Anda di halaman 1dari 37

Praktikum Geofisika Dasar

Program Studi Teknik Geofisika


Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan

LAPORAN PRAKTIKUM
Penentuan Kecepatan Gelombang Seismik Pada Batuan

Adur
12317045
Kelas 01
Kelompok 2

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2019
PENENTUAN RAPAT MASSA (DENSITAS) BATUAN
I. TUJUAN
1. Membandingkan hasil pengukuran densitas batuan dengan literatur.
2. Menentukan densitas batuan pada lima contoh batuan padat (consolidated rock sample), satu
.contoh pasir besi (iron sand), satu contoh lumpur (mud), dan satu contoh endapan piroklastik
(pyroclastic deposit).
3. Memberikan deskripsi tentang contoh-contoh batuan, lumpur, pasir besi dan endapan piroklastik.
4. Menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi akurasi penentuan rapat massa
batuan.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Jangka sorong (caliper) (Gambar 1)
2. Neraca teknis (merk Ohaus) (Gambar 2)
3. Sampel batuan padat (dengan kode I2, R3, H2, E2 dan F1) (Gambar 3), sampel lumpur (Gambar
4), pasir besi dan endapan piroklastik (Gambar 5).
4. Wadah contoh berbentuk silinder tertutup berbahan plastic bening (cylindrical plastic sample
holder) (Gambar 6).
III. TEORI DASAR

Batuan adalah kumpulan-kumpulan atau agregat dari sebuah mineral-mineral yang sudah
membeku/keras. Batuan memiliki berbagai komposisi,umur dan berbagai mineral. Karena itulah batuan
juga memiliki densitas yang berbeda-beda. Densitas (rapat massa) batuan (ρ) adalah kerapatan yang
terdapat pada tiap pori batuan dan umumnya diketahui sebagai perbandingan antara massa (m) terhadap
volume (v).

ρ=mv
Tabel 1. Nilai rapat massa (densitas) batuan (Telford at all, 1990)

IV. LANGKAH PENGERJAAN


1. Percobaan diawali dengan mentukan lima contoh batuan padat (untuk kelompok 2
menggunakan batuan dengan kode E2, F1, H2, I2, dan R3) dan satu contoh lumpur (ditandai
dengan memberikan nomor kelompok beserta kelas) yang akan ditentukan densitasnya.
Gambar 3. Sampel batuan padat Gambar 4. Sampel batuan lumpur

2. Kemudian diberikan dua wadah contoh plastik dan contoh pasir besi dan endapan
piroklastik yang secukupnya untuk membuat sendiri satu sampel contoh pasir besi dan satu sampel
piroklastik dan ditandai dengan nomor kelompok dan kelas.

Gambar 5. Contoh pasir besi (kiri atas) dan contoh endapan piroklastik (kanan bawah) yang digerus untuk
dimasukkan kedalan wadah contoh plastik

3. Dilakukan pengukuran volume dari wadah contoh plastik yang kosong dengan jangka sorong dan
melakukan penimbangan massa wadah dengan neraca teknis. Setiap pengukuran dilakukan sekurang-
kurangnya tiga kali. Setelah dilakukan pengukuran pada wadah baru masing -masing wadah tersebut
diisi dengan pasir besi dan endapan piroklastik.
Gambar 6. Wadah contoh plastik kosong

4. Pada contoh batuan padat, dilakukan pengukuran terhadap diameter dan tinggi batuan dengan
menggunakan jangka sorong. Setiap pengukuran dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali. Setelah
mendapatkan diameter dan tinggi pada contoh batuan tersebut, dapat ditentukan volume dari masing-
masing contoh batuan.
5. Kemudian contoh batuan padat ditimbang dengan neraca teknis sekurang-kurangnya tiga kali
uintuk mendapatkan massa dari masing- masing contoh batuan.
6. Setelah mendapatkan nilai massa dan volumenya, maka dapat ditentukan rpat massa dari
masing-masing contoh batuan.
7. Pada contoh lumpur, dapat diasumsikan bahwa seluruh wadah contoh plastik memiliki dimensi
yang sama. Contoh lumpur tersebut ditimbang menggunakan neraca teknis sekurang-kurangnya tiga
kali. Massa bersih (net mass) pada contoh lumpur didapatkan dengan mengurangi massa total contoh
lumpur dengan massa wadah contoh plastik. Sementara volume bersih (net volume) didapatkan dari
pengukuran volume wadah contoh plastik kosong.
8. Setelah mendapatkan nilai massa dan volumenya, maka dapat ditentukan rpat massa dari
masing-masing contoh lumpur.
9. Pada contoh pasir besi dan contoh endapan piroklastik, dapat diasumsikan bahwa seluruh
wadah contoh plastik memiliki dimensi yang sama. Contoh pasir besi dan contoh endapan piroklastik
tersebut ditimbang menggunakan neraca teknis sekurang-kurangnya tiga kali. Massa bersih (net mass)
pada contoh pasir besi dan contoh endapan piroklastik didapatkan dengan mengurangi massa total
contoh pasir besi dan contoh endapan piroklastik dengan massa wadah contoh plastik. Sementara
volume bersih (net volume) didapatkan dari pengukuran volume wadah contoh plastik kosong.
10. Setelah mendapatkan nilai massa dan volumenya, maka dapat ditentukan rapat massa dari
masing-masing contoh pasir besi dan contoh endapan piroklastik.

V. DATA DAN PENGOLAHAN


Berikut adalah hasil pengolahan data untuk sampel contoh batuan padat, lumpur, pasir besi dan endapan
piroklastik.

Contoh batuan padat

Kode I2 F1 E2 R3 H2
Diameter (cm) 2,542 2,51 2,474 2,572 2,512
2,546 2,51 2,482 2,57 2,524
2,544 2,51 2,48 2,56 2,508
Tinggi (cm) 2,696 2,612 2,61 2,312 2,61
2,69 2,61 2,608 2,313 2,63
2,688 2,614 2,612 2,3,12 2,608
Volume (cm3) 13,68 12,955 12,594 12,063 12,992
Massa (g) 38,2267 25,2646 8,9171 30,5448 28,2248
38,2264 25,2645 8,9171 30,5448 28,2248
38,2265 25,2644 8,9170 30,5447 28,2249
Massa rata-rata (g) 38,2266 25,2645 8,91705 30,54475 28,22473
Rapat masa / Densitas (g/cm3) 2,7944 1,9501 0,70804 2,5321 2,1725

Wadah plasik kosong, contoh lumpur, contoh pasir besi dan contoh endapan piroklastik

Sampel Wadah kosong Lumpur Pasir besi Endapan piroklastik


Massa (g) 4,3329 10,9968 17,0744 12,7330
4,3329 10,9966 17,0744 12,7331
4,3329 10,9964 17,0744 12,7331
Massa rata-rata (g) 4,3329 10,9966 17,0744 12,73307
Net mass 4,3329 6,6637 12,7111 8,40017
Diameter (cm) 2,08 2,08 2,08 2,08
2,08 2,08 2,08 2,08
2,08 2,08 2,08 2,08
Tinggi (cm) 1,81 1,81 1,81 1,81
1,81 1,81 1,81 1,81
1,81 1,81 1,81 1,81
Volume / Net volume (cm3) 2,9554 2,9554 2,9554 2,9554
Rapat masa / Densitas (g/cm3) 1,4661 2,25475 4,30097 2,84231
*diasumsikan volume pada setiap sampel sama dengan volume wadah kosong (net volume)

VI. ANALISIS

Berdasarkan hasil pengukuran densitas pada praktikum,dapat dibandingkan dengan literarur yg


berada pada tabel 1 densitas diatas. Adapun untuk ciri-ciri masing-masing sampel untuk I2 warna abu-
abu,afanitik, untuk H2 warna abu-abu,fanerik, untuk E2 banyak rongga udara,berwarna putih, untuk R3
berwarna cokelat, untuk F1 berwarna abu-abu dan lanau,untuk Lumpur berwarna hitam, untuk pasir besi
berwarna hitam dan untuk endapan piroklastik berwarna abu-abu. Untuk nilai densitas masing-masing
sampel sudah tercantum di Tabel data dan Pengolahan. Factor yg mempengaruhi keakurasian densitas
suatu batuan yakni pengukuran massa batuan,pengukuran volume batuan,serta human error.

VII. KESIMPULAN
Batuan adalah kumpulan-kumpulan atau agregat dari sebuah mineral-mineral yang sudah
membeku/keras. Batuan memiliki berbagai komposisi,umur dan berbagai mineral. Karena itulah batuan
juga memiliki densitas yang berbeda-beda. Densitas (rapat massa) batuan (ρ) adalah kerapatan yang
terdapat pada tiap pori batuan dan umumnya diketahui sebagai perbandingan antara massa (m) terhadap
volume (v). dimana semakin besar massa suatu batuan maka nilai densitasnya semakin besar,begitupun
sebaliknya, semakin besar volume suatu batuan maka nilai densitasnya semakin kecil begitupun
sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/384175020/Densitas-Batuan-Telford, diakses pada tanggal 14


Desember 2019

Pertiwi, P.K,dkk , Uji Densitas dan Porositas pada Batuan dengan Menggunakan Neraca O Houss dan
Neraca Pegas, diakses pada 15 desember 2019

Nurmalasari, M.D,dkk, Analisa Densitas dan Porositas Batuan dan Serbuk, diakses pada 15 desember
2019.
PENENTUAN SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BATUAN
I. Tujuan

1. Mendapatkan sekurang-kurangnya dua literatur yang terkait dengan pengukuran suseptibilitas


magnetik batuan.

2. Menentukan suseptibilitas magnetik berbasis massa (mass based magnetic susceptibility) untuk lima
contoh batuan padat (consolidated rock sample),piroklastik,dan sampel pasir besi.

3. Membandingkan hasil penentuan suseptibilitas magnetik berbasis massa dengan literatur.

4. Menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi akurasi penentuan suseptibilitas magnetik


batuan.

II. Bahan dan Peralatan

1. Magnetic Susceptibility Meter Bartington dengan MS2B magnetic sensor (lihat Gambar 2.1)

2. Contoh batuan padat, conto lumpur, pasir besi dan endapan priroklastik ( contoh-contoh yang sama
seperti pada model penentuan rapat massa batuan)
(Gambar 2.1)

III. Teori Dasar

Suseptibilitas magnet adalah kemampuan suatu bahan magnet untuk dimagnetisasi yg


ditentukan oleh nilai suseptibilitas magnet. Jika intensitas medan magnet luar H diberikan pada suatu
bahan,maka bahan tersebut akan memberikan respon yg disebut dengan magnetisasi M. Hubungan
kedua besaran tersebut dinyatakan dalam persamaan:

Dengan M adalah intensitas magnet dalam A/m,k adalah nilai suseptibilitas suatu bahan dan tidak
memiliki dimensi serta H adalah kuat medan magnet dalam A/m.

Nilai k adalah parameter dasar yg digunakan dalam metode magnet. Nilai suseptibilitas batuan
semakin besar jika dalam batuan tersebut dijumpai banyak mineral yg bersifat magnet.
Litologi(karakteristik) dan kandungan mineral batuan adalah factor yg mempengaruhi harga
suseptibilitas suatu bahan. (Telford et al,1990)
Magnestisasi yg dimiliki oleh bahan karena disebabkan medan magnet luar yg
mempengaruhinya disebut magnetisasi induksi. Besarnya induksi magnetik didalam material dapat

dinyatakan sebagai berikut:

Berdasarkan nilai suseptibilitas magnet,material dibedakan menjadi:

1. Feromagnetik
Suseptibilitas material feromagnetik memiliki nilai antara 10-4 sampai emu. Nilai k positif dan
tidak bergantung pada temperature curie karena material penyusun atomnya mempunyai
momen magnet dan interaksi antar atom terdekatnya sangat kuat.
2. Paramagnetik
Nilai suseptibilitas dari bahan ini antara 4 x 10-6 sampai 3,6 x 10-4 emu dan berbanding terbalik
pada temperature curie. Medan magnet pada material ini hanya ada jika termagnetisasi oleh
medan magnet dari luar. Jika pengaruh ini hilang maka medan magnet pada material ini pun
akan ikut hilang.
3. Diamagnetik
Nilai suseptibilitas material ini antara -8 x 10-6 sampai 3 x 10-4 emu. Intensitas induksi dari bahan
diamagnetik berlawanan arah dengan gaya magnet atau medan polarisasi karena k bernilai
negatif. Semua material menunjukkan respon sebagai diamagnetik ketika berada didalam
medan magnet.

IV. Langkah Kerja

1. Secara berkelompok mahasiswa melakukan pengukuran suseptibilitas magnetik batuan di Lab


Karakterisasi dan Pemodelan Sifat Fisis Batuan (Gd Energi Lantai 9).
2. Pengukuran akan dilakukan di bawah bimbingan dosen atau asisten yang akan mendampingi
kelompok mahasiswa termasuk dalam pengoperasian alat susceptibility meter dan perangkat lunak yang
digunakan. Bagi mahasiswa yang ingin mempelajari lebih jauh peralatan yang akan digunakan, petunjuk
atau manual alat dapat diunduh pada alamat berikut
https://www.bartington.com/wpcontent/uploads/pdfs/operation_manuals/MS2_OM0408.pdf

3. Pengukuran dilakukan sekurang-kurangnya tiga kali untuk setiap contoh. Mahasiswa harus
menyiapkan data untuk massa, volum dan rapat massa dari masing-masing conto sebelum praktikum
dimulai.

4. Mengaktifkan Komputer kemudian membuka perangkat lunak yg sudah disediakan kemudian


mengatur(setting) sesuai dengan petunjuk atau permintaan pada perangkat lunak tersebut.

5. Kemudian dimasukkan batuan/sampel ke tempat Magnetic Susceptibility Meter Bartington dengan


MS2B magnetic sensor yg sudah disediakan untuk sampel(ingat!! Garis arah yg ada disampel harus sama
dengan arah yg ada ditempat sampel pada Magnetic Susceptibility Meter Bartington dengan MS2B
magnetic sensor)

6. Kemudian dilakukan pengukuran pada perangkat lunak yg ada di computer

7. Kemudian save data batuan/sampel

8. lalu keluarkan batuan/sampel dari wadah yg sudah disediakan

9. Dilakukan cara yg sama untuk semua sampel batuan dimulai dari langkah 5

10. ketika pengukuran sudah selesai jangan lupa mematikan kembali Magnetic Susceptibility Meter
Bartington dengan MS2B magnetic sensor.

V. Pengolahan Data

Sampel:

 I2
Pengukuran Ke- Massa(gram) Diameter(mm) Tinggi(mm) Volume(mm3)
1 38.2267 25.42 26.96 -
2 38.2266 25.46 26.90 -
3 38.2265 25.44 26.88 -
Rata-Rata 38.2266 25.44 26.913 13680
Hasil :
 R3
Pengukuran Ke- Massa(gram) Diameter(mm) Tinggi(mm) Volume(mm3)
1 30.5448 25.72 23.11 -
2 30.5448 25.70 23.13 -
3 30.5447 25.63 23.52 -
Rata-Rata 30.5447 25.68 26.286 12063.58
Hasil :

 H2
Pengukuran Ke- Massa(gram) Diameter(mm) Tinggi(mm) Volume(mm3)
1 28.2245 25.12 26.10 -
2 28.2248 25.14 26.30 -
3 28.2249 25.08 26.08 -
Rata-Rata 28.2243 25.11 26.16 12992.71
Hasil :
 F1
Pengukuran Ke- Massa(gram) Diameter(mm) Tinggi(mm) Volume(mm3)
1 25.2646 25.16 26.12 -
2 25.2645 25.103 26.10 -
3 25.2644 25.10 26.14 -
Rata-Rata 25.2645 25.13 26.12 12955.317
Hasil :

 E2
Pengukuran Ke- Massa(gram) Diameter(mm) Tinggi(mm) Volume(mm3)
1 8.9171 24.74 26.10 -
2 8.9171 24.82 26.08 -
3 8.9170 24.80 26.13 -
Rata-Rata 8.9170 24.787 26.10 12594.424
Hasil :
 Piroklastik
Pengukuran Ke- Massa(gram) Diameter(mm) Tinggi(mm) Volume(mm3)
1 12.7330 20.8 18.1 -
2 12.7331 20.8 18.1 -
3 12.7331 20.8 18.1 -
Rata-Rata 12.73307 20.8 18.1 2842.31
Hasil :

 Pasir Besi
Pengukuran Ke- Massa(gram) Diameter(mm) Tinggi(mm) Volume(mm3)
1 17.0744 20.8 18.1 -
2 17.0744 20.8 18.1 -
3 17.0744 20.8 18.1 -
Rata-Rata 17.0744 20.8 18.1 2955.4
Hasil :
 Lumpur
Pengukuran Ke- Massa(gram) Diameter(mm) Tinggi(mm) Volume(mm3)
1 10.9968 20.8 18.1 -
2 10.9966 20.8 18.1 -
3 10.9964 20.8 18.1 -
Rata-Rata 10.9966 20.8 18.1 2955.4
Hasil :
VI. Analisis

Berdasarkan hasil praktikum,didapat nilai suseptibilitas Lumpur rata-rata 22.4,nilai suseptibilitas


piroklastik rata-rata 1533.1,nilai suseptibilitas rata-rata pasir besi 2197.3,nilai suseptibilitas rata-rata
sampel H2 644.7,nilai suseptibilitas rata-rata sampel R3 2058.6,nilai suseptibilitas rata-rata sampel E2
54.0,nilai suseptibilitas rata-rata sampel F1 70.1,nilai suseptibilitas rata-rata sampel I2 688.8.

Nilai suseptibilitas batuan hasil praktikum dapat dibandingkan dengan table 2.1 (table literatur).

Faktor yg mempengaruhi suseptibilitas pada praktikum kali ini yaitu jenis


batuan/sampel,peletakkan sampel di wadah Magnetic Susceptibility Meter Bartington dengan MS2B
magnetic sensor (harus sama arah magnet yg disampel dengan yg di wadah) serta Human error.

VII. Simpulan

Suseptibilitas magnet adalah kemampuan suatu bahan magnet untuk dimagnetisasi yg


ditentukan oleh nilai suseptibilitas magnet .

Dari data diatas,dapat disimpulkan bahwa nilai suseptibilitas dari terkecil ke terbesar sebagai berikut:

Lumpur < sampel E2 < sampel F1 < sampel H2 < sampel I2 < Piroklastik < sampel R3 < sampel pasir besi.

Oleh karena itu,urutan suseptibilitas diatas merupakan urutan kekuatan dimagnetisasi suatu
batuan dimana lumpur memiliki kekuatan dimagnetisasi yg lemah dan pasir besi memiliki kekuatan
dimagnetisasi yg sangan kuat.

Daftar Pustaka

Bijaksana, S. 2002. Karakterisasi Magnetik. Himpunan Fisika Indonesia.Jurnal Fisika HFI. 5(0527)

Dearing, J. 1996. Frequency-dependent Susceptibility Measurements of Environmental Materials.


Geophys. J. Int., 124,228-240

Eprints.uny.ac.id/29183/BAB%20II.pdf
PENENTUAN POROSITAS BATUAN
I. TUJUAN
1. Membandingkan hasil penentuan porositas batuan dengan literatur.
2. Menentukan porositas batuan pada tiga contoh batuan padat yang berbeda jenis.
3. Menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi akurasi penentuan porositas
batuan.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Jangka sorong
2. Neraca teknis Ohaus
3. Sampel batuan dengan kode PE4, PA2, dan PB1,
4. Oven
5. Desikator
III. TEORI DASAR
Batuan tak selalu berupa padatan yang bersifat pejal. Ini dapat terjadi karena batuan sendiri
merupakan hasil dari pecahan-pecahan batuan (sedimen) sebelumnya ataupun kedapatan rongga-rongga
sebab udara yang keluar saat pembentukan batuan. Banyaknya rongga ini merupakan salah satu sifat fisis
penting dalam dunia hidrokarbon. Rongga-rongga ini merupakan wadah dimana minyak atau gas terjebak.
Banyaknya rongga ini direpresentasikan secara matematis sebagai porositas. Porositas (ϕ) adalah
perbandingan volume rongga-rongga batuan terhadap volume total seluruh batuan yang dinyatakan dalam
persen.

Ruang kosong di antara material disebut porositas. Porositas merupakan fraksi dari volume ruang
kosong terhadap total volume, bernilai antara 0 dan 1 atau sebagai persentase antara 0-100%. Porositas
bergantung pada jenis bahan, ukuran bahan, distribusi pori, sementasi, riwayat diagenetik, dan
komposisinya. Porositas bebatuan umumnya berkurang dengan bertambahnya usia dan kedalaman. Namun
hal yang berlawanan dapat terjadi yang biasanya dikarenakan riwayat temperatur bebatuan. Porositas suatu
batuan dapat disebut efektif apabila bagian rongga-rongga di dalam batuan berhubungan. Porositas efektif
biasanya lebih kecil daripada rongga pori-pori total yang biasanya berkisar dari 10% sampai 15%.

Berikut tabel 3.1 Porositas Batuan


IV. LANGKAH PENGERJAAN

Secara garis besar yang dilakukan dalam pengukuran porositas ini adalah mengukur besar volume
air yang diasumsikan mengisi seluruh rongga batuan, sehingga dapat dianggap besar volume air ini dapat
dianggap sebagai volume rongga. Kemudian dengan volume rongga yang telah diperoleh dibandingkan
dengan volume total batuan menggunakan persamaan yang telah disebutkan di atas. Terdapat tiga sampel
batuan yang digunakan, yakni sampel batuan dengan kode PE4, PA2, dan PB1..

Sampel diukur diameter dan tinggi menggunakan jangka sorong. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan volume sampel. Pengukuran dilakukan tiga kali agar nilai yang didapatkan lebih akurat
dengan cara mengambil nilai rerata.

Sampel batuan dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam untuk menghilangkan kadar air yang
terkandung. Hal ini dilakukan karena air bisa saja terisi di dalam rongga dan membuat pengukuran tidak
akurat. Pengeringan juga dilakukan agar mendapatkan total volume rongga kosong batuan yang sebenarnya.
Ketiga sampel yang telah dipanaskan, diukur menggunakan neraca Ohaus untuk memperoleh massa
keringnya.

Batuan lalu dimasukkan ke dalam desikator yang telah terisi air. Sampel dibiarkan selama dua jam
dengan batas tekanan tertentu. Setelah itu akan diperoleh sampel batuan yang rongga-nya terisi air. Sampel
batuan yang terisi air ini kemudian ditimbang untuk mendapatkan massa basahnya menggunakan neraca
Ohauss. Pengukuran massa basah ataupun massa kerin dilakukan sebanyak tiga kali untuk tiap sampel, hal
ini dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.

Selisih antara massa basah dan massa kering sampel diasumsikan sebagai massa air yang
terkandung dalam rongga batuan. Dengan asumsi besar densitas air (ρair) sebesar 1 gr/cc, dapat dihitung
besar volume rongga dalam batuan. Besar porositas sampel dihitung dengan menggunakan perbandingan
volume rongga dengan volume batuan yang diperoleh pada awal pengukuran.

V. DATA DAN PENGOLAHAN


Data yang diperoleh dalam pengukuran diinput dalam excel, sehingga pengolahan dan perhitungan akan
lebih mudah. Berikut adalah hasil pengolahan data untuk ketiga sampel.

Kode PE4 PA2 PB1


Tinggi (cm) 1,41 1,11 1,08
1,41 1,19 1,07
1.41 1,21 1,08
1,41 1,17 1,076
Diameter (cm) 4,48 4,51 4,51
4,48 4,51 4,55
4,88 4,51 4,52
4,613 4,51 4,5273
Volume (cm2) 23,56546 18,6908 17,3213
Massa kering (g) 52,4822 43,3675 37,1032
52,4825 43,3689 37,2079
52,4840 43,3695 37,1121
52.4829 43,36864 37,14107
Massa basah (g) 54,2167 43,8784 38,4109
54,2085 43,8576 38,4044
54,2004 43,8608 38,4031
54,20854 43,8656 38.40614
Massa air (g) 1,72564 0,49696 1,26507
volume Rongga (cm2) 1,72564 0,49696 1,26507
Porositas (%) 7,32275118 2,658849 7,30355112

VI. ANALISIS

Untuk nilai porositas hasil praktikum dapat dibandingkan dengan tabel 3.1 pada literatur. Nilai-
nilai porositas pada sampel sudah tercantum di tabel data dan pengolahan dimana sampel yg diambil
yakni PE4,PA2,dan PB1. Untuk akurasi penentuan porositas dari sampelnya sendiri itu sangat
berpengaruh terhadap rongga pada sampel,massa pada sampel,volume pada sampel,dan human error.

VII. KESIMPULAN
Porositas (ϕ) adalah perbandingan volume rongga-rongga batuan terhadap volume total
seluruh batuan yang dinyatakan dalam persen. Dimana ketika volume rongga-rongga batuan semakin besar
maka porositasnya semakin besar begitupun sebaliknya, namun ketika nilai volume total seluruh batuan
semakin besar maka nilai porositasnya semakin kecil begitupun sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

M. Irham Nurwidyanto. 2006, Pegaruh Ukuran Butir Terhadap Porositas Dan Permeabiltas Pada Batu
Pasir. Jurnal diakses pada 14 Desember 2019

Devy, S.D., 2005, Porositas. Jurnal diakses pada 14 desember 2019

Warmada, I.W., 1993, Porositas Batupasir dan Parameter Empiris Yang


Berpengaruh, http://www.geopanged.or.id/kliping/1.html Diakses pada 14 Desember 2019
PENENTUAN KECEPATAN GELOMBANG SEISMIK PADA BATUAN
I.Tujuan
1. Menentukan rapat massa, kecepatan gelombang seismik P, kecepatan gelombang seismik
S, modulus Young, modulus geser, modulus Bulk, dan Poisson’s Ratio.
2. Menentukan faktor yang dapat memengaruhi akurasi penentuan gelombang P, kecepatan
gelombang S serta modulus-modulus elastik.
II.Alat dan Bahan
1. Jangka sorong (caliper) (lihat Gambar II.1)
2. Neraca teknis (merek Ohaus) (lihat Gambar II.2) atau neraca lainnya.
3. Sampel batuan padat (lihat Gambar II.3)
4. Peralatan OYO Sonic Viewer SX model 5251C (lihat Gambar II.4) yang dilengkapi
dengan transduser gelombang P dan transduser gelombang S.

Gambar II.1 Jangka Sorong

Gambar II.2 Neraca Ohaus Gambar II.3 Sampel batuan padat


Gambar II.4 OYO Sonic Viewer & Transduser

III. Dasar Teori


Gelombang seismik adalah getaran/osilasi perpindahan dari posisi diam yang berasar dari
suatu sumber, yang merambat melalui bumi (Franci, 2002). Gelombang seismik terbagi
menjadi 2, body waves dan surface waves. Body waves terbagi menjadi 2 yaitu, gelombang P
(gelombang longitudinal) dan gelombang S (gelombang transversal).
Gelombang seismik dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi karakteristik suatu
struktur batuan karena kecepatan rambat gelombang seismik berubah bergantung pada
karakteristik medium rambatnya. Kecepatan rambat gelombang P dipengaruhi oleh sifat
elastisitas dan densitas dari medium. Kecepatan rambat gelombang S dipengaruhi oleh Shear
Modulus dan densitas dari mediumnya.

Sifat elastisitas suatu bahan dapat ditunjukkan oleh Poisson’s Ratio, Young Modulus, Shear
Modulus, dan Bulk Modulus. Keempat modulus tersebut dapat dihitung berdasarkan kecepatan
gelombang seismik yang merambat pada bahan tersebut. Hubungan keempat modulus tersebut

dengan kecepatan gelombang seismik yaitu :

IV. Hasil & Pengolahan Data


1. Sampel I1

Pengukuran ke- Diameter(cm) Tinggi(cm) Massa (g)


1 4.41 9.01 301
2 4.41 9.02 300
3 4.45 9.03 301
Rata – Rata 4.423333333 9.02 300.66667
Gambar IV.1 Hasil Pembacaan Sampel I1

Volume = 138.6103803 cm3


Densitas = 2.169149713 g/cm3
Vp = 2289 m/s
Vs = 1148 m/s
Poisson’s Ratio = 3.32 x 10-1
Young’s Modulus = 7.61 x 107 kN/m2
Modulus Shear = 2.86 x 106 kN/m2
Dengan memasukkan nilai yang telah diketahui berdasarkan pengamatan ke dalam
rumus Bulk Modulus. Maka didapatkan nilai Bulk Modulus :
κ=ρVp2-43Vs2=2.169149713 22892-4311482=7553664.027 kN/m2
2. Sampel I3

Pengukuran ke- Diameter(cm) Tinggi(cm) Massa (g)


1 4.41 8.86 397
2 4.43 8.87 397
3 4.41 8.84 397
Rata – Rata 4.416666667 8.856666667 397
Gambar IV.2 Hasil Pembacaan Sampel I3

Volume = 135.6904954 cm3


Densitas = 2.925776037 g/cm3
Vp = 3661 m/s
Vs = 1151 m/s
Poisson’s Ratio = 4.45 x 10-1
Young’s Modulus = 1.12 x 107 kN/m2
Shear Modulus = 3.87 x 106 kN/m2
Dengan memasukkan nilai yang telah diketahui berdasarkan pengamatan ke dalam
rumus Bulk Modulus. Maka didapatkan nilai Bulk Modulus :
κ=ρVp2-43Vs2=2.925776037 36612-4311512=34045850.4 kN/m2
3. Sampel I6

Pengukuran ke- Diameter(cm) Tinggi(cm) Massa (g)


1 4.476 9.97 396
2 4.478 9.96 396
3 4.458 9.974 397
Rata – Rata 4.470666667 9.968 396.33333
Gambar IV.3 Hasil Pembacaan Sampel I6

Volume = 156.4741103 cm3


Densitas = 2.53290038 g/cm3
Vp = 5865 m/s
Vs = 3021 m/s
Poisson’s Ratio = 3.19 x 10-1
Young’s Modulus = 6.1 x 107 kN/m2
Modulus Shear = 23.1 x 106 kN/m2
Dengan memasukkan nilai yang telah diketahui berdasarkan pengamatan ke dalam
rumus Bulk Modulus. Maka didapatkan nilai Bulk Modulus :
κ=ρVp2-43Vs2=2.53290038 58652-4330212=56305456 kN/m2
V. Analisis
Untuk nilai rapat massa, kecepatan gelombang seismik P, kecepatan gelombang seismik S,
modulus Young, modulus geser, modulus Bulk, dan Poisson’s Ratio sudah dicantumkan di hasil
dan pengolahan data. Dimana nilai Vp dan Vs sampel I1 < I3 < I6. Nilai poisson’s rasio sampel
I6 < I1 < I3. Nilai Modulus Young I3 < I6 < I1. Nilai modulus shear/geser I1 < I3 < I6. Kemudian
untuk nilai modulus bulk I3 < I6 < I1. Adapun yg mempengaruhi keakurasian dari semua
komponen diatas yakni penempatan pickingan kita terhadap gelombang,penempatan posisi
sampel yg harus sejajar dengan tampat sampel pada alat, kemudian human error.

VI. Kesimpulan
Gelombang seismik adalah getaran/osilasi perpindahan dari posisi diam yang berasar dari
suatu sumber, yang merambat melalui bumi (Franci, 2002). Gelombang seismik terbagi menjadi 2,
body waves dan surface waves. Body waves terbagi menjadi 2 yaitu, gelombang P (gelombang
longitudinal) dan gelombang S (gelombang transversal).
Gelombang seismik dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi karakteristik suatu
struktur batuan karena kecepatan rambat gelombang seismik berubah bergantung pada karakteristik
medium rambatnya. Kecepatan rambat gelombang P dipengaruhi oleh sifat elastisitas dan densitas
dari medium. Kecepatan rambat gelombang S dipengaruhi oleh Shear Modulus dan densitas dari
mediumnya.
Dimana, pada gelombang P bias menembus fluida sedangkan pada gelombang S tidak
dapat menembus fluida. Hal ini dikarenakan pada gelombang P nilai µ nya memiliki nilai yg lebih
besar dari 0 atau merupakan sebuah konstanta yg > 0 sedangkan pada gelombang S µ nya bernilai
0.

VII. Daftar Pustaka


Alsadik, B. (2019). Adjustment Models in 3D Geomatics and Computational Geophysics:
With MATLAB Examples, Volume Four. Elsevier.
Franci, J. R. (2002). Shared Earth Modelling. Gulf Professional Publishing.
Gillis, G. (n.d.). Poisson's Ratio. Retrieved 12 14, 2019, from Schlumberger Oilfield
Glossary: https://www.glossary.oilfield.slb.com/en/Terms/p/poissons_ratio.aspx
Haldar, S. K. (2018). Mineral Exploration: Principles and Applications, Second Edition.
Elsevier.
Lakes, R. (n.d.). Meaning of Poisson's ratio. Retrieved 12 14, 2019, from
http://silver.neep.wisc.edu/~lakes/PoissonIntro.html
Mavko, G. (n.d.). Basic Geophysical Concepts. Retrieved 12 14, 2019, from
https://pangea.stanford.edu/courses/gp262/Notes/2.Basic%20Concepts.pdf
PENENTUAN RESISTIVITAS LISTRIK PADA BATUAN
I. Tujuan

1. Menentukan resistivitas listrik pada satu conto batuan padat dan satu conto batuan berbentuk bulir
(dapat berupa pasir besi atau endapan piroklastik).
2. Membandingkan hasil penentuan nilai-nilai di atas dengan literatur.
3. Menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi akurasi penentuan resitivitas listrik pada batuan.

II.Teori Dasar

Resistivitas listrik adalah salah satu metode geofisika yang menyelidiki struktur bawah
permukaan dengan menggunakan sifat - sifat kelistrikan batuan. Resistivitas juga berfungsi untuk
mengukur sifat batuan dan fluida pori (baca: minyak, gas dan air) disepanjang lubang bor dengan
mengukur sifat tahanan kelistrikannya.Besaran resistivitas batuan dideskripsikan dengan Ohm Meter,
dan biasanya dibuat dalam skala logarithmic dengan nilai antara 0.2 sampai dengan 2000 Ohm Meter.

Metode resistivity dilakukan karena pada hakikatnya batuan, fluida dan hidrokarbon di dalam bumi
memiliki nilai resistivitas tertentu. Pengukuran resisitivitas test telah banyak dilakukan untuk berbagai
keperluan dalam menduga keterdapatan air tanah, mineral and applikasi resistivitas dalam teknik sipil.
Setiap bahan/material akan mempunyai tahanan/resistance jika dialirkan arus listrik. Nilai resistivitas
ini tergantung pada kekompakan bahan, porositas, dan permeabilitas bahan serta kandungan air.

Contoh untuk resisitivitas suatu medium yaitu Air garam yang memiliki konsentrasi yang tinggi
akan dapat mengalirkan listrik dengan mudah dibandingkan dengan air tawar. Dalam suatu lapisan
batuan, pori batuan tersebut akan terisi oleh hidrokarbon dan air formasi. Zona air dominan pada suatu
lapisan batuan tersebut akan memiliki konduktivitas lebih tinggi (resistivitas rendah) dibanding pada
zona hidrokarbon dominan.

Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat di golongkan menjadi tiga macam, yaitu
konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik. Konduksi ini
terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam
batuan atau mineral oleh elektronelektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat
atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan
tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk
menghambat arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut
menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya.
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat
tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh
fluida, terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, dimana konduksi
arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan poros
bergantung pada volume dan susunan poriporinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan
air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air
dalam batuan berkurang. Persamaan Archie 1 menyangkut tentang hubungan antara resistivitas batuan
dengan porositas batuan yang terisi penuh oleh air pori, dan persamaan Archie 2 yang menyangkut
porositas batuan yang porinya tidak jenuh air terisi air.

Konduksi secara dielektrik Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik
terhadap aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit,
bahkan tidak ada sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti
karena adanya pengaruh medan listrik di luar, sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini tergantung pada
konduksi dielektrik batuan yang bersangkutan

III.Alat dan Bahan

1. Jangka sorong (caliper).


2. Conto pasir besi dan endapan priroklastik.
3. Conto batuan padat.
4. Peralatan pengukuran resistivitas listrik batuan yang terdiri dari pembangkit arus serta multimeter
digital yang dilengkapi dengan dudukan bagi conto batuan padat dan conto butiran batuan.

IV.Langkah Kerja

- Mengukur dimensi dari masing masing sampel batuan minimal sebanyak 3 kali untuk setiap batuan.
- Memasang alat pengukur resistivitas.
- Menghubungkan batu dengan kutub positif dan negative dari sumber tegangan dan arus.
- Melakukan pengukuran untuk R,V, dan I masing masing batuan sebanyak 4 kali.
- Mematikan alat dan dirapihkan kembali.
V.Data Hasil Percobaan

Gambar 5.1 data hasil percobaan resistivitas pada batuan 1


Gambar 5.2 data percobaan resistivitas batuan 2

VI.Analisis

Resistivitas merupakan kecenderungan batuan untuk menghambat aliran listrik, ada beberapa
factor yang dapat mempengaruhi mengukuran ini misalnya seperti kelembaban batuan atau adanya kadar
atau kandungan air dalam batuan tersebut, semakin padat batuan akan semakin besar kecenderungan
untuk menghambat aliran listrik yang berusaha melaluinya karena pori yang lebih sedikit dan kecil
disbanding dengan yang memiliki porositas yang baik karena dapat menyerap air lebih banyak sehingga
nilai resistivitas akan menjadi lebih kecil. Hasil percobaan yang didapatkan sama seperti pada literature
dimana percobaan ini menghasilkan bahwa batuan pasir lebih kecil resistivitasnya dibandingkan dengan
batuan beku yang memiliki pori lebih kecil dan lebih rapat dan kekompakan yang lebih baik.
VII.Kesimpulan

Resistivitas dapat dipengaruhi oleh beberapa factor seperti misalnya porositas, kekompakan, serta
kadar air dalam batuan tersebut yang dapat membuat resistivitas semakin kecil. Semakin besar porositas
maka resistivitas akan semakin kecil. Sehingga porositas dan kekompakan berbanding terbalik dengan
resistivitas.

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Resistivitas_listrik

http://digilib.unila.ac.id/14470/3/3.%20TEORI%20DASAR.pdf
LAMPIRAN FOTO

Anda mungkin juga menyukai