Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
FASIES

2.1 Pengertian Fasies


Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang
khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek
fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di
sekelilingnya.

Gambar 2.1 Lingkungan Pengedapan dan Fasies Sedimen

Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies


tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti
lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang
sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas
sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James,
1992).
Menurut Selley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat
dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi,
struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk
dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan
pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan
berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai
data, diantaranya :
Geometri :
a) Regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)
b) Intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi
dengan log sumur (GR dan SP).
Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core.
Struktur sedimen : dari core.

Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang
secara geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan
oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta
bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau
asalnya regional (sea level change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada
perbedaan sudut pandang. Sekuen berdasarkan genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1. Membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.
2. Terbentuk secara relatif sangat cepat (<10 .000="" span="" tahun="">
3. Mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.
4. Selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi.
5. Batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.

2.2 Model Fasies (Facies Model)


Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies
adalah suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus ( Walker ,
1992).
Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan
diagram blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan sebagaio
ukuran yang bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai penunjuk
observasi masa depan. model fasies memberikan prediksi dari situasi geologi yang
baru dan bentuk dasar dari interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik.
Model fasies merupakan suatu cara untuk menyederhanakan, menyajikan,
mengelompokkan, dan menginterpretasikan data yang diperoleh secara acak.
Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :
Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi,
dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework
Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan
deposisi oleh waktu .
Gambar 2.2 Fasies Model

Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple,
analisis trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk
mengetahui beberapa parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi
respon dari suatu elemen dengan elemen lain dalam sebuah proses-respon model.

2.3 Asosiasi Fasies


Mutti dan Ricci Lucchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan
atau kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri dan
sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya. Suatu mekanisme
yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi fasies didefinisikan sebagai
suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang membentuk suatu tubuh batuan dalam
berbagai skala dan kombinasi. Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan
pengendapan atau proses dimana fasies-fasies itu terbentuk.
Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan
lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah
fluviatile lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies
fluvial asosiasi.
Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke
atas. Litologi sedimen ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided
stream berenergi tinggi.
a) Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi, tinggi
energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem aluvial. Trace
fosil yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti depositional menggali
organisme tidak dapat bertahan.

Gambar 2.3 Assosiasi Fasies Seismik

b) Asosiasi fasies 2
Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang
terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di seluruh tipis, planar dan
disortir dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7 ft) unit "bedded
sandsheets"- lapisan batu pasit yang membentuk lithology dominan fasies ini.
Sudut rendah (<20 ), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm (19,7
inci) tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki). Arah arus
di sini adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan memperkuat interpretasi
mereka sebagai Aeolian bukit pasir. Sebuah suite lebih lanjut lapisan padat berisi
fosil jejak perkumpulan; lapisan lain beruang riak saat ini tanda, yang mungkin
terbentuk di sungai yang dangkal, dengan membanjiri cekungan hosting mungkin
pencipta jejak fosil. Cyclicity tidak hadir, menunjukkan bahwa, alih-alih acara
musiman, kadang-kadang innundation didasarkan pada peristiwa-peristiwa tak
terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan mengubah aliran kursus.
c) Asosiasi fasies 3
Fasies ini sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic terwakili
dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu padi-padian
terbesar di bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah atas), berkerikil palung
lintas-unit tempat tidur hingga empat meter tebal. Jejak fosil langka. Sheet-seperti
sungai dikepang disimpulkan sebagai kontrol dominan pada sedimentasi di fasies ini.

d) Asosiasi fasies 4
Asosiasi fasies paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah lingkungan di
pinggiran laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki) hingga 2 meter (7
kaki) skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus overlain oleh riak. Baik
shales batu pasir dan hijau juga ada. Unit atas sangat bioturbated, dengan kelimpahan
Skolithos - sebuah fosil biasanya ditemukan di lingkungan laut.

