Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

STRATIGRAFI

ACARA 5
“PENAMPANG STRATIGRAFI DAN ANALISIS PROFIL”

Oleh :
Nur Aisya Lamanda
1909086010

LABORATORIUM GEOLOGI DAN SURVEI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stratigrafi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang menjelaskan tentang lapisan – lapisan
batuan dan perlapisan batuan dengan kaitannya pada batuan sedimen. Pada hakekatnya terdapat
hubungan tertentu antara kejadian dan aturan batuan dalam kedudukan ruang dan waktu
geologi. Stratigrafi merupakan studi mengenai sejarah, komposisi, umur relatif, distribusi
perlapisan batuan, serta interpretasi lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi. Dalam
studi stratigrafi membahas aturan, hubungan, kejadian lapisan dan tubuh batuan di alam.
Konsep stratigrafi menjelaskan gambaran lapisan batuan di bawah permukaan secara detail
berupa urutan lapisan batuan dan deskripsi jenis batuan yang menyusunnya. Sebagai seorang
geologis, kita harus memahami secara teoritis maupun praktis dalam mengidentifikasi suatu
singkapan batuan untuk mengetahui sejarah bumi. Ilmu praktis dibutuhkan karena ketika telah
berada di lapangan, terdapat banyak sekali singkapan batuan khususnya batuan sedimen yang
perlu diamati sebagai seorang geologis secara cermat. Pengamatan secara langsung di lapangan
dilakukan agar dapat langsung melakukan analisis pada sebuah singkapan yang ditemukan serta
dapat membuat penampang stratigrafi dari singkapan tersebut.
Pada praktikum stratigrafi kali ini akan dibahas mengenai penampang stratigrafi dan analisis
profil. Penampang stratigrafi dan analisis profil ini merupakan dasar dalam melakukan
pengukuran stratigrafi. Pengukuran stratigrafi ini biasanya dilakukan pada lapisan – lapisan
batuan yang menerus dengan menggunakan meteran dan kompas geologi. Dalam melakukan
pengukuran stratigrafi ini biasanya dimulai dari lapisan terbawah (termuda) ke atas atau sesuai
dengan hukum superposisi. Dalam kegiatan pengukuran stratigrafi ini biasanya dilakukan untuk
memperoleh gambaran yang terperinci dari ketebalan setiap satuan stratigrafi, kedalaman,
sejarah sedimentasi secara vertikal, lingkungan pengendapan dari setiap satuan batuan, serta
hubungan stratigrafi antar perlapisan batuan / satuan batuan yang berlaku maka dibuatlah
perhitungan dan urutan kejadian litologi batuan dari litologi yang tertua sampai litologi yang
termuda.
Oleh karena itu, praktikum stratigrafi kali ini dilakukan dengan tujuan agar praktikan dapat
mengolah data dari pengukuran stratigrafi serta mampu membuat penampang stratigrafi dan
analisis profilnya. Selain itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui gambaran yang
terperinci dari setiap lapisan batuan yang ditemukan pada suatu singkapan yang diamati.
1.2 Tujuan Praktikum
a. Untuk mengetahui lapisan batuan apa saja yang terdapat pada singkapan yang diamati.
b. Untuk mengetahui proses sedimentasi pada singkapan yang diamati.
c. Untuk mengetahui formasi dan lingkungan pengendapan pada singkapan yang diamati.

