Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu pengetahuan yang berkembang telah membawa kita kepada Stratigrafi,


salah satu cabang ilmu geologi yang memfokuskan pada studi mengenai sejarah,
komposisi, umur relatif, distribusi perlapisan batuan, dan interpretasi lapisan-
lapisan batuan untuk merinci sejarah bumi. Melalui perbandingan atau korelasi
antar lapisan yang berbeda, kita dapat melakukan studi lebih lanjut terkait litologi,
kandungan fosil, dan umur relatif maupun absolut guna memahami luas penyebaran
lapisan batuan.
Prinsip stratigrafi mencakup aturan, hubungan, dan kejadian batuan di alam,
melibatkan pertimbangan umur, waktu pengendapan, dan ciri-ciri litologinya.
Stratigrafi menjadi sangat penting dalam era modern untuk menentukan umur suatu
lapisan, menjadi indikator potensi sumber daya migas, serta memberikan wawasan
mengenai sejarah geologi suatu daerah. Proses terbentuknya kondisi stratigrafi
suatu daerah meliputi genesa dan lingkungan pengendapan lapisanlapisan batuan
ini dijelaskan pada cabang ilmu geologi yaitu sejarah geologi. Sejarah geologi juga
menjelaskan bagaimana lapisan-lapisan batuan tersebut dapat terbentuk sedemikian
rupa sehingga terlihat seperti pada kenyataan yang ada di lapangan.
Dalam penerapannya di lapangan, stratigrafi menjadi ilmu geologi yang
esensial, membantu dalam penentuan umur, memberikan informasi tentang sejarah
geologi, dan memiliki implikasi penting dalam industri migas. Praktikum yang
membahas penampang stratigrafi dianggap krusial, karena representasi grafisnya
memperlihatkan hubungan spasial antar lapisan dan mengungkapkan urutan
temporal dalam sejarah geologi suatu lokasi. Oleh karena itu, praktikum ini sangat
relevan untuk memberikan pemahaman awal kepada praktikan mengenai stratigrafi,
termasuk perhitungan ketebalan dan pembuatan penampang stratigrafi.
1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum prinsip stratigrafi ini untuk mengimplementasikan


teori-teori dan materi pada perkuliahan yang di realisasikan dengan melakukan
praktikum ini.
Adapun tujuan dari praktikum ini sebagai berikut:
1. Praktikan dapat membuat Profil Lintasan dari problem set yang di dapatkan
saat praktikum.
2. Praktikan mampu menganalisis data berupa koreksi dip, jarak datar dan beda
tinggi dalam pembuatan penampang profil lintasan.
3. Praktikan dapat menghitung ketebalan berdasarkan Penampang Profil
Lintasan
4. Praktikan dapat membuat Kolom Stratigrafi

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan demi kelancaran praktikum


penampang stratigrafi terukur antara lain :

1. Alat Tulis Menulis


2. Milimeter Block
3. Kalkir
4. Pensil Warna
5. Sandistratigrafi 2023 Edisi 2
6. Busur Derajat
7. Penggaris
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Stratigrafi

Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan
dan kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu
sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan (IAGI,
2023).
Stratigrafi merupakan ilmu yang mempelajari susunan, hubungan dan
genesa batuan-batuan yang ada di alam sehingga dengan demikian dapat diketahui
proses pembentukan batuan, hubungan antar batuan, sejarah sedimentasi dan
sejarah tektonik yang telah terjadi pada batuan batuan tersebut. Pada hakekatnya
stratigrafi terdiri dari 2 (dua) suku kata, yaitu kata “strati“ berasal dari kata
“stratos“, yang artinya perlapisan dan kata “grafi” yang berasal dari kata
“graphic/graphos”, yang artinya gambar atau lukisan. Dengan demikian stratigrafi
dalam arti sempit dapat dinyatakan sebagai ilmu pemerian lapisan-lapisan batuan.
Dalam arti yang lebih luas, stratigrafi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-macam
batuan di alam dalam ruang dan waktu. (Noor, 2019).

2.2 Sejarah Stratigrafi

Menurut Catuneanu (2006), perkembangan ilmu stratigrafi pertama kali


terjadi di Britania Raya pada abad ke-19 dengan William Smith sebagai perintisnya.
Pada periode tersebut, Smith secara cermat mengamati beberapa lapisan batuan
yang terungkap, memperhatikan adanya urutan perlapisan yang serupa, yang
dikenal sebagai prinsip superposisi. Melalui pengamatannya, Smith menyimpulkan
bahwa umumnya lapisan batuan yang terletak paling bawah adalah yang tertua,
meskipun ada beberapa pengecualian (Suroyo, 2016).
Istilah stratigrafi telah diperkenalkan sejak tahun 1852 oleh d’Orbigny,
sedangkan konsep perlapisan batuan sudah diperkenalkan sejak tahun 1667 oleh
Nicholas Steno, melalui prinsip superposisi. Stratigrafi mengalami kebangkitannya
kembali dalam ilmu kebumian karena ide-ide baru yang berkembang dalam
beberapa tahun terakhir ini, khususnya konsep tentang “sikuen stratigrafi”.
Sedangkan tata nama satuan stratigrafi pada daerah yang berbeda serta dasar dasar
biostratigrafi untuk mendefinisikannya juga masih penting, sehingga stratigrafi
pada saat ini sering dimaksudkan sebagai perubahan lingkungan selama
perkembangan cekungan sedimen. Stratigrafi juga dikenal sebagai kunci untuk
memahami hampir semua proses bumi karena analisis stratigrafi menyediakan
informasi tentang peristiwa-peristiwa sepanjang sejarah bumi. Adapun geofisika
menyediakan dasar fisika dari perilaku litosfer tapi rekaman stratigrafi
menyediakan bukti bagaimana cara litosfer berperilaku seiring dengan waktu
(Noor, 2019).

2.3 Stratigrafi Analisis

Stratigrafi Analisis pada hakekatnya adalah bagian dari disiplin ilmu


geologi yang termasuk dalam cabang ilmu geologi sejarah. Pengertiannya adalah
suatu data, tampilan dari urutan-urutan lapisan yang berisikan informasi mengenai
litologi batuan, struktur sedimen, tekstur, fosil-fosil yang terkandung, fasies
pengendapan, ulangan batuan (sekuen batuan) dan kontak antar tiap lapisan batuan
yang dapat menceritakan sejarah geologinya (Noor, 2009).
Stratigrafi analisis sangat penting karena mampu menggambarkan fasies
pengendapan, permukaan non depositional, ketidakselarasan atau bidang erosi,
perulangan batuan, serta lingkungan pengendapan. Fokus utama dari analisis
stratigrafi adalah memahami sejarah sedimentasi suatu cekungan atau basin. Ini
dicapai dengan mempelajari dan menganalisis berbagai satuan batuan di dalam
cekungan tersebut, termasuk litologi, struktur sedimen, serta lingkungan
pengendapan dan perubahannya dari batuan tertua hingga batuan termuda. Dengan
demikian, stratigrafi analisis bertujuan untuk mengungkap sejarah sedimentasi atau
perkembangan suatu cekungan dengan rinci (Noor, 2009).
2.4 Sandi Stratigrafi

Secara mendasar, terdapat hubungan yang signifikan antara peristiwa


geologi dan prinsip-prinsip batuan dalam konteks ruang dan waktu. Stratigrafi
merupakan kajian yang membahas aturan, hubungan, dan peristiwa yang terkait
dengan lapisan dan tubuh batuan di alam. Sandi stratigrafi diciptakan untuk
memberikan arahan kepada ahli geologi agar memiliki persepsi seragam dalam
penggolongan stratigrafi, menciptakan keseragaman dalam penamaan satuan-
satuan stratigrafi yang melibatkan berbagai jenis seperti lithostratigrafi, litodemik,
biostratigrafi, sekuen stratigrafi, kronostratigrafi, dan geokronologi (Noor, 2012).
Berikut adalah pengertian-pengertian sandi stratigrafi (Noor, 2012):
1. Penggolongan stratigrafi: merupakan proses pengelompokan bersistem
batuan menurut berbagai cara, bertujuan untuk mempermudah pemerian,
aturan, dan hubungan antarbatuan. Kelompok sistematis ini dikenal sebagai
satuan stratigrafi.
2. Batas satuan stratigrafi: ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri
satuan, tanpa harus berimpit dengan batas jenis satuan stratigrafi lainnya,
bahkan dapat memotong satu sama lain.
3. Tatanama stratigrafi: merupakan aturan penamaan satuan-satuan stratigrafi,
baik yang resmi maupun tak resmi, guna mencapai keseragaman dalam
nama dan pengertian, contohnya: formasi/formasi, zona/zona, sistem, dan
sebagainya.
4. Tatanama satuan stratigrafi resmi dan tak resmi: diakui dalam sandi
stratigrafi, mengatur penggunaan nama resmi dan tak resmi untuk setiap
satuan stratigrafi dengan menerapkan batasan yang berlaku. Penamaan
satuan tak resmi hendaknya tidak menyebabkan kebingungan dengan yang
resmi.
5. Stratotipe atau pelapisan jenis: merupakan tipe perwujudan alamiah satuan
stratigrafi yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan.
Ada tipe gabungan, hipostratotipe, dan lokasitipe, yang memberikan
kemungkinan untuk penyelidikan lebih lanjut.
6. Korelasi: adalah penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau antar satuan
stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu.
7. Horison: suatu bidang yang menghubungkan titik-titik kesamaan waktu,
dapat berupa horison listrik, seismik, batuan, fosil, dll. Istilah-istilah seperti
datum, marker, dan lapisan pandu sering digunakan dalam keperluan
korelasi.
8. Facies: adalah aspek fisika, kimia, atau biologi suatu endapan dalam
kesamaan waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama
dikatakan berbeda facies jika memiliki perbedaan ciri fisik, kimia, atau
biologi.

