Anda di halaman 1dari 66

BAB I PENDAHULUAN I.

1 Latar Belakang Pada ilmu pengetahuan geologi, terdapat berbagai macam cabang ilmu pengetahuan yang mendukung seorang Geologist berkiprah di alam, sehingga seorang Geologist dituntut agar dapat menafsirkan berbagai macam gejala alam yang telah dipelajari dari berbagai macam cabang ilmu Geologi. Hingga kini telah di ketahui macam-macam cabang ilmu Geologi seperti Mineralogi & Kristalografi, Petrologi, Geomorfologi, Geostatistik, Geokimia, Stratigrafi, dan lain-lain. Pada cabang ilmu geologi Stratigrafi, ini dibahas berkaitan dengan suatu bentukan lapisan-lapisan batuan yang menyusun suatu daerah sehingga dapat ditafsirkan mengenai sejarah terbentuknya daerah tersebut, kandungan mineral, dan lingkungan pengendapannya. Ilmu Stratigrafi sangatlah penting dan berguna bagi seorang Geologist, dengan mempelajarinya maka seorang geologist hampir menguasai separuh dari ilmu geologi karena hampir kajian atau pembahasan Geologi sangat berkaitan erat dengan Ilmu Stratigrafi. Di dalam ilmu Stratigrafi, terdapat kaitan erat dengan beberapa macam cabang ilmu yakni seperti Kristalografi & Mineralogi, Petrologi, Sedimentologi, Mikropaleontologi, dan lain - lain. Salah satu hukum Stratigrafi ialah mengatakan bahwa pada keadaan normal lapisan yang berada di bagian bawah adalah lapisan yang lebih tua daripada lapisan yang ada di atasnya. Sehingga dapat di interpretasikan mengenai umur

dari lapisan-lapisannya. Lalu dengan tipe-tipe lapisan yang diketahui dapat di interpretasikan mengenai lingkungan pengendapannya. Dapat disimpulkan bahwa cabang ilmu Stratigrafi erat kaitannya dengan berbagai macam konsentrasi Geologi sebagai sang penafsir bumi. Maka perlulah sekiranya Ilmu Stratigrafi dipelajari dan di amalkan oleh para Geologist dalam bidang pekerjaannya.

I.2 Maksud dan Tujuan Praktikum Stratigrafi Maksud dari adanya praktikum Stratigrafi ini adalah merupakan salah satu kurikulum wajib yang harus di ampu dan dipenuhi oleh penyusun pada jurusan Geologi, FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL, INSTITUT & TEKNOLOGI AKPRIND Yogyakarta. Tujuan dari praktikum Stratigrafi ialah agar dapat mengetahui dan menginterpretasikan berbagai macam litologi-litologi batuan yang terkandung di suatu daerah dan dapat mengetahui lingkungan

pengendapannya pada setiap lapisan-lapisannya.

I.3 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan praktikum Stratigrafi ialah sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh asisten Laboraturium Stratigrafi. Adapun pelaksanaan praktikum Stratigrafi yang dilaksanakan oleh penyusun ialah pada hari Senin pada pukul 13.00 WIB. Tempat praktikum Stratigrafi ialah bertempat di Laboraturium Geologi Dinamik IST AKPRIND Yogyakarta. Yang beralamatkan di jalan I Nyoman Oka, Kotabaru, Yogyakarta.

34

BAB II DASAR TEORI

II.1 Pengertian Stratigrafi Stratigrafi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi, yang berasal dari bahasa Latin, Strata (perlapisan, hamparan) dan Grafia (memerikan,

menggambarkan). Jadi pengertian stratigrafi yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan batuan serta hubungan lapisan batuan itu dengan lapisan batuan yang lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang sejarah bumi. Stratigrafi mempunyai arti sempit yaitu ilmu pemerian lapisan lapisan batuan. hal tersebut ditinjau dari arti katanya yaitu, strata (stratum) yang berarti lapisan batuan, dan grafi (grafis) yaitu pemerian/gambaran. Arti luas dari stratigrafi adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan, dan kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu. Stratigrafi dalam arti luas adalah ilmu yang membahas aturan, hubungan dan kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dengan ruang dan waktu, sedangkan dalam arti sempit ialah ilmu pemerian batuan (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Stratigrafi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi, yang berasal dari bahasa Latin,Strata(perlapisan,hamparan)danGrafia

(memerikan,menggambarkan). Jadi pengertian stratigrafi yaitu suatu ilmu yang mempelajari tentang lapisan-lapisan batuan serta hubungan lapisan batuan itu

34

dengan lapisan batuan yang lainnya yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang sejarah bumi. Ilmu stratigrafi muncul di Britania Raya pada abad ke 19. Perintisnya adalah William Smith. Kala itu diamati bahwa beberapa lapisan muncul pada urutan yang sama (superposisi). Kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan tanah yang terendah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa pengecualian. Dalam Principles of Stratigraphy, Grabau (1913) mendefinisikan stratigrafi sebagai sisi anorganik dari geologi sejarah, atau perkembangan litosfir dari waktu ke waktu, selama umur geologi. Definisi ini mencerminkan konsep semula dari stratigrafi, yaitu sebagai suatu cabang ilmu geologi yang memerikan, menyusun, dan menggolongkan batuan berlapis. Penekanan yang diberikan Grabau pada proses-proses anorganik dan faktor-faktor organik dalam karya tulisnya secara tidak langsung memperluas definisi yang diberikannya serta mengindikasikan bahwa ruang lingkup stratigrafi mengalami perluasan, hingga mencakup sebagian besar materi bahasan paleontologi (dengan pengecualian untuk sistematika dan morfologi deskriptif dari fosil). Pada dekadedekade berikutnya, hingga kini, ruang lingkup stratigrafi terus mengalami perluasan. Sekarang ini stratigrafi bisa dipandang sebagai disiplin terpadu yang mengkombinasikan berbagai data dari hampir semua cabang ilmu bumi sedemikian rupa sehingga dari hasil pengkombinasian itu dapat diperoleh gambaran mengenai sejarah bumi. Sebelum Perang Dunia I, pekerjaan stratigrafi umumnya berupa pemerian batuan sedimen di kerak bumi. Saat itu, para ahli stratigrafi sebenarnya baru

34

melaksanakan

aspek

deskriptif

dari

stratigrafi;

mereka

lebih

banyak

menghabiskan waktunya untuk memerikan singkapan. Fasa perkembangan itu terus berlanjut hingga sekarang. Namun, semenjak empat dasawarsa lalu, aspek deskriptif stratigrafi mengalami perluasan dengan diperolehnya cara untuk memerikan batuan bawah permukaan. Hal itu terutama terjadi karena adanya perkembangan yang pesat dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas. Para ahli stratigrafi generasi masa lalu, meskipun sebagian besar menghabiskan waktunya untuk melakukan pemerian, namun terbukti mampu mengembangkan prinsip-prinsip yang dapat dipakai untuk menafsirkan dan menganalisis data batuan sedimen. Banyak diantara prinsip-prinsip itu yang masih sahih hingga sekarang, namun ada juga yang gugur karena tidak sesuai lagi dengan data baru. Masuknya data bawah permukaan, ditambah dengan berkembangnya berbagai teknik dan alat baru untuk menganalisis material sedimen, mendorong para ahli untuk melakukan tinjauan kritis terhadap konsep-konsep yang semula dianggap sebagai konsep yang tidak lekang karena waktu(time-honored concepts). Akhirakhir ini, para ahli stratigrafi didorong untuk menyempurnakan atau menghapus sama sekali konsep stratigrafi lama. Proses penyempurnaan itu kadang-kadang berlangsung begitu cepat.

II.2 Prinsip Stratigrafi Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan urut-urutan kejadian geologi adalah sebagai berikut: 1. Prinsip Superposisi

34

Prinsip ini sangat sederhana, yaitu pada kerak bumi tempat diendapkannya sedimen, lapisan yang paling tua akan diendapkan paling bawah, kecuali pada lapisan-lapisan yang telah mengalami pembalikan. Dapat dilihat pada gambar II.2.1.

Gambar II.2.1. Umur Relatif Batuan Sedimen (sumber Modul HMG UNPAD)

2.

Hukum Datar Asal (Original Horizontality) Prinsip ini menyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh gravitasi akan membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi dari pernyataan ini adalah lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan, terjadi setelah proses pengendapan. Pengecualian : Pada keadaan tertentu (lingkungan delta, pantai, batugamping, terumbu, dll) dapat terjadi pengendapan miring yang disebut Kemiringan Asli (Original Dip) dan disebut Clinoform.

3.

Azas Pemotongan (Cross Cutting) Prinsip ini menyatakan bahwa sesar atau tubuh intrusi haruslah berusia lebih

34

muda dari batuan yang diterobosnya. 4. Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity) Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan berkesinambungan sampai batas cekungan sedimentasinya. Penerusan bidang perlapisan adalah penerusan bidang kesamaan waktu atau merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi. Dalam keadaan normal suatu lapisan sedimen tidak mungkin terpotong secara lateral dengan tiba-tiba, kecuali oleh beberapa sebab yang menyebabkan terhentinya kesinambungan lateral, yaitu : a) Pembajian Menipisnya suatu lapisan batuan pada tepi cekungan sedimentasinya. Dapat dilihat pada gambar II.2.2.

Gambar II.2.2. Penipisan Lapisan Sedimen pada Tepian Cekungan (sumber Modul HMG UNPAD)

b)

Perubahan Fasies Perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan yang sama, atau perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama (menjemari).

c)

Penghilangan Lapisan Secara Lateral

34

d)

Pemancungan atau Pemotongan karena Ketidakselarasan Dijumpai pada jenis ketidakselarasan Angular Unconformity di mana urutan batuan di bawah bidang ketidakselarasan membentuk sudut dengan batuan diatasnya. Pemancungan atau pemotongan terjadi pada lapisan batuan di bawah bidang ketidakselarasan. Dapat dilihat pada gambar II.2.3.

Gambar II.2.3. Pemancungan pada lapisan (sumber Modul HMG UNPAD)

e)

Dislokasi karena sesar Pergeseran lapisan batuan karena gaya tektonik yang menyebabkan terjadinya sesar atau patahan. Hal ini dapat dilihat pada gambar II.2.4.

Gambar II.2.4. Dislokasi (sumber Modul HMG UNPAD)

5.

Azas Suksesi Fauna (Faunal Succesions) Penggunaan fosil dalam penentuan umur geologi berdasarkan dua asumsi

34

dalam evolusi organik. Asumsi pertama adalah organisme senantiasa berubah sepanjang waktu dan perubahan yang telah terjadi pada organise tersebut tidak akan terulang lagi. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu kejadian pada sejarah geologi adalah jumlah dari seluruh kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Asumsi kedua adalah kenampakan-kenampakan anatomis dapat ditelusuri melalui catatan fosil pada lapisan tertua yang mewakili kondisi primitif organisme tersebut. 6. Teori Katastrofisme (Catastrophism) Teori ini dicetuskan oleh Cuvier, seorang kebangsaan Perancis pada tahun 1830. Ia berpendapat bahwa flora dan fauna dari setiap zaman itu berjalan tidak berubah, dan sewaktu terjadinya revolusi maka hewan-hewan ini musnah. Sesudah malapetaka itu terjadi, maka akan muncul hewan dan tumbuhan baru, sehingga teori ini lebih umum disebut dengan teori Malapetaka. 7. Teori Uniformitarianisme (Uniformitarianism) Teori ini dicetuskan oleh James Hutton, teori ini berbunyi The Present is The Key to The Past , yang berarti kejadian yang berlangsung sekarang adalah cerminan atau hasil dari kejadian pada zaman dahulu, sehingga segala kejadian alam yang ada sekarang ini, terjadi dengan jalan yang lambat dan proses yang berkesinambungan seragam dengan proses-proses yang kini sedang berlaku. Hal ini menjelaskan bahwa rangkaian pegununganpegunungan besar, lembah serta tebing curam tidak terjadi oleh suatu

34

malapetaka yang tiba-tiba, akan tetapi melalui proses alam yang berjalan dengan sangat lambat. Kesimpulan dari teori Uniformitarianisme adalah : Proses-proses alam berlangsung secara berkesinambungan. Proses-proses alam yang terjadi sekarang ini, terjadi pula pada masa lampau namun dengan intensitas yang berbeda. 8. Siklus Geologi Siklus ini terdiri dari proses Orogenesa (Pembentukan Deretan Pegunungan), proses Gliptogenesa (Proses-proses Eksogen/ Denudasi) dan proses Litogenesa (Pembentukan Lapisan Sedimen). Bumi tercatat telah mengalami sembilan kali siklus geologi, dan yang termuda adalah pembentukan deretan pegunungan Alpen.

Gambar II.2.5. Siklus Geologi (sumber Modul HMG UNPAD)

II.3 Hubungan Stratigrafi dengan Sedimentologi Sedimentologi adalah studi tentang proses-proses pembentukan, transportasi dan pengendapan material yang terakumulasi sebagai sedimen di dalam

34

lingkungan kontinen dan laut hingga membentuk batuan sedimen. Stratigrafi adalah studi batuan untuk menentukan urutan dan waktu kejadian dalam sejarah bumi. Dua subjek yang dapat dibahas untuk membentuk rangkaian kesatuan skala pengamatan dan interpretasi. Istilah stratigrafi dimulai oleh dOrbigny di tahun 1852, tapi konsep lapisanlapisan batuan, atau strata lebih tua dari itu. Di tahun 1667, Steno mengembangkan prinsip superposisi: dalam suatu sikuen batuan berlapis, lapisan yang dibawah berumur lebih tua daripada lapisan di atasnya. Stratigrafi dapat dipertimbangkan sebagai hubungan antara batuan dan waktu, dan sejarah bumi terekam di dalam lapis-lapis batuan, meskipun sangat tidak lengkap. Stratigrafer perhatiannya tertuju pada pengamatan, deskripsi dan interpretasi langsung dan bukti nyata di dalam batuan untuk menentukan hubungan waktu dan ruang selama sejarah bumi.

34

Gambar II.3.6. Perlapisan konglomerat dan batupasir (tengah, kiri) tersigkap di utara Spanyol, diinterpretasi sebagai endapan kipas aluvial (8.4): secara stratigrafi, perlapisan ini lebih muda dari perlapisan batugamping di belakangnya. (Sumber Buku Sedimentologi & Stratigrafi)

Stratigrafi menikmati kebangkitannya kembali dalam ilmu bumi karena ide-ide baru yang telah dikembangkan dalam beberapa tahun ini, khususnya konsep sikuen stratigrafi. Sedangkan tata nama unit stratigrafi di dalam daerah yang berbeda dan dasar biostratigrafi untuk mendefinisikannya juga masih penting, stratigrafi pada saat ini sering dimaksudkan sebagai perubahan lingkungan selama perkembangan cekungan sedimen. Stratigrafi juga dikenal sebagai kunci untuk memahami hampir semua proses bumi karena analisis stratigrafi menyediakan informasi tentang peristiwa-peristiwa sepanjang sejarah bumi. Geofisika menyediakan dasar fisika perilaku litosfer tapi rekaman stratigrafi menyediakan bukti bagaimana cara litosfer berperilaku seiring dengan waktu. Sedimentologi hanya ada sebagai cabang ilmu geologi untuk beberapa dekade. Sedimentologi berkembang karena unsur-unsur stratigrafi fisika menjadi lebih kuantitatif dan lapis-lapis strata dijelaskan berdasarkan proses fisika, kimia dan biologi yang membentuknya. Tidak adanya terobosan besar sampai

berkembangnya teori tektonik lempeng. Suatu konsep menginterpretasi batuan dalam proses modern yang menyokong sedimentologi modern dimulai pada abad 18 dan 19 (present is the key to the past). Sedimentologi berkembang karena penelitian yang lebih tertuju pada interpretasi batuan sedimen dan mulai mencakup petrologi sedimen, yang sebelumnya lebih atau sedikit terpisah dari stratigrafi. Sekarang subjeknya meliputi semua hal dari analisis sub-mikroskopik