1.3 Kesampaian daerah


Daerah pengambilan data singkapan terletak di daerah Air Hitam, Jalan Polder Air Hitam,
Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Daerah pengambilan data
singkapan terletak pada koordinat X : 514799, Y : 9948182 , dan Z : 50 m. Pengambilan data
singkapan dilakukan pada hari Rabu tanggal 3 November 2021 pukul 16.00 WITA dengan
cuaca cerah. Jarak lokasi pengambilan data singkapan dari kampus Universitas Mulawarman
berkisar 4,9 km dengan waktu tempuh 15 menit menggunakan sepeda motor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi
perlapisan batuan dan interpretasi lapisan – lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi.
Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih
lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif
maupun absolutnya (kronostratigrafi). Stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas
penyebaran lapisan batuan (Noor, 2009).
Stratigrafi adalah penafsiran lapisan horizontal pada tanah yang terdeposit pada sebuah situs
dari waktu ke waktu. Dalam situs arkeologi, lapisan stratigrafi dapat terdiri dari berbagai bahan
yang mungkin seluruhnya terdiri dari deposit alam seperti sedimen terakumulasi oleh air atau
angin (natural transform), atau mungkin seluruhnya terdiri dari materi budaya yang tersusun
dari hasil aktivitas budaya masa lalu (cultural transform), seperti lapisan kerang dalam bukit
kerang atau bahan bangunan. Dalam hal ini stratigrafi pada situs juga dapat terdiri dari
kombinasi material alam dan budaya. Penafsiran stratigrafi pada suatu situs merupakan salah
satu komponen yang sangat penting untuk memahami sesuatu yang terjadi di sebuah situs
arkeologi. Ini adalah titik awal untuk mengembangkan urutan waktu di situs tersebut dan
menentukan usia relatif artefak dalam situs. Oleh karena itu, perlu pengkajian pada lapisan
stratigrafi yang berbeda pada situs-situs arkeologi dan menafsirkannya untuk menciptakan
kerangka kerja untuk kronologi relatif peninggalan budaya dalam situs (Noor, 2009).
Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan kejadian
(genesa) macam-macam batuan di alam dengan ruang dan waktu, sedangkan dalam arti sempit
ialah ilmu pemerian batuan. Penggolongan stratigrafi ialah pengelompokan bersistem batuan
menurut berbagai cara, untuk mempermudah pemerian aturan dan hubungan batuan yang satu
terhadap lainnya. Kelompok bersistem tersebut di atas dikenal sebagai Satuan Stratigrafi. Batas
satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan tersebut sebagaimana
didefinisikan Batas satuan Stratigrafi jenis tertentu tidak harus berhimpit dengan batas satuan
satuan stratigrafi jenis lain, bahkan dapat memotong satu sama lain (Sandi, 1996).
Geologi adalah ilmu multi disiplin yang sangat baik dipahami jika aspek – aspek berbeda
terlihat berhubungan antara satu dengan lainnya. Sedimentologi dan stratigrafi adalah dua sub
disiplin ilmu geologi yang utama, sering dibahas terpisah di masa lalu tapi sekarang
dikombinasikan dalam proses pengajaran, penelitian akademik, dan aplikasi ekonomi. Dua ilmu
ini dapat dibahas bersama sebagai rangkaian kesatuan proses dan hasilnya, dalam ruang dan
waktu. Sedimentologi perhatiannya tertuju pada pembentukan batuan sedimen. Stratigrafi
mempelajari perlapisan batuan ini dan hubungannya dalam ruang dan waktu. Oleh karena itu,
masuk akal jika membahas sedimentologi dan stratigrafi bersamaan. Faktanya, tidak mungkin
memisahkan mineralogi komponen batuan dan evolusi paleontologi dari stratigrafi. Namun
bagaimanapun harus dibatasi sampai topik-topik tertentu (Noor, 2009).
Pada awal pertengahan tahun 1600-an, seorang ilmuwan bangsa Denmark yang bernama
Nicholas Steno mempelajari posisi relatif pada batuan – batuan sedimen. Dia mendapatkan
bahwa partikel – partikel yang mempunyai berat jenis yang besar yang berada dalam suatu
larutan fluida akan mengendap terlebih dahulu ke bagian bawah sesuai dengan urutan berat
jenisnya yang lebih besar. Partikel yang besar dan memiliki berat jenis yang besar akan
diendapkan pertama kali sedangkan partikel yang berukuran lebih kecil dan lebih ringan akan
terendapkan belakangan. Adanya perbedaan ukuran butir (partikel) atau komposisi mineral
akan membentuk suatu perlapisan (Noor, 2009).
Hal yang terpenting dalam stratigrafi analisis ini adalah dapat mengekspresikan 5 hal, yaitu:
1. Fasies pengendapan 2. Non depositional surface, ketidakselarasan atau bidang erosi 3.
Perulangan batuan 4. Suatu lingkungan pengendapan 5. Adanya perubahan lingkungan
pengendapan. Proses dan perkembangan cekungan adalah suatu uraian tentang sejarah
sedimentasi dari batuan-batuan yang diendapkan dalam satu cekungan. Sejarah sedimentasi
suatu cekungan dapat berupa perulangan dari proses transgresi dan regresi dari endapan
batuannya dalam rentang waktu geologi tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tujuan utama dari stratigrafi analisis adalah untuk mempelajari dan mengetahui sejarah
sedimentasi dari suatu cekungan (basin) atau sejarah perkembangan cekungan dengan cara
mempelajari dan menganalisis satuan – satuan batuan yang terdapat di dalam suatu cekungan,
baik litologinya, struktur-struktur sedimen pada setiap satuan batuan, lingkungan pengendapan
dan perubahan lingkungan pengendapan dari setiap satuan batuan dari mulai yang tertua ke
satuan batuan yang termuda, sehingga dapat diketahui sejarah sedimentasi atau sejarah
perkembangan cekungan (Noor, 2009).
Pengendapan dan resuspensi sedimen halus selama siklus pasut merupakan karakteristik
penting dari transpor sedimen kohesif di estuari. Hal tersebut sangat diperlukan dalam
memodelkan dinamika sedimen untuk memperoleh informasi secara kuantitatif proses
perubahan didasar, yaitu pengendapan dan erosi. Pengendapan merupakan suatu peristiwa
dimana material sedimen tersuspensi (partikel, agregat atau floc) jatuh ke dasar perairan dan
menjadi sedimen dasar. Pada peristiwa ini arus sudah tidak mampu lagi mengangkat atau
mempertahankan partikel sedimen berada dalam kolam air. Dengan pengertian lain bahwa
tegangan geser dasar aliran lebih kecil dibandingkan tegangan geser kritis pengendapan (Umar,
2000 dalam Mubarak, 2004). Sedangkan peristiwa tergerus atau terangkatnya sedimen dari
dasar perairan ke dalam kolam perairan menjadi sedimen tersuspensi disebut dengan erosi.
Kecepatan erosi didefinisikan sebagai jumlah massa sedimen yang tererosi per satuan waktu.
Partikel sedimen, gumpalan (flocs) atau bongkahan (lumps) di permukaan dasar akan tererosi
jika tegangan geser dasar (τb) yang ditimbulkan oleh arus dan gelombang melebihi tegangan
geser kritis erosi (τce). Hal ini tergantung pada karakteristik material dasar (komposisi mineral,
material organik, salinitas, densitas dan lain-lain) atau struktur dasar (Noor, 2009).
Kontak umumnya sangat tajam. Secara umum, bidang alas merupakan interupsi kecil dalam
kondisi pengendapan. Kontak yang tiba-tiba dapat disebabkan juga oleh perubahan kimia pasca
pengendapan lapisan, menghasilkan perubahan warna karena oksidasi atau reduksi mineral
yang mengandung besi, perubahan ukuran butir karena rekristalisasi atau dolomitisasi, atau
perubahan ketahanan terhadap cuaca karena sementasi oleh mineral silika atau karbonat.
Kontak yang selaras dikatakan gradasi jika perubahan dari satu litologi ke litologi lain kurang
mencolok dibandingkan kontak mendadak, yang mencerminkan perubahan bertahap dalam
kondisi pengendapan dengan waktu. Kontak gradasi dapat berupa tipe bertahap progresif atau
tipe interkalasi. Progresif kontak bertahap terjadi di mana satu kelas litologi ke yang lain oleh
perubahan progresif lebih atau kurang seragam dalam ukuran butir, komposisi mineral, atau
karakteristik fisik lainnya. Contohnya termasuk satuan batupasir yang menjadi semakin halus
berbutir ke atas sampai berubah menjadi batulumpur, atau batupasir kaya kuarsa yang menjadi
semakin kaya dalam fragmen litik sampai berubah menjadi arenit litik. Kontak interkalasi
adalah kontak gradasi yang terjadi karena peningkatan jumlah lapisan tipis dari litologi lain
yang muncul ke atas di bagian (Boggs, 1987).
Pengukuran stratigrafi merupakan salah satu pekerjaan yang biasa dilakukan dalam
pemetaan geologi lapangan. Adapun pekerjaan pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran yang terperinci dari hubungan stratigrafi antar setiap perlapisan batuan
/ satuan batuan, ketebalan setiap satuan stratigrafi, sejarah sedimentasi secara vertikal dan
lingkungan pengendapan dari setiap satuan batuan. Di lapangan, pengukuran stratigrafi
biasanya dilakukan dengan menggunakan tali meteran dan kompas pada singkapan-singkapan
yang menerus dalam suatu lintasan. Pengukuran diusahakan tegak lurus dengan jurus perlapisan
batuannya, sehingga koreksi sudut antara jalur pengukuran dan arah jurus perlapisan tidak
begitu besar (Noor, 2009).
Pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran terperinci urut-urutan
perlapisan satuan stratigrafi, ketebalan setiap satuan stratigrafi, hubungan stratigrafi, sejarah
sedimentasi dalam arah vertikal, dan lingkungan pengendapan. Mengukur suatu penampang
stratigrafi dari singkapan mempunyai arti penting dalam penelitian geologi. Secara umum
tujuan pengukuran stratigrafi adalah:
a) Mendapatkan data litologi terperinci dari urut-urutan perlapisan suatu satuan stratigrafi
(formasi), kelompok, anggota dan sebagainya.
b) Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi.
c) Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan urut-
urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detil, untuk menafsirkan lingkungan
pengendapan.
(Noor, 2009).
Pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan terhadap singkapan singkapan yang menerus,
terutama yang meliputi satu atau lebih satuan satuan stratigrafi yang resmi. Metoda pengukuran
penampang stratigrafi banyak sekali ragamnya. Namun demikian metoda yang paling umum
dan sering dilakukan di lapangan adalah dengan menggunakan pita ukur dan kompas. Metoda
ini diterapkan terhadap singkapan yang menerus atau sejumlah singkapan-singkapan yang
dapat disusun menjadi suatu penampang stratigrafi (Noor, 2009).
Menyusun kolom stratigrafi tidak lain menggabungkan secara stratigrafis dua satuan batuan,
maupun dua satuan litostratigrafi atau lebih, gambaran kolom litologi yang terdapat di daerah
penelitian. Makin banyak satuan batuan yang berhasil disusun kolom litologinya maka kolom
stratigrafinya makin panjang. Teknik penggambaran kolom stratigrafi serupa dengan teknik
penggambaran kolom stratigrafi serupa dengan teknik penggambaran kolom litologi, yaitu non
skala. Walaupun demikian, karena dalam kolom stratigrafi berkaitan dengan tebal masing-
masing kolom litologi dilukiskan secara proporsional dan secara teknik layak dan dapat
disuguhkan. (Sukandarrumidi, 2019).
Dalam menyusun kolom litologi dalam usaha untuk memberi nama satuan batuan diperlukan
pencermatan lapangan, untuk menyusun kolom litologi dengan model ini dianjurkan melalui
tahapan – tahapan sebagai berikut:
- Pada daerah terpilih dari hasil observasi lapangan, tentukan arah jalur lintasan untuk
membuat stratigrafi terukur. Arah jalur dipilih yang tegak lurus pada jurus perlapisan
batuan sedimen, dan banyak dijumpai singkapan batuan yang baik.
