GEOLOGI FISIK
Edisi ke 3
UNIVERSITAS PERTAMINA
2019
Modul Praktikum Geologi Fisik, Edisi ke 3
Editor Edisi Ke 3
Kontributor Edisi Ke 3
Editor Edisi Ke 2
Ratna Widiarti
Alfa Cinor Kaban
Kontributor Edisi Ke 2
Kontributor Edisi Ke 1
DAFTAR ISI
1.1. MINERAL
Mineral adalah suatu material padat yang terbentuk secara alamiah di dalam, bersifat inorganik,
memiliki komposisi kimia dan sifat fisik tertentu serta memiliki struktur kristalin (Gunter, M. E.
(2008). Struktur kristalin adalah susunan tiga dimensi yang memperlihatkan bentuk kristal
berdasarkan struktur atom atau molekulnya, material dengan struktur kristalin membentuk
kristal. Mineral merupakan senyawa seperti kuarsa (SiO 2 ), pirit (FeS2 ), olivin (Mg,Fe)2 [SiO 4 ],
dan lain- lain. Namun, beberapa juga muncul sebagai native element misalnya emas (Au),
tembaga (Cu) atau intan (C). Batuan terdiri atas mineral- mineral, misalnya kuarsa dan feldspar
(mineral- mineral berwarna terang) dan sedikit mineral- mineral gelap yang terdapat pada batu
granit. Oleh sebab itu untuk mempelajari batuan harus didahului dengan pemahaman mengenai
mineral- mineral yang berupa komposisi utama dari penyusun batuan.
1.2. SIFAT FISIK MINERAL
1.2.1. Bentuk Kristal & Perawakan Kristal ( Habits)
Salah satu sifat fisik mineral yang sangat penting adalah bentuk Kristal. Pada mineral yang sama
akan memiliki bentuk kristal yang sama (sudut antara sisi-sisi kristal yang identik) tidak
terkecuali besar atau kecilnya ukuran kristal. Sifat kristal ini dinamakan “constancy of interfacial
angels” yang dikemukakan oleh Nicolas Steno (1669). Ada tujuh sistem kristal yaitu Kubus
(Cubic), Tetragonal, Ortorombik (Orthorombic), Monoklin (Monoclonic), Triklin (Triclinic),
Heksagonal dan Trigonal, seperti pada Gambar 1.1.
Suatu kristal mineral juga dapat memiliki bentuk lain yang dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan pembentukannya yang disebut sebagai perawakan (habit) kristal. Umumnya
perawakan kristal tertentu sering terlihat pada mineral tertentu pula (Gambar 1.2).
1.2.2. Warna
Warna timbul akibat adanya absorbsi atau refraksi sinar pada panjang geolombang tertentu oleh
suatu benda. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimia dan pengotor pada mineral tersebut. Oleh
sebab itu warna-warna pada setiap mineral akan berbeda, bahkan pada mineral yang sama dapat
memiliki warna-warna yang beragam, misalnya kuarsa.
1.2.3. Kilap
Kilap merupakan kenampakan umum pada bidang mineral akibat reaksi cahaya dengan
permukaan mineral, secara umum digolongkan menjadi kilap logam dan non- logam. Kilap
metallic (logam) misalnya pirit, galena, emas dll. Sedangkan untuk kilap non logam dikenal
istilah- istilah pearly (kilap mutiara), dull (kilap tanah), vitrous (kilap kaca), damar, resinous
(kilap minyak), silky (sutera) dan lain-lain.
1.2.4. Transparansi
Transparansi merupakan kemampuan suatu mineral meneruskan cahaya yang mempunyai
rentang transparan (bening) seperti air misalnya kuarsa hingga opaq atau tidak tembus cahaya
sama sekali seperti kebanyakan mineral bijih, misalnya magnetit. Untuk mineral- mineral yang
memperlihatkan objek menjadi samar-samar biasanya digunakan istilah translusen.
Sebagai perbadingan, untuk indetifikasi besar desitas mineral dapat digunakan mineral- mineral
berikut ini:
- Silikat, karbonat, sulfat, dan halida SG berkisar antara 2,2 - 4,0.
- Bijih logam, termasuk sulfida, dan oksida berkisar antara 4,5 - 7,5.
- Native element (logam), emas dan perak umumnya termasuk logam berat.