2.5 Satuan Stratigrafi

Adapun pembagian jenis-jenis satuan stratigrafi berdasarkan sandi


stratigrafi adalah sebagai berikut (Noor,2012):
1. Satuan Lithostratigrafi: Bertujuan untuk mengelompokkan batuan secara
sistematis menjadi satuan bernama berdasarkan ciri-ciri litologi. Penentuan
satuan ini dilakukan berdasarkan pengamatan lapangan, tanpa
ketergantungan pada batas waktu.
2. Satuan Litodemik: Bertujuan untuk menggolongkan batuan beku,
metamorf, dan batuan terubah kuat menjadi satuan bernama dengan merujuk
pada ciri-ciri litologi. Batuan dalam satuan litodemik tidak mengikuti
Hukum Superposisi dan dapat memiliki kontak ekstrusif, intrusif,
metamorfosa, atau tektonik.
3. Satuan Biostratigrafi: Memiliki tujuan ganda. Pertama, untuk
mengelompokkan lapisan-lapisan batuan menjadi satuan bernama
berdasarkan kandungan dan penyebaran fosil. Kedua, satuan biostratigrafi
merupakan tubuh lapisan batuan yang dipersatukan oleh kandungan fosil
atau ciri-ciri paleontologi, membedakannya dari batuan sekitarnya.
4. Satuan Sikuenstratigrafi: Bertujuan untuk mengelompokkan lapisan batuan
secara sistematis berdasarkan gerak relatif muka laut. Pembagian ini
memberikan kerangka untuk menyusun urutan peristiwa geologi, dan satuan
sikuenstratigrafi adalah tubuh lapisan batuan yang terbentuk dalam satu
siklus perubahan relatif muka laut.
5. Satuan Kronostratigrafi: Bertujuan untuk mengelompokkan lapisan-lapisan
batuan menjadi satuan bernama berdasarkan interval waktu geologi. Interval
waktu ini dapat ditentukan dengan menggunakan metode geo-kronologi
atau metode lain yang mencerminkan kesamaan waktu. Pembagian ini
memberikan kerangka untuk penafsiran geologi lokal, regional, dan global.
6. Satuan Tektonostratigrafi: Bertujuan untuk mengelompokkan kawasan di
bumi yang tergolong pinggiran lempeng aktif menjadi mintakat-mintakat
(terranes). Penentuan mintakat dilakukan berdasarkan asal-usul
terbentuknya, bukan pada keterdapatannya. Jenis mintakat dibedakan
menjadi Atockton (Autochthonous), Alokton (Allochthonous), dan Para-
Atokton (Para-autochthonous), dengan batas penyebaran ditentukan oleh
aktivitas tektonik pada waktu tertentu.

2.6 Hukum-Hukum Stratigrafi

Hukum-hukum dalam stratigrafi mengatur semua sifat dan hubungan antar


tubuh batuan yang menyusun suatu rekaman stratigrafi adapaun hukum-hukum
yang ada dalam stratigrafi adalah sebagai berikut (Rahmawati, 2021):
1. Hukum Superposisi, diperkenalkan oleh Steno pada tahun 1669,
menyatakan bahwa dalam keadaan tidak terganggu, lapisan batuan yang
berada di bawah memiliki umur geologi yang lebih tua dan terbentuk lebih
awal dibandingkan dengan lapisan batuan di atasnya. Konsep ini menjadi
dasar untuk istilah "Layer Cake Geology".
2. Hukum Horisontalitas, juga dikenalkan oleh Steno pada tahun 1669,
menyatakan bahwa pada awal proses sedimentasi, perlapisan sedimen
memiliki posisi relatif yang horizontal atau miring/sejajar dengan bidang
pengendapannya.
3. Hukum Original Continuity, diperkenalkan oleh Steno pada tahun 1669,
menyatakan bahwa urutan perlapisan sedimen yang diendapkan oleh media
air berkembang secara lateral dan hanya berakhir dengan membaji pada
tepian cekungan pengendapan karena suplai sedimen telah habis
terdistribusi.
4. Hukum Cross Cutting Relationship menjelaskan bahwa batuan yang
memotong batuan yang sudah ada sebelumnya (seperti intrusi berupa
sill/dyke atau urat/vein) berumur lebih muda daripada batuan yang
dipotongnya. "The rocks cutting across a country rock are younger than the
country".
5. Hukum Faunal Succession, pertama kali diperkenalkan oleh Abbe Giraud-
Soulavie pada tahun 1777, menyatakan bahwa fosil dengan spesies berbeda
menunjukkan perbedaan umur geologinya. Fosil dalam batuan yang lebih
tua berbeda dengan kandungan fosil pada lapisan yang lebih muda.
6. Hukum Strata Identified by Fossils, diperkenalkan oleh Smith pada tahun
1816, menyatakan bahwa perlapisan batuan dapat dibedakan berdasarkan
kandungan fosil yang khas, menjadi dasar untuk korelasi antara perlapisan
di lokasi yang berbeda.
7. Hukum Uniformitarianisme, pertama kali diperkenalkan oleh Hutton pada
tahun 1785, menyatakan bahwa proses geologi yang terjadi sekarang dapat
digunakan untuk menjelaskan proses geologi pada masa lampau.
8. Hukum Akumulasi Lateral, dikenal dengan istilah "Principles of lateral
accumulation", menjelaskan bahwa sebagian besar tubuh batuan sedimen
terbentuk dari proses akresi lateral (lateral accretion).
9. Hukum Korelasi Fasies atau Hukum Walther, diperkenalkan oleh Walther
pada tahun 1894, menyatakan bahwa jika tidak ada selang waktu
pengendapan dan tidak ada gangguan struktur geologi, urutan batuan dari
satu siklus pengendapan yang dapat dikenali secara lateral juga merupakan
urutan vertikalnya. "A conformable vertical sequence of facies was
generated by a lateral sequence of environments".