- Tentukan batas bawah dan batas atas dari kolom litologi. Pasang patok atau tanda
untuk melaksanakan titik awal dan titik akhir arah jalur lintasan pada pengukuran
stratigrafi.
- Jalur dapat dipilih sebagai jalur lintasan tunggal artinya kolom litologi disusun dari
pencermatan satu arah jalur terpilih, atau merupakan jalur lintasan kombinasi, artinya
jalur yang dipilih di bagi menjadi beberapa sub jalur lintasan yang berbeda.
Pemilihan sub jalur tetap mengikuti kaidah seperti dalam memilih jalur lintasan
tunggal, yaitu tegak lurus pada arah jurus perlapisan batuan sedimen.
- Penyusunan menjadi sub jalur lintasan didasarkan atas keberadaan singkapan batuan
dan kemudahan serta tingkat keselamatan dalam bekerja. Untuk singkapan pada
tebing yang terjal, memang sangat ideal dalam hal kenampakan urutan litologinya,
namun dari segi keselamatan kurang terjamin.
- Tentukan tebal dari jalur lintasan atau sub jalur lintasan dengan mempergunakan alat
seperti tongkat Jacob yang dibuat khusus untuk pelaksanaan tugas membuat
stratigrafi terukur atau dengan metode renggang tali.
- Selama pelaksanaan pengukuran, ketebalan jalur lintasan atau sub jalur lintasan, anda
perlu membuat sketsa urutan perlapisan jenis litologi secara stratigrafis, sifat – sifat
fisik serta kandungan fosil dan tebalnya. Ambil contoh batuan terpilih untuk analisa
petrografi dan paleontologi. Amati dan catat apabila anda menjumpai lapisan
horizon, baik dalam bentuk horizon fosil atau horizon litologi.
Apabila ternyata ada kolom litologi yang cukup besar dan tidak dapat digambarkan secara
layak, disarankan untuk menggunakan “penampilan kabel listrik yang cukup panjang pada
disiplin ilmu teknik listrik”. Sebagai contoh, bila ada kolom litologi 100 meter digambarkan
dengan panjang kolom 10cm, bila terdapat kolom yang tebalnya 700 meter digambarkan dalam
kolom 10 x 7 = 70cm, walaupun sudah ada keterangan cara penggambaran dengan non skala.
Apabila hal ini digambarkan dengan perbandingan secara layak akan memakan kertas yang
cukup panjang. Oleh karenanya pada penggambaran kolom litologi yang seharusnya dilukis
dengan ukuran 70 cm, dengan catatan di bagian tengah gambar kolom ditulis putusan seperti
gambar halilintar (Sukandarrumidi, 2019).
Karya nyata seorang geologis adalah selembar peta geologi disertai sebuah buku laporan
sebagai hasil interpretasi dan analisa data, dengan tingkat validitas tinggi. Peta geologi yang
dihasilkan hendaknya diakui validitasnya oleh geologis yang lain atau rekan seprofesi. Oleh
sebab itu, peta geologi harus disusun berdasarkan temuan data lapangan dan data hasil analisa
laboratorium. Kedua jenis temuan data tersebut harus dapat diverifikasi dan dapat dilihat
kembali oleh geologis yang lain dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (1975), yang diturunkan dari
Code of Stratigraphy Nomenclature, disebutkan terdapat 4 jenis satuan stratigrafi utama, yaitu:
Lithostratigrafi, Biostratigrafi, Kronostratigrafi, dan Geokronologi. Konsep yang digunakan
adalah lithostratigrafi dimana konsep ini dipilih karena :
- Pembentukan litologi bersifat universal, dapat terbentuk di semua tempat di muka bumi
ini dan tidak dibatasi oleh waktu geologi, apalagi batas – batas wilayah negara.
- Berbagai jenis litologi dapat diamati (observable) dengan cepat dan mudah di lapangan
tanpa memanfaatkan alat bantu.
- Berbagai jenis litologi dapat dengan mudah dibedakan, berdasarkan atas kenampakan
fisik, kimia, kandungan fosil ataupun berdasarkan atas warna.
- Berbagai jenis litologi bersifat abadi, tidak akan mengalami perubahan susunan
mineralogi, kandungan fosil dan struktur sedimen selama belum terpengaruh oleh
kegiatan endogen dan eksogen.
- Berbagai jenis litologi terminologinya sudah dikenal oleh seluruh geologis dan
masyarakat yang memperhatikan ilmu kebumian, sehingga menjadi mudah dalam
aplikasi di lapangan, misalnya batugamping, konglomerat, breksi, batupasir,
batulempung, kalkarenit, granit, diorite, marmer, batusabak dan sebagainya.
- Litostratigrafi bersifat aplikatif, teknik, maupun ekonomis.
- Dengan mengetahui jenis litologi, langsung dapat diketahui manfaat dan kegunaan, sifat
fisik dan kimia, dan dapat segera diketahui potensi sumberdaya alam dan mineral yang
dikandungnya.
Satuan litostratigrafi dikelompokkan menjadi dua, yaitu satuan stratigrafi resmi dan satuan
stratigrafi tak resmi. (Sukandarrumidi, 2019).
Penampang stratigrafi adalah penampang yang menggambarkan susunan – susunan dari
berbagai jenis batuan serta hubungan antar batuan atau satuan batuan yang di mulai dari satuan
batuan yang tertua hingga satuan batuan yang termuda menurut umur geologi, ketebalan setiap
satuan batuan, serta genesa pembentukan batuannya. Penampang stratigrafi biasanya tersusun
dari kolom-kolom dengan atribut-atribut sebagai berikut: Umur, Formasi, Satuan Batuan,
Ketebalan, Besar-Butir, Simbol Litologi, Deskripsi/Pemerian, Fosil Dianostik, dan Lingkungan
Pengendapan (Boggs, 1987).
Kolom stratigrafi pada hakekatnya adalah kolom yang menggambarkan susunan berbagai
jenis batuan serta hubungan antar batuan atau satuan batuan mulai dari yang tertua hingga
termuda menurut umur geologi, ketebalan setiap satuan batuan, serta genesa pembentukan
batuannya. Pada umumnya banyak cara untuk menyajikan suatu kolom stratigrafi, namun
demikian ada suatu standar umum yang menjadi acuan bagi kalangan ahli geologi didalam
menyajikan kolom stratigrafi. Penampang kolom stratigrafi biasanya tersusun dari kolom-
kolom dengan atribut-atribut sebagai berikut: Umur, Formasi, Satuan Batuan, Ketebalan,
Besar-Butir, Simbol Litologi, Deskripsi/Pemerian, Fosil Dianostik, dan Lingkungan
Pengendapan (Noor, 2009).

Gambar 2.1 Contoh Kolom Stratigrafi

Catatan lapangan di sepanjang lintasan pengukuran stratigrafi harus di lengkapi dengan


deskripsi dari semua jenis batuan yang dijumpai antara lain jenis batuan, keadaan pelapisan,
ketebalan setiap lapisan batuan, struktur sedimen (bila ada) dan unsur-unsur geologi lainnya
yang dianggap perlu. Jika ada sisipan tentukan jarak dari atas satuan data hasil pengukuran
stratigrafi diolah melalui proses perhitungan dan koreksi - koreksi yang kemudian digambarkan
dengan skala tertentu titik bentuk penyajian data pengukuran stratigrafi biasanya berupa
penampang vertikal kolom stratigrafi (litologi) atau berupa penampang lintasan stratigrafi. Data
singkatan digambarkan pada kolom atau penampang stratigrafi dengan menggunakan simbol-
simbol geologi standar berdasarkan catatan lapangan (Balfas, 2015).
Bidang – bidang stratigrafi yang membatasi masing – masing unit stratigrafi adalah bidang
kesamaan waktu yang dijadikan sebagai dasar korelasi stratigrafi. Bidang stratigrafi ini
merupakan suatu permukaan yang dihasilkan sebagai respon terhadap perubahan yang terjadi
pada lingkungan pengendapan seperti rezim pengendapan, energi pengendapan, perubahan
muka air laut relatif, tektonik, dan suplai sedimen. Van Wagoner membagi bidang stratigrafi
menjadi beberapa tipe antara lain sequence boundary (SB), marine flooding surface / flooding
surface (FS), transgressive surface (TS), dan maximum flooding surface (MFS)
(Zulfikar,2017).
Kegiatan pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan untuk memperoleh gambaran rinci
mengenai ketebalan kedalaman sejarah sedimentasi secara vertikal, lingkungan pengendapan,
dan hubungan seperti grafik antara setiap lapisan batuan atau satuan stratigrafi. Pengukuran
biasanya dilakukan dengan menggunakan tali meteran dan kompas pada suatu singkapan yang
menerus atau gabungan dari beberapa singkapan dalam satu lintasan yang dapat disusun
menjadi suatu penampang stratigrafi. Pengukuran diusahakan tegak lurus dengan jurus
perlapisan batuan dan dimulai dari lapisan bawah ke atas atau hukum superposisi. Terlebih
dahulu tentukan batas-batas satuan litologi yang akan diukur dengan memberi patok atau tanda-
tanda lain. Unsur-unsur yang diukur dalam pengukuran stratigrafi adalah arah lintasan sudut
lereng, jarak antar patok pengukuran kedudukan atau jurus dan kemiringan satuan batuan dan
pengukuran unsur-unsur geologi lainnya. Jika kedudukan batuan berubah-ubah sepanjang
lintasan, maka pengukuran dilakukan pada bagian dasar dan puncak setiap satuan dan dalam
perhitungan dipergunakan rata-ratanya (Balfas, 2015).
Pengamatan lapangan sangat diperlukan untuk mengetahui sebaran litologi di permukaan
hingga kemenerusannya di bawah permukaan. Pengukuran penampang stratigrafi dari
singkapan batuan di permukaan dapat menjadi informasi awal. Investigasi lapangan terkait
dengan potensi air tanah pada daerah penelitian dilakukan dengan measuring section atau
pengukuran penampang stratigrafi. Pengukuran stratigrafi merupakan salah satu pekerjaan yang
biasa dilakukan dalam pemetaan geologi lapangan. Adapun pekerjaan pengukuran penampang
stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang terperinci dari hubungan stratigrafi
antar setiap perlapisan batuan atau satuan batuan, ketebalan setiap satuan stratigrafi, sejarah
sedimentasi secara vertikal, dan lingkungan pengendapan dari setiap satuan batuan. Pengukuran
stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh gambaran terperinci urut-urutan perlapisan satuan
stratigrafi, ketebalan setiap satuan stratigrafi, hubungan stratigrafi, sejarah sedimentasi dalam
arah vertikal, dan lingkungan pengendapannya. Pengukuran stratigrafi dari singkapan
mempunyai arti penting dalam penelitian geologi. Secara umum tujuan pengukuran penampang
stratigrafi adalah :
a. Mendapatkan data litologi terperinci dari urut-urutan perlapisan suatu satuan stratigrafi
(formasi, kelompok, anggota dan sebagainya).
b. Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi.
c. Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan dan urut-
urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detil dan untuk menafsirkan lingkungan
pengendapan.
(Amin, 2019).
Metode yang digunakan adalah melaksanakan pengukuran stratigrafi serta mencermati
kontak antar satuan di lapangan, apakah berupa kontak stratigrafi atau kontak tektonik. Di
samping itu didukung oleh analisis umur satuam batuan. Bila kontak berupa stratigrafi
(khususnya keselarasan), maka dipastikan bahwa satuan-satuan tersebut merupakan satu sikuen
apakah sikuen para-autokton, alokton atau autokton. Bila dua satuan atau lebih memiliki kontak
tektonik, maka perlu diperhatikan umur dan afinitasnya, dapat merupakan satu sikuen dan dapat
pula berbeda sikuen. Demikian pula bila kontaknya ketidakselarasan. (Bachri, 2015).
Bidang perlapisan hanya ditemukan pada batuan sedimen, yang mana merupakan suatu
bidang yang memisahkan antara lapisan satu dan lapisan lainnya. Semisal contoh adalah
lapisan batupasir dan batugamping, bidang batas yang membuat lapisan tersebut dapat dikenali
disebut bidang perlapisan, atau antara perlapisan batupasir, dimana terdapat batupasir dengan
tekstur halus dan tekstur kasar yang membedakannya.Ketebalan adalah jarak tegak lurus
antara dua bidang sejajar yang merupakan lapisan batuan. Ketebalan lapisan dapat ditentukan
dengan cara pengukuran langsung di lapangan dan pengukuran tidak langsung (Noor, 2009).
Pengukuran langsung, ketebalan lapisan dapat diukur secara langsung di lapangan.
Pengukuran ini memperhitungan kondisi khusus di lapangan seperti lapisan horizontal yang
tersingkap pada tebing vertikal dan horizontal. Sementara, lapisan batuan pada topografi
miring maka pengukuran menggunakan alat “Jacob’s Staf”. Jacob’s Staf merupakan tongkat
yang dilengkapi dengan handlevel dan klinometer (kompas) (Ragan, 2009).
Pengukuran tidak langsung, ketika pengukuran ketebalan secara langsung di lapangan tidak
mungkin dilakukan, maka ada beberapa alternatif yang bisa dilakukan. Pengukuran tidak
langsung yang paling sederhana adalah pada lapisan miring, tersingkap pada permukaan
horizontal, dimana lebar singkapan diukur tegak lurus jurus, yaitu W. Dengan mengetahui
kemiringan lapisan (δ) maka ketebalannya. (Noor, 2009).
Apabila pengukuran lebar singkapan tidak tegak lurus jurus (1), maka lebar sebenarnya harus
dikoreksi lebih dahulu, w =1 sin β, di mana β adalah sudut antara jurus dengan arah
pengukuran. Ketebalan yang didapat adalah:
t = 1 sin β sin δ δ = besar kemiringan lapisan
Dengan cara pengukuran dapat dipakai, apabila pengukuran lebar singkapan dilakukan pada
permukaan miring. Dalam hal ini ketebalan merupakan fungsi sudut kemiringan (δ) dan sudut
lereng (σ). Beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng dan perhitungan
ketebalannya, ditunjukkan dalam gambar. Pendekatan lain untuk mengukur ketebalan secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan mengatur jarak antara titik, yang merupakan batas
lapisan sepanjang lintasan tegak lurus jurus. Pengukuran ini dilakukan apabila bentuk lereng
tidak teratur. Bisa juga menghitung ketebalan lapisan dari peta geologi. Beberapa kemungkinan
posisi terhadap lereng dan perhitungan ketebalannya. (Noor, 2009).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Kompas geologi.
b. GPS.
c. Kamera.
d. Alas atau papan.
e. Palu batuan sedimen.
f. Komperator batuan sedimen.
g. Alat tulis.
h. Meteran.

3.1.2 Bahan
a. Kertas HVS.
b. HCL.

3.2 Prosedur percobaan


3.2.1 Prosedur Pengambilan Data
a. Dicari singkapan yang akan dianalisis sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.
b. Dicatat lokasi singkapan dan koordinat.
c. Diambil strike dip pada singkapan.
d. Ditentukan lapisan dari yang tua hingga ke muda.
e. Dideskripsi litologi yang ada pada singkapan.
f. Diukur tebal pada setiap lapisan litologi pada singkapan.
g. Diambil dokumentasi di lapangan sebagai data pelengkap.

3.2.2 Prosedur Pembuatan Penampang Stratigrafi


a. Dibuat garis pada kolom yang sudah ditentukan.
b. Diberi keterangan pada kolom yang ada berupa simbol batuan, struktur batuan, lokasi,
batas litologi, koordinat dan juga skala.
c. Diberi keterangan pada kolom selanjutnya berupa umur, formasi satuan batuan, tebal,
foto, pemerian, kandungan fosil, lingkungan pengendapan.
d. Diisi kolom-kolom yang telah diberi keterangan sesuai dengan data yang sudah didapat.
e. Dihitung tebal asli dengan menggunakan rumus yang telah ada dan ditulis pada kolom.
f. Diberi simbol pada litologi dan juga diwarnai tiap litologi yang ada.

3.2.3 Prosedur Pembuatan Profil Lintasan Stratigrafi


a. Digambar sketsa singkapan pada kertas A4 sesuai dengan yang didapatkan.
b. Diberi simbol pada litologi yang ada pada singkapan.
c. Dibuat garis melintang sesuai dengan sketsa singkapan.
d. Dimasukkan arah azimuth litologi pada garis melintang.
e. Dibuat garis putus-putus pada azimut yang ada.
f. Diberi tanda batas litologi pada garis putus-putus tersebut.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil Deskripsi Litologi

Gambar 4.1 Foto singkapan

4.1.1 Litologi 1
Pada lapisan litologi pertama merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki warna
segar abu – abu dengan warna lapuknya abu – abu kehitaman, adapun teksturnya yaitu dengan
ukuran butir lempung (1/256 – 1/16 mm). Derajat pembundarannya sangat membundar dan
derajat pemilahannya yaitu terpilah sangat baik dengan kemas tertutup. Struktur yang ada pada
litologi ini yaitu lenticular dengan komposisi fragmen tidak ada, matriksnya silika, dan semen
silika. Dari deskripsi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa batuan pada lapisan
litologi pertama adalah batulempung dengan ketebalan 90 cm.
4.1.2 Litologi 2
Pada lapisan litologi kedua merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki warna
segar abu – abu dengan warna lapuknya kuning kecoklatan, adapun teksturnya yaitu dengan
ukuran butir pasir halus (1/8 – 1/4 mm). Derajat pembundarannya membundar dan derajat
pemilahannya yaitu terpilah baik dengan kemas terbuka. Struktur yang ada pada litologi ini
yaitu bedding dengan komposisi fragmen pasir, matriksnya silika, dan semen silika. Dari
deskripsi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa batuan pada lapisan litologi kedua
adalah batupasir dengan ketebalan 14 cm.
4.1.3 Litologi 3
Pada lapisan litologi ketiga merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki warna
segar abu – abu dengan warna lapuknya abu – abu kehitaman, adapun teksturnya yaitu dengan
ukuran butir lempung (1/256 – 1/16 mm). Derajat pembundarannya sangat membundar dan
derajat pemilahannya yaitu terpilah sangat baik dengan kemas tertutup. Struktur yang ada
pada litologi ini yaitu lenticular dengan komposisi fragmen tidak ada, matriksnya silika, dan
semen silika. Dari deskripsi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa batuan pada
lapisan litologi ketiga adalah batulempung dengan ketebalan 180 cm.
4.1.4 Litologi 4
Pada lapisan litologi keempat merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki warna
segar abu – abu dengan warna lapuknya abu - abu, adapun teksturnya yaitu dengan ukuran butir
pasir halus (1/8 – 1/4 mm). Derajat pembundarannya membundar dan derajat pemilahannya
yaitu terpilah baik dengan kemas terbuka. Struktur yang ada pada litologi ini yaitu bedding
dengan komposisi fragmen pasir, matriksnya silika, dan semen silika. Dari deskripsi yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa batuan pada lapisan litologi keempat adalah batupasir
dengan ketebalan 5 cm.
4.1.5 Litologi 5
Pada lapisan litologi kelima merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki warna
segar abu – abu kehitaman dengan warna lapuknya abu – abu, adapun teksturnya yaitu dengan
ukuran butir lempung (1/256 – 1/16 mm). Derajat pembundarannya sangat membundar dan
derajat pemilahannya yaitu terpilah sangat baik dengan kemas tertutup. Struktur yang ada pada
litologi ini yaitu lenticular dengan komposisi fragmen tidak ada, matriksnya silika, dan semen
silika. Dari deskripsi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa batuan pada lapisan
litologi kelima adalah batulempung dengan ketebalan 55 cm.
4.1.6 Litologi 6
Pada lapisan litologi keenam merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki warna
segar abu – abu dengan warna lapuknya abu - abu, adapun teksturnya yaitu dengan ukuran butir
pasir halus (1/8 – 1/4 mm). Derajat pembundarannya membundar dan derajat pemilahannya
yaitu terpilah baik dengan kemas terbuka. Struktur yang ada pada litologi ini yaitu bedding
dengan komposisi fragmen pasir, matriksnya silika, dan semen silika. Dari deskripsi yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa batuan pada lapisan litologi keenam adalah batupasir
dengan ketebalan 32 cm.
4.1.7 Litologi 7
Pada lapisan litologi ketujuh merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki warna
segar abu – abu kehitaman dengan warna lapuknya abu – abu, adapun teksturnya yaitu dengan
ukuran butir lempung (1/256 – 1/16 mm). Derajat pembundarannya sangat membundar dan
derajat pemilahannya yaitu terpilah sangat baik dengan kemas tertutup. Struktur yang ada pada
litologi ini yaitu lenticular dengan komposisi fragmen tidak ada, matriksnya silika, dan semen
silika. Dari deskripsi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa batuan pada lapisan
litologi ketujuh adalah batulempung dengan ketebalan 210 cm.
4.1.8 Litologi 8
Pada lapisan litologi kedelapan merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki warna
segar hitam dengan warna lapuknya hitam, adapun teksturnya yaitu dengan ukuran butir
lempung (1/256 – 1/16 mm). Derajat pembundarannya sangat membundar dan derajat
pemilahannya yaitu terpilah sangat baik dengan kemas tertutup. Struktur yang ada pada litologi
ini yaitu menyerpih dengan komposisi fragmen tidak ada, matriksnya karbon, dan semen silika.
Dari deskripsi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa batuan pada lapisan litologi
kedelapan adalah batulempung serpih yang bersifat kebatubaraan (coalyshale) dengan
ketebalan 43 cm.
4.1.9 Litologi 9
Pada lapisan litologi kesembilan merupakan batuan sedimen non klastik yang memiliki
warna segar hitam dengan warna lapuknya hitam, adapun strukturnya blocky dengan
komposisinya yaitu karbon. Dari deskripsi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
batuan pada lapisan litologi kesembilan adalah batubara dengan ketebalan 66 cm.
4.1.10 Litologi 10
Pada lapisan litologi kesepuluh merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki warna
segar hitam dengan warna lapuknya hitam, adapun teksturnya yaitu dengan ukuran butir
lempung (1/256 – 1/16 mm). Derajat pembundarannya sangat membundar dan derajat
pemilahannya yaitu terpilah sangat baik dengan kemas tertutup. Struktur yang ada pada litologi
ini yaitu menyerpih dengan komposisi fragmen tidak ada, matriksnya karbon, dan semen silika.
Dari deskripsi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa batuan pada lapisan litologi
kesepuluh adalah batulempung serpih yang bersifat kebatubaraan (coalyshale) dengan
ketebalan 32 cm.
4.1.11 Litologi 11
Pada lapisan litologi kesebelas merupakan batuan sedimen klastik yang memiliki warna
segar abu – abu dengan warna lapuknya abu – abu kehitaman, adapun teksturnya yaitu dengan
ukuran butir lempung (1/256 – 1/16 mm). Derajat pembundarannya sangat membundar dan
derajat pemilahannya yaitu terpilah sangat baik dengan kemas tertutup. Struktur yang ada pada
litologi ini yaitu lenticular dengan komposisi fragmen tidak ada, matriksnya silika, dan semen
silika. Dari deskripsi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa batuan pada lapisan
litologi kesebelas adalah batulempung dengan ketebalan 100 cm.
4.2. Pembahasan
Dari hasil pengambilan data di lapangan yang kemudian diolah menjadi penampang
stratigrafi (measuring section) didapatkan data berupa umur dari singkapan yang diamati yaitu
miosen tengah. Dengan formasi batuan yang didapatkan adalah formasi Balikpapan dan satuan
batuan dari penampang stratigrafi tersebut diketahui adalah batulempung. Diketahui pula
terdapat sebelas litologi dari lapisan tertua hingga termuda yaitu batulempung dengan struktur
lentikuler dan ketebalan 90 cm, batupasir berukuran butir halus dengan struktur bedding
ketebalan 14 cm, batulempung dengan struktur lentikuler dan ketebalan 180 cm, batupasir
berukuran butir halus dengan struktur bedding dan ketebalan 5 cm, batulempung dengan
struktur lentikuler ketebalan 55 cm, batupasir berukuran butir halus dengan struktur bedding
dan ketebalan 32 cm, batulempung dengan struktur lentikuler dan ketebalan 210 cm,
batulempung serpih bersifat kebatubaraan dengan ukuran butir lempung dan ketebalan 43 cm,
batubara dengan struktur blocky dan ketebalan 66 cm, batulempung serpih bersifat
kebatubaraan dengan ukuran butir lempung dan ketebalan 32 cm, serta batulempung dengan
struktur lentikuler dan ketebalan 100 cm. Adapun batas antar litologi adalah tegas. Lingkungan
pengendapan pada daerah pengamatan adalah transisi.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, lapisan batuan pada singkapan ini mengalami
proses sedimentasi yang terjadi melalui pelapukan batuan sebelumnya yang kemudian
tertransportasi ke lingkungan dengan topografi yang lebih rendah seperti cekungan. Kemudian,
material sedimen ini akan terendapkan, terlitifikasi, dan tersementasikan menjadi batuan
sedimen. Material sedimen yang mengalami transportasi pasti akan memiliki ukuran butir yang
berbeda – beda, maka dari itu batuan sedimen yang terendapkan akan bervariasi. Proses
mekanisme sedimen yang terjadi di singkapan ini yaitu suspensi. Pada proses mekanisme
transportasi, material sedimen yang dihasilkan adalah didominasi lempung dan pasir karena
pada proses ini hanya material halus yang dapat terbawa. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh
gaya gravitasi.
Berdasarkan profil lintasan, data yang didapatkan yaitu lapisan paling tua berada di paling
bawah atau sebelah kiri yaitu litologi batulempung dan yang termuda berada di paling atas atau
sebelah kanan yaitu litologi batulempung. Kemudian didapatkan strike dip pada singkapan ini
yaitu N 35 °E / 69 dengan ketebalan singkapan secara keseluruhan 54,8 meter.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagi berikut :
a. Lapisan batuan yang terdapat pada singkapan yang diamati adalah batulempung ketebalan
90 cm struktur lentikuler, batupasir ketebalan 14 cm struktur bedding, batulempung
ketebalan 180 cm struktur lentikuler, batupasir ketebalan 5 cm struktur bedding,
batulempung ketebalan 55 cm struktur lentikuler, batupasir ketebalan 32 cm struktur
bedding, batulempung ketebalan 210 cm struktur lentikuler, coaly shale ketebalan 43 cm,
batubara ketebalan 66 cm struktur blocky, coaly shale ketebalan 32 cm, dan batu lempung
ketebalan 100 cm struktur lentikuler.
b. Proses sedimentasi pada singkapan yang diamati adalah suspensi. Pada proses mekanisme
transportasi, material sedimen yang dihasilkan adalah didominasi lempung dan pasir karena
pada proses ini hanya material halus yang dapat terbawa dan akibat dari gaya gravitasi.
c. Formasi pada singkapan yang diamati yaitu formasi Balikpapan dengan satuan batuan dari
singkapan tersebut adalah batulempung. Kemudian, lingkungan pengendapan pada daerah
singkapan yang diamati adalah delta plain.

5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya, dapat dijelaskan terlebih dahulu tentang cara dan data
– data yang dibutuhkan dalam pengambilan data profil lintasan agar praktikan tidak
kebingungan saat pengambilan data di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Muhammad Syam dkk. 2019. Pengukuran Penampang Stratigrafi Dan Interpretasi Data
Resistivitas 1d Dan 2d Untuk Identifikasi Akuifer Airtanah Daerah Sambutan,
Samarinda Ilir, Kota Samarinda. Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Mulawarman, Samarinda. Jurnal Geocelebes Vol. 3 No. 2, Oktober 2019, 97 – 11.
Balfas, Muhammad Dahlan. 2015. Geologi untuk Pertambangan Umum. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Boggs, S., 1987. Principles of Sedimentology and Stratigraphy. Pearson Prentince Hall. Boggs,
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia., 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia Edisi 1996. Ikatan Ahli
Geologi Indonesia.
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi Edisi Pertama. Pakuan Press: Bogor.
Ragan, Donal M. 2009. Structural Geology an Introduction to Geometrical Techniques.
Cambridge University Press: Arizona.
Sukandarrumidi, 2019. Pemetaan Geologi, Penuntun Praktis untuk Geologist Pemula. UGM
Press: Yogyakarta.
Zulfikar dan Bhaskara Aji. 2017. Karakteristik Ravinement Surface Dan Transgressive Lag
Sebagai Marker Korelasi Stratigrafi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

Samarinda, 7, November 2021

Asisten Praktikan

Tegar Sofyan Hendardi Nur Aisya L.

NIM: 1809085032 NIM: 1909086010


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai