaeogene, and global perkembangan pengisian cekungan fluvial.
climate change from greenhouse to Icehouse conditions Studi sedimentologi dan paleohidrologi endapan
at the Eocene-Oligocene time. sungai purba Formasi Walat berumur Oligosen ini
diwakili pada tiga lokasi sayatan stratigrafi terpilih
Key words: Walat Formation, Paleogene, Ancient River, dari bagian paling bawah di Cantayan ke penampang
Paleohydrology, Fluvial System stratigrafi di atasnya di Pasir Pogor dan penampang
stratigrafi paling atas pada penampang Kadupugur
PENDAHULUAN (Gambar 2). Secara vertikal, urutan ketiga lokasi
tersebut berturutan merepresentasikan perkembangan
Formasi Walat yang tersingkap di Sukabumi sedimentasi pada cekungan fluvial Formasi Walat.
adalah equivalent dari Formasi Bayah (Martodjojo,
Sunardi, E. dan Adhiperdana, B.G. 9

Gambar 1. Ikhtisar stratigrafi regional dibandingkan dengan seting iklim global dan fase tektonik regional di Asia Tenggara,
modifikasi berdasarkan Doust dan Sumner (2007); Zachos, dkk. (2001); dan Baumann, dkk. (1973)

Gambar 2. Lokasi penelitian pada tempat singkapan dan penyebaran Formasi Walat di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, kotak
putih menunjukkan tempat pengukuran dan deskripsi sedimen fluvial
METODE berturut-turut dari yang lebih muda ke yang lebih tua,
yaitu asosiasi endapan sungai dan bar di Cantayan,
Karakter paleohidrologi sistem fluvial Formasi Pasir Pogor dan Kadupugur. Arah dispersal sedimen
Walat diestimasi berdasarkan hubungan-hubungan diperoleh dari pengukuran orientasi struktur sedimen
empiris sinusitas sungai, kedalaman tepian sungai, yang mengindikasikan arah arus purba seperti struktur
lebar kanal sungai, panjang gelombang sinusitas sedimen ripple lamination, trough cross stratification
sungai, lebar jalur multi kanal dan estimasi rata-rata dan orientasi imbrikasi butiran kerikil pada fasies
debit tahunan. Hubungan-hubungan empiris tersebut batuan berbutir kasar seperti konglomerat.
telah ditentukan dari berbagai studi pada sistem Data yang dipergunakan dalam perhitungan
fluvial modern (Ito dkk., 2006). parameter paleohidrologi didasarkan atas pengukuran
Pada penelitian ini, perhitungan parameter paleo- unsur dimensi, struktur sedimen dan geometri unit-
hidrologi dilakukan terutama pada tiga lokasi yang unit sedimen pada lingkungan fluvial seperti ketebalan
merepresentasikan posisi stratigrafi secara vertikal endapan bar dan ketebalan set stratifikasi silang-siur.
Sedimentologi dan Paleohidrologi Sedimen Fluvial Oligosen Formasi Walat, Sukabumi-Jawa Barat 10

Seluruh data pengukuran tersebut diukur dari yang dipergunakan dalam penelitian ini diringkas
pengamatan singkapan batuan sedimen Formasi dalam Tabel 1.
Walat di tiga lokasi terpilih. Selain itu, dilakukan pula Tabel 1. Ikhtisar parameter paleohidrologi yang dipergunakan
deskripsi fasies batuan untuk mengetahui karakter dalam perhitungan penelitian sungai purba Formasi
khas dari tiap-tiap sedimen yang mengisi kanal Walat
sungai purba berumur Oligosen pada Formasi Walat. Parameter Persamaan/ Sumber
Sinusitas dari kanal sungai purba merupakan Paleohidrologi Relasi Rujukan
salah satu faktor penting dalam penentuan kelas kanal Sinuosity (P) P = 4.84/(4.84-ɸ2) Bridge et.al. (2000)
fluvial, semakin besar sinusitas suatu kanal sungai Mean bankfull channel Dm ~ 0.5 d (m) Bridge and Type
ditafsirkan sebagai respon terhadap peningkatan depth (dm) (2000)
Channel width (Wc) Wc = 8.88 dm Bridge and Mackey
muatan sedimen suspensi relatif terhadap muatan 1.82
(m) (1993)
bedload, dan sejalan dengan berkurangnya kekuat- Sinuosity wavelength (L)L ~ 11 Wc (m) Bridge (1978)
an arus (Schumm, 1968; Ferguson, 1987). Arah
Channel belth widh Cbw = 59.9 dm Bridge and Mackey
arus purba dipergunakan sebagai dasar untuk mere- 1.8
(m)
konstruksi sinusitas kanal sungai purba. Dari beberapa Cbw = 192 dm
metode yang ada, dalam penelitian ini dipergunakan (Cbw) 1.37
(m) (1993)
data kisaran maksimum arah arus purba untuk Mean annual discharge Qm = 0.027 Wc Oesterkamp and
merekonstruksi sinusitas (P) (Bridge dkk., 2000): (Qm) 1.71
(m3/s) Hendman (1982)
(0.8 ≤ Wc ≤
P = 4.84/ (4.84 - φ 2) 430 m)
Keterangan:
f : setengah dari kisaran maksimum arah arus purba Qm = 0.06 Wc Williams (1984)
1.66
(m3/s)
dalam satuan radian. (1.8 ≤ Wc ≤
Dimana: 67 m)
h: Ketebalan stratigrafi endapan unit bar ditafsirkan
sebagai data kritis bagi estimasi kedalaman tepian HASIL DAN PEMBAHASAN
sungai maksimum kanal sungai purba (d h),
Rata-rata kedalaman tepian sungai kanal sungai Asosiasi Fasies
purba (dm 0.5 d) (Bridge dan Tye, 2000). Urut-urutan sedimen fluvial pada lokasi Cantayan
Lebar kanal sungai purba (Wc) ditafsirkan sebagai menunjukkan suatu sistem sedimentasi sungai
fungsi dari rata-rata kedalaman kanal (dm) sebagai- menganyam di bagian bawah, yang dicirikan oleh
mana termuat dalam persamaan regresi empiris fasies konglomerat dan asosiasi batupasir kasar
berikut (Bridge and Mackey, 1993): kerikilan. Urut-urutan tersebut berkembang menjadi
Wc = 8.88 dm1.82 (m) endapan bar tebal yang beramalgamasi satu dengan
Dimana: lainnya membentuk endapan bar komposit (Gambar
L: Panjang gelombang sinuosity kanal sungai purba 3). Ketebalan unit komposit urut-urutan sedimen
(L) ditafsirkan sebagai fungsi dari lebar kanal ini di lokasi Cantayan dapat mencapai lebih dari
(Bridge, 1978): 20 m dengan selingan tipis fasies batulempung,
L 11 Wc (m) batulempung karbonan dan asosiasi sedimen berbutir
halus lainnya. Karena migrasi endapan bar, maka
Persamaan empiris untuk mengestimasi lebar jalinan sedimen berbutir halus ini menjadi tererosi dan sering
kanal sungai purba atau channel belt width (Cbw) menunjukkan sifat impersisten secara lateral ataupun
menurut Bridge dan Mackey (1993) berdasarkan berubah fasies secara lateral menjadi batupasir.
kedalaman rata-rata kanal sungai purba (dm) adalah: Di lokasi Pasir Pogor, sedimen fluvial dicirikan
Cbw = 59.9 dm1.8 (m) oleh batu lempung bersifat kaolinit tebal dengan
Cbw = 192 dm1.37 (m) laminasi tipis di bagian bawah, berubah ke arah atas
Persamaan empiris untuk mengestimasi besarnya menjadi batupasir kerikilan ditandai oleh struktur
rata-rata tahunan debit (Qm) berturut-turut menurut sedimen sedimen stratifikasi silang-siur trough. Di
Oesterkamp dkk., (1982) dan Williams (1984) dalam bagian atas batupasir endapan bar ini sering dijumpai
William (1984) adalah: fosil jejak penggalian dan pengisian pasir secara
vertikal dengan diameter maksimum 2 cm sepanjang
Qm = 0.027 Wc1.71 (m3/s) (0.8≤Wc≤430 m) hingga lebih dari 50 cm. Urut-urutan ini ditutupi
Qm = 0.06 Wc1.66 (m3/s) (1.8≤Wc≤67 m). oleh endapan fasies batulempung yang mengandung
material organik dan lapisan tipis lignit yang tererosi
Meskipun perhitungan parameter paleohidrologi oleh okupasi sistem kanal baru di atasnya, ditandai
diperoleh dari estimasi, namun masih memiliki oleh fasies konglomerat tebal dan amalgamasi
arti penting yang meliputi proses dan mekanisme batupasir tebal yang merepresentasikan tumpukan
sedimentasi serta pemahaman terhadap lingkungan endapan bar.
pengendapan. Perubahan karakter paleohidrologi Di lokasi Kadupugur yang merupakan bagian
sistem fluvial dapat mencerminkan perubahan teratas (Gambar 3), dicirikan oleh fasies heterolitik
akomodasi dan tingkat supply sedimen serta kondisi berlapis tipis di bagian bawah yang berubah secara
iklim purba. Parameter-parameter paleohidrologi vertikal menjadi lapisan tebal batupasir yang
Sunardi, E. dan Adhiperdana, B.G. 11

merepresentasikan endapan bar pada sistem kanal lebar kanal terhadap kedalaman menunjukkan
sungai. Urut-urutan ini berangsur berubah semakin kecenderungan erosi dan migrasi bar ke arah lateral,
mengkasar ke arah atas yang dicirikan terutama oleh dan juga mencerminkan tingkat agradasi yang relatif
fasies batupasir kasar kerikilan dan konglomerat tidak tinggi.
dengan struktur sedimen silang-siur berbentuk trough. Tabel 2. Ikhtisar hasil perhitungan parameter paleohidrologi
Fasies berbutir kasar ini pada umumnya memiliki dari ketiga lokasi
sifat sentuh erosional di bagian bawahnya. Perubahan =Lokasi
umum ukuran butir sedimen yang mengkasar secara Parameter
Paleohidrologi Pasir
Cantayan Kadupugur
vertikal di lokasi Kadupugur merepresentasikan Pogor
perubahan lingkungan fluvial menjadi relatif Max paleocurrent 1.73 0.82 0.29
lebih proksimal dibandingkan lingkungan fluvial range (radian)
sebelumnya. Sinuosity index (P) 1.18 1.03 1.01
Ketebalan rata-rata 3.26 7.15 10.26
unit endapan bar (m)
Max bankfull 3.26 7.15 10.26
channel depth (m)
Mean bankfull 1.26 3.6 5.1
channel depth (m)
(dm)
Channel width (m) 2.17 90.1 174.1
(Wc)
Rasio channel width/ 17 25 34
depth
Sinuosity 238.2 991.5 1915.2
wavelenght (m) (L)
Channel belt width 144-375 592- 1136-1803
(m) (Cbw) 1098
Mean annual 5.2-9.9 59.5 183.3
discharge (m3/s)
(qm)

Di urutan stratigrafi berikutnya, yaitu pada lokasi


Pasir Pogor, perkembangan sistem fluvial berangsur
berubah menjadi lebih bersifat sungai menganyam,
sebagaimana ditunjukkan oleh nilai estimasi paleo-
hidrologi. Pada kondisi berikutnya, sistem kanal
menjadi lebih lebar dan relatif lebih dalam, sinusitas
lebih kecil, dan jalur multi kanal menjadi semakin
Gambar 3. A) superimpos batupasir dan konglomerat
sedimen kanal sungai dan bar di lokasi
lebar. Dalam kondisi ini, meskipun kedalaman
Kadupugur, garis putih dengan panah kanal relatif bertambah, namun laju pertambahan
menunjukkan ketebalan unit atau komposit lebar kanal dan sistem multi kanal bertambah secara
endapan bar, lingkaran putih menunjukkan dramatis. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan
skala foto; B) amalgamasi batupasir endapan perubahan gradien lereng yang menjadi relatif lebih
bar di lokasi Pasir Pogor; C) batupasir curam erosi dan migrasi bar ke arah lateral atau ke
kerikilan endapan kanal sungai dan bar di arah hilir masih dominan daripada erosi vertikal.
lokasi Cantayan Pengikisan yang bersifat torehan kemungkinan tidak
Paleohidrologi dan Arus Purba begitu berpengaruh. Ruang akomodasi di lingkungan
Hasil perhitungan untuk mengestimasi nilai darat ini seolah berkurang secara dramatis.
parameter paleohidrologi sungai purba pada Formasi Pada perkembangan selanjutnya, sebagaimana
Walat memperlihatkan perbedaan pada ketiga lokasi. ditunjukkan oleh hasil estimasi paleohidrologi di
Perbedaan nilai parameter paleohidrologi yang lokasi Kadupugur, sistem kanal fluvial menjadi
meliputi dimensi kanal, kedalaman kanal, sinusitas semakin dalam dan juga semakin melebar, dengan
sungai purba dan debit menunjukkan bahwa telah debit tahunan yang semakin besar pula. Hal ini
terjadi perubahan perkembangan sedimentasi dalam mencerminkan laju suplai sedimen yang melebihi
sejarah perkembangan pengisian cekungan fluvial. ruang akomodasi pada cekungan fluvial.
Ikhtisar hasil perhitungan parameter paleohidrologi Arah dispersal sedimen pada lokasi Cantayan
dari ketiga lokasi dapat di lihat pada Tabel 2. yang menempati urutan terbawah pada penampang
Dengan merujuk pada hasil estimasi parameter stratigrafi menunjukkan arah rata-rata ke baratdaya,
paleohidrologi di lokasi Cantayan, maka dimensi seperti dinyatakan dalam diagram roset (Gambar
kanal pada awal sejarah perkembangan sedimentasi 4). Diagram roset yang menunjukkan arah dispersal
fluvial lebih sempit dengan kedalaman di bawah sedimen di lokasi Cantayan (274 pengukuran)
5 meter, namun lebar dari jalur multi kanal dapat memberikan arah rata-rata N182ºE, kisaran mak-
mencapai lebih dari 300 meter (Gambar 4). Rasio simum arah arus purba sebesar 99º, dengan simpangan
11º dan tingkat kepercayaan 2º.
Sedimentologi dan Paleohidrologi Sedimen Fluvial Oligosen Formasi Walat, Sukabumi-Jawa Barat 12

Arah dispersal sedimen pada lokasi Pasir Pogor Formasi Walat sebagaimana ditunjukkan oleh
yang menempati posisi stratigrafi di atas lokasi diagram roset yang relatif konsisten sepanjang sejarah
Cantayan menunjukkan arah rata-rata ke baratdaya sedimentasi, relatif ke arah selatan dan baratdaya. Hal
(508 pengukuran), seperti dinyatakan dalam diagram ini mengindikasikan bahwa sistem pengisian dalam
roset (Gambar 4). Diagram roset untuk lokasi Pasir arah aksial sungai lebih berperan penting dari pola
Pogor memberikan arah rata-rata N189ºE, kisaran pengisian transversal.
maksimum arah arus purba sebesar 46º, dengan Secara umum, sedimentasi cekungan fluvial purba
simpangan 6º dan tingkat kepercayaan 3º. pada Formasi Walat dapat dipengaruhi oleh perubahan
Arah dispersal sedimen pada lokasi Kadu- iklim yang bersifat arid dimana ditandai oleh
pugur yang menempati posisi stratigrafi paling dominasi dari partikel kasar serta tidak dijumpainya
atas menunjukkan arah rata-rata ke selatan (95 sedimen tebal dari partikel berbutir halus, ini
pengukuran), seperti dinyatakan dalam diagram roset menandakan bahwa pada saat itu mempunyai iklim
(Gambar 4). Diagram roset untuk lokasi Kadupugur yang kering (arid) dimana tidak tersedianya air yang
memberikan arah rata-rata N176ºE, kisaran cukup. Produksi sedimen di bagian hulu meningkat
maksimum arah arus purba sebesar 16º, dengan secara cepat sehingga laju suplai sedimen melampaui
simpangan 7º dan tingkat kepercayaan 6º. laju pertambahan akomodasi. Ruang akomodasi pada
Nilai kisaran maksimum arah arus purba semakin cekungan sedimen darat dipengaruhi oleh aktifitas
berkurang secara stratigrafi ke arah vertikal seiring tektonik. Selain itu, basis level geomorfologi yang
dengan perkembangan sedimentasi cekungan ditandai oleh batas muka airlaut kemungkinan
fluvial. Hal ini menunjukkan migrasi bar yang lebih sedang berada dalam kondisi rendah. Kompilasi
seragam dan pola sinusitas alur sungai purba yang data yang dilakukan oleh Zachos dkk, (2001) ter-
semakin rendah. Sinusitas sungai yang melemah hadap pengukuran Oksigen Isotop (δ18O) pada
mencerminkan perubahan lereng landai menjadi formaninefera bentos, menunjukan bahwa terdapat
lebih curam. perubahan iklim sepanjang 65 juta tahun,(Paleogen)
Data hasil pengukuran ketebalan fasies menunjukkan dimana telah terjadi pertumbuhan dan pengurangan
bahwa fasies berbutir kasar terutama konglomerat dan volume lapisan es di daratan.
batupasir kerikilan proporsinya berangsur bertambah
ke arah vertikal secara stratigrafi dari mulai dari SIMPULAN
lokasi Cantayan (0.5≤ tebal ≤2 m), ke lokasi Pasir
Pogor (0.5≤ tebal ≤4 m) hingga ke lokasi Kadupugur Penelitian sedimentologi dan estimasi parameter
yang merupakan lokasi paling atas dengan tebal paleohidrologi pada batuan sedimen fluvial yang
fasies berbutir kasar > 15 m. berumur Oligosen, mengungkap sejarah sedimentasi
Data arah arus purba tidak menunjukkan perubahan sungai purba serta perkembangan cekungan fluvial
arah dispersal sedimen pada sistem fluvial yang berasosiasi dengan Formasi Walat. Bagian

Gambar 4. Log litologi, diagram roset yang menunjukkan arah arus purba, serta ilustrasi skematik perkembangan dimensi
dan perubahan paleohidrologi sungai purba di sebagian penampang stratigrafi Formasi Walat berdasarkan endapan
fluvial pengisi kanal sungai purba di lokasi Cantayan, Pasir Pogor dan Kadupugur
Sunardi, E. dan Adhiperdana, B.G. 13

dari sejarah sedimentasi fluvial menunjukkan Doust, H., & Sumner, H.S., 2007. Petroleum systems
perkembangan sinusitas kanal fluvial menjadi in rift basins a collective approach in Southeast
semakin lemah, atau sungai berubah menjadi lebih Asian basins, Petroleum Geoscience 13, 127–
bersifat menganyam, hal ini sejalan dengan kondisi 144
kanal-jalur multi kanal yang semakin lebar dan dalam.
Proporsi fasies berbutir kasar relatif bertambah pada Effendi, A.C., 1974. Geological Map of Bogor
tiap suksesi sedimen sistem kanal. Keadaan ini Quadrangle scale 1:100,000, GRDC Bandung
mencerminkan suplai sedimen yang relatif meningkat
melampaui kapasistas akomodasi cekungan (low Ferguson, R.I., 1987. Hydraulic and sedimentary
non-marine accomodation), serta perkembangan controls of channel patterns. In: Richards,
cekungan fluvial menjadi relatif lebih proksimal. K.S. (Ed.), Rivers: Environment, Forms, and
Faktor yang mengontrol kondisi ini kemungkinan Processes. Blackwell, Oxford, pp. 129-158.
berkaitan dengan kondisi muka laut yang relatif
rendah sepanjang Paleogen, dan perubahan iklim Ito, M., Matsukawa, M., Saito, T., & Nichols, D.J.,
global dari kondisi rumah kaca menjadi icehouse di 2006. Facies architecture and paleohydrology
sekitar Kala Eosen-Oligosen. of a synrift succession in the Early Cretaceous
Choyr Basin, southeastern Mongolia,
DAFTAR PUSTAKA Cretaceous Research 27, 226-240.

Baumann, P., Genevraye, P., Samuel, L., Mudjito Martodjojo, S., 2003. Evolusi Cekungan Bogor (The
& Sayekti, S., 1973. Contribution to the Evolution of Bogor Basin), ITB Publisher.
Geological Knowledge of Southwest Java,
Ind. Petrol. Assoc. Annual Conv. Proc. 2’nd, Osterkamp, W.R., Hedman, E.R. & Wiseman,
105-108. A.G., 1982. Geometry, basin-characteristic,
discharge, and particle-size data from gaged
Bridge, J.S., 1978. Palaeohydraulic interpretation stream-channel sites, western United States.
using mathematical models of contemporary U.S. Geol. Surv. Open-file Rep., 82-93,
flow and sedimentation in meandering Lawrence, Kansas.
channels. In: Miall, A.D. (Ed.), Fluvial
Sedimentology. Canadian Society of Schumm, S.A., 1968. Speculations Concerning
Petroleum Geologists, Memoir 5, 723-742. Paleohydrologic Controls of Terrestrial Sedi-
mentation, Geological Society of America,
Bridge, J.S., 2003. Rivers and Floodplains: Facies, Bulletin 79, 1573-1588.
Processes and Sedimentary Records. Black
well, Oxford, 491 pp. Williams, G., 1984. Paleohydrologic equations for
rivers. In: Costa, J.E., Fleisher, P.J.
Bridge, J.S., & Mackey, S.D., 1993. A theoretical (Eds.), Development and Applications of
study of fluvial sandstone body dimensions. In: Geomorphology. Springer, Berlin, pp. 343-
Flint, S.S., Bryant, I.D. (Eds.), The Geological 364.
Modeling of Hydrocarbon Reservoirs and
Outcrop Analogues. International Association Zachos, J. C., Pagani, M., Sloan, L., Thomas, E.
of Sedimentologists, Special Publication 15, & Billups, K., 2001. Trends, rhythms, and
213-236. aberrations in global climate change 65Ma to
present, Science 292, 686-293
Bridge, J.S., & Tye, R.S., 2000. Interpreting the
dimensions of ancient fluvial channel bars,
channels, and channel belts from wireline-logs
and cores, American Association of Petroleum
Geologists, Bulletin 84, 1205-1228.

Anda mungkin juga menyukai