34

butir hingga evolusi paleogeografi seluruh cekungan sedimen. Ukuran ruang dan waktu dalam sedimentologi dan stratigrafi melibatkan 17 urutan utama (Gambar II.3.7). Di satu sisi, perilaku bumi mengelilingi matahari mengontrol iklim dunia yang mempengaruhi proses sedimen. Di sisi lain, sifat partikel lempung yang panjangnya mikrometer juga menentukan karakter batuan sedimen. Skala-waktu stratigrafi adalah keseluruhan sejarah bumi, periodenya 4 milyar tahun, meskipun begitu peristiwa sedimentasi tunggal dapat terjadi dalam hitungan detik. Untuk mempertimbangkan semua ini dalam urutan logis, skalawaktu yang besar dan ruang dapat ditempatkan pertama kali sebagai faktor pengontrol keseluruhan, atau dapat dimulai dari unsur terkecil dan peristiwa periode-terpendek. Ini tergantung pada pilihan pribadi dan tiap-tiap pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian. Skala yang berbeda saling berhubungan dan tidaklah mungkin melewati pokok-pokok urutan yang tegas dari arah manapun. Unsur terkecil-partikel pasir, kerakal, mineral lempung, potongan cangkang, filamen alga, endapan kimia dan penyusun lain yang membuat sedimen-dibahas terlebih dahulu, bersama dengan proses yang menggerakkan dan

mengendapkannya. Kemudian dibahas lingkungan pengendapan material-material ini, tempat dimana sedimen terakumulasi membentuk batuan sedimen dan menjadi lapis-lapis stratigrafi. Proses tektonik dan iklim mengontrol pola-pola skala-besar stratigrafi selama batuan mengisi cekungan sedimen yang terlihat di saat ini dan dalam batuan di seluruh dunia.

34

Gambar II.3.7. Urutan proses geologi dalam ruang dan waktu (Sumber Buku Sedimentologi & Stratigrafi)

34

BAB III METODE PENGAMBILAN DATA STRATIGRAFI III.1 Metode Jacob Staff Metode Jacob Staff ialah suatu cara mengukur ketebalan suatu lapisan dengan mengunakan alat yang bernama tongkat Jacob Staff. Metode tongkat Jacob (Jacobs staff method) ini sangat berguna untuk membantu seorang ahli geologi dalam pengukuran tebal lapisan. Karena di samping mudah penggunaannya, metode Jacob Staff juga praktis digunakan tanpa susah - susah menghitung rumus matematika (Metode Matematis). Keunggulan - keunggulan dari metode Jacob Staff ialah sebagai berikut : Dapat dilakukan oleh 1 orang. Lebih efektif dan efisien, yaitu lebih tepat dan cepat. Ketebalan dapat langsung diukur tanpa koreksi langsung dapat mengetahui ketebalan lapisan yang sesungguhnya Sesuai untuk semua kondisi topografi Meskipun metode Jacob Staff menguntungkan dalam pengukuran di lapangan, namun metode ini masih memiliki kekurangan. Yakni kekurangan -

kekurangannya sebagai berikut : Pembawaan alat (tongkat Jacob Staff) yang tidak praktis. Hanya dapat mengukur ketebalan yang tidak lebih besar dari tongkat Jacob Staff itu sendiri. Tingkat ketelitian yang kurang akurat karena satuan terkecilnya hanya 10 cm

34

pada tiap - tiap lebar pola tongkat yang berselang - seling dan selebihnya hanya dapat diperkirakan saja. Tidak dapat mengukur ketebalan lapisan yang lebih luas.

III.2 Metode Bentang Tali Metode Bentang Tali ialah suatu metode pengukuran ketebalan suatu lapisan dengan menggunakan rentang tali yang dihubungkan searah dengan lebar singkapan atau lebar kemiringan lereng (slope) nya dengan menghitungnya menggunakan rumus matematis. Cara ini sangatlah efektif di area atau daerah pengukuran yang luas. Metode Bentang Tali ini banyak digunakan oleh para ahli untuk mengukur ketebalan suatu lapisan yang tidak dapat dijangkau oleh metode Jacob Staff. Adapun keunggulan atau kelebihan dari metode ini ialah : Alat yang praktis dibawa ke lapangan, yakni mencakup meteran/ tali ukur, kompas geologi, serta alat tulis yang berfungsi untuk menghitung ketebalannya secara matematis. Tingkat keakuratan datanya yang diperoleh (ketebalan lapisan) sangat baik dibandingkan dengan metode Jacob Staff. Dapat mencakup area atau daerah yang lebih luas Namun demikian, metode ini masih memiliki beberapa kekurangan, yakni antara lain : Metode ini membutuhkan lebih dari 1 orang. Prosedur penggunaan metode ini yang masih di nilai kurang efisien dan praktis, serta banyak memakan waktu banyak.

34

Tidak dapat langsung menemukan ketebalan sesungguhnya. III.2.1 Pada Daerah Datar Pada daerah datar, metode ini masih dapat dilakukan jika kemiringan lapisan / dip lapisan dapat diketahui masih membentuk sudut > dari 10 0 dari permukaan atau bidang horisontal. Jika lapisan tersebut membentuk sudut < dari 10 0 maka sukar untuk diinterpretasikan ketebalan lapisannya. Namun jika lapisan tersebut hampir atau tidak membentuk sudut terhadap garis horisontalnya (sudutnya mendekati 0 0 ) maka metode ini tidak dapat digunakan. Garis horisontal / garis permukaan

Sudut dip

Lapisan Batuan

GambarIII.2.1.8 Pengukuran Ketebalan pada daerah relatif datar dengan menggunakan metode Bentang Tali (Penyusun, 2012)

II.2.2 Pada Daerah Berlereng Pada daerah ini merupakan daerah yang cocok untuk metode bentang tali, karena pada umumnya lapisan - lapisan batuannya tersingkap ke permukaan disebabkan adanya pengikisan samping atau akibat pengaruh struktur geologinya (seperti sesar atau lipatan) sehingga membentuk daerah yang berlereng tersebut.

34

Sehingga mempermudah interpretasi untuk penentuan ketebalan lapisannya.

Daerah berlereng

Permukaan horisontal

Gambar III.2.2.9 kemiringan lapisan / dip lapisan pada daerah berlereng (Penyusun, 2012)

Keterengan gambar : = Garis bantu Horisontal = Bentukan lereng dan lapisan-lapisan batuan

II.2.3 Kemiringan Lapisan Mendatar Pada daerah yang memiliki dip lapisan / kemiringan lapisan yang mendatar relatif sama dengan bentukan permukaan horisontalnya maka dalam hal ini sangatlah sukar untuk dapat mengetahui ketebalan dari lapisan tersebut. Untuk mengetahui ketebalannya perlu menggunakan data bor pada daerah tersebut.

34

Permukaan Horisontal

Tebal masing-masing Lapisan batuan


Gambar III.2.3.10 Lapisan Batuan yang sejajar dengan arah horisontal / permukaan bumi (Penyusun, 2012)

II.2.4 Lapisan Batuan Tegak Pada lapisan batuan tegak atau sejajar dengan kemiringan lereng maka hal ini akan sukar untuk menentukan tebal sebenarnya dari lapisan tersebut. Hal ini sama dengan kemiringan lapisan mendatar karena tidak dapat menemukan titik potong persilangan antara singkapan dengan batasan garis ketebalan suatu lapisan tersebut.

34

BAB IV PENGAMBILAN DATA LAPANGAN IV.1 Prosedur Pengukuran dengan Metode Bentang Tali Prosedur atau cara menggunakan metode Bentang Tali cukup mudah, yakni sebagai berikut : 1. Siapkan alat - alat pengukuran yang dibutuhkan (meteran / tali , kompas geologi, dan alat tulis) 2. 3. Tentukan lebar singkapan yang ingin di ukur ketebalannya Kemudian cari sudut kemiringan (dip) dari lapisan tersebut dengan menggunakan kompas geologi (menggunakan tabung clino pada kompas geologi) dengan cari meletakkan alat tersebut sesuai dengan batas kemiringan lapisan di suatu singkapan 4. Lalu catat dipnya pada buku catatan, kemudian lakukan pengukuran lebar singkapan dengan menggunakan alat ukur yang tersedia (meteran atau tali yang telah ditandai setiap kenaikan panjang talinya). 5. 6. Catat lebar singkapan yang di dapatkan pada buku catatan Kemudian hitung ketebalan lapisan tersebut sesuai data yang diperoleh dengan menggunakan cara matematis.

34

Lebar singkapan

Tebal sesungguhnya

Gambar IV.1.11 cara pengukuruan ketebalan lapisan dengan metode Bentang tali (Penyusun, 2012)

IV.2 Prosedur Pengukuran dengan Metode Jacob Staff Prosedur atau cara pengukuran Jacob Staff merupakan suatu cara yang praktis digunakan di lapangan. Yakni sebagai berikut : 1. Siapkan alat Jacob Staff yang akan digunakan (tongkat Jacob Staff) dan alat tulis (buku catatan) serta kompas geologi.. 2. Kemudian ukur terlebih dahulu besar sudut dip lapisannya dengan menggunakan kompas geologi. 3. Lalu gunakan tongkat Jacob Staff dengan cara atur tongkatnya agar sesuai dengan kemiringan dipnya yakni tongkat membentuk sudut sesuai dip yang di dapatkan.

34

4.

Lalu hitung hasil tebal lapisannya dengan menarik garis antar 2 batas lapisan tersebut (batas atas dan batas bawah).

5.

Lalu catat hasil ketebalannya tersebut di buku catatan

IV.3 Hasil Pengambilan Data Lapangan IV.3.1 Deskripsi singkapan, sketsa dan hasil perhitungan LP1 Deskripsi singkapan Hari/tanggal Waktu Lokasi Cuaca Vegetasi Morfologi Litologi : Sabtu, 24 November 2012 : 09.00 wib : Sungai Oyo, Gedangsari : Cerah : Lebat (jati, bambu) : Sungai : Batuan sedimen

34

Gambar 12 Sketsa singkapan (Penyusun, 2012 )

Layer III Warna segar Warna lapuk Struktur Tekstur Ukuran butir Bentuk butir Sortasi Kemas : lempung : membulat tanggung : abu-abu gelap : cokelat : masif

: baik : tertutup

Komposisi Fragmen Matrik Semen :: Lempung : karbonat : batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan asal,yang tertranspot jauh dan diendapkan. Nama batuan : batulempung karbonatan

Petrogenesa

Layer II Warna segar Warna lapuk Struktur Tekstur : abu-abu cerah : cokelat : masif

34

Ukuran butir Bentuk butir Sortasi Kemas

: pasir sedang : membulat tangung

: baik : tertutup

Komposisi Fragmen Matrik Semen :: lempung dan pasir : karbonat : batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan asal,yang tertranspot jauh dan diendapkan. Nama batuan : batulanau karbonatan Layer 1 Warna segar Warna lapuk Struktur Tekstur Ukuran butir Bentuk butir Sortasi Kemas : pasir sedang : membulat tangung : abu-abu gelap : cokelat

Petrogenesa

: masif

: baik : tertutup

Komposisi Fragmen :-

34

Matrik Semen

: lempung : karbonat : batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan asal,yang tertranspot jauh dan diendapkan.

Petrogenesa

Nama batuan : batulempung karbonatan

Gambar 13 Sketsa lapisan (Penyusun, 2012)

Perhitungan LP1 Layer III T = d x sin T = 140 cm x sin 340 T = 140 cm x 0,578 T = 80,920 cm Layer II T = 55 cm x sin 180 T = 55 cm x 0,306 T = 16,830 cm

Layer I T = 190 cm x sin 160

34

T = 190 cm x 0,272

T = 51,680 cm

IV.3.2 Kolom Stratigrafi LP 1

34

IV.3.3 Deskripsi singkapan, sketsa dan hasil perhitungan LP2 Deskripsi singkapan Hari/tanggal Waktu Lokasi Cuaca Vegetasi : Sabtu, 24 November 2012

: 11.48 wib : Patuk, Guning Kidul : Cerah : Sedang (jati, kelapa)

Morfologi : Perbukitan Litologi : Batuan sedimen

Gambar 14 Sketsa singkapan (Penyusun, 2012 )

34

Layer IV Warna segar Warna lapuk Struktur Tekstur Ukuran butir Bentuk butir Sortasi Kemas : pasir sedang : membulat tangung : hitam : cokelat kekuningan

: masif

: baik : tertutup

Komposisi Fragmen : Matrik Semen : pasir sedang : silika : batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan asal,yang tertranspot dan diendapkan. Nama batuan : batupasir Layer III Warna segar Warna lapuk Struktur Tekstur Ukuran butir : pasir sedang : hitam : cokelat kekuningan

Petrogenesa

: masif

34

Bentuk butir Sortasi Kemas

: membulat tangung

: baik : tertutup

Komposisi Fragmen : Matrik Semen : pasir sedang : silika : batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan asal,yang tertranspot dan diendapkan. Nama batuan : batupasir Layer II Warna segar Warna lapuk Struktur Tekstur Ukuran butir Bentuk butir Sortasi Kemas : pasir sedang : membulat : hitam : hitam kekuningan

Petrogenesa

: masif

: baik : tertutup

Komposisi Fragmen : Matrik : tuff

34

Semen

: silika : batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan asal,yang tertranspot dan diendapkan.

Petrogenesa

Nama batuan : tuff Layer I Warna segar Warna lapuk Struktur Tekstur Ukuran butir Bentuk butir Sortasi Kemas : pasir sedang : membulat tangung : hitam : cokelat kekuningan

: masif

: baik : tertutup

Komposisi Fragmen : Matrik Semen : pasir sedang : silika : batuan yang terbentuk dari hasil rombakan batuan asal,yang tertranspot dan diendapkan. Nama batuan : batupasir

Petrogenesa

34

Gambar 15 Sketsa lapisan (Penyusun, 2012)

Hasil perhitungan dengan metode Jacob staff Ketebalan Layer IV t = 79 cm N 500 E/320 Layer III t = 58 cm N 700 E/110 Layer II t = 62 cm N 420 E/120 Layer I t = 71 cm N 760 E/150

34

IV.3.4 Kolom Stratigrafi

34

BAB V LINGKUNGAN PENGENDAPAN

Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya. Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).

34

Menurut Selley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa fasies sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :

1.

Geometri : a. regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel) b. intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)

2.

Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus)dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP)

3. 4.

Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core Struktur sedimen : dari core Menurut Sam Boggs, 1987, ada dua tipe utama perubahan fasies vertikal

yaitu: 1. Coarsening-Upward Succession

34

Coarsening-Upward Succession menunjukan adanya suatu peningkatan dalam besar butir dari suatu dasar yang erosive atau tajam. Perubahan ini mengindikasikan peningkatan dalam kekuatan arus transportasi pada saat pengendapan. 2. Fining-Upward Succession Fining-Upward Succession adalah perubahan besar butir ke arah atas menjadi lebih halus ke top yang erosive atau tajam.Perubahan ini menunjukan penurunankekuatan arus transportasi pada saat pengendapan. Geometri dan penyebaran batuan ditentukan oleh fasies atau lingkungan pengendapan. Bentuk, ukuran dan orientasi reservoir tergantung mekanisme pengendapannya. Mempelajari lingkungan pengendapan purba umumnya dimulai dengan penampang stratigrafi dan korelasinya untuk menandai tipe batuannya, geometri tiga dimensinya serta struktur sedimen internalnya (Walker dan James, 1992). 1.Geometri Umumnya geometri tergantung dari proses pengendapan yang berlangsung pada lingkungan sedimentasinya. Seluruh bentuk dari fasies sedimen adalah fungsi dari topografi sebelum pengendapan, geomorfologi lingkungan pengendapan, dan sejarah setelah pengendapan. 2.Litologi

34

Litologi pada fasies sedimen merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengobservasi dan interpretasi lingkungan pengendapan. 3.Struktur sedimen Struktur sedimen dalam lingkungan pengendapan dapat memberikan indikasi dari kedalaman, level energi, kecepatan hidrolik dan arah arus. 4. Paleocurrent Paleocurrent atau arus purba merupakan arus yang dapat diidentifikasi dari pola-pola struktur sedimen yang terbentuk pada masa pengendapan dan peleogeografis. Ada tiga parameter dalam membedakan fasies sedimen, yaitu : Parameter fisik : temperatur, kedalaman air, kecepatan arus, sinar matahari, kecepatan angin, dan arahnya. Parameter kimia : komposisi air (salinitas), mineralogi ( auchthonus atau allochthnus). Parameter biologi : soil, tumbuhan darat, tumbuhan air, dan binatang

A. LINGKUNGAN PENGENDAPAN DARAT 1. FASIES FLUVIAL Fluvial merupakan aktivitas aliran sungai, terdapat empat macam sungai

34

yaitu straight, anastomosing, meandering dan braided. Sungai anastomosing dipisahkan oleh pulau alluvial permanen, yang ditutupi tumbuhan yang lebat yang distabilisasi oleh bank sungai. braiding (anyaman) juga naik dengan cepat, fluktuasi cepat pada pemberhentian sungai, kecepatan tinggi dari pasokan sedimen kasar, dan mudah tererosi. Sungai yang mempengaruhi sistem fluvial adalah : 1.1 Straight Suatu channel dengan bentuk straight didominasi oleh lempung dengan intensitas kelokan yang kecil, terbentuk karana perpindahan arus pada pasir atau kelompok-kelompok bar, segmen channel jarang terbentuk pada jarak yang panjang. 1.2 Anastomosing Sungai anastomosing dipisahkan pulau alluvial yang permanen dan ditutupi dengan tumbukan yang lebat yang distabilisasi oleh bank sungai. Braided (anyaman)juga naik dengan cepat, fluktuasi cepat pada pemberhentian sungai, kecepatan tinggi dari pasokan sedimen kasar dan mudah tererosi. 1.3 Meander Sistem ini didominasi oleh material dengan butiran halus dan memperlihatkan distribusi butiran menghalus ke atas. Struktur sedimen

34

yang berkembang merefleksikan berkurangnya arus yang bekerja, yaitu through cross bedding pada bagian bawah dan paralel laminasi pada bagian channel. Penampang log elektrik merefleksikan arah umum menghalus ke atas yang terbagi ke dalam tiga subfasies utama yang menghasilkan pengendapan pada tiga sublingkungan yang berbeda : Subfasies Flood Plain

Subfasies flood plain terdiri dari endapan batupasir yang sangat halus, batulanau dan batulempung yang diendapkan pada daerah overbank floodplain sungai. Struktur sedimen yang berkembang adalah laminasi ripple mark dan kadang-kadang terdapat horizon batupasir yang mengisi struktur shrinkage yang diasumsikan terdapat pada daerah subaerial. Subfasies Channel

Pada subfasies channel terjadi perpindahan lateral channel meander yang mengerosi bagian luar dari tepi sungai yang cekung, menggerus dasar sungai dan endapan sedimen pada point bar. Proses tersebut menghasilkan karakteristik sikuen pada ukuran butir dan struktur sedimen. Pada dasar permukaan bidang erosi diisi oleh material sedimen berbutir kasar, mud pellet dan sisa-sisa kayu. Endapan tersebut disebut sebagai lag deposit pada dasar channel dan ditindih oleh sikuen

34

batupasir dengan distribusi butiran menghalus ke atas. Subfasies Abandoned Channel

Pada subfasies abandoned channel terdapat endapan batupasir halus berbentuk tapal kuda dan biasanya disebut oxbow lake yang terbentuk ketika sungai meander memotong bagian lain dari permukaan di sekitar sungai tersebut. Endapan pada subfasies ini serupa dengan endapan pada subfasies floodplain, tetapi dapat dibedakan dari geometrinya yaitu endapan yang menindih abrasi channel lag konglomerat tidak terdapat selang dengan sikuen batupasir point bar. 1.4. Braided Braided dihasilkan oleh channel dengan intensitas kelokan yang kecil dan kaya akan material pasir yang terbentuk oleh tingkat intensitas aliran air yang kecil diantara bar-bar channel. Struktur sedimen yang terbentuk dan merefleksikan pengendapan pada saat itu antara lain : tabular crossbedding, punggungan bar yang lurus memanjang dan pada log menunjukkan bentuk blocky. Pada daerah ini, pengerosian terjadi dengan cepat dengan proses pengisian sedimen yang cepat dikarenakan sungai pada sistem ini mempunyai kelebihan material sedimen. Sikuen sedimentasi pada sistem braided ini pada umumnya didominasi oleh material sedimen berbutir kasar dengan sedikit material sedimen berbutir halus pada bagian atasnya.

34

1.5 kipas lembah Merupakan kipas alluvial yang berkembang dalam iklim lembab. Terjadi pada lingkungan pengendapan yang disebabkan oleh perbedaan relief yang tinggi dan mempunyai kesamaan dengan kipas didaerah iklim kering (arid fans) hanya saja suplai air menerus. Humid fans dapat berkembang menjadi besar dengan daerah yang lurus mencapai ratusan kilometer. Faciesnya dapat dibagi menjadi tiga macam: a. Facies kipas proximal Didominasi oleh gravel, perlapisan tidak jelas dan imbrikasi tersebar secara luas. b. Facies mid-fan Dicirikan oleh unit antara lapisan gravel dan cossstrtification serta pebbly sandstone. Struktur scouring sangat jelas pada bagian dasar masing-masing bagian. c. Facies distal Mempunyei lebih banyak variasi dan karakteristik, misalnya through cross stratification sandstone.

2. Facies Lacrustine Pada umumnya danau-danau mempunyai tubuh yang kecil jika dibandingkan dengan tubuh air laut. Walau begitu tidak menutup adanya danau yang lebih besar dari tubuh laut. (contoh laut kaspia lebih besar daripada teluk

34

Persia). Dalam kenyataannya banyak danau yang berukuran besar dan mempunyai kedalaman ratusan meter . danau yang besar banyak menyerupai lautan dipandang dari proses fisik maupun sedimentasi. Adanya sedimentasi pelagis umumnya dipengaruhi oleh gelombang dan khas dengan partikel sedimen berbutir halus seperti batulempung dan lanau. Perlu diketahui bahwa didanaupun terjadi arus turbidit, terutama pad danau-danau yang besar dan dalam dengan membawa banyak material-material sedimen.

3. Facies Gumuk Pasir Gumuk pasir merupakan akumulasi pasir lepas berupa gundukan yang dihasilkan oleh arah angin yang bekerja pada suatu daerah dan mempunyai bentuk yang teratur. Gumuk pasir ini dapat terbentuk didaerah yang endapannya lepas seperti pasir pada daerah gurun dan daerah pantai. Syarat mutlak yang harus dipenuhi terbentuknya gumuk pasir adalah akumulasi pasir cukup banyak yang biasanya berasal dari sedimmentasi sungai yang bermuara disitu. Disamping factor-faktor lain yang juga berperan. Struktur khas pada gumuk pasir adalah cross-bedding dan ripple mark. Dari struktur yang terbentuk karena pergeseran antara angin dengan butiran pasir, maka dapat dipakai untuk menentukan arah angin.

B. LINGKUNGAN PENGENDAPAN TRANSISI

34

1. FASIES DELTA Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya sedimentasi sungai yang memasuki laut, danau atau laguna dan pasokan sedimen lebih besar daripada kemampuan pendistribusian kembali oleh proses yang ada pada cekungan pengendapan (Elliot, 1986 dalam Allen, 1997). Menurut Boggs (1987), delta diartikan sebagai suatu endapan yang terbentuk oleh proses sedimentasi fluvial yang memasuki tubuh air yang tenang. Dataran delta menunjukkandaerah di belakang garis pantai dan dataran delta bagian atas didominasi oleh proses sungai dan dapat dibedakan dengan dataran delta bagian bawah didominasi oleh pengaruh laut, terutama penggenangan tidal. Delta terbentuk karena adanya suplai material sedimentasi dari sistem fluvial. Ketika sungai-sungai pada sistem fluvial tersebut bertemu dengan laut, perubahan arah arus yang menyebabkan penyebaran air sungai dan akumulasi pengendapan yang cepat terhadap material sedimen dari sungai mengakibatkan terbentuknya delta. Bersamaan dengan pembentukan delta tersebut, terbentuk pula morfologi delta yang khas dan dapat dikenali pada setiap sistem yang ada. Morfologi delta secara umum terdiri dari tiga, yaitu : delta plain, delta front dan prodelta. 1.1 Delta Plain Delta plain merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari channel yang sudah ditinggalkan. Delta plain merupakan baigan daratan dari delta dan terdiri atas endapan sungai yang lebih dominan

34

daripada endapan laut dan membentuk suatu daratan rawa-rawa yang didominasi oleh material sedimen berbutir halus, seperti serpih organik dan batubara.Pada kondisi iklim yang cenderung kering (semi-arid),sedimen yang terbentuk didominasi oleh lempung dan evaporit. Daratan delta plain tersebut digerus oleh channel pensuplai material sedimen yang disebut fluvial distributaries dan membentuk suatu percabangan. Gerusan-gerusan tersebut biasanya mencapai kedalaman 5-10 meter dan menggerussampai pada sedimen delta front. Sedimen pada channel tersebut disebut sandy channel dan membentuk distributary channel yang dicirikan oleh batupasir lempungan. Sublingkungan delta plain dibagi menjadi : 1.1.1 Upper Delta Plain Pada bagian ini terletak diatas area tidal atau laut dan endapannya secara umum terdiri dari :

Endapan distributary channel Endapan distributary channel terdiri dari endapan braided dan meandering, levee dan endapan point bar. Endapan distributary channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan fasies dan menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai adalah cross bedding, ripple cross stratification, scour and fill dan lensa-lensa lempung. Endapan point bar terbentuk apabila terputus

34

dari channel-ya. Sedangkan levee alami berasosiasi dengan distributary channel sebagai tanggul alam yang memisahkan dengan interdistributary channel. Sedimen pada bagian iniberupa pasir halus dan rombakan material organik serta lempung yang terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadi banjir.

Lacustrine delta fill dan endapan interdistributary flood plain Endapan interdistributary channel merupakan endapan yang terdapat diantara distributary channel. Lingkungan ini mempunyai kecepatan arus paling kecil, dangkal, tidak berelief dan proses akumulasi sedimen lambat. Pada interdistributary channel dan flood plain area terbentuk suatu endapan yang berukuran lanau sampai lempung yang sangat dominan. Struktur sedimennya adalah laminasi yang sejajar dan burrowing structure endapan pasir yang bersifat lokal, tipis dan kadang hadir sebagai pengaruh gelombang .

1.1.2 Lower Delta Plain Lower delta plain terletak pada daerah dimana terjadi interaksi antara sungai dengan laut, yaitu dari low tidemark sampai batas kehadiran yang dipengaruhi pasang-surut. Pada lingkungan ini endapannya meliputi endapan pengisi teluk (bay fill deposit) meliputi interdistributary bay, tanggul alam, rawa dan crevasse slay, serta endapan pengisi distributary yang ditinggalkan.

34

1.2 Delta Front Delta front merupakan sublingkungan dengan energi yang tinggi dan sedimen secara tetap dipengaruhi oleh adanya proses pasang-surut, arus laut sepanjang pantai dan aksi gelombang. Delta front terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan akumulasi sedimennya berasal dari distributary channel. Batupasir yang diendapkan dari distributary channel tersebut membentuk endapan bar yang berdekatan dengan teluk atau mulut distributary channel tersebut. Pada penampang stratigrafi, endapan bar tersebut memperlihatkan distribusi butiran mengkasar ke atas dalam skala yang besar dan menunjukkan perubahan fasies secara vertikal ke atas, mulai dari endapan lepas pantai atau prodelta yang berukuran butir halus ke fasies garis pantai yang didominasi batupasir. Endapan tersebut dapat menjadi reservoir hidrokarbon yang baik. Diantara bar pada mulut distributary channel akan terakumulasi lempung lanauan atau lempung pasiran dan bergradasi menjadi lempung ke arah laut. Menurut Coleman (1969) dan Fisher (1969) dalam Galloway (1990), lingkungan pengendapan delta front dapat dibagi menjadi beberapa sublingkungan dengan karakteristik asosiasi fasies yang berbeda, yaitu : Subaqueous Levees

Merupakan kenampakan fasies endapan delta front yang

34

berasosiasi dengan active channel mouth bar. Fasies ini sulit diidentifikasi dan dibedakan dengan fasies lainnya pada endapan delta masa lampau. Channel

Channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan fasies dan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai adalah cross bedding, ripple cross stratification, scoure and fill. Distributary Mouth Bar

Pada lingkungan ini terjadi pengendapan dengan kecepatan yang paling tinggi dalam sistem pengendapan delta. Sedimen umumnya tersusun atas pasir yang diendapkan melalui proses fluvial. Strukur sedimen yang dapat dijumpai antara lain : current ripple, cross bedding dan massive graded bedding. Distal Bar

Pada distal bar, urutan fasies cenderung menghalus ke atas, umumnya ersusun atas pasir halus. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai antara lain : laminasi, perlapisan silang siur tipe through. 1.3 Prodelta

34

Prodelta merupakan sublingkungan transisi antara delta front dan endapan normal marine shelf yang berada di luar delta front. Prodelta merupakan kelanjutan delta front ke arah laut dengan perubahan litologi dari batupasir bar ke endapan batulempung dan selalu ditandai oleh zona lempungan tanpa pasir. Daerah ini merupakan bagian distal dari delta, dimana hanya terdiri dari akumulasi lanau dan lempung dan biasanya sendiri serta fasies mengkasar ke atas memperlihatkan transisi dari lempungan prodelta ke fasies yang lebih batupasir dari delta front. Litologi dari prodelta ini banyak ditemukan bioturbasi yang merupakan karakteristik endapan laut. Struktur sedimen bioturbasi bermacam-macam sesuai dengan ukuran sedimen dan kecepatan sedimennya. Struktur deformasi sedimen dapat dijumpai pada lingkungan ini, sedangkan struktur sedimen akibat aktivitas gelombang jarang dijumpai. Prodelta ini kadang-kadang sulit dibedakan dengan endapan paparan (shelf), tetapi pada prodelta ini sedimennya lebih tipis dan memperlihatkan pengaruh proses endapan laut yang tegas. Menurut Galloway (1975) dan Serra (1990), berdasarkan proses yang berpengaruhi didalamnya, delta dapat diklasifikasikan menjadi 3 , yaitu : 1. Fluvial Dominated Delta Ini terjadi jika gelombang, arus pasang surut, dan arus sepanjang pantai lemah, volume sedimen yang dibawa dari sungai tinggi, maka akan terjadi progradasi yang cepat ka arah laut dan akan berkembang suatu variasi

34

karakteristik dari lingkungan pengendapan yang didominasi sungai. Geometri : channel (delta plain) dan sheet (delta front). Kontinuitas tubuh batupasir jelek (channel) sampai sedang (distributary mount bar). Litologi dan struktur :

- Channel fasies : batupasir dengan cross bedding (through dan plannar), kontak dasar erosi, rip-up clast/fragmen batubara, sekuen halus ke atas. - Marsh fasies : batubara, batulempung dengan rootles. - Bay fasies : batulempung dengan acak binatang. - Crevasse-splay facies : sekuen kasar ke atas (sortasi baik ke atas). - Distributary mount bar : batupasir dengan cross laimnasi, paralel laminasi. - Bar facies : climbing ripple, mika melimpah, material karbon, struktur deformasi. - Distal bar fasies : batulanau dan batulempung, paralel laminasi, climbing ripple, material karbon, struktur deformasi, acak binatang. - Prodelta facies : batulempung dengan struktur deformasi.

34

Refleksi seismik : oblique dan sigmoid clinoform.

Pada bagian ini mempunyai bentuk channel dan sheet dengan kontinuitas tubuh pasir jelek sampai sedang. Delta yang didominasi sungai dicirikan dengan batupasir dan batulanau yang masif sampai berlapis baik dan mungkin memperlihatkan graded bedding. Pasir delta front memperlihatkan banyaknya pengaruh sungai dalam pengendapan distribusi lingkungan mouth bar. Jumlah bioturbasi bervariasi tergantung pada rata-rata sedimentasi dan ukuran butir dari suplai sedimen. Variasi pembelokan dalam sistem fluvial biasanya menghasilkan suatu pengkasaran ke arah atas yang tidak teratur. Progradasi ke arah laut yang sangat cepat membuat delta tipe ini memiliki sekuen coarsening upward (mengkasar keatas). Geometri endapan yang dihasilkan dari tipe delta ini yaitu berbentuk lobate dengan mekanisme akresi lateral yang kuat sehingga menghasilkan lentikuler units. Batupasir cenderung menjadi lentikuler sampai tabular untuk distributary mount bar, bergradasi menjadi sand sheets. 2. Wave Dominated Delta Delta yang didominasi gelombang dan biasanya terdiri dari rangkaian fasies yang saling berhubungan dan mengkasar ke atas secara menerus yang merupakan karakteristik dari pantai yang dipengaruhi gelombang. Struktur sedimen yang umum dijumpai antara lain : ripple dan humocky yang merupakan indikator pengendapan yang tinggi.

34

Pada lingkungan dengan aktivitas gelombang kuat, endapan mount bar secara menerus mengalami reworked menjadi suatu seri superimposed coastal barriers. Tubuh pasir akan cenderung paralel terhadap garis pantai berbeda dengan delta dominasi sungai yang mendekati tegak lurus terhadap pantai. Litologi dan struktur sedimen : a. Fasies pantai dan pantai penghalang (barrier beach) dominan. b. Fasies distributary mount bar termodifikasi/reworked menjadi punggungan pantai. c. d. Secara keseluruhan menunjukkan sekuen mengkasar ka atas. Struktur yang dijumpai pada tipe ini adalah perlapisan tipis, paralel laminasi, dan cross bedding satu arah, struktur flaser, slumps, struktur alga, bioturbasi dengan intensitas tinggi pada bagian atas dan mudcrack pada shale.

3. Tide-Influence Delta Merupakan area dimana tingkat pasang surut tinggi, sehingga aliran balik (yang terjadi dalam distributary channel selama kondisi banjir dan surut) kemungkinan akan terjadi sumber energi utama yang memisah sedimen. Geometri : channel dan ridge, kontinuits batupasir berukuran butir kasar-

34

sedang, arah sebaran tegak lurus panatai. Litologi dan struktur :

- Tidal channel dan ridge facies sangat dominan. - Channel facies : batupasir dengan sortasi baik, herringbone, cross bedding. - Sekuen yang dijumpai pada delta tipe ini yaitu coarsening upward yang diikuti dengan fining upward, tanpa batas yang jelas, tergantung pada posisi delta. Lingkungan ini menunjukkan kombinasi pengaruh dari sungai, gelombang dan proses pasang-surut. Lingkungan ini mempunyai bentuk geometri channel dan ridge dengan kenampakan kontinuitas batupasir jelek sampai sedang dengan penyebaran tegak garis pantai. Struktur sedimen yang umumnya berkembang adalah laminasi dan ripple. Masuknya pasang-surut pada delta front yang berprogradasi, seperti pada Mahakam juga

memeperlihatkan beberapa pengasaran ke atas. Smith, et al (1990) dalam Allen (1997) telah mendiskripsikan ritme pasang-surut dengan indikator pasang-surut dalam pasir delta front adalah hearingbone cross bedding. Daur Sedimen Delta Fasies delta termasuk fasies yang unik terbentuk oleh perulangan banyak sekuen susut delta dan dapat membentuk endapan yang sangat tebal disebabkan akumulasi endapan dari puluhan bahkan ratusan individu sekuen delta.Turun

34

naiknya muka air laut yang tidak konstan menyebabkan siklus penggenangan dan penurunan permukaan air laut yang tidak merata di setiap bagian sekuen delta meskipun secara lateral jaraknya hanya terpisah beberapa meter. Perulangan daur susut genang laut dengan ketebalan puluhan meter adalah tipe endapan pantai dan endapan delta. Hal ini menunjukan bahwa dalam beberapa interval stratigrafi, garis pantai dapat berpindah puluhan atau ratusan kilometer ke arah depan ataupun ke arah belakang dengan perubahan lingkungan pengendapan dari lepas pantai ke arah dataran delta (delta plain) maupun sebaliknya. Secara umum mekanisme daur progradasi dan peninggalan delta sebagai berikut : 1. Awalnya bagian delta tertentu adalah zona aktif pemasukan sedimen, delta berprogradasi di atas paparan. 2. Kecepatan progradasi pada saat tertentu akan berkurang akibat delta yang berprogradasi di atas paparan, meningkatnya jumlah channel dan pengangkutan material sedimennya, meningkatnya laju penurunannya cekungan ke arah paparan. Hal ini mengakibatkan channel akan berpindah secara lateral mengikuti kemiringan gradien hidroliknya dengan jarak tertentu dari delta lama. 3. Pada saat yang sama delta lama mengalami penurunan sehingga gelombang pasang laut mempengaruhi suplai endapan, dengan diendapkannya endapan

34

genang laut berupa karbonat atau serpih marine. 4. Berkembangnya endapan batubara tebal yang merupakan lapisan penanda (marker bed) berakhirnya daur genang laut pada bagian darat delta lama (fluvial delta plain abadonment) setelah mengalami penurunan maka endapan ini akan tertutup oleh endapan genang laut. 5. Dalam interval waktu tertentu, tempat pengendapan delta dapat kembali berpindah di atas delta lama dengan terbentuknya endapan susut laut deltaik di atas endapan genang laut menghasilkan lobate (kuping delta).Mekanisme ini terus berlangsung sehingga terjadi daur perentangan vertikal (vertikal stacking cycle) yang disusun oleh sistem susut-genang laut setempat

2. FASIES TIDAL FLAT Dataran pasang surut (tidal flat) luasnya dapat mencapai beberapa kilometer dan terbentuk disekitar laguna, belakang barrier, pada estuarin dan delta yang didominasi oleh pasang surut (tidal). Ciri struktur sedimen dari pertengahan sampai bagian atas tidal flat merupakan variasi jenis dari ripple lamination yang umumnya memperlihatkan pola interferensi, yaitu kenaikan dari flaser, wavy dan lenticular bedding. Meandering tidal creeks memotong tidal flat dan perpindahan lateralnya menghasilkan set pada laminasi pasir dan

34

struktur channel. Umumnya terdapat burrow dan grazing trace fossil. Progradasi sedimen tidal flat biasanya membentuk sikuen yang menghalus ke arah atas, ditutupi oleh tanah atau lapisan evaporasi sabkha, dengan ketebalan ditunjukkan oleh jarak pasang surut purba (paleotidal). 3. FASIES ESTUARIN Estuarin menutupi lembah sungai (incised valley) hasil dari penarikan muka air laut yang cepat pada kala Holosen. Tubuh pasir estuarin berlokasidan berbatasan dengan saluran utama (main channel) dan terdiri dari sedimen yang dibawa ke bawah oleh sungai dan disuplai dari batas marine shelf, mud flatdan rawa yang juga terbentuk pada estuarin. Tubuh batupasir marin pada estuarin didominasi oleh gelombang yang juga merupakan gabungan yang terdiri dari beberapa fasies yang berlainan. Pada fase tansgresif, beberapa atau semua kompleks bar tererosi di sepanjang perulangan muka pantai (shoreface) dan ditutupi oleh permukaan ravinement. Lingkungan pengendapan tersebut berhubungan sampai estuary mouth dan central basin area. Tubuh pasir marin mungkin terlindungi lebih atau kurang lengkap pada saat progradasi dengan sedimen muka pantai dan pantai melalui endapan washover, flat tidal dan tidal inlet. Pada profil vertikal, secara ideal endapan cekungan berbutir halus memperlihatkan butiran yang simetris. Endapan yang halus terlihat pada tengah cekungan. Pada estuarin, proses yang dominan adalah pasang-surut, tubuh pasir seperti erosional truncation atau completely removed oleh migrasi headward dari saluran pasang-surut (tidal channel) terpisah dari pasir bar (sand bar).

34

Erosi oleh saluran sepanjang transgresi juga menyebabkan silang siur atau laminasi sejajar dari sand bar. Pola urutan pengendapan dari fasies sebagai hasil dari transgresi ini akan menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas. 4. FACIES LAGOON

Lagoon merupakan daerah dimana pada saat air pasang tergenang air laut dan pada saat air surut ada air yang tetinggal di situ yang bisa bercampur dengan air hujan/air sungai. Dengan demikian kadar garam lagoon adalah payau(branchish lagoon). Biasanya pada air payau yang stagment(berhenti sirkulasi) adalah anaerob (tanpa o2), akibat pada tempat ini terjadi pembusukan material disebabkan oleh bakteri anaerob. Ciri-ciri lagoon adalah: Struktur bioturbasi dan burrow dominan horizontal Batuan dengan ukuran butir lanau sampai lempung atau batupasir halus. Adanya endapan batubara Kaya akan sisa-sisa tumbuhan Shale atau lanau memperlihatkan struktur placer Batulempung atau lanau berwarna gelap kemungkina mengandung material organic. 5. FACIES BARRIER

34

Barrier merupakan penghalang yang letaknya didepan pantai dan berhubungan langsung dengan air laut. Ciri-ciri adlah sebagai berikut: Batu pasir ukuran butir halus sampai sangat halus Struktur parallel laminasi Sering dijumpai cross bedding Bioturbasi dominan vertical

C. LINGKUNGAN PENGENDAPAN MARINE 1. Lingkungan laut dangkal Dalam hal ini lebih ditekankan pad lingkungan pantai no-deltaic, yaitu hingga kedalaman 200 m. Berdasarkan kisaran pasang surut(tidal range) pantai terdiri dari 3 macam: Pantai microtidal kisaran pasang surut kurang dari 2m Pantai mesotidal kisaran pasang surut 2-4m Pantai macrotidal kisran pasang surut lebih dari 4 m Pada daerah pantai pada umumnya terbentuk tanggul-tanggul pantai dengan bentuk yang memanjang, parallel dengan garis pantai. Tanggul pantai dipisahkan dengan daratan oleh lagoon. Suplay material pasir yang tetap dan stabilitas daerah yang cukup serta gradient yang rendah merupakan faktor

34

yang dapat menyebabkan majunya sistem ini. Faciesfacies permukaan pantai Daerah permukaan pantai secara umum dapat dipisahkan menjadi subsub lingkungan pengendapan yang sejajar dengan garis pantai., sebagai berikut: a. Aeolian sand dunes Merupakan daerah permukaan pantai diatas tingi gelombang ratrata(supratidal) membentuk pegunungan-pegunungan (gumuk pasir) dengan struktur crossbedding sudut curam serta denga arah berubah-ubah. Endapan ini mempunyai pemilahan yang baik dan dapat dijumpai akarakar tanaman. b. Back shore Juga merupakan daerah supra tidal dari pantai dimana tergenang pada waktu terjadi badai.

c.

Fore shore Merupakan daerah intertidal dari permukaan pantai, dan umumnya menunjukkan swash flow dan swash zone. Pada umumnya pada daerah ini didapatkan punggungan-punggungan asimetri yang dipisahkan oleh tuneltunel dengan lebar 100-200 m.

d.

Shore face Merupakan bagian permukaan pantai yang lebih dalam lagi yaitu

34

dari permukaan rata-rata air surut sampai dengan dasar gelombang kondisi tenang, jadi merupakan subtidal. Selanjutnya semakin jauh lagi merupakan offshore.

Profil endapan-endapan Pantai

a. Profil endapan pantai energy gelombang tinggi. Permukaan pantai energy gelombang tinggi dapat dibagi-bagi lagi menjadi beberapa zona : Assymetrical ripple zone Dicirikan dengan ripple laminasi skala kecil diatas foresets yang miring kearah laut dan darat, merefleksikan aktifitas gelombang badai. Outer plannar zone Berupa perlapisan sejajar diatas foresets yang miring kearah laut dan darat. Inner rough zone. Merupakan foresets yang miring kearah laut. Inner planar zone Untuk endapan pada zona ini lebih merupakan endapan dengan struktur perlapisan sejajar tetapi kadang-kadang diselingi foresets yang

34

miring kearah laut dari inner rough zone.

b.

Profil endapan pantai energy gelombang sedang rendah Pada umumnya memperlihatkan sekwen pengkasaran ke atas. Tetapi secara detail sekwen ini dapat berbeda-beda, yang masing-masing mepunyai karakteristik tersendiri. Untuk profil endapan pantai energy gelombang sedang sampai rendah ini dikenal ada tipe-tipe:

a. Tipe daerah konchibouguac Untuk tipe ini ada empat facies: Seaward slope Ripple laminasi skala kecil yang mengarah ke darat berselingan dengan laminasi sejajar miring kea rah laut.

Bar crest Perlapisan perlapisan sejajar berselingan dengan struktur mangkok skala kecil-sedang

Landward slope Perlapisan perlapisan miring kearah darat dengan sudut rendah, susunan silang siur mangkok dan foreset-foreset miring kearah darat dengan sudut curam.

34

Through Disusun oleh sedimen dengan ukuran butir yang lebih halus dengan ripple laminasi dihasilkan oleh arus-arus sepanjang pantai. Juga dihasilkan struktur planar crossbedding kearah darat dari pasir yang lebih kasar.

b. Tipe profil endapan pantai sapelo island Terdiri dari facies-facies: Lower offshore Pasir sedang-kasar dengan struktur megaripple

Upper offshore Endapan berupa pasir halus lumpuran dengan struktur bioturbasi (bagian bawah) dan berselingan dengan pasir dan lumpur dengan struktur laminasi sejajar dan bioturbasi.

Lower shoreface Endapan dengan ukuran pasir halus dengan struktur ripple laminasi skala kecil.

Upper shoreface

34

Pasir halus, struktur laminasi sejajar.

Fore shore Pasir halus-sedang, struktur laminasi sejajar, antidune dan ripple laminasi dengan sudut rendah dan tinggi diatas lapisan cangkangcangkang organic.

Back shore Ukuran pasir halus dengan struktur laminasi sejajar dan ripple laminasi skala kecil.

2. Lingkungan laut dalam 2.1. Kipas bawah laut

Bagian-bagian kipas bawah laut(Walker, 1984) Lower fan Dicirikan adanya penebalan keatas (thickening upward), terdiri dari asosiasi fasies-fasies classical turbidites. Smooth portion of suprafan lobes Penebalan keatas, asosiasi classical structur turbidites, dalam sekwen progradasi bagian atas sudah terdapat massive sandstones.

34

Channeled portion of suprafan lobes Penipisan ke atas (thinning upward), asosiasinya adalah

konglomeratan atau pebbly sandstone pada bagian bawah dan massive sandstone. Konglomerat umumnya berlapis bersusun(graded bedding) Upper fan Merupakan sekwen-sekwen dari facies conglomerates, debris flow dan slump. Sekwen menipis ke atas (thinning upward) umumnya tidak berlapis baik. Sekwen turbidit bouma(bouma, 1962) Terbagi menjadi lima interval: a. Gradded interval (A) b. Lower interval of parallel lamination(B) c. Interval of current lamination(C) d. Upper interval of paralellel lamination(D) e. Politic interval(E) :

Hemipelagic mud Turbulent mud

Pembagian turbidites oleh kuenen(1950)

34

Berdasarkan pada jarak transportasi dan keadaan massa sedimennya, maka endapan turbidite dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar. a. Fluxo turbidite Mempunyai cirri umum:

Ukuran butir kasar Lapisan bersusun tidak berkembang jarang berasosiasi dengan serpih Umumnya berasosiasi dengan slump dan interval A sangat tebal Sole mark jarang dijumpai Banyak mengandung clay pellets

b. Proximal turbidite Mempunyai cirri-ciri :

Secara umum cirri-cirinya sama dengan fluxo turbidite Jarang berasosiasi dengan slump Gradasi lebih baik dengan ukuran butir pasir Ketebalan interval A lebih tipis Tidak dijumpai clay pellets

34

c. Distal turbidite Mempunyai cirri-cir:

Kehadiran interval bouma yang lebih lengkap Seringkali membentuk flysch Pemilahan lebih baik dan butiran yang kasar berada di bawah

Klasifikasi fasies turbidite oleh Walker(1973)

a. Classical turbidites

Munculnya sekwn Bouma(biasa lengkap atau tidak) Ukuran butir berkisar dari pasir sampai lempung Pada bagian bawah ukuran butir bisa mencapai granule Struktur sedimen yang berkembang adalah lapisan bersusun, perlapisan sejajar, lapisan bergelombang.

b. Massive sandstones

Berupa singkapan batupasir yang tebal(lebih dari 50 cm) Ukuran butir pasir sedang sampai sangat kasar

34

Struktur mangkok(dish structure) sering kali muncul Struktur perlapisan sejajar jarang dijumpai

c. Pebbly sandstone

Tidak dapat dideskripsi dengan sekwen Bouma Terjadi pen-channel-an Imbrikasi pebble sering dijumpai Jarang berasosiasi dengan serpih Merupakan batu pasir konglomeratan

d. Conglomerates

Imbrikasi pebble maupun couble jarang di jumpai Garadasi kurang baik Ukuran butir sampai dengan couble

e. Slumps, slided, debris flow dan exotic fasies

Struktur slump

34

Perlapisan sangat buruk Sortasi sangat buruk Batas atas lapisan tidak teratur Ukuran butir sangat bervariasi.

Gambar V.16 Rezim aliran sedimentologi (sumber http://thekoist.wordpress.com/2012/08/23/lingkungan-pengendapan)

34

Anda mungkin juga menyukai