Anda di halaman 1dari 36

BAB III

TEORI DASAR

3.1 Konsep Lingkungan Pengendapan Dan Fasies

3.1.1 Lingkungan Pengendapan

Lingkungan Pengendapan adalah bagian dari muka bumi yang secara fisik,

kimia, biologi berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Secara garis besar dapat

disebutkan bahwa lingkungan pengendapan manapun akan terpengaruh dengan

ketiga faktor diatas (Selley, 1970).

Secara fisik akan ditnjukkan dengan parameter statik dan dinamik. Parameter

statik meliputi geometri sedimenyang didalamnya juga terdapat aspek-aspek material

pengendapan, kolam air, dan suhu. Sedangkan secara dinamik dapat ditunjukkan

dengan adanya aspek energi, arah pergerakan dari angin, air, gelombang. Secara

kimia pengaruhnya terhadap lingkungan pengendapan meliputi aspek salinitas, pH,

kadar CO2, O2, dan H2 serta faktor pengontrolnya seperti pelarutan dan penyerapan.

Secara biologi akan terlihat dengan jelas dengan adanya aktivitas makhluk hidup

maupun sisa dari kehidupannya, aspek ini meliputi bekas tumbuhan, burrowing,

komposisi skeletal, boring, dan sedimen ingestion .

Fasies secara umum diartikan oleh para ahli sedimentologi sebagai suatu

massa batuan yang berdasarkan kumpulan parameter penyusunnya seperti litologi,

struktur fisik, dan biologinya menjadikan batuan tersebut berbeda dengan batuan

disekitarnya baik secara lateral maupun vertikal (Walker, 1992).

23

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Menurut Selley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat

dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan lain atas dasar geometri litologi,

struktur sedimen, fosil dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan prodik

dari proses pengendapan batuan sedimen didalam suatu jenis lingkungan

pengendapan, maka mendeskripsikan fasies sedimen dapat menginterpretasikan

lingkungan pengendapannya.

Lingkungan pengendapan akan menghasilkan fasies tertentu. Fasies

merupakan refleksi dari lingkungan pengendapannya. Hubungan antara lingkungan

pengendapan dengan fasies seperti halnya proses dan hasil yang terjadi.

Identifikasi dan rekonstruksi dari lingkungan pengendapan tergantung dari

identifikasi aspek fisika, kimia dan biologi yang mempunyai kaitan yang erat.

Kriteria penentuan fasies tidak bisa diperoleh dengan hanya menggunakan satu aspek

tunggal saja tetapi perlu integrasi dari semua data yang mengandung beberapa

kriteria yang mendukung penentuan akhir sebuah fasies.

3.1.2 Model Fasies

Model fasies adalah pencocokan parameter fasies purba yang belum diketahui

dengan parameter fasies modern yang sudah diketahui sehingga akan diketahui juga

lingkungan pengendapannya (Selley, 1970). Pendekatan model fasies ini juga

dikemukakan oleh Allen, 1990 (dalam Wallker, 1992) bahwa model fasies adalah

usaha penghubungan penyelidikan lingkungan pengendapan modern dengan

lingkungan purba kedalam satu sintesa. Secara garis besar hampir sama dengan yang

diusulkan oleh R.G. Wallker (1992) bahwa model fasies adalah perbandingan antara

24

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
lingkungan pengendapan modern dan lingkungan pengendapan purba serta usaha

untuk mengetahui proses yang mengontrol perubahan fasies dan geometrinya.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa model fasies adalah studi

lingkungan pengendapan purba yang didasarkan pada keadaan lingkungan modernya,

sehingga jelas bahwa lingkungan yang terbentuk saat ini terjadi pula pada keadaan

masa lalu, atau merupakan prinsip dari uniformitarisme yang menyatakan bahwa

“the present is the key to the past”.

Model fasies harus dapat diterapkan pada beberapa tempat oleh karena itu

harus mempunyai fungsi serta kriteria yang jelas mengenai model fasies itu sendiri.

Walker (1992) mengusulkan kegunaan dari model fasies menjadi 4 kegunaan yang

utama, yaitu :

 Model fasies harus bersifat “Norm”, hal ini berguna sebagai perbandingan .

 Model fasies harus berperan sebagai “Framework” sehingga bisa digunakan

sebagai petunjuk untuk penelitian lebih lanjut.

 Model fasies harus bisa bersifat seebagai “Predictor” untuk lingkungan

geologi tertentu

 Model fasies harus merupakan “Basis for interpretation” untuk berbagai

interpretasi yang diwakilkan.

Model fasies harus bersifat norm, sebagai pembanding karena tanpa adanya

karakter normal akan sulit untuk menentukan apakah lingkungan pengendapan sama

atau berbeda dengan model fasies yang sudah ada. Jika ditemukan banyak kesamaan

maka dapat disimpulkan bahwa fasies ini tidak jauh beda, tetapi jika ternyata

lingkungan pengendapan dengan segala karakternya berbeda dengan model yang

25

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
sudah ada maka akan terjadi interpretasi terhadap lingkungan ini, dan mungkin akan

bisa memunculkan model fasies baru. Kenyataannya bahwa lingkungan pengendapan

tertentu akan memberikan fasies yang khusus pula.

Model harus bisa sebagai framework dan bisa digunakan sebagai penunjuk

pada penyelidikan lebih lanjut. Suatu model yang sudah ada merupakan acuan dasar

terhadap pengenalan awal sebuah karakteristik fasies. Para geologi akan dengan

sedikit mudah menentukan model yang sesuai jika terdapat contoh yang sama atau

hampir sama.

Model fasies bisa berfungsi sebagai predictor dari lingkungan secara

keseluruhan. Misalkan telah ditemukan fasies dengan model tertentu maka akan

diperoleh prediksi-prediksi awal guna mengetahui karakter fasies secara keseluruhan

hingga ke arah lingkungan pengendapan secara detail dan menyeluruh. Tanpa adanya

model itu maka prediksi akan terlalu jauh sehingga kurang memenuhi aspek

kebenaran.

Model fasies juga harus berupa integrasi dari berbagai macam data dan

interpretasi pendukung yang kuat. Pengaruh dukungan data yang banyak serta

pendekatan dengan percobaan dilapangan maupun di laboratorium akan banyak

membantu kekuatan interpretasi.

3.1.3 Model Lingkungan Pengendapan Delta

Delta merupakan suatu endapan progradasi yang tidak teratur yang terbentuk

pada lingkungan subaerial yang secara langsung dikontorol oleh sungai (Gambar

3.1). Morfologi delta dan bentuk penyebaran sedimen pada delta dikontrol oleh tiga

proses utama yaitu : influx, fluvial, tidal wave (gelombang).

26

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Menurut Serra (1990) secara umum lingkungan pengendapan delta dapat

dibagi dalam beberapa sub lingkungan sebagai berikut :

1. Delta Plain

Merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari channel aktif

dan channel yang ditinggalkan (abandoned channel). Delta plain cenderung tertutup

oleh vegetasi yang rapat. Sub lingkungan delta plain dibagi menjadi :

a. Upper delta plain

Merupakan bagian dari delta yang terletak diatas area tidal atau laut.

Endapannya secara umum terderi dari :

 Endapan distributary channel yang berpindah

Yaitu endapan braided atau meandering, tanggul alam (nature levee),

dan endapan point bar. Endapan distributary channel ditandai dengan

adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan fasies dan menunjukkan

kecendrungan menghalus keatas. Struktur sedimen yang dijumpai

umumnya adalah cross bedding, ripple cross stratification, scour and

fill, dan lensa-lensa lempung. Endapan point bar terbentuk apabila

terputus dari channel nya. Sedangkan tanggul alam terbentuk dan

memisahkan diri dengan interdistributary channel. Sedimen pada

bagian ini berupa pasir halus dan rombakkan material organik serta

lempung yang terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadi

banjir.

27

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
 Lucutrine delta fill dan endapan interdistributary flood plain.

Lingkungan ini mempunyai kecepatan arus paling kecil, dangkal,

tidak berelief, dan proses akumulasi sedimen berjalan lambat. Pada

interdistributary channel dan flood plain, endapan yang terbentuk

merupakan endapan yang berukuran lanau sampai lempung yang

dominan. Struktur sedimen yang terbentuk adalah laminasi sejajar dan

burrowing structure endapan pasir yang bersifat lokal, tipis, dan

kadang hadir karena adanya pengaruh gelombang

b. Lower delta plain

Merupakan bagian dari delta yang terletak pada daerah sedimen terjadi

interaksi antara sungai dan laut yaitu low tide mark sampai batas pengaruh

pasang surut. Endapannya meliputi:

 Endapan pengisi teluk (bay fill deposit)

Endapannya meliputi interdistributary bay, tanggul alam, crevasse

splay, dan rawa.

 Endapan pengisi distributary channel yang ditinggalkan.

2. Sub aquaceous Delta plain

Merupakan sub lingkungan delta yang berada pada kedalaman air 10-300 m

di bawah permukaan laut. Lingkungan ini dapat dibedakan menjadi beberapa bagian:

a. Delta front

Merupakan sublingkungan delta yang berada pdada daerah dengan energi

yang tinggi, dimana sedimen secara langsung dipengarugi oleh arus pasang

surut, arus laut sepanjang pantai, dan aksi gelombang (kedalaman 10 meter

28

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
atau kurang). Endapan dari delta front meliputi : delta front sheet sand,

distributary mouth bar, river mouth tidal range, stream mouth bar, tidal flat

serta endapan dekat pantai sepanjang pantai. Endapan delta front yang relatif

besar yang menunjukan perubahan fasies secara vertikal keatas. Sikuen ini

hasil dari progradasi delta front yang mungkin diselingi oleh sikuen

distributary channel dari sungai atau tidal pada saat progradasi sungai

berlangsung. Lingkungan pengendapan delta front dibagi menjadi beberapa

sublingkungan dengan karakteristik gradasi fasies yang berbeda yaitu:

 Distal bar

Memiliki urutan fasies cenderung menghalus keatas. Umumnya

tersusun atas pasir halus dengan struktur sedimen laminasi, trough

cross stratification, burrowing structure. Pada lingkungan ini fosil

jarang di jumpai.

 Distributary mouth bar

Memiliki kecepatan yang paling tinggi dalam sistem pengendapan

delta. Sedimennya umumnya tersusun atas pasir yang di endapkan

melalui proses fluvial dan merupakan tempat terakumulasinya

sedimen yang ditransport oleh distributary channel dan diantara mouth

bars akan terendapkan sedimen berukuran halus. Pasukan sedimen

yang menerus akan menyebabkan terjadinya pengendapan mouth bars

yang menuju kearah laut (Walker, 1992). Struktur sedimen yang

terbentuk pada lingkungan ini antara lain : current ripple, cross

bedding dan massive graded bedding.

29

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
 Channel

Ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan

fasiesnya dan cenderung menghalus keatas (Walker, 1992).

Sedimennya umumnya berukuran pasir dengan baal lag deposits.

Struktur sedimen yang terbentuk adalah cross bedding, ripple cross

stratification, scour and fill.

 Subaquaeous levees

Merupakan kenampakan lain dari fasies endapan delta front yang

berasosiasi dengan active channel mouth bar. Fasies ini sulit

dibedakan dan diidentifikasi dengan fasies lainnya pada endapan delta

masa lampau

b. Prodelta

Merupakan sublingkungan transisi antara delta front dengan endapan

normal marine shelf yang berada dibawah kedalaman efektif erosi gelombang

yang terletak diluar delta front. Sedimen yang ditemukan pada lingkungan ini

adalah sedimen yang berukuran paling halus (Serra,1990). Endapan prodelta

didominasi oleh sedimen berukuran lanau dan lempung dan kadang-kadang

dijumpai dilapisan tipis batupasir. Struktur sedimen yang sering dijumpai

adalah masif, laminasi, dan burrowing structure. Seringkali dijumpai

cangkang organisme bentonik yang tersebar luas dan mengindikasikan tidak

adanya pengaruh air tawar/fluvial.

30

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
z

Gambar 3.1 Morfologi lingkungan pengendapan delta, ( Allen, 1990)

3.1.4 Klasifikasi Delta

Faktor – faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendapan delta

berdasarkan aspek sedimentologinya dapat dibagi menjadi dua faktor, yakni faktor

darat (fluvial discharge) dan faktor laut. Hubungan timbal balik dari kedua

pembagian delta.

Klasifikasi delta (Galloway, 1975 dalam Walker 1992) berdasarkan faktor

yang mempengaruhinya adalah :

1. River Dominated Deltas

Jika gelombang, arus pasang surut serta sepanjang pantai berenergi

lemah, dan aliran sungai membawa material sedimen dalam volume yang

tinggi, maka akan terjadi progradasi yang cepat kearah laut dan

berkembangnya beraneka ragam lingkungan pengendapan yang khas yang

didominasi oleh sungai. Pada tipe delta ini, terjadi erosi laut dan

pengendapan kembali pasir channel maouth bars yang mana intensitas

31

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
pengendapannya akan tergantung pada kecepatan penurunan akibat

kompaksi dan intensitas energi laut yang bekerja (Gambar 3.2)

2. Wave Dominated Deltas

Pada garis – garis pantai akan terjadi erosi pada endapan sedimen

shoreline oleh gelombang laut dan diendapkan lagi dalam bentuk fasies-

fasies lokal yang khas. Pada delta ini channel mouth bars akan tererosi

secara intensif dan tertransport jauh dari mulut sungai yang kemudian

diendapkan kembali dalam bentuk shoreface sands yang jurusnya sejajar

dengan pantai.

3. Tide Dominated Deltas

Apabila kisaran pasang surut tinggi, maka akan terjadi aliran balik pada

distributary channel disaat pasang maupun surut. Endapan-endapan pada

distributary channel akan di-rework menjadi bentuk-bentuk punggungan

yang sejajar dengan arah pasang surut dan dipisahkan antara satu dengan

yang lainnya oleh linear scouring channel.

3.2 Wireline Log dan Jenis Log

Log adalah suatu kegiatan perekaman data-data sifat fisik batuan di dalam

lubang bor pada kedalaman tertentu. Adapun sifat-sifat fisik yang diukur adalah

kelistrikan, radioaktivitas, kecepatan suara pada batuan (Asquith & Gibsen, 1982).

32

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Gambar 3.2 Klasifikasi delta (Galloway, 1975 dalam Walker, 1992)

Log merupakan suatu grafik kedalaman (atau waktu), dari suatu set kurva

yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan dalam sebuah

sumur (Harsono, 1994). Data sumur atau data log merupakan data yang diambil dari

bawah permukaan bumi menggunakan metode tertentu yang mempunyai tingkat

akurasi secara vertikal yang tinggi dan digunakan sebagai acuan dalam korelasi

geologi dan identifikasi litologi.

Log yang paling baik untuk penentuan lapisan hidrokarbon adalah log

mekanik. Prinsip dasar log mekanik adalah mengukur parameter fisika batuan pada

setiap kedalaman secara tepat dan kontinu dari formasi yang telah ditembus

pemboran (Koesoemadinata, 1971). Berdasarkan sifat-sifat fisika yang diukur, log

33

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
mekanik dibagi menjadi tiga log utama yang umum digunakan dalam analisis baik

kualitatif dan kuantitatif, yaitu:

a. Log Listrik, terdiri dari Log SP (Spontaneous Potential) dan Resistivitas

b. Log Radioaktif, terdiri dari Log Gamma Ray, Densitas, dan Neutron

c. Log Akustik/Sonik

3.2.1 Log Gamma Ray (GR)

Log GR termasuk log radioaktif, yaitu log yang mencatat radioaktivitas alami

yang dipancarkan oleh peluruhan unsur Uranium (U), Thorium (Th), dan Potassium

(K) dalam formasi batuan. Log GR diukur dalam API Unit (APIU) dan setiap nilai

setiap APIU adalah 1/200 kali respon yang dihasilkan standar kalibrasi American

Petroleum Institute (API). Log GR sangat efektif dalam mengenali zona permeabel,

berdasarkan fakta bahwa unsur-unsur radioaktif (U, Th, dan K) cenderung

terkonsentrasi pada shale impermeabel dan sedikit pada batuan karbonat dan

batupasir. Kurva tertinggi GR diperoleh dari shale, yaitu rata-rata 100 APIU tetapi

juga dapat bervariasi antara 75-150 APIU. Sedangkan batupasir dan dolomit

memiliki harga GR relatif rendah antara 20-30 APIU. Nilai terendah didapat dari

batugamping dan batubara sekitar 15-20 APIU. Penggunaan log GR antara lain:

 Menentukan kandungan shale (Vshale)

 Mendeteksi mineral radioaktif dan non radioaktif

 Memperkirakan batas formasi

34

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Gambar 3.3 Respon Log Gamma Ray terhadap beberapa litologi (Rider, 2002)

3.2.2 Log Spontatenous Potential (SP)

Log SP digunakan untuk mengukur perbedaan arus listrik yang bergerak di

dalam lubang bor dengan arus listrik stabil yang diukur di permukaan (Doll, 1948

dalam Asquith, 1982). Faktor perbedaan komposisi kimia antara mud filtrate dan

resistvitas air formasi akan mempengaruhi kenampakan kurva log SP. Karena dalam

pengambilan data log SP dalam lubang bor diperlukan media konduktif, agar kontak

35

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
antara fluida formasi dan lumpur pemboran terjadi beda potensial, terutama pada

zona permeabel.

Gambar 3.4 Respon Log SP terhadap beberapa litologi (Rider, 2002)

3.2.3 Log Resistivity

Log resistivity dan log induksi merupakan log elektrik yang digunakan unruk

mendeterminasi kandungan fluida dalam reservoir, selain itu dapat memberikan

informasi mengenai aspek - aspek litologi, tekstur, dan fasies. Sifat log resistivitas

tersebut hanya dapat berfungsi pada lubang bor dengan lumpur konduktif. Log

36

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
induksi memiliki sifat sebaliknya, sangat efektif melakukan perekaman pada lubang

bor dengan lumpur non-konduktif.

Prinsip dasar perekaman alat log tersebut adalah memanfaatkan sifat

resistivitas dan konduktivitas fluida pengisi ruang pori batuan. Hasil yang diharapkan

dari penggunaan log ini adalah menentukan nilai Resistivitas Formasi (Rt) yang

digunakan untuk menentukan nilai saturasi hidrokarbon. Dalam kurva log, nilai dari

suatu lapisan yang berpotensi mengandung hidrokarbon mempunyai nilai resistivitas

rendah sampai sedang pada kurva resistivitas di zona terusir (Invaded Zone), hal ini

dapat terjadi karena efek salinitas filtrat lumpur, sedangkan nilai resistivitas di zona

tidak terusir (Uninvaded Zone) akan tinggi karena dipengaruhi nilai saturasi

hidrokarbon sehingga menunjukkan separasi nilai yang tinggi diantara kedua zona

tersebut.

3.2.4 Log Densitas

Log densitas berfungsi untuk mengukur besar densitas elektron (Bulk

Density) suatu lapisan batuan yang ditembus mata bor. Log ini dipakai untuk

menentukan densitas sebenarnya, porositas, dan densitas fluida dalam batuan.

Kombinasi antara log densitas dengan neutron dapat digunakan untuk

memperkirakan kandungan fluida dalam formasi. Pada lapisan yang mengandung

hidrokarbon, kurva densitas cenderung mempunyai defleksi ke kiri karena nilai

densitas makin kecil sedangkan nilai log neutron mempunyai porositas cenderung

makin ke kanan (porositas neutron mengecil).

37

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Gambar 3.5 Respon Log Resistivitas terhadap beberapa litologi (Rider, 2002)
batulempung, kedua jenis kurva akan mempunyai gejala yang berlawanan.
Satuan kurva densitas adalah gr/cc (besaran densitas batuan)

Kegunaan log densitas antara lain:

 Menentukan Porositas

Mengukur porositas total suatu formasi, baik porositas primer dan sekunder.

 Identifikasi Litologi

Batuan yang sangat keras dan kompak (tight) akan menyebabkan densitas

menjadi lebih besar dibandingkan dengan batuan yang tidak kompak dan

mengandung hidrokarbon. Penentuan litologi dapat diidentifikasi dengan

penggabungan log densitas, neutron, dan sonik.

38

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
 Identifikasi kehadiran hidrokarbon

Adanya gas dapat dideteksi dengan melihat gabungan antara log densitas dan log

neutron. Adanya separasi positif (porositas densitas > porositas neutron) yang

lebar antara kedua log menunjukkan kehadiran gas, sedangkan separasi yang

lebih kecil menunjukkan kehadiran minyak.

 Determinasi densitas hidrokarbon yang terdapat dalam pori-pori batuan

Gambar 3.6 Respon Log Densitas terhadap beberapa litologi (Rider, 2002)

39

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
3.2.5 Log Neutron

Log neutron dikenal juga dengan Compensated Neutron Log (CNL) yang

berfungsi untuk mengukur konsentrasi ion hidrogen dalam formasi. Energi yang

hilang saat benturan dengan atom dalam formasi batuan merupakan porositas formasi

(ϕN). Apabila formasi terisi oleh gas, maka nilai neutron kecil karena konsentrasi

atom hidrogen pada gas lebih kecil daripada minyak dan air. Prinsipnya adalah

bahwa unsur radioaktif memancarkan neutron berenergi tinggi dan bertumbukan

dengan materi yang terdapat dalam formasi. Tumbukan ini akan mengurangi energi

atom, banyaknya energi yang hilang saat bertumbukan bergantung pada inti yang

bertumbukan dengan neutron. Besarnya energi yang hilang berhubungan dengan

banyaknya unsur hidrogen yang ditumbuk. Jadi defleksi kurva neutron yang kecil

menunjukkan energi yang hilang besar. Satuan log neutron ditunjukkan dalam

persen.

Kegunaan log neutron antara lain :

 Menentukan porositas, baik primer dan sekunder, dalam formasi

 Identifikasi litologi dengan kombinasi antara log densitas, neutron, dan sonik

 Identifikasi hidrokarbon dengan kombinasi log neutron dan densitas

Analisa log menjadi lebih akurat dan sederhana setelah interpretasi log

neutron dan densitas dikombinasikan, karena porositas dapat ditentukan tanpa harus

mengetahui litologi. Ketidakpastian nilai porositas akan muncul jika log neutron atau

densitas diproses terpisah. Dengan kombinasi log ini maka ketidakpastian litologi

dapat diperkecil.

40

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Gambar 3.7 Respon Log Neutron terhadap beberapa litologi (Rider, 2002)

3.3 Analisis Elektrofasies

Data log sumur dapat pula digunakan dalam analisis fasies bawah permukaan.

Log Gamma Ray adalah jenis wireline logs yang sering dipakai karena mempunyai

karakteristik bentuk dan pola yang khas untuk lingkungan pengendapan tertentu.

Karakteristik dari kurva log GR telah banyak diteliti yang dibandingkan

dengan kenampakan sampel batu inti (Core), banyak terjadi interpretasi bentuk kurva

log GR serta karakter fasies pengendapannya, secara garis besar karakter dan pola

41

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
log GR dan asosiasi dari lingkungan pengendapannya menurut Kendall, (2003)

(Gambar 3.8) dapat dibedakan menjadi :

(Gambar 3.8) Hubungan pola kurva log gamma ray dengan lingkungan pengendapan
Pada batuan sedimen klastik (Kendall, 2003)

1. Cylindrical

Log dengan pola Cylindrical merupakan pola dengan karakter yang

relatif stabil dimana kurva log menunjukkan nilai gamma ray yang rendah.

Pola ini cenderung diminati karena dianggap merepresentasikan sifat batuan

yang homogen dengan sifat yang ideal. Pola ini dapat diasosiasikan dengan

batuan sedimen yang terendapkan pada lingkungan fluvial channel, braided

channel, estuarine, submarine channel-fill, anastomated channel, dan eolian

dune.

42

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
2. Funnel (Funnel shapped)

Log dengan pola Funnel menunjukkan kurva log mengalami kenaikan

nilai gamma ray secara gradual, hal ini menunjukkan perubahan litologi

secara perlahan dari shale menjadi sand atau Coarsening upward. Pola ini

menggambarkan fasies pengendapan di laut dangkal dengan energi

pengendapan yang mulai meningkat dan menyebabkan ukuran sedimen

yang terendapkan semakin kasar. Pola ini diasosiasikan dengan lingkungan

pengendapan estuarine shelf, delta front, distributary mouth bar, crevasse

splay, strainplain, shoreface, progading shelf-sand, atau submarine fan

lobe. Pada lingkungan laut dalam pola ini akan menunjukkan kenaikan

kadar batupasir pada fase turbidit. Selain itu, pola ini juga menunjukkan

perubahan karakter batuan sedimen dari sedimen klastik menjadi karbonat.

3. Bell (Bell shaped)

Bentuk log dengan pola Bell ini menunjukkan perubahan nilai gamma

ray yang turun secara gradual, hal ini menunjukkan perubahan litologi

secara perlahan dari sand menjadi shale atau fining upward. Perubahan ini

menunjukkan penurunan energi pengendapan. Pola ini menunjukkan daerah

dengan lingkungan pengendapan meander, tidal channel, fluvial point bar,

deep-sea channel, atau distributary channel.

4. Symmetrical

Bentuk log dengan pola Symmetrical menunjukkan adanya perubahan

nilai gamma ray yang turun dan naik kembali dengan cepat, hal ini

mengindikasikan adanya perubahan energi pengendapan atau muka air laut

43

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
secara cepat. Perubahan ini dapat disebabkan adanya progradasi dan

retrogradasi yang sinergis dan cepat.

5. Serrated

Bentuk log dengan pola Serrated atau Irregular ini menunjukkan kurva

gamma ray yang relatif tinggi, hal ini mengindikasikan adanya agradasi dari

shale dan lanau. Pola log ini merepresentasikan sifat batuan yang heterogen

dan sulit untuk menentukan sifat dari keseluruhan pola tersebut. Pola ini

menunjukkan daerah dengan lingkungan pengendapan fluvial floodplain,

alluvial plain, carbonate slope, tidal sand, storm-dominated shelf, dan deep-

marine slope.

3.4 Analisis Petrofisik

Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah analisis petrofisik. Analisis

petrofisik sangat penting untuk mencapai salah satu tujuan utama penelitian ini yaitu

untuk menghitung cadangan hidrokarbon di tempat pada ketiga interval reservoar

pada daerah penelitian. Tiga properti petrofisik yang menjadi tujuan utama pada

analisis petrofisik ini adalah volume of shale (Vsh), porositas, dan saturasi air (Sw).

Dibawah ini akan dibahas pengolahan data properti-properti tersebut.

3.4.1 Perhitungan Volume of Shale (Vsh)

Volume of shale merupakan volume dari shale dalam suatu volume batuan

tertentu yang ditunjukan dalam bentuk fraksi desimal atau presentase. Salah satu

perhitungan Vsh adalah dengan memanfaatkan data gamma ray yaitu dengan

menggunakan rumus:

44

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
( ) ( )
Volume of shale (%) = ( ) ( )

Dengan:

 GRlog; merupakan nilai GR yang dibaca dari log,

 GRmin; nilai GR paling kecil pada suatu interval dengan anggapan

bahwa nilai GR tersebut mewakili clean sand (Vsh=0%), dan

 GRmax; nilai GR paling besar dengan anggapan bahwa nilai GR

tersebut mewakili shale (Vsh=100%)

3.4.2 Perhitungan Porositas

Nilai porositas pada analisis petrofisik dapat didapat dari tiga properti

petrofisik, yaitu densitas, neutron, dan sonic. Berdasarkan ketersediaan data yang

telah tertera pada tabel ketersediaan data log tali kawat seluruh sumur pada daerah

penelitian tidak memiliki data neutron dan ada beberapa sumur yang tidak memiliki

data sonic. Data porosity test yang seharusnya menjadi data koreksi pada perhitungan

porositas pun tidak ada, sehingga perhitungan porositas hanya dapat dilakukan

dengan menggunakan nilai log densitas. Log densitas merupakan log yang mengukur

densitas dari satu batuan dengan cara mengukur densitas elektron formasi tersebut.

Log ini akan memancarkan gamma ray dan akan berinteraksi dengan elektron pada

formasi. Nilai yang diukur adalah nilai gamma ray setelah kolisi dengan elektron

dengan anggapan bahwa nilai tersebut merupakan nilai densitas bulk (bulk density).

Perhitungan porositas dengan menggunakan log densitas nantinya akan

menghasilkan dua jenis perhitungan porositas yaitu adalah porositas total dan

porositas efektif. Porositas total merupakan rasio antara volume total pori-pori

45

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
dengan volume batuan, sedangkan porositas efektif merupakan porositas total

dikurangi oleh clay bound water (CBW). Perhitungan porositas total menggunakan

hubungan seperti yang tertera dibawah ini.

( )

(crain, 1976)

Dengan;

 densitas: porositas densitas

 Ρmatriks: densitas matriks (batupasir=2.65 gr/cm3

 Ρlog: densitas bacaan dari log

 Ρfluida: densitas bacaan dari fluida (air asin= 1.1 gr/cm3)

Nilai porositas total (PHIT) ini nantinya akan digunakan untuk

menentukan nilai porositas efektif (PHIE) dengan menggunakan persamaan

berikut:

PHIT = PHIE + VSH ∗ PHIT_SH

(Crain, 1976)

Dengan;

 PHIT: porositas total

 PHIE: porositas efektif

 VSH: volume of shale

 PHIT_SH: porositas total shale

46

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Penentuan nilai porositas total shale (PHIT_SH) didapat dengan

menggunakan hubungan seperti yang tertera dibawah ini.

PHIT_SH = ( RHO_DSH − RHO_SH) / ( RHO_DSH − RHO_W )

(Crain, 1976)

Dengan:

 PHIT_SH: porositas total shale

 RHO_DSH: Densitas dry shale (ρilit= 2.77 gr/cm3

 RHO_SH: Densitas shale

 RHO_W: Densitas air (ρair= 1 gr/cm3)

3.4.3 Perhitungan Nilai Saturasi Air

Penentuan resistivitas air (Rw) sangat penting untuk nantinya menjadi salah

satu input perhitungan saturasi air (Sw). Terdapat macam-macam metode untuk

penentuan nilai Rw diantaranya adalah metode rasio, metode Rwa, metode self

potential (SP), metode pickett plot, dan metode formation water test. Metode pickett

plot merupakan metode yang didasari bahwa true resistivity (Rt) merupakan fungsi

dari porositas ( ), saturasi air (Sw), dan faktor sementasi (m).

47

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
dengan cara membuat crossplot antara nilai deep resistivity (DRES) dan nilai

porositas efektif (PHIE). Dari metode Pickett plot ini nantinya akan didapatkan nilai

resistivitas air formasi (Rw) dan faktor sementasi (m).

3.5 Peta Bawah Permukaan

Peta bawah permukaan merupakan peta yang menggambarkan bentuk dan

kondisi geologi bawah permukaan, dan menjadi dasar dalam suatu kegiatan

eksplorasi hidrokarbon mulai dari awal hingga pengembangan lapangan (Tearpock

dan Bischke, 1991). Peta bawah permukaan memiliki sifat kualitatif dan dinamis.

Sifat kualitatif pada peta bawah permukaan berarti peta menggambarkan suatu garis

yang menghubungkan titik-titik yang nilainya sama, baik berupa ketebalan ke dalam

maupun persentase ketebalan. Sedangkan sifat dinamis berarti kebenaran peta tidak

dapat dinilai atas kebenaran metode, tetapi berdasarkan data yang ada dan sewaktu-

waktu dapat berubah seiring dengan diperolehnya data baru. Hal itu karena peta

bawah permukaan merupakan hasil interpretasi geologi dan geofisika yang

bergantung pada keterbatasan data, teknik pelaksanaan, imanjinasi yang kreatif,

kemampuan visual tiga dimensi, dan pengalaman. Data yang biasa dipakai antara lain

data Core, Wireline Log, dan Seismik.

Peta bawah permukaan dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kondisi

geologi bawah permukaan yang mendekati kondisi sebenarnya, termasuk lingkungan

pengendapan, arah suplai sedimen, arah laut terbuka, serta mengetahui daerah

prospek hidrokabon (Tearpock dan Bischke, 1991).

48

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Dalam aplikasinya, peta bawah permukaan dibagi menjadi dua macam yaitu

peta stratigrafi dan peta kontur struktur.

3.5.1 Peta Kontur Struktur (Structural Contoured Map)

Peta kontur struktur merupakan peta yang menggambarkan kedalaman zona

lapisan batuan yang sama (Tearpock dan Bischke, 1991). Peta tersebut

menggambarkan posisi dan konfigurasi struktur puncak (Top) dan dasar (Base) dari

zona batuan baik dalam satuan waktu atau kedalaman. Peta tersebut dibuat

berdasarkan korelasi data-data Log GR yang diletakkan pada datum tertentu dan

dilakukan pada setiap sumur-sumur pengeboran dalam suatu lapangan. Dengan

demikian peta ini akan memperlihatkan penyebaran lapisan atau fasies batuan secara

lateral dan/atau vertikal yang dikontrol oleh struktur sesar atau lipatan.

3.5.2 Peta Stratigrafi

Peta stratigrafi adalah peta yang memperlihatkan perlapisan batuan beserta

perubahannya secara lateral dan dinyatakan dalam nilai tertentu, misalnya ketebalan,

kedalaman, atau perbandingan dari lapisan batuan. Peta stratigrafi dibagi menjadi

dua macam, yaitu:

a. Peta Sand-Shale Ratio, yaitu peta yang menggambarkan perbandingan antara

jumlah ketebalan net sand dan jumlah ketebalan shale pada satu sikuen.

b. Peta Isopach, yaitu peta yang menggambarkan ketebalan-ketebalan dari suatu

lapisan atau seri lapisan yang dinyatakan dengan garis-garis kontur.

49

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
3.6 Metode Geostatistik

Geostatistik merupakan cabang ilmu statistik yang mempelajari hubungan

spatial (ruang) dari suatu variabel. Yang terpenting dalam statistik adalah bagaimana

melakukan pemahaman data yang dihubungkan dengan karakter geologi dari suatu

batuan. Geologi akan menuntun untuk memahami bagaimana menginterpretasikan

statistik tersebut dan sampai sejauh mana hasil yang akan diperoleh. Sistem dalam

statistik dibagi menjadi tiga bagian , yaitu :

1. Deterministik, akan memberikan hasil yang relatif sama bila disimulasikan

beberapa kali dengan menggunakan input yang sama.

2. Random, akan menghasilkan output yang berbeda (tidak berhubungan satu

sama lain) dari input yang sama

3. Stokastik, merupakan gabungan deterministik dan random.

3.6.1 Distribusi Standar dan Tranformasi Normal Score

Simulasi standar akan mengikuti univariat distribusi yang didifinisikan oleh

distribusi input data atau didifinisikan oleh input distribusi. Ini artinya bahwa output

akan memiliki distribusi yang identik dengan input data atau distribusi. Hal ini dapat

dicapai dengan tranformasi input data dengan menggunakan normal score

tranformasi sebelum simulasi dan kemudian ditranformasikan kembali hasilnya

menggunakan tranformasi yang sama. Normal score tranformation akan selalu

menghasilkan standar normal distribusi (mean 0 dan standart diviasi 1).

50

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
3.6.2 Statistik Pada Distribusi Bivariat

Distribusi bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel

dalam statistik yang dapat dinyatakan dengan korelasi, covariance dan variogram.

Korelasi dimaksudkan untuk melihat hubungan antara dua variabel acak.

Hubungan tersebut bisa positif atau negatif yang dinyatakan dengan koefisien

korelasi -1 dan +1. Harga +1 menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi positif

secara sempurna yang artinya apabila variabel x bertambah maka variabel y akan

berkurang dan sebaliknya untuk harga koefisien korelasi -1. Koefisien korelasi dapat

dinyatakan dengan persamaan berikut :

1 n

 xi  x yi  y
n i 1
 

 x y

Variogram adalah metode untuk menggambarkan variasi hubungan spatial

dari properti reservoir. Prinsip dasar yang digunakan bahwa sampel-sampel dengan

jarak yang relatif dekat akan memiliki korelasi yang lebih besar dari yang berjarak

semakin jauh dan pada jarak tertentu akan mencapai harga korelasi minimum

sehingga diluar jarak tersebut variabel-variabel tidak lagi memiliki korelasi. Korelasi

hubungan spatial tersebut mungkin berupa anisotropy sehingga diperlukan beberapa

variogram dengan arah yang berbeda untuk menggambarkan variasi properti. Pada

analisa variogram memerlukan data dalam stationary yaitu local mean adalah sama

dengan global mean sehingga semua trend akan dihilangkan dari data sebelum

analisa variogram dilakukan.

51

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Variogram adalah plot variabilitas dalam bentuk semi-variance terhadap jarak

yang dibangun dari kelompok data pada jarak yang relatif sama yang selanjutnya

akan dihitung derajat ketidaksamaannya. Dalam statistik variogram diartikan sebagai

setengah variance dari perbedaan dua sampel data yang dipisahkan oleh suatu jarak

yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

1
  h    2  x  u   x  u  h 
2

Beberapa tipikal variogram sebagai berikut (Gambar 3.9)

Sample variogram : variogram yang dihitung dari sampel data set dengan

menggunakan arah dan dan separation distance.

Variogram model : Merupakan hubungan spatial secara matematik yang digunakan

untuk menggambarkan sampel variogram termasuk informasi mengenai anisotropy.

Range: menggambar bagaimana variogram model akan mencapai garis lurus atau

jarak dimana tidak ada lagi perubahan derajat korelasi antar data.

Sill : harga semi-varian dimana pada harga separation distance yang lebih besar dari

range sampel tidak lagi saling berhubungan.

Nugget : harga semi-variance dimana jarak yang memisahkan adalah nol yang

menggambarkan skala terendah variasi data. Nugget umumnya lebih akurat

diperkirakan dari vertikal data dimana terdapat cukup sampel data pada arah vertikal.

Plateau : nilai tertinggi dari variogram model dimana peningkatan separation

distance tidak akan berpengaruh terhadap harga semi-varian.

Transition : harga variogram sebelum mencapai plateau.

52

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Gambar 3.9 Tipikal variogram

3.6.3 Lag

Variogram diproses dengan menganalisa pasangan-pasangan data. Pasangan-

pasangan data tersebut dapat berbentuk continous variable seperti data porositas atau

berbentuk discrete variables seperti fasies geologi yang dapat dihitung dengan

variogram pada segala arah yaitu horisontal dan vertikal. Konsep yang

membandingkan pasangan-pasangan data pada perbedaan jarak yang tetap disebut

dengan lag. Perhitungan harga setiap sampel data misalnya porositas, permeabilitas,

dll yang berpasangan dikurangi satu sama lainnya dan hasilnya dikuadratkan

sehingga menghasilkan nilai yang positif. Apabila hasil perhitungan mendekati nol

maka menunjukkan perbedaan yang kecil sedangkan perhitungan yang menghasilkan

perbedaan kuadrat yang besar menunjukkan separation distance yang besar.

Setelah penentuan arah untuk kalkulasi variogram dipilih selanjutnya

dilakukan penentuan jarak lag. Penentuan jarak lag pada grid data yang teratur tapi

akan menjadi lebih kompleks pada grid data yang tidak teratur atau acak. Jarak lag

53

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
diukur pada arah vertikal dan horisontal. Perbedaan jarak data yang signifikan antara

jarak vertikal dan horizontal mengakibatkan proses kalkulasi dilakukan secara

terpisah walaupun akhirnya akan dimodelkan secara bersamaan. Oleh karena itu

penentuan parameter toleransi untuk arah vertikal dan horisontal yang tepat penting

dilakukan sehingga akan memberikan detil resolusi jarak dan arah anisotropi yang

maksimal.

Vertikal Lag Distance

Gambar 3.5 memperlihatkan parameter toleransi untuk vertical lag yang terdiri

dari jarak (h), toleransi jarak (htol), toleransi sudut (atol) dan bandwith. Beberapa

pedoman dalam penentuan parameter-parameter yaitu

 Separasi jarak lag h biasanya dipilih sesuai dengan jarak data. Misalnya

harga porositas log berjarak setiap 0.5 ft maka unit lag distance yang

dipilih h=0.5 atau kelipatan 0.5.

 Toleransi jarak (htol) seringkali dipilih setengah dari unit lag distance (h).

Nilai toleransi jarak dapat juga dikurangi misalnya ¼ dari unit lag distance

jika jumlah data banyak dan berdekatan. Dan juga dapat dinaikkan misalnya

¾ dari unit lag distance apabila jumlah data sedikit. Menaikkan nilai

toleransi jarak lebih dari setengah unit lag distance biasanya akan

mengakibatkan kontribusi data menjadi multiple sehingga disarankan nilai

toleransi jarak kurang dari setengah dari unit lag distance (h).

 Toleransi sudut ((atol) dibutuhkan apabila sumur tidak vertikal. Nilai

toleransi sudut yang biasanya digunakan adalah 10º s/d 20º. Sedangkan pada

sumur horizontal tidak dapat dilakukan kalkulasi variogram vertikal.

54

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
 Parameter bandwith, digunakan untuk membatasi deviasi maksimum dari

arah vertikal. Penentuan bandwith harus mempertimbangkan deviasi sumur.

Gambar 3.10 Ilustrasi vertical lag distance

Horizontal Lag Distance

Gambar 3.6 memperlihatkan parameter toleransi untuk horizontal lag yang

terdiri dari jarak (h), toleransi jarak (htol), toleransi sudut horisontal (ahtol) dan

horizontal bandwith, toleransi sudut vertikal (avtol) dan vertical bandwith. Beberapa

pedoman dalam penentuan parameter-parameter yaitu :

 Apabila tidak ada anisotropi data horisontal maka parameter toleransi sudut

horisontal bisa di set pada 90º atau lebih yang dapat mengakomodasi semua

arah horisontal.

 Apabila ada anisotropi data horisontal maka parameter toleransi sudut

horisontal harus dibatasi. Apabila ahtol terlalu kecil maka hanya akan ada

sedikit pasangan data yang dapat dikalkulasi dan apabila terlalu besar akan

menghasilkan gambar anisotropi yang tidak jelas.

55

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
 Paramater horizotal bandwith, digunakan untuk membatasi deviasi

maksimum dari arah horisontal. Nilai parameter besar digunakan untuk

kalkulasi omnidirectional variogram atau jika memiliki jumlah data

sedikit misalnya 1 atau 3 kali lag distance.

 Nilai toleransi sudut vertikal sebaiknya kecil apabila memiliki

variabilitas yang besar pada arah vertikal. Biasanya kombinasi nilai

toleransi sudut vertikal yang kecil misalnya 5º dan nilai vertical

bandwith yang juga kecil dapat secara efektif membatasi kalkulasi data

yang terdapat pada posisi stratigrafi yang sama.

Gambar 3.11 Ilustrasi horizontal lag distance

Toleransi yang sesuai akan menghasilkan variogram yang stabil. Toleran

yang terlalu kecil menghasilkan variogram dengan interval yang kecil tapi tidak

stabil (fluktuatif). Sebaliknya, toleran yang terlalu besar membuat variogram

1
 (h  h)   (Vi  V j ) 2
2 N (h  h) (i , j )| hij h

56

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
menjadi tidak jelas dan terjadinya overlap data. Persamaan variogram yang

telah dimodifikasi dengan faktor toleransi jarak menjadi:

3.6.4 Metode Geostatistik

Beberapa macam teknik geostatistik dewasa ini semakin berkembang dari

Krigging sampai dengan metode simulasi yang dipakai untuk menggambarkan

reservoir properti.

Co-Krigging merupakan prosedur yang digunakan untuk memperkirakan nilai

suatu variabel dengan menggunakan variabel lain Teknik Co-Krigging

memungkinkan kita untuk menggunakan lebih dari satu set data yang meliputi data

primer dan data sekunder. Co-Krigging bertujuan untuk memperbaiki estimasi dan

mengurangi ketidakpastian dalam estimasi dengan menggunakan informasi spatial

yang ada dari variabel lain. Sebagai contoh adalah estimasi permeabilitas dengan

menggunakan data porositas dari sumur sebagai data sekunder dan estimasi porositas

dengan menggunakan data seismik sebagai data sekunder.

Adanya kelemahan pada teknik Co-Krigging menyebabkan teknik ini kurang

populer sehingga jarang digunakan. Sebagai gantinya digunakan teknik Collocate

Co-Krigging (Colcok) yang merupakan modifikasi dari Co-Krigging untuk

mendapatkan model dan perhitungan yang jauh lebih sederhana. Pada Colcok, nilai

dari data sekunder yang dipakai hanya titik Co-Krigging yang akan diestimasikan.

Dengan kata lain, jumlah data sekunder (n2) dibuat sama dengan 1 pada satu titik

estimasi. Cross variogram antara data primer dan sekunder digantikan dengan

koefisien korelasi antara kedua data tersebut.

57

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar
Conditinal Simulation (CS) digunakan untuk menyempurnakan kekurangan

dari teknik Krigging yang tidak mempertimbangkan besarnya uncertainty. CS adalah

suatu prosedur yang digunakan untuk membuat model stokastik. Istilah kondisional

digunakan karena dalam Conditinal Simulation simulasi dilakukan dengan

mempertimbangkan beberapa syarat/kondisi.

Sequential Gaussian Simulation (SGS) merupakan prosedur estimasi yang

menggunakan nilai mean dan variance dari Krigging untuk mendapatkan distribusi

gaussian. Sequencial Gaussian Simulation adalah metode stochastic untuk

interpolasi yang didasarkan pada Kriging, dimana mempertahankan input data, input

distribusi, variogram dan trend. Selama simulasi, harga yang rendah dan tinggi

dibangun dari input data dengan mempertimbangkan variogram. Sequencial gaussian

simulation memerlukan input data yang memiliki mean 0 dan standar diviasi 1.

Allogaritma membangun properti dengan standar distribusi normal sehingga input

data dalam bentuk distribusi yang tidak normal akan memberikan hasil yang tidak

sesuai dengan input data. Transformasi digunakan untuk memetakan distribusi awal

ke standar distribusi normal sebelum properti dimodelkan dan juga mengidentifikasi

pola data. Setelah pemodelan selesai, pemetaan atau transformasi akan dikembalikan

untuk memastikan bahwa hasil akan memiliki distribusi yang sama dengan input.

Sequential Indicator Simulation (SIS) merupakan salah satu teknik simulasi

yang biasanya digunakan untuk membuat distribusi facies. Nilai properti yang

dihasilkan adalah diskrit dan setiap nilai diasosiasikan dengan suatu kategori facies.

Asumsi yang mendasar adalah bahwa setiap facies bersifat esklusif. Hanya ada satu

facies pada satu sel.

58

Pemodelan Fasies dan Properti Reservoir dengan Metode Geostatistik pada Lapisan Batupasir 'B' dan 'E'
pada Lapangan 'RMT' Blok 'X' Cekungan Sumatera Tengah
Ramot Pernandes Siregar

Anda mungkin juga menyukai