2.7 Korelasi Stratigrafi dan Umur Geologi

Untuk mendapatkan objektivitas dalam penafsiran batuan sedimen ke dalam


dinamika bumi diperlukan kerangka kerja waktu. Kita perlu tahu apa yang terjadi
pada halhal tertentu dalam urutan waktu untuk merekonstruksi paleoenvironment
dan paleogeografi. Oleh karena itu diperlukan korelasi batuan yang akan
menjelaskan kepada kita batuan mana yang terbentuk pada waktu yang sama.
Urutan-urutan peristiwa yang terjadi menjelaskan kepada kita bagaimana kondisi
dalam suatu daerah berubah, jadi kita perlu menentukan umur relatif unit-unit
batuan yang berbeda, yang mana yang lebih tua dan yang mana yang lebih muda.
Untuk mengetahui tingkat proses geologi yang bekerja di masa lampau, diperlukan
beberapa penanggalan yang akan memberikan kita kerangka kerja waktu dalam
skala tahunan.
Umur relatif batuan dapat ditentukan oleh hubungan stratigrafi yang
sederhana. Contoh, rangkaian perlapisan yang tidak terdeformasi, lapisan bagian
atas lebih muda daripada lapisan di bawahnya. Di dalam lapisan-lapisan ini terdapat
perubahan kandungan fosil yang dapat diamati. Bentuk organisme berubah seiring
waktu, oleh karena itu tipetipe fosil tertentu merupakan karakteristik periode
tertentu pula dalam sejarah bumi. Kita dapat menggunakan kehadiran atau
ketiadaan fosil untuk menaruh batuan dalam urutan stratigrafi. Batuan yang
mengandung karakteristik fosil yang sama dapat dipertimbangkan kira-kira
berumur sama. Dalam beberapa keadaan tingkat peluruhan radioaktif unsur isotop
dalam batuan dapat digunakan untuk menghitung umur isotop untuk batuan.
Kombinasi teknik stratigrafi yang berbeda-beda telah digunakan untuk
merekonstruksi kolom statigrafi semua batuan dan peristiwa-peristiwa dapat
dihubungkan dan skala waktu geologi absolut untuk tiap-tiap peristiwa dapat
tersedia. Skala-waktu geologi dikonstruksi dari informasi stratigrafi yang ada dalam
batuan dengan kerangka kerja waktu untuk tiap peristiwa dalam sejarah bumi.

2.8 Stratigrafi dan Sedimentologi

Geologi merupakan ilmu multidisiplin yang dapat lebih baik dipahami


melalui pemahaman hubungan antara aspek-aspek yang berbeda. Sedimentologi
dan stratigrafi, dua sub-disiplin utama dalam ilmu geologi, sering dibahas terpisah
pada masa lalu, namun kini disatukan dalam proses pengajaran, penelitian
akademik, dan aplikasi ekonomi. Kedua ilmu ini dapat dijelaskan bersama sebagai
serangkaian proses dan hasilnya yang saling terkait dalam konteks ruang dan waktu.
Sedimentologi berfokus pada pembentukan batuan sedimen, sementara
stratigrafi mempelajari lapisan batuan ini beserta hubungannya dalam ruang dan
waktu. Oleh karena itu, memiliki relevansi untuk membahas sedimentologi dan
stratigrafi secara bersamaan. Meskipun tidak mungkin memisahkan mineralogi
komponen batuan dan evolusi paleontologi dari stratigrafi, pembahasan tetap harus
dibatasi pada topik-topik tertentu (Noor, 2019).
Stratigrafi adalah studi batuan yang bertujuan menentukan urutan dan waktu
kejadian dalam sejarah bumi. Sedimentologi, di sisi lain, adalah studi tentang
proses-proses pembentukan, pengangkutan, dan pengendapan material yang
terakumulasi sebagai sedimen di dalam lingkungan kontinen dan laut hingga
membentuk batuan sedimen. Kedua subjek tersebut memiliki kaitan erat dan
berperan dalam penafsiran pengendapan. Kajian terhadap proses dan produk
sedimen memungkinkan kita untuk memahami dinamika lingkungan pengendapan.
Rekaman dari proses pada batuan sedimen dapat digunakan untuk menjelaskan dan
memperkenankan kita dalam menafsirkan batuan ke dalam lingkungan tertentu.
Untuk menentukan perubahan lateral dan vertikal dalam lingkungan masa lampau
ini, diperlukan kerangka kerja kronologi (Noor, 2019).

Adapun hubungan-hubungan antara Stratigrafi dan Sedimentologi:


1. Penentuan Lingkungan Deposisi: Sedimentologi membantu menentukan
lingkungan deposisi suatu sedimen, termasuk jenis dan karakteristik
fisiknya. Stratigrafi menggunakan informasi tersebut untuk memahami
perubahan lingkungan deposisi sepanjang waktu, mendukung rekonstruksi
sejarah geologis.
2. Korelasi Stratigrafis: Stratigrafi menggunakan konsep sedimentologi untuk
membedakan dan mengidentifikasi formasi batuan berdasarkan
karakteristik sedimen. Sedimentologi mendukung stratigrafi dalam
melakukan korelasi antara lapisan batuan di berbagai lokasi dengan
menerapkan analisis komposisi sedimen.
3. Rekonstruksi Paleogeografi: Sedimentologi memberikan wawasan tentang
lingkungan deposisi masa lalu dan kondisi paleogeografi. Stratigrafi
menggunakan informasi ini untuk merekonstruksi dan memetakan kondisi
geografis dan geologis Bumi pada waktu tertentu.
4. Pembentukan dan Transformasi Batuan Sedimen: Sedimentologi
memahami proses fisik dan kimia yang terlibat dalam pembentukan batuan
sedimen. Stratigrafi memanfaatkan informasi ini untuk mengidentifikasi
dan mengelompokkan formasi batuan sedimen berdasarkan karakteristik
pembentukannya.

2.9 Kolom Stratigrafi

Kolom stratigrafi pada dasarnya merupakan representasi visual yang


menggambarkan susunan berbagai jenis batuan serta hubungan antar batuan atau
satuan batuan dari yang tertua hingga yang termuda sesuai dengan urutan umur
geologi. Selain itu, kolom stratigrafi juga mencakup informasi mengenai ketebalan
setiap satuan batuan dan proses terbentuknya batuan tersebut. Terdapat berbagai
cara untuk menyajikan kolom stratigrafi, namun ada standar umum yang diakui
oleh para ahli geologi (Suroyo, 2019).
Penampang kolom stratigrafi biasanya terdiri dari kolom-kolom yang
memiliki atribut-atribut berikut (Suroyo, 2019):
1. Umur: Menunjukkan urutan umur geologi dari batuan tertua hingga termuda
dalam kolom stratigrafi.
2. Formasi: Mengidentifikasi dan memberi nama pada formasi batuan yang
mewakili satu kesatuan dalam kolom stratigrafi.
3. Satuan Batuan: Menyajikan jenis-jenis batuan yang terdapat dalam formasi,
memberikan informasi tentang komposisi mineral dan tekstur batuan.
4. Ketebalan: Menyatakan ketebalan masing-masing satuan batuan atau
formasi dalam kolom stratigrafi.
5. Besar-Butir: Menunjukkan ukuran butir batuan dalam kolom stratigrafi,
yang dapat memberikan informasi tambahan mengenai proses deposisi.
6. Simbol Litologi: Menggunakan simbol-simbol untuk mewakili karakteristik
litologi atau sifat fisik batuan dalam kolom stratigrafi.
7. Deskripsi/Pemerian: Memberikan deskripsi singkat atau pemerian
mengenai sifat fisik, warna, dan tekstur batuan dalam kolom stratigrafi.
8. Fosil Diagnostik: Menyajikan informasi mengenai fosil yang ditemukan
dalam batuan, dapat digunakan untuk menentukan umur batuan secara
relatif.
9. Lingkungan Pengendapan: Menunjukkan lingkungan atau kondisi tempat
batuan tersebut terbentuk, seperti laut dalam, rawa, atau sungai.

2.10 Korelasi Stratigrafi

Melalui korelasi stratigrafi, para geolog dapat memahami sejarah


pembentukan dan perkembangan lapisan-lapisan batuan di berbagai lokasi
geografis. Proses ini memainkan peran kunci dalam mengidentifikasi peristiwa
geologis penting, seperti perubahan iklim, pergeseran lempeng bumi, atau peristiwa
kiamat biologis (Suroyo 2019)
Korelasi adalah upaya untuk menghubungkan dua titik atau lebih pada
suksesi vertikal batuan berdasarkan kesamaan waktu pembentukan. Korelasi juga
dapat diartikan sebagai penghubungan antar satuan stratigrafi dengan
mempertimbangkan waktu (Rahmawati, 2021).
Adapun jenis korelasi dalam stratigrafi adalah sebagai berikut (Suroyo 2019):
1. Korelasi Litostratigrafi: Melalui korelasi litostratigrafi, geolog dapat
memetakan dan menghubungkan lapisan-lapisan batuan berdasarkan
kesamaan jenis litologi. Hal ini membantu dalam menentukan karakteristik
batuan di suatu wilayah dan mengidentifikasi adanya formasi yang mungkin
memiliki asal-usul yang serupa.
2. Korelasi Biostratigrafi: Korelasi biostratigrafi memungkinkan geolog untuk
mengidentifikasi dan memahami distribusi fosil dalam lapisan-lapisan
batuan. Kandungan fosil yang serupa dapat mengindikasikan hubungan
evolusioner antarwilayah, sementara fosil yang unik dapat membantu
menentukan batas-batas stratigrafi.
3. Korelasi Kronostratigrafi: Dalam korelasi kronostratigrafi, penekanan
diberikan pada hubungan waktu geologis antarwilayah. Metode ini
membantu para ilmuwan menetapkan rentang umur geologis pada lapisan-
lapisan batuan, yang dapat digunakan untuk memahami urutan kejadian
geologis dan perubahan lingkungan.

Melalui penggabungan ketiga metode korelasi ini, geolog dapat


membangun model yang lebih lengkap tentang sejarah geologis suatu daerah.
Kesamaan dalam litologi, kandungan fosil, dan umur geologis antarwilayah dapat
membantu dalam pembentukan pemahaman yang lebih mendalam tentang evolusi
bumi dan peristiwa geologis yang memengaruhinya. Korelasi stratigrafi
memberikan dasar yang kokoh untuk penyelidikan lebih lanjut dalam bidang
geologi dan memberikan wawasan penting tentang perubahan yang terjadi di masa
lalu.

2.11 Stratigrafi Sikuen

Sequence stratigrafi atau stratigrafi sikuen merupakan suatu pendekatan


multidisiplin dalam bidang stratigrafi yang bertujuan untuk merekonstruksi fasies
yang memiliki hubungan genetik, berdasarkan peristiwa yang sama, dan terletak di
antara domain-domain kronostratigrafi. menggambarkan stratigrafi sikuen
merupakan suatu studi yang memeriksa fasies-fasies yang memiliki hubungan
genetik dalam kerangka kronostratigrafi. Komponen dasar dalam stratigrafi sikuen
adalah sikuen pengendapan, yang didefinisikan sebagai unit stratigrafi yang diisi
oleh lapisan-lapisan yang memiliki hubungan genetik, dibatasi pada bagian bawah
dan atasnya oleh suatu ketidakselarasan atau keselarasan padanannya (Rahmawati,
2021).
Suatu sikuen yang terdiri dari parasikuen dan parasikuen set yang
bertumpuk secara vertikal akan membentuk sistem traks. Sistem traks merupakan
suatu terminologi yang menjelaskan pembentukan sikuen secara vertikal yang
melibatkan rangkaian dinamika sedimentasi yang terjadi dalam satu siklus
pengendapan. Salah satu tujuan pemahaman sikuen stratigrafi adalah untuk
membantu dalam interpretasi dan karakterisasi fasies potensial batuan rezervoar,
batuan tudung, dan batuan induk dalam suatu sistem petroleum, sehingga akhirnya
dapat mengurangi risiko eksplorasi dan meningkatkan korelasi batuan rezervoar
untuk eksploitasi. Kepercayaan geologi terhadap interpretasi sikuen stratigrafi
bergantung pada kemampuannya untuk membentuk suatu model geologi yang
konsisten dengan integrasi disiplin ilmu lainnya, seperti geofisika dan teknik
perminyakan (Rahmawati, 2021).
Stratigrafi dan pola tumpukan perlapisan dalam batuan sedimen merekam
interaksi antara gejala-gejala tektonik, perubahan muka air laut, dan iklim.
Penelitian tentang batas dari set parasekuens dan parasekuens akan menghasilkan
suatu kerangka kronostratigrafi yang berguna untuk korelasi dan pemetaan. Set
parasekuens, yang didefinisikan dan diidentifikasi berdasarkan hubungan fisik
suatu lapisan, termasuk kelanjutan lateral dan geometri lateral dari pembatas unit-
unit ini (Rahmawati, 2021).
Stratigrafi urutan adalah studi tentang hubungan batuan dalam kerangka
kronostratigrafi dari strata yang berulang dan terkait secara genetik yang dibatasi
oleh permukaan erosi atau nondeposisi. Atau kesesuaian korelatifnya. Satuan dasar
stratigrafi barisan adalah barisan yang dibatasi oleh ketidakselarasan dan
kesesuaian korelatifnya. Urutan dapat dibagi lagi menjadi saluran sistem. Yang
ditentukan oleh posisinya dalam barisan dan oleh pola susunan kumpulan
parasequence dan parasequence yang dibatasi oleh permukaan banjir laut. Batasan
barisan, himpunan parasequence. Dan parasequencc menyediakan kerangka
kronostratigrafi untuk mengkorelasikan dan memetakan batuan sedimen. Urutan.
Himpunan parasequence, dan parasequence didefinisikan dan diidentifikasi oleh
fisika. Hubungan ical strata. Termasuk kontinuitas lateral dan geometri permukaan
yang membatasi satuan. Pola penumpukan vertikal dan lateral, dan geometri lateral
strata dalam unit-unit ini. Ketebalan absolut, lamanya waktu pembentukannya. Dan
interpretasi asal usul regional atau global tidak digunakan untuk menentukan urutan
unit stratigrafi. Urutan dan komponen stratalnya diinterpretasikan terbentuk sebagai
respons terhadap interaksi antara laju eustasy. Penurunan permukaan tanah. Dan
pasokan sedimen. Interaksi ini dapat dimodelkan dan model tersebut diverifikasi
melalui observasi untuk Memprediksi hubungan strata dan menyimpulkan usia di
wilayah yang data geologinya terbatas (Wagowner, 1988).

2.12 Pengukuran Stratigrafi

Pengukuran stratigrafi adalah kegiatan rutin dalam pemetaan geologi


lapangan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran rinci tentang hubungan
antar perlapisan batuan atau satuan batuan, ketebalan setiap satuan stratigrafi,
sejarah sedimentasi secara vertikal, dan lingkungan pengendapan dari setiap satuan
batuan. Pengukuran ini umumnya dilakukan dengan menggunakan tali meteran dan
kompas pada singkapan-singkapan yang berlanjut dalam suatu lintasan. Penting
untuk memastikan bahwa pengukuran dilakukan tegak lurus terhadap jurus
perlapisan batuan, sehingga sudut antara jalur pengukuran dan arah jurus perlapisan
tidak terlalu besar (Noor, 2012).
Metoda pengukuran stratigrafi bertujuan untuk mendapatkan urutan rinci
dari perlapisan suatu satuan stratigrafi, ketebalan setiap satuan stratigrafi, hubungan
stratigrafi, sejarah sedimentasi secara vertikal, dan lingkungan pengendapan.
Tujuan umumnya melibatkanm emperoleh data litologi terperinci dari urutan
perlapisan suatu satuan stratigrafi. Mendapatkan ketebalan yang teliti dari setiap
satuan stratigrafi. Memahami dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan
batuan dan urutan sedimentasi dalam arah vertikal untuk menafsirkan lingkungan
pengendapan. Pengukuran stratigrafi biasanya dilakukan pada singkapan-
singkapan yang berlanjut, terutama yang melibatkan satu atau lebih satuan
stratigrafi yang resmi. Metoda yang umum dan sering digunakan di lapangan
melibatkan penggunaan pita ukur dan kompas. Pengukuran dilakukan pada lintasan
yang ditentukan sebelumnya, dan hasilnya direkam dengan catatan lapangan yang
mencakup jenis batuan, keadaan perlapisan, ketebalan setiap lapisan batuan,
struktur sedimen, dan unsur-unsur geologi lainnya yang dianggap penting (Noor
,2012).
Hasil pengukuran stratigrafi kemudian disajikan dalam bentuk kolom
stratigrafi dengan memperhitungkan koreksi sudut dan ketebalan setiap lapisan
batuan. Proses ini membantu dalam membentuk gambaran yang lebih akurat
tentang susunan geologi suatu daerah. Pengukuran stratigrafi menjadi landasan
penting dalam pemetaan geologi dan penelitian mengenai sejarah geologi dan
lingkungan pengendapan (Noor, 2012).

2.13 Aplikasi Stratigrafi

Penerapan hukum stratigrafi memiliki tujuan utama untuk menentukan


umur relatif batuan, yakni untuk memperkirakan urutan pembentukan batuan,
dengan mengidentifikasi batuan yang terbentuk lebih dulu hingga batuan yang
terbentuk terakhir. Selain itu, stratigrafi juga memiliki tujuan untuk menentukan
umur absolut batuan, yaitu kapan tepatnya suatu batuan terbentuk. Informasi ini
dapat diperoleh melalui metode radiometri atau dating, yang melibatkan
pengukuran kadar unsur radioaktif dalam batuan untuk menentukan umur batuan
secara tepat (Suroyo, 2019).
Stratigrafi berasal dari kata "strata" yang berarti lapisan yang berhubungan
dengan batuan, dan "graphy" yang berarti pemerian, gambaran, atau urutan lapisan.
Ilmu ini melibatkan komposisi, umur relatif, serta distribusi peralapisan batuan dan
interpretasi terhadap lapisan-lapisan tersebut untuk menjelaskan sejarah bumi.
Melalui perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda, stratigrafi
memungkinkan pengembangan studi lebih lanjut mengenai litologi (litostratigrafi),
kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya
(kronostratigrafi) (Suroyo, 2019).
Dalam praktiknya, pengaplikasian stratigrafi melibatkan beberapa konsep
dan teknik, antara lain:
1. Litostratigrafi: Menghubungkan lapisan-lapisan batuan berdasarkan
kesamaan jenis litologinya. Setiap lapis batuan dianggap sebagai satu satuan
waktu pengendapan.
2. Biostratigrafi: Menghubungkan lapisan-lapisan batuan berdasarkan
kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di dalam batuan.
Dalam biostratigrafi, batuan dengan jenis yang berbeda dapat memiliki
kandungan fosil yang sama.
3. Kronostratigrafi (Geokronostratigrafi): Menghubungkan lapisan-lapisan
batuan berdasarkan kesamaan umur geologinya. Metode ini mencakup
penggunaan dating radiometrik untuk menentukan umur absolut batuan.

Pengaplikasian stratigrafi sangat penting dalam pemahaman geologi suatu


daerah. Ini membantu dalam interpretasi dan karakterisasi batuan reservoir, batuan
tudung, dan batuan induk dalam konteks sistem petroleum. Melalui stratigrafi, kita
dapat membangun model geologi yang konsisten dengan integrasi disiplin ilmu
geologi lainnya seperti geofisika dan teknik perminyakan, yang pada gilirannya
dapat mengurangi risiko eksplorasi dan meningkatkan korelasi batuan reservoir
untuk kegiatan eksploitasi.

2.14 Penampang Stratigrafi

Penampang stratigrafi adalah representasi dua dimensi dari urutan dan


hubungan antar lapisan batuan. Penampang ini digunakan untuk memvisualisasikan
stratigrafi suatu daerah dan untuk menginterpretasi sejarah geologi daerah tersebut.
(Pettijohn, 1975)
Penampang stratigrafi adalah sikuen dataset yang dapat dideskripsikan
sebagai variabel acak dan berkorespondensi terhadap tepat satu nilai kedalaman
ataupun ketebalan. Fenomena tersebut mencermikan perulangan dalam waktu atau
ketebalan mengikuti teori probabilitas dan disebut sebagai proses stokastik. Proses
stokastik dapat berupa sinyal deret waktu (time series signal), dalam hal ini yang
disebut sebagai sinyal adalah sinyal stratigrafi, sebab adanya informasi litologi
untuk tiap ketebalan unit stratigrafi. Sementara itu, suatu sinyal dapat tersusun dari
komponen tren serta komponen acak (Alam, 2020).

2.15 Langkah-Langkah Pembuatan Penampang Stratigrafi

Penelitian stratigrafi pada umumnya dilakukan dengan analisis profil


sedimentologi dan stratigrafi detil dari singkapan daerah penelitian. Metode
pengukuran penampang stratigrafi pada umumnya menggunakan pita ukur dan
kompas. Metode ini diterapkan terhadap singkapan yang menerus atau sejumlah
singkapan-singkapan yang dapat disusun menjadi suatu penampang profil
stratigrafi. Data yang diambil meliputi tekstur, struktur sedimen, komposisi
mineral, sekuen pengendapan (mengkasar ke atas/menghalus keatas), kontak
lapisan (erosional, gradasional, tegas) (Akbar, 2021).
Dalam proses penyusunan penampang stratigrafi, beberapa langkah esensial
dapat diterapkan:
1. Pahami Tujuan Pengukuran: Memahami dengan jelas tujuan pengukuran
penampang stratigrafi, yaitu untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam dan terukur mengenai hubungan stratigrafi.
2. Catat Ketebalan dan Karakteristik Litologi: Mencatat dengan teliti
ketebalan setiap perlapisan atau unit litologi. Pastikan untuk mencatat juga
tekstur dan struktur sedimen yang terdapat dalam setiap lapisan.
3. Perhatikan Batas Antar Perlapisan: Berikan perhatian khusus pada batas
antar perlapisan, terutama jika sulit dikenali. Jika ada perubahan jenis
sedimen, catat dengan seksama perbedaannya.
4. Kelompokkan Laminasi-Laminasi Tipis: Jika terdapat laminasi tipis yang
bersisipan, pertimbangkan untuk mengelompokkan kolom stratigrafi
tersebut menjadi satu unit litologi.
5. Catat Perubahan Ketebalan Unit Perlapisan: Merekam setiap perubahan
dalam ketebalan unit perlapisan yang dapat diamati pada singkapan
tersebut.
6. Perhatikan Kedudukan Bidang Perlapisan: Melihat apakah bidang
perlapisan menerus tetap atau mengalami perubahan akibat perlipatan atau
sesar.
7. Pilih Metode Pengukuran yang Tepat: Menggunakan berbagai cara atau
metode pengukuran sesuai dengan ketersediaan perlengkapan dan
kebutuhan pengukuran.
8. Tentukan Jarak Sisipan dari Alas Satuan: Apabila ada sisipan, pastikan
untuk menentukan jaraknya dari alas satuan sebagai informasi tambahan.
Dengan mengikuti langkah-langkah ini, dapat disusun penampang
stratigrafi yang lebih rinci dan informatif, memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang sejarah dan relasi antarbatuan.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Metode Praktikum


Metode yang digunakan dalam praktikum acara pertama penampang statigrafi
terukur yaitu dengan metode measuring section. Data yang ada dalam kolom
statigrafi dengan metode measuring section yaitu data ketebalan satuan, litologi dan
ukuran butir, pemerian serta lingkungan pengendapan.
3.2 Tahapan Praktikum
Metode yang digunakan dalam praktikum acara pertama penampang
statigrafi terukur yaitu dengan metode measuring section. Data yang ada dalam
kolom statigrafi dengan metode measuring section yaitu data ketebalan satuan,
litologi dan ukuran butir, pemerian serta lingkungan pengendapan.
3.2.1 Tahap Persiapan
Tahap ini merupakan tahap persiapan sebelum melakukan pengolahan data di
laboratorium atau praktikum. Tahap persiapan perlengkapan ini meliputi persiapan
kelengkapan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum ini yaitu kertas grafik,
ketas A4, penggaris, kalkulator, alat tulis, busur, sandi statigrafi, pensil warna, dan
double tip.
3.2.2 Tahapan Praktikum
Tahap ini merupakan tahapan inti. Adapun tahap atau langkah praktikum
acara pertama ini, yaitu :
1. Membaca problem set.
2. Membuat profil lintasan dari data yang ada problem set tersebut.
3. ⁠Menghitung koreksi Dip
Koreksi Dip = Tan din X Sin2β
4. Membuat penampang
Jarak datar = Jarak sebenarnya X cos α
Beda tinggi = Jarak sebenarnya X sin α
5. Menghitung ketebalan lapisan.
Tebal = Jarak mistar x skala peta
6. Membuat ko lom statigrafi.
3.2.3 Tahap Penyusunan Laporan
Tahap ini merupakan tahap akhir dan bertujuan menyajikan data hasil
praktikum yang dibuat dalam bentuk tulisan yakni sebagai laporan.
DAFTAR PUSTAKA

Noor, D.,2012. Pengantar Geologi. Bogor: Universitas Pakuan


Noor, D., 2019. Sedimentologi dan Stratigrafi, Bogor: Universitas Pakuan
Rahmawati, D., 2021. E-Modul Stratigrafi. Samarinda: Universitas Mulawarman
IAGI, 2023. Sandi Stratigrafi Indonesia Edisi 2023. Jakarta : Ikatan Ahli Geologi
Indonesia
Suroyo, H., 2019. Modul 2 Geologi Dasar. Bandung : Kepala Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi
Alam, S,. 2020. Analisis Deret Waktu dalam Korelasi Stratigrafi: Studi Kasus
Formasi Subang, Jawa Barat. Bandung: Jurnal Geologi dan Sumber Daya
Mineral
Akbar, R. A., 2021. Analisis Fasies Sedimen Batulempung Airbenakat Sub-
Cekungan Jambi, Cekungan Sumatra Selatan Berdasarkan Profil Penampang
Stratigrafi Di Daerah Sungai Rotan, Tanjung Barat : Jambi : Lembaran
Publikasi Minyak Dan Gas
Van Wagoner, J. C., 1988. An Overview Of The Fundamentals Of Sequence
Stratigraphy And Key Definitions. Houstun, Texas : The Society Of
Economic Paleontologists And Mineralogists

Anda mungkin juga menyukai