2.4 Hubungan Antar Fasies (Facies Relationship), Proses Sedimentasi dan


Lingkungan Pengendapan
Pengertian hubungan antar fasies dapat didefinisikan sebagai hubungan antara
satu facies dengan facies yang lainnya baik secara lateral maupun vertikal. Secara
lateral tentu berhubungan dengan paleogeografi / paleoenvironment. Misalnya facies
dari paparan ke facies di lereng cekungan; secara vertikal berhubungan dengan urutan
evolusi geologi, misalnya facies paparan berubah ke atasnya menjadi facies lereng
(berarti ada pendalaman atau transgersi dari bawah ke atas).Beda fasies menunjukkan
kondisi dan lingkungan pengendapan yang berbeda pula. Hubungan antar facies
dikemukakan oleh Johannes Walther (1894) dalam Hukum Korelasi Fasies (Law of
Facies Correlation). Hukum tersebut mengimplikasikan bahwa perubahan vertikal-
gradasional dari satu fasies ke fasies yang lain mengindikasikan bahwa lingkungan
pengendapan kedua fasies itu terletak berdampingan. De Raaf dkk (1965) dan
Reading (1978) juga menekankan arti penting batas gradasional pada penampang
vertikal. Jika batas antar fasies bersifat tajam atau erosional, maka tidak ada jaminan
bahwa lingkungan pengendapan kedua fasies tersebut saling berdampingan. Kontak
tajam antar fasies, khususnya jika dicirikan oleh horizon tipis yang kaya akan struktur
bioturbasi, biasanya mengindikasikan tidak terjadinya pengendapan, adanya
perbedaan besar dari jenis lingkungan pengendapan, dan menandai dimulainya satu
siklus sedimentasi yang baru.
Gambar 2.4 Contoh Hukum Korelasi Fasies

Hubungan suatu fasies dapat digagaskan dalam pembagian grup fasies yang
terjadi secara bersama-sama yang selanjutnya akan berkaitan dengan lingkungan.
Sebagai contohnya, jika pada perlapisan silang siur batupasir asosiasi terdekatnya
adalah dengan terkandungnya tanah, batubara, atau serpih lanauan yang mengandung
akar, daun, dan batang, kita bisa membuat interpretasi pengendapannya pada sistem
sungai. Dalam mempelajari hubungan fasies dan urutannya, kita harus benar benar
memperhatikan keadaan alami dari kontak hubungan antara fasies dan derajat urutan
baik acak maupun tidak

Gambar 2.5 Schematic illustration of facies relationship in a predominantly subaerial intra-arc setting
(modified after LANDIS, SMITH 1995)
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh
proses fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu
pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan
proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran
(channel) yang membawa dan mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas
bar di dalam channel.
Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah
limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis
tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu
rangkaian batuan sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau
konglomerat yang menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan
pada bar channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan
batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah.
Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies
sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang
mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi fasies
suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur
sedimen dan kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses
pembentukan. Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan
pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel sungai
jika endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun,
channel yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain, termasuk delta,
lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah
dasar yang cukup untuk menentukan lingkungan pengendapan.
Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi
lingkungan ketika sedimen terakumulasi. Lingkungan sedimen telah digambarkan
dalam beberapa variasi yaitu :
Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan
sifat khas dari setting pengendapan [Gould, 1972].
Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan
Sloss, 1963].
Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan
biologi dari daerah yang berdekatan [Selley, 1978].
Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan
mempengaruhi pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk
pengendapan yang khas [Shepard dan Moore, 1955].
2.5 Analisis Fasies
Konsep fasies adalah konsep membentuk dasar-dasar interpretasi strata.
Karaktersitik litofasies dihasilkan dari proses fisika dan kimia yang aktif pada waktu
pengendapan sedimen, dan biofasies serta ichnofasies menyediakan informasi
tentang paleoecology selama dan sesudah pengendapan. Dengan pengetahuan kondisi
fisika, kimia, dan ekologi maka memungkinkan untuk merekonstruksi lingkungan
pada waktu pengendapan. Proses analisis fasies ini, interpretasi strata ke dalam istilah
lingkungan pengendapan, dapat dianggap sebagai pusat objektif utama dari
sedimentologi dan stratigrafi yang merekonstruksi masa lampau.
Di beberapa kasus ada karakteristik batuan yang unik untuk lingkungan tertentu.
Sejauh yang kita ketahui, hermatypic corals hanya tumbuh di dalam air laut yang
dangkal, bersih dan hangat: kehadiran fosil koral ini dengan posisi ketika masih hidup
di dalam batuan sedimen dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa sedimen
terendapkan di dalam air laut yang dangkal, bersih dan hangat. Dimana ada petunjuk-
petunjuk langsung suatu kondisi seperti itu, maka dengan langsung dapat
diinterpretasikan lingkungan masa lampau suatu batuan sedimen.
Berbeda dengan hal berikut, cross bedded sandstone dapat terbentuk selama
pengendapan di gurun, sungai, delta, danau, pantai dan laut dangkal: litofasies cross
bedded sandstone tidak menyediakan petunjuk lingkungan khusus. Interpretasi fasies
harus objektif dan hanya berdasar pada pengenalan proses yang kemungkinan besar
membentuk lapisan-lapisan.
Dari kehadiran struktur ripples simetris dalam batupasir halus dapat disimpulkan
bahwa lapisan terbentuk dibawah air dangkal, dengan angin yang melintas di atas
permukaan air yang menciptakan gelombang yang menggerakkan pasir untuk
membentuk symmetrical wave ripples. Interpretasi air dangkal dibuat karena wave
ripplestidak terbentuk di laut dalam, tapi ripples itu sendiri tidak dapat menunjukkan
apakah terbentuk di danau, laguna atau lingkungan paparan terbuka. Oleh karena itu
seharusnya fasiesnya disebut sebagai symmetrically rippled sandstone atau mungkin
wave rippled sandstone, tapi bukan lacustrine sandstone karena diperlukan
informasi yang lebih lanjut sebelum membuat interpretasi.
Gambar 2.6 Diagram alir analisis fasies

Di kebanyakan kasus, kombinasi litofasies, biofasies dan ichnofasies yang


berbeda menyediakan informasi yang diperlukan untuk menyimpulkan lingkungan
pengendapan dari strata sedimen. Pengamatan pengendapan di dalam channel (a
channel-fill facies) dengan mengamati endapan yang menunjukkan bukti
pengendapan oleh lembaran-lembaran air (sheets of water) yang mengering (an
overbank facies) akan memperkenankan interpretasi batuan sebagai endapan
lingkungan channel sungai dan floodplain (fluvial). Oleh karena itu pengenalan
asosiasi fasies adalah bagian penting dari analisis fasies karena sangat umum bahwa
asosiasi fasies menyediakan petunjuk-petunjuk lingkungan pengendapan (Collinson
1969; Reading & Levell 1996).

2.7 Nama Fasies dan Kode Fasies


Dalam proses menyelesaikan analisis fasies suatu rangkaian batuan sedimen
muncul pertanyaan tentang penamaan fasies dan asosiasi fasies. Salah satu pilihan
sederhana adalah dengan memberi nomor atau huruf sesuai urutan alfanumerik.
Kekurangan pendekatan ini adalah bahwa fasies 1, fasies 2, asosiasi fasies A dan
sebagainya, tidak menyampaikan informasi deskriptif dan petunjuk-petunjuk karakter
sedimen. Cara yang lebih baik adalah dengan memberi nama deskriptif, singkat bagi
setiap fasies-contoh, laminated grey siltstone facies, foraminiferal wackestone
facies atau cross bedded pebbly conglomerate facies. Suatu kompromi harus
dicapai sedemikian rupa sehingga nama yang ditentukan cukup menguraikan fasies
tetapi bukanlah yang terlalu susah. Diperlukan kata sifat (adjectives) secukupnya
untuk membedakan fasies satu dengan yang lain. Contoh, mudstone facies telah
cukup sempurna jika hanya terdapat satu fasies batulumpur di dalam rangkaian. Di
lain hal, perbedaan antara trough cross bedded coarse sandstone facies dan planar
cross bedded medium sandstone facies mungkin penting dalam analisis rangkaian
batupasir laut dangkal.

Gambar 2.7 Code Facies

Nama untuk fasies harus deskriptif dan sungguh bisa diterima serta mengacu pada
asosiasi fasies dalam kaitannya dengan interpretasi lingkungan pengendapan. Suatu
asosiasi fasies seperti symmetrically rippled fine sandstone, black laminated
mudstone dan grey graded siltstone telah diinterpretasikan sebagai endapan di
dalam danau berdasarkan karaktersitk fasiesnya, dan mungkin beberapa informasi
biofasies menunjukkan fauna air tawar. Oleh karena itu asosiasi fasies ini dikenal
sebagai lacustrine association facies dan telah dibedakan dari asosiasi fasies
kontinen yang lain yang terendapkan di dalam channel sungai (fluvial channel
association facies) dan endapan overbank (floodplain facies association).
Untuk membuat nama fasies yang panjang menjadi lebih mudah, sistem singkatan
kode sering digunakan ketika meringkas sejumlah besar informasi fasies (Gambar
5.2). Hal ini membantu jika kode-kodenya mudah diinterpretasi dan berhubungan
dengan nama fasies. Satu ketentuan yang digunakan dalam deskripsi fasies dalam
sedimen klastik terrigenous adalah sistem yang berdasar ukuran butir ditunjukkan
oleh huruf pertama diikuti oleh akhiran atau sufiks yang mendeskripsikan struktur
sedimen (Miall 1978). Berdasarkan skema ini, konglomerat memiliki huruf utama G
(untuk kerikil), S untuk pasir dan F untuk batulumpur berbutir halus; sufiks atau
akhiran mungkin menyediakan informasi lebih lanjut mengenai ukuran butir (contoh,
Sc menunjukkan pasir, kasar), struktur sedimen (Gx untuk cross stratified
conglomerates, huruf x adalah singkatan umum untuk cross), warna atau karakter-
karakter berbeda lainnya. Tidak ada aturan untuk huruf kode yang digunakan, dan ada
banyak ragam pada tema ini (contoh, beberapa pekerja menggunakan huruf Z untuk
lanau) termasuk skema serupa untuk batuan karbonat yang berdasarkan klasifikasi
Dunham (3.1.4). Sebagai garis besar umum, sangat baik jika mengembangkan sistem
yang memiliki pola konsisten (contoh, semua fasies batupasir diawali dengan huruf
S) dan menggunakan singkatan yang mudah dipahami.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
LINGKUNGAN PENGENDAPAN

3.1 Pengertian Lingkungan Pengendapan


Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses
fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley,
1988). Nichols (1999) menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah
proses yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan
pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis ataupun
dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman
air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah energi, kecepatan dan arah
pengendapan serta variasi angin, ombak dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia
adalah komposisi dari cairan pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah
tangkapan air (oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), salinitas, kandungan karbon
dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan perbedaan
biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan
maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum diendapkan.

(Gambar 3.1) Proses pengendapan lingkungan


Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam, mulai dari
pegunungan, lembah sungai, pedataran, padang pasir (desert), delta sampai ke laut.
Dengan analogi pembagian ini, lingkungan pengendapan secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yakni darat (misalnya sungai, danau dan gurun),
peralihan (atau daerah transisi antara darat dan laut; seperti delta, lagun dan daerah
pasang surut) dan laut. Banyak penulis membagi lingkungan pengendapan
berdasarkan versi masing-masing. Selley (1988) misalnya, membagi lingkungan
pengendapan menjadi 3 bagian besar: darat, peralihan dan laut . Namun beberapa
penulis lain membagi lingkungan pengendapan ini langsung menjadi lebih rinci
lagi. Lingkungan pengendapan tidak akan dapat ditafsirkan secara akurat hanya
berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan saja. Maka dari itu untuk menganalisis
lingkungan pengendapan harus ditinjau mengenai struktur sedimen, ukuran butir
(grain size), kandungan fosil (bentuk dan jejaknya), kandungan mineral, runtunan
tegak dan hubungan lateralnya, geometri serta distribusi batuannya.

3.2 Klasifikasi lingkungan pengendapan (Selley, 1988)

1. Terestrial Padang pasir (desert)


2. Glasial
3. Daratan
4. Sungai
5. Encer (aqueous) Rawa (paludal)
6. Lakustrin
7. Delta
8. Peralihan
9. Estuarin
10. Lagun
11. Litoral (intertidal)
12. Reef
13. Laut
14. Neritik ( kedalaman 0-200 m)
15. Batial ( kedalaman 200-2000 m)
16. Abisal ( kedalaman > 2000 m)

3.3 Lingkungan Sungai


Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai,
sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai
kekelok (meandering).
1. Sungai Lurus (Straight)
Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal mempunyai
energi aliran kuat atau deras.

2. Sungai Kekelok (Meandering)


Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau berbelok-
belok. Pada kondisi tertentu bengkokan ini terputus, sehingga terjadinya
danau bekas aliran sungai yang berbentuk tapal kuda atau oxbow lake.

Gambar 3.2 Tipe Sungai

3. Sungai Teranyam (Braided)


Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan energi arus
alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe ini bercirikan
debit air dan pengendapan sedimen tinggi.

4. Sungai Anastomasing
Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang
bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu
kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain
membentuk satu aliran.

3.4 Lacustrin
Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang
tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar
dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini
juga dijumpai
adanya
delta, barried
island hingga
kipas bawah air
yang

diendapkan dengan arus turbidit. Danau juga mengendapkan klastika dan endapan
karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat
terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari
kandungan fosil dan aspek geokimianya.

Gambar 3.3 Lacustrine/Danau

Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan


tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi seperti ice scouring, ice
damming dan moraine damming (penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau
hasil dari aktifitas volkanik sebagai penyumbatan lava atau danau kawah hasil
peledakan.
Visher (1965) dan Kukal (1971) dalam selley (1988) membagi lingkungan
lacustrin menjadi dua yaitu danau permanen dan danau ephemeral . Danau permanen
mempunyai 4 model dan danau ephemeral mempunyai 2 model .

a) Danau Permanen
Danau permanen model pertama adalah danau yang terisi oleh endapan
klastika yang terletak di daerah pegunungan.
Danau permanen model kedua adalah danau yang terletak di dataran rendah
dengan iklim yang hangat.
Danau permanen model ketiga adalah danau dengan endapan sapropelite
(lempung kaya akan organik) pada bagian dalam yang dikelilingi oleh
karbonat di daerah dangkal
b) Danau Ephermal
Danau ephemeral adalah danau yang terbentuk dalam jangka waktu yang pendek
di daerah gurun dengan iklim yang panas.
3.5 Lagun ( Lagoon )
Lagun adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan dengan laut
lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan
pantai. Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi rendah.
Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama luasnya
hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978,

Gambar 3.4 Lingkungan Pengendapan Lagoon

3.6 Delta
Proses pembentukan delta adalah akibat
akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada
lacustrine atau marine coastline. Delta
merupakan sebuah lingkungan yang sangat
komplek dimana beberapa faktor utama
mengontrol proses distribusi sedimen dan
morfologi delta, faktor-faktor tersebut adalah
regime sungai, pasang surut (tide), gelombang,
iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker,
1981). Berdasarkan fisiografinya, delta dapat
diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama,
yaitu :
1. Delta plain merupakan bagian kearah darat
dari suatu delta.
2. Front Delta merupakan daerah dimana
endapan sedimen dari sungai bergerak Gambar 3.5 Delta
memasuki cekungan dan
berasosiasi/berinteraksi dengan proses cekungan (basinal).
3. Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut atau sering disebut
pula sebagai delta front slope.

3.7 Estuarin
Ada dua faktor penting yang mengontrol aktivitas di estuarin, yaitu volume air
pada saat pasang surut dan volume air tawar (fresh water) serta bentuk estuarin.
Endapan sedimen pada lingkungan estuarin dibawa dua aktivitas, yaitu oleh arus
sungai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen dari laut lepas akan sangat tergantung
dari rasio besaran tidal dan disharge sungai. Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga
daerah yaitu :
Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang secara bebas berhubungan
dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini.
Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan
air asin secara seimbang.
Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih
mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian)

Gambar 3.6 Lingkungan Pengendapan Eustarin

3.8 Tidal Flat


Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi gelombang laut yang
rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan daerah pantai mesotidal dan
makrotidal. Pasang surut dengan amplitudo yang besar umumnya terjadi pada pantai
dengan permukaan air yang sangat besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang
terpisah dari laut terbuka biasanya hanya mengalami efek yang kecil dari pasang
surut ini, seperti pada laut mediterania yang ketinggian pasang surutnya hanya
berkisar dari 10 20 cm. Luas
dari daerah tidal flat ini berkisar
antara beberapa kilometer sampai
25 km (Boggs, 1995).

Gambar 3.7 Tidal Flat


3.9 Neritik (Shelf Environment)
Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada
diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967) dalam Boggs
(1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal)
dan epikontinental (epeiric).

Gambar 3.8 Neritik

Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati


daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam.
Karena keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust), perikontinental
juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang besar, khususnya pada
tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat mengakibatkan terbentuknya
endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele, 1992).
Epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada daerah kontinen
(daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa daratan. Daerah ini biasanya
dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan arus laut, sehingga seringkali
terproteksi dengan baik dari kedua pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah
epeiric ini tertutup, maka ini akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan
arus tidal.
3.10 Oceanic (Deep-water Environment)
Sekitar 70% daerah bumi ini merupakan daerah cekungan laut dengan alas kerak
samudra tipe basaltis. Prinsip elemen dari Kontinental margin (Drake, C.L dan Burk,
1974 dalam Boggs, 1995) Lereng benua (continental slope) dan continental rise
merupakan perpanjangan dari shelf break.

Gambar 3.9 Lingkungan Pengendapan Oceanic

Kedalaman lereng benua bermula dari shelf break dengan kedalaman rata-rata
130 m sampai dengan 1500-4000 m. Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40,
walaupun ada variasi pada lingkungan delta (20) dan pada lingkungan koral (450)
(Boggs, 1995).
Sedangkan kemiringan pada continental rise biasanya lebih kecil dibandingkan
kemiringan pada lereng benua. Karena lerengnya yang cukup curam dibandingkan
paparan, pada lereng benua ini sering merupakan daerah dari pergerakan arus turbidit.
Continental rise dan cekungan laut dalam membentuk sekitar 80% dari total dasar
laut. Bagian lebih dalam dari continental slope dibagi menjadi dua fisiografi, yaitu :
Lantai Samudra (ocean floor), Dikarakteristikan dengan kehadiran dataran abisal,
perbukitan abisal (< 1 km) dan gunungapi laut (> 1 km)
Oceanic Ridges, Dataran abisal merupakan daerah yang relatif sangat datar,
kadang-kadang menjadi sedikit bergelombang karena adanya seamount. Beberapa
dataran abisal juga kadang-kadang terpotong oleh channel-channel laut dalam.
Pada pusat cekungan laut dalam biasanya terendapkan sedimen dari material
pelagik. Mid-oceanic ridges memanjang sejauh 60.000 km dan menutupi sekitar
30 35% dari luas lautan.

3.11 Sedimentasi Angin (Eolian)


Di samping air, angin merupakan salah satu energi yang dapat mengikis dan
mengangkut bahan-bahan untuk diendapkan, khususnya pada daerah yang
mempunyai iklim kering dan semi kering. Endapan sedimen yang berasal dari proses
pengendapan oleh angin disebut endapan eolian. Menurut Allen (1970), endapan oleh
angin (eolian) dapat terjadi pada :
a) Daerah gurun, dimana iklimnya tropis, subtropis dan lintang tengah.
b) Daerah disekitar, outwash plain pada endapan glasial dan tudung es pada daerah
lintang tinggi.
c) Di daerah pantai, di puncak pulau penghalang (barrier island) atau di muka pantai
terbuka dalam berbagai iklim.

Gambar 3.10 Proses Pengendapan oleh Angin


3.12 Glasial
Pengertian tentang sistem pengendapan glasial dan macam - macam bentuknya
penting dalam aplikasi. Pertama, data kandungan endapan glasial dapat digunakan
menyelesaikan masalah tentang proses - proses geologi yang terjadi. Kedua, endapan
glasial merupakan dasar untuk mempelajari lingkungan geologi. Dengan adanya
investigasi karakteristik teknik geologi, pedoman hydrogeological, dan arus
transportasi dalam sistem pengendapan glasial. Sistem pengendapan glasial
merupakan suatu pendorong dalam penyelidikan tentang sistem pengendapan
glasial ini juga merupakan pendorong untuk mempelajari / mengetahui tentang letak
dari pengendapan klastik dan karbonat dari suatu reservoar hidrokarbon pada tahun
1950an.

Gambar 3.11. Lingkungan Pengendapan Glasial


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang
khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek
fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di
sekelilingnya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan
berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai
data, diantaranya :
Geometri :
c) Regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan
chanel)
d) Intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi
dengan log sumur (GR dan SP).
Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core.
Struktur sedimen : dari core.
Hubungan antar fasies dapat didefinisikan sebagai hubungan antara satu facies
dengan facies yang lainnya baik secara lateral maupun vertikal. Secara lateral tentu
berhubungan dengan paleogeografi / paleoenvironment. Hubungan suatu fasies dapat
digagaskan dalam pembagian grup fasies yang terjadi secara bersama-sama yang
selanjutnya akan berkaitan dengan lingkungan.
Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses
fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley,
1988).
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang geologist harus bisa meramalkan bagaimana suatu batuan sedimen dapat
terbentuk,untuk bisa mendapatkan informasi tersebut biasanya mereka melakukannya
dengan mengenali ciri-ciri dari suatu batuan tersebut. Setiap lingkungan baik di darat
ataupun didalam lautan akan memiliki suatu karakteristik yang dapat menunjukkan
identitas mereka, identitas tersebut dapat mereka tunjukkan dengan beberapa aspek
yang dikandungnya, yaitu aspek fisika, kimia dan biologi. Salah satu yang harus di
ketahui oleh seorang geologi adalah Fasies.

Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang
khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek
fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di
sekelilingnya.

Makalah ini akan membahas tentang Fasies dan Lingkungan Pengendapan.

1.2 Maksud dan Tujuan


Agar dapat memahami serta membaca dengan cermat maka penulis membuat
maksud dan tujuan yaitu:
Mengetahui pembahasan tentang Fasies, analisi fasies serta kode fasies
Memahami tentang Lingkungan Pengendapan
Daftar Pustaka
Nichols , Gary . 2009 . Sedimenthology and stratigraphy . Chichester : Wiley Blackwell.

Anda mungkin juga menyukai