1.2.6. Goresan/Streak
Goresan adalah warna dari serbuk mineral yang dihasilkan ketika sampel mineral digosok pada
permukaan porselen. Warna goresan juga sering disebut sebagai warna asli mineral, sebagai
contoh warna goresan empat variasi hematit memiliki warna goresan merah hingga merah
kecoklatan. Sebagai catatan, dalam menentukan warna goresan suatu mineral harus dilakukan
pada kondis penyinaran yang cukup dan pada permukaan porselen yang bersih, serta pada
permukaan mineral yang segar.
Tabel 1.1. Bentuk-bentuk mineral dan kecenderungan bidang belahannya (Busch, 2015)
Tingkat belahan mineral yang biasanya dipakai dalam mengidentifikasi belahan mineral yaitu
sempurna (excellent), baik (good), cukup atau buruk (poor) dan tidak ada (absent).
Bidang belahan rata dan licin tidak sebaik yang sempurna, masih
Buruk Bidang belah jelas, tapi tidak begitu rata, tidak begitu licindan dapat
pecah pada arah lain dengan mudah
Tidak Ada Bidang belahan tidak jelas, bisa pecah kesegala arah kemungkinan
membentuk fracture atau pecahan sama besar
Sebagian mineral dapat pecah pada arah yang tidak sejajar dengan bidang belahnya, yang disebut
dengan fracture atau rekahan. Contoh yang paling mudah diidentifikasi adalah karakteristik
rekahan kuarsa yang membentuk lengkungan permukaan yang konsentris (concoidal fracture).
Istilah- istilah lain dalam mengidentifikasi rekahan mineral yaitu serabut (fibrous) pada asbes,
even (kasar tetapi kurang lebih datar), uneven (kasar dan sangat irregular/tidak beraturan),
hackly (pola bergerigi), splintery dan earthy (pola seperti berpasir).
Elastic (lentur) Dapat dibentuk,dapat kembali ke posisi semula setelah gaya tiada
Gambar 1.3. Skala Mohs 1-10 menunjukkan tingkat kekerasan mineral (Busch, 2015). Mineral yang
memiliki skala >5.5 disebut mineral keras karena hanya dapat digores dengan paku baja dan mineral ini
dapat menggores gelas kaca (skala 5.5).
1.2.10. Magnetisme
Beberapa mineral- mineral yang mengandung besi bersifat magnetik yang artinya jika didekatkan
dengan kompas maka jarumnya akan berbelok dari arah utara. Contohnya, Mineral Magnetit
memiliki kekuatan magnet yang sangat kuat dan dapat menarik besi atau baja disekitarnya.
Tabel 1.4. Tahapan identifikasi mineral dengan kilap metalik dan sub metalik (Busch, 2015)
Tabel 1.5. Tahapan identifikasi mineral berwarna gelap sampai medium dengan kilap non-metalik
(Busch, 2015)
Tabel 1.6. Tahapan identifikasi mineral berwarna cerah dengan kilap non-metalik (Busch, 2015)
Tabel 1.7.b. Database mineral dan sifat-sifat fisiknya (Busch, 2015) (lanjutan)
Tabel 1.7.c. Database mineral dan sifat-sifat fisiknya (Busch, 2015) (lanjutan)
Tabel 1.7.d. Database mineral dan sifat-sifat fisiknya (Busch, 2015) (lanjutan)
Tabel 1.7.e. Database mineral dan sifat-sifat fisiknya (Busch, 2015) (lanjutan)
2.1. BATUAN
Batuan adalah kumpulan (aggregate) dari satu atau lebih mineral, yang merupakan bagian
dari kerak bumi. Terdapat tiga jenis batuan yang utama yaitu:
a. Batuan beku (igneous rock), terbentuk dari hasil pendinginan dan kristalisasi magma
didalam bumi atau dipermukaan bumi.
b. Batuan sedimen (sedimentary rock), terbentuk dari material sedimen hasil rombakan
batuan yang telah ada sebelumnya, akumulasi organic maupun proses kimia yang
mengalami proses sedimentasi dan litifikasi.
c. Batuan metamorf (metamorphic rock), batuan ubahan yang dipengaruhi oleh
tekanan, suhu atau keduanya didalam bumi dalam kurun waktu yang cukup lama.
Semua jenis batuan ini dapat diamati dipermukaan sebagai (singkapan) serta terdapat di
bawah permukaan. Proses pembentukannya juga dapat diamati saat ini seperti, kegiatan gunung
api yang menghasilkan beberapa jenis batuan beku, proses pelapukan, erosi, transportasi dan
pengendapan sedimen yang setelah melalui proses pembatuan (lithification) menjadi beberapa
jenis batuan sedimen. Kerak bumi ini bersifat dinamik, dan merupakan tempat berlangsungnya
berbagai proses yang mempengaruhi pembentukan ketiga jenis batuan tersebut. Sepanjang kurun
waktu dan akibat dari proses-proses ini, suatu batuan akan berubah menjadi jenis batuan yang
lain. Hubungan ini merupakan dasar dari jentera (siklus) batuan, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.2 Seri Reaksi Bowen menjelaskan tahapan pembekuan mineral dari magma dan asosiasinya
dengan jenis batuan beku (Lutgens et al., 2012)
Pada Gambar 2.2 ditunjukkan bahwa mineral pertama yang terbentuk cenderung
mengandung silika rendah. Seri reaksi menerus (continuous) pada plagioklas dimaksudkan
bahwa, kristal pertama, plagioklas-Ca (anorthite), menerus bereaksi dengan sisa larutan selama
pendinginan berlangsung. Disini terjadi substitusi sodium (Na) terhadap kalsium (Ca). Seri tak-
menerus (discontinuous) terdiri dari mineral- mineral feromagnesian (Fe-Mg).
Mineral pertama yang terbentuk adalah olivine. Hasil reaksi selanjutnya antara olivine dan sisa
larutannya membentuk piroksen (pyroxene). Proses ini berlanjut hingga terbentuk biotite.
Apabila magma asal mempunyai kandungan silika rendah dan kandungan besi (Fe) dan
magnesium (Mg) tinggi, magma dapat membeku sebelum seluruh seri reaksi ini terjadi. Batuan
yang terbentuk akan kaya Mg dan Fe, yang dikatakan sebagai batuan mafic, dengan mineral
utama olivin, piroksen dan plagioklas-Ca. Sebaliknya, larutan yang mengandung Mg dan Fe
yang rendah, akan mencapai tahap akhir reaksi, dengan mineral utama felspar, kwarsa dan
muskovit, yang dikatakan sebagai batuan felsic atau sialic. Seri reaksi ini adalah ideal, bahwa
perubahan komposisi cairan magma dapat terjadi di alam oleh proses kristalisasi fraksional
(fractional crystallization), yaitu pemisahan kristal dari cairan karena pemampatan (settling) atau
penyaringan (filtering), juga oleh proses asimilasi (assimilation) dari sebagaian batuan yang
terlibat akibat naiknya cairan magma, atau oleh percampuran (mixing) dua magma dari
komposisi yang berbeda (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Pendinginan magma dengan proses kristalisasi fraksional. (Plummer etc., 2016)
Tabel 2.1. Hubungan antara jenis batuan dan keberadaannya pada kerak bumi (Pedoman Praktikum
Geologi Fisik ITB. 2013)
(a)
(b)
Gambar 2.4. Bentuk umum tubuh batuan beku pada kerak bumi. Catatan : stock dengan ukuran besar
dinamakan batolith ((a) oleh Lutgens, dkk (2012) dan (b) oleh Plummer (2016)).
Gambar 2.5. Klasifikasi umum batuan beku berdasarkan (1) tekstur fanerik dan afanitik, (2) komposisi
mineral, dan (3) komposisi kimia. Tabel paling atas merupakan nama-nama batuan beku yang
berasosiasi dengan komposisi tertentu (Busch, 2015).
2.5. TEKSTUR
Tekstur adalah kenampakkan dari ukuran, bentuk dan hubungan keteraturan butiran atau kristal
dalam batuan. Tekstur pada batuan beku dapat dibagi berdasarkan:
a. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya
batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan untuk menunjukkan berapa banyak
yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan
kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat maka
kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung cepat maka kristalnya akan halus,
akan tetapi jika pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk
amorf.
● Holokristalin, yaitu batuan beku di mana semuanya tersusun oleh kristal. Tekstur
holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah
membeku di dekat permukaan.
● Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi
terdiri dari massa kristal.
● Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas. Tekstur
holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike dan sill, atau sebagai fasies
yang lebih kecil dari tubuh batuan.
b. Granularitas
Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku. Pada umumnya
dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
● Fanerik, