Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

ANALISIS FASIES DAN PEMODELAN LINGKUNGAN


PENGENDAPAN DAERAH BATU BESAUNG KECAMATAN
SAMARINDA UTARA, KOTA SAMARINDA PROVINSI
KALIMANTAN TIMUR

Oleh:
Monalisa (2009086003)
Meta Agripa Manullang (2009086036)
Wahyuni (2009086042)
Nurul Maulidiya (2009086044)

LABORATORIUM GEOLOGI DAN SURVEI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini bidang ilmu geologi mulai memiliki peranan sangat penting dikalangan
masyarakat, khususnya informasi mengenai kondisi geologi yang berkembang di daerah
tersebut. Dari perkembangan dan kemajuan ilmu ini akan mendorong para ahli untuk
melakukan penelitian secara regional. Salah satu bagian dalam penelitian geologi
permukaan adalah dengan menganalisis fasies lingkungan pengendapan yang didapat
dari singkapan. Penelitian ini dilakukan untuk lebih memahami proses-proses
sedimentasi suatu lingkungan pengendapan. Lapisan-lapisan batuan akan memberikan
karakter khas pada tiap tempat yang berbeda. Kondisi stratigrafi yang khas ini pula
terbentuk pada suatu kondisi yang berbeda - beda pada tiap daerah, tergantung pada
proses keterjadian (genesa) dan lingkungan pengendapan yang ada pada suatu daerah
tersebut. Proses pembentukan lapisan-lapisan itu dapat direkonstruksi, stratigrafi sangat
membantu arkeologi dalam menentukan kronologi sebuah peristiwa

Menurut (Selley, 1985) menyebutkan bahwa fasies ialah suatu massa batuan sedimen
yang dapat dibedakan berdasarkan geometri, litologi, struktur sedimen, pola arus purba,
dan kandungan fosilnya. Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya
material sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya
mekanisme pengendapan tertentu. Identifikasi fasies dan lingkungan pengendapan dapat
dilakukan dengan pengamatan fisik sedimen di lapangan. Pengamatan fisik sedimen
dilakukan melalui 2 (dua) pengamatan struktur dan tekstur sedimen. Studi ini
difokuskan pada pengamatan struktur sedimen karena struktur sedimen dapat
menentukan proses dan mekanisme pengendapan serta kondisi lingkungan pengendapan
tertentu. Secara umum terdapat 3 lingkungan pengendapan yang umum dijumpai yaitu
lingkungan pengendapan darat, transisi, dan laut.

Oleh karena itu pemodelan ini dilakukan untuk mengetahui hasil dari analisis fasies
pengendapan dan litofasies, asosiasi fasies, daerah pengendapan dan juga untuk
mengetahui pemodelan pengendapan pada daerah penelitian.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
a. Bagaimana keadaan litofasies pada daerah penelitian
b. Apa saja asosiasi fasies yang ada pada daerah penelitian
c. Bagaimana daerah pengendapan dan pemodelan pengendapannya pada daerah
penelitian

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
a. Untuk mengetahui jenis-jenis litofasies pada daerah penelitian
b. Untuk mengetahui asosiasi fasies pada daerah penelitian
c. Untuk mengetahui pengendapan pada daerah penelitian serta pemodelan
pengendapannya

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah pada penelitian ini yaitu penelitian ini hanya berfokus pada
analisis fasies pengendapan dan model pengendapan pada daerah penelitian, sehingga
penelitian ini tidak terlalu terfokus pada pemodelannya secara terperinci

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaaat ataupun
informasi yaitu:
a. Mengetahui jenis litofasies dan asosiasi fasies pada daerah penelitian
b. Mengetahui lingkungan pengendapan dan bagaimana model daerah pengendapan
dari daerah penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Lapisan-lapisan batuan akan memberikan karakter khas pada tiap tempat yang berbeda.
Kondisi stratigrafi yang khas ini pula terbentuk pada suatu kondisi yang berbeda-beda
pada tiap daerah, tergantung pada proses keterjadian (genesa) dan lingkungan
pengendapan yang ada pada suatu daerah tersebut. Proses terbentuknya kondisi
stratigrafi suatu daerah meliputi genesa dan lingkungan pengendapan lapisan-lapisan
batuan ini dijelaskan pada cabang ilmu geologi yaitu sejarah geologi. Sejarah geologi
juga menjelaskan bagaimana lapisan-lapisan batuan tersebut dapat terbentuk sedemikian
rupa sehingga terlihat seperti pada kenyataan yang ada di lapangan.

Menurut Walker, dkk (1992), fasies merupakan kenampakan suatu tubuh batuan yang
dikarakteristikkan oleh kombinasi dari litologi, struktur fisik, dan biologi yang
merupakan aspek pembeda dari tubuh batuan di atas, di bawah ataupun di sampingnya.
Suatu fasies akan mencerminkan suatu mekanisme pengendapan tertentu atau berbagai
mekanisma yang bekerja serentak pada saat yang bersamaan. Fasies ini dapat
dikombinasikan menjadi asosiasi fasies yang merupakan suatu kombinasi dari dua atau
lebih fasies yang membentuk tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi yang
secara genetik saling berhubungan pada suatu lingkungan pengendapan. Asosiasi fasies
mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses suatu fasies itu terbentuk.
Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan lingkungan
sedimen tertentu.

Menurut Walker dan James (1992), litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada
batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan biologis tertentu
yang berbeda dengan batuan diatas, dibawah ataupun dengan persebaran lateralnya
sehingga dapat digunakan untuk menginterpretasikan kondisi pengendapan, sejarah
geologi, dan menjelaskan hubungan geometri di antara unit batuan. Analisis litofasies
dilakukan dengan menentukan karakteristik, mengelompokkan dan menamakan
litofasies dengan mengacu kepada klasifikasi yang dikemukakan oleh Miall (1978
dalam Walker dan James, 1992), dan menambahkan beberapa litofasies yang teramati.
Asosiasi fasies adalah sekelompok fasies yang secara genesa berhubungan antara satu
dan yang lainnya, yang memiliki lingkungan pembentukan yang sama (Walker dan
James, 1992).

Ichnofasies adalah struktur fosil yang terekam dalam sedimen atau substrat lainnya oleh
aktifitas organisme pada masa lampau. Ichnofasies telah digunakan sejak dulu hingga
sekarang oleh geologist sesuai kebutuhan masing-masing. Menurut Seilacher (1964),
ichnofasies adalah terminologi yang mencakupi perulangan asosiasi dari fosil jejak
sejak Eon Fanerozoikum hingga sekarang pada skala global. Seilacher menyatakan
bahwa hubungan tersebut dapat dipelajari pada level yang berbeda, dari skala global,
umur tersediri, hingga analisa regional dari formasi-formasi khusus dan variasi vertikal
maupun lateral pada satu lapisan. Melalui hubungan fosil jejak yang ada dan
persebarannya pada lingkungan yang berbeda-beda, kita dapat mengetahui batimetri,
salinitas atau kondisi lingkungan, dan bagaimana hubungan tersebut dapat berubah
selama sejarah bumi ini berlangsung.

Lingkungan pengendapan merupakan suatu daerah permukaan bumi dimana terdapat


sesuatu bahan yang terendapkan atau terdapat suatu deposit. Lingkungan pengendapan
dapat dibedakan dengan daerah sekitarnya berdasarkan karakteristik biologi, kimia dan
fisiknya. Terdapat beberapa tipe lingkungan pengendapan yang ada di bumi sekarang.
Terdapa beberapa lingkungan pengendapan, diataranya adalah lingkungan pengendapan
daratan, lingkungan pengendapan transisi, dan lingkungan pengendapan laut.

Geodesain mengabungkan geografi dengan desain dengan menyediakan alat canggih


bagi para desainer yang mendukung evaluasi cepat alternatif desain terhadap dampak
desain tersebut. Geodesain memadukan desain dengan perpaduan informasi berbasis
sains dan nilai untuk membantu desainer, perencana, dan pemangku kepentingan
membuat keputusan yang lebih tepat. Globalisasi pertumbuhan penduduk, perubahan
iklim, dan peningkatan kebutuhan sumber daya merupakan permasalahan yang serius.
Geodesain adalah solusinya.
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu: tahap persiapan, tahap
pengumpulan data, tahap pengolahan dan analisis data, serta tahap pembahasan dan
penulisan laporan tugas akhir. Metodologi dalam penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi:

1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini terdiri dari studi literatur dan observasi lapangan.

2. Tahap Pengumpulan Data


Pada tahap ini dilakukan pengumpulan datadata yang nantinya akan dipergunakan untuk
menentukan fasies pengendapan. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini
dibedakan menjadi 2 macam yaitu data primer dan data sekunder.

3. Tahap Pengolahan Data


Pada tahap ini, data yang telah didapat dari lapangan selanjutnya akan diolah dan
dianalisis. Adapun tahap pengolahan datanya yaitu analisa studio/studi analisis. Analisis
studio dilakukan pengolahan profil stratigrafil dan pemodelan lingkungan
pengendapannya

4. Tahap Analisis Data


Pada tahap ini, dilakukan analisis data untuk menentukan analisis fasies dan lingkungan
pengendapan.

5. Hasil
Tahap ini adalah tahap akhir dalam penelitian yang berisikan tentang kesimpulan yang
didapatkan setelah menyelesaikan tahap pengolahan dan analisis data. Kesimpulan
diperoleh setelah dilakukan analisis data dan lingkungan pengendapan yang merupakan
hasil akhir dari semua masalah yang di bahas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Geologi Daerah Penelitian :


Tujuan karya ilmiah ini adalah untuk memperluas pada gambaran fasies lingkungan
pengendapan, berdasarkan karakteristik sedimen termasuk litologi, struktur sedimen dan
konten foram-mikro, Singkapan adalah data utama yang digunakan untuk analisis. Data
tersebut menunjukkan informasi penting mengenai pengembangan sedimen Formasi
Bebulu dari usia Miosen awal.Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai lingkungan
pengendapan Formasi Bebulu yang tersingkap di daerah Batu Besaung dan sekitarnya
berdasarkan bukti-bukti di lapangan.

Gambar 1. Peta Kesampaian Daerah Penelitian


Analisis Fasies
Litofasies
Hasil pengamatan lapangan pada daerah penelitian memperlihatkan 7 jenis litofasies
yang masing-masing diendapkan pada suatu proses sedimentasi, yang menghasilkan 4
asosiasi fasies.
1. Litofasies Batulempung wavy laminasi (Fw) dan fragmen pecahan batubara
Litofasies ini memiliki warna abu-abu gelap dengan ukuran butir lempung, sortasi
sangat baik, well cemented, dan ditemukan dalam keadaan segar, fasies ini tidak
memiliki struktur sedimen (structureless), terdapat sisipan batupasir sedang dengan
struktur (wavy laminasi) dengan ketebalan terukur 15 cm, fragmen batubara, mengalami
oksidasi besi, terdapat nodul yang cukup intensif, semen karbonatan, diakhir fasies
lempung terdapat struktur laminasi. Dengan ketebalan terukur 12,3 M.

Gambar. Litofasies Fw

2. Litofasies Batupasir plannar laminasi, wavy (Sw), flaser (Sf) dan load cast
Litofasies ini memiliki warna orange kemerahan dengan ukuran butir pasir sangat halus,
sortasi sangat baik, well cemented, kemas terbuka dan ditemukan dalam keadaan segar,
fasies ini memiliki struktur sedimen (planar laminasi, wavy laminasi, flaser, load cast),
teroksidasi besi, terdapat sisipan lempung dengan struktur masif di akhir fasises dan
fosil (burrow). Dengan ketebalan terukur 11,10 M dan strike/dip N 25 E/ 36.

Gambar. Litofasies Sf

Gambar. Litofasies Sw
3. Litofasies Batulempung lentikuler (Fl), masif (Fm)
Litofasies ini memiliki warna abu-abu terang dengan ukuran butir lempung, sortasi
sangat baik, well cemented, dan ditemukan dalam keadaan segar, fasies ini tidak
memiliki struktur sedimen (structureless), terdapat sisipan collyshale dengan ketebalan
terukur 22 cm, batupasir sedang non-karbonatan, batupasir sedang karbontan terdapat
layer batugamping karbonatan di atasnya dengan struktur (wavy laminasi, load cast,
flaser, lenticular), terdapat fosil dan nodul yang cukup intensif. Dengan ketebalan
terukur 12,58 M.

Gambar. Litofasies Fl&Fm

4. Litofasies Batupasir Masif (Sm)


Litofasies ini memiliki warna abu-abu terang dengan ukuran butir pasir sedang, sortasi
sangat baik, well cemented, kemas terbuka dan ditemukan dalam keadaan segar, fasies
ini tidak memiliki struktur sedimen (structureless) terdapat layer seperti batugamping
dengan ketebalan terukur 1,2 m.

Gambar. Litofasies Sm

5. Litofasies Batulempung plannar laminasi, flaser, dan lentikuler (Fl)


Litofasies ini memiliki warna abu-abu terang dengan ukuran butir lempung, sortasi
sangat baik, well cemented, dan ditemukan dalam keadaan segar, fasies ini memiliki
struktur sedimen (planar laminasi), terdapat sisipan batupasir halus dan batupasir halus
dengan struktur (flaser dan lenticular), terdapat nodul. Dengan ketebalan terukur 24,39
M.

Gambar. Litofasies Fl
6. Litofasies perselingan Batupasir wavy (Sw), flaser (Sf) dan Batulempung
plannar laminasi
Litofasies ini memiliki warna abu-abu terang dan abu-abu kekuningan dengan ukuran
lempung dan butirpasir sedang, sortasi sangat baik, well cemented, ditemukan dalam
keadaan segar, fasies ini memiliki struktur sedimen (planar laminasi, wavy laminasi,
flaser, load cast). Dengan ketebalan terukur 5,73 M dan strike/dip N 20/35 E.

Ganbar. Litofasies Sw&Sf

7. Litofasies Batupasir plnnar laminasi, wavy (Sw), flaser (Sf) dan load cast
Litofasies ini memiliki warna abu-abu kekuningan dengan ukuran butir pasir kasar,
sortasi sangat baik, well cemented, kemas terbuka dan ditemukan dalam keadaan segar,
fasies ini memiliki struktur sedimen (planar laminasi, wavy laminasi, flaser, load cast)
teroksidasi besi dan terdapat sisipan batulempung non-karbonatan. Dengan ketebalan
terukur 9 M dan strike/dip N 20/25 E.

Gambar. Litofasies Sw&Sf


Asosiasi Fasies
Asosiasi Fasies Pro-Delta
Asosiasi fasies prodelta dijumpai pada singkapan BB-1 (Gambar. ). Asosiasi fasies ini
memiliki ketebalan sekitar 12,3 M yang disusun oleh litofasies Fw dan Sm. Asosiasi
fasies ini berada pada interval 0-12,3 M dan 35,98 M – 60.37 M.

Asosiasi Fasies Delta Plain


Asosiasi fasies Delta Plain dijumpai pada singkapan BB-1 (Gambar. ). Asosiasi fasies
ini memiliki ketebalan sekitar 12,58 M yang disusun oleh litofasies Fl dan Fm. Asosiasi
fasies ini berada pada interval 12,3 M - 23,4 M.

Asosiasi Fasies Delta Front


Asosiasi fasies Delta Front dijumpai pada singkapan BB-1 (Gambar. ). Asosiasi fasies
ini memiliki ketebalan sekitar 11,10 M yang disusun oleh litofasies Sw dan Sf. Asosiasi
fasies ini berada pada interval 23,4 M - 35,98 M dan 60,37 M – 66, 1 M.

Asosiasi Fasies Fluvial


Asosiasi fasies Fluvial dijumpai pada singkapan BB-1 (Gambar. ). Asosiasi fasies ini
memiliki ketebalan sekitar 12,3 M yang disusun oleh litofasies Fl dan Fm. Asosiasi
fasies ini berada pada interval 66,1 M – 70 M.

Ichnofasies
Berdasarkan kajian data lapangan, pada daerah penelitian dijumpai adanya beberapa
fosil jejak yaitu burrow, dan lepidocyclina. Fossil burrow sendiri ditemukan di litofasies
Sw dan Sf yang dapat ditunjukkan pada Gambar.

Gambar. Burrow
Selanjutnya ditemukan pula fossil yang terdapat pada litofasies Fl dan Fm yang
merupakan salah satu jenis foraminifera bentonik yang memiliki kenampakan yang
sangat jelas terlihat disingkapan dengan bentuk cangkangnya yang masih sangat utuh.
Foraminefera bentonik ini memiliki nama Lepydocyclina.
Gambar. Lepydocyclina

Lingkungan Pengendapan

Gambar. Lingkungan Pengendapan Daerah Penelitian

Berdasarkan asosiasi fasies yang ada yaitu prodelta dapat diketahui bahwa asosiasi
fasies ini memiliki suksesi berangsur yaitu finning upward mencirikan lingkungan yang
tenang, dimana awalnya energi pengendapan tinggi menunjukkan pola interkalasi pada
litofasies Fl dan Sm mengindikasikan perubahan muka air laut (pasang-surut) dan
berangsur menjadi energi rendah dilihat dari kemunculan litofasies Sw dan Sf sebagai
bentuk respon dari menurunnya energi pengendapan. Keterdapatan litofasies Sw dan Sf
pada singkapan menunjukkan asosiasi fasies yaitu delta foront yang ditunjukkan adanya
suatu pola coarsening upward yang merekam perubahan fasies vertikal kearah atas dari
sedimen offshore berukuran halus atau fasies prodelta ke fasies shoreline yang
didominasi oleh batupasir. Selanjutnya, asosiasi fasies yang mencirikan lingkungan
delta plain menunjukkan suksesi berangsur fining upward mencirikan lingkungan
tenang, dimana awalnya energi pengendapan tinggi menunjukkan litofasies Sw dan
litofasies Sf mengindikasikan perubahan muka air laut (pasang-surut) dan berangsur
menjadi energi rendah dilihat dari kemunculan litofasies Fm dan Fl sebagai bentuk
respon dari menurunnya energi pengendapan. Selanjutnya terjadi perulangan kembali
asosiasi prodelta yang ditandai dengan kemunculan litofasies Sm dan Fl. Salah satu
penciri dari asosiasi fasies prodelta ini ditunjukkan dengan adanya struk masif, laminasi,
dan juga ditemukannya adanya burrowing structure. Setelah itu terjadi perulangan
kembai asosiasi fasies delta front yang ditandai dengan pola coarsening upward
berskala besar yang merekam perubahan fasies vertikal ke arah atas dari sedimen
offshore berukuran halus atau fasies prodelta ke fasies shoreline yang biasanya
didominasi batupasir. Sikuen ini dihasilkan oleh progradasi delta front dan mungkin
terpotong oleh sikuen fluvial. Asosiasi fasies delta front ini ditunjukkan oleh litofasies
Sw dan litofasies Sf. Kemudian terdapat asosiasi fasies flufial parasekuen. Transportasi
berlangsung pada energi tinggi yang ditunjukkan dengan kehadiran litofasies Sw dan
litofasies Sf yang menunjukkan pola coarsening upward.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan :
1. Berdasarkan kajian data lapangan, didapatkan 4 asosiasi fasies yaitu asosiasi
fasies prodelta yang terdiri dari litofasies Fw, litofasies Fm dan litofasies Fl.
Selanjutnya yaitu asosiasi fasies delta front yang terdiri dari litofasies Sw dan
litofasies Sf. Asosiasi fasies delta plain ditunjukkan dengan litofasies Fl dan
litofasies Fm. Dan yang terakhir yaitu asosiasi fasies fluvial yang terdiri dari
litofasies Sw dan litofasies Sf.
2. Ditemukannya adanya ichnofossils yaitu burrow dan lepydocyclina yang
menunjukkan bahwa umur dari formasi geologi daerah penelitian yaitu Miosen
Awal.
3. Lingkungan pengendapan pada daerah penelitian yaitu Deltaic Cycle dan Fluvial
Parasekuen.

5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut seperti analisis laboratorium dengan
melakukan pengamatan pada sayatan tipis batuan dan arus purba agar diketahui asal
arah (sumber) dari mana batuan sedimen tersebut diendapkan agar dapat menghasilkan
data yang lebih detail.
DAFTAR PUSTAKA

Allen, G. P., 1998, Sedimentation In The Modern And Miocene Mahakam Delta,
Indonesia Petroluem Association

Gould, H.R. 1972. Environmental indicators A key to the stratigraphic record, dalam
J.K. Rigby & W.K. Hamblin (eds.). Recognition of ancient 117 sedimentary
environments: Soc.Econ. Paleontologists and Mineralogist Spec. Pub. 16, p. 1-3.

Seilacher, A. 1964, Biogenic Sedimentary Structures dalam Imbrie, J dan Newell, N.,
Eds, Aproaches to Paleoecology, New York, John Wiley. Halaman 295- 316.

Selley, R.C., 1985, Ancient Sedimentary Environment and their sub-sur/ace diagnosis:
third edition, Cornell University Press, Ithaca, New York, 317p.

Walker, R.G., James, N.P., 1992. Facies Models: Response to Sea Level Change,
Geological Association of Canada, Canada. pp. 195-218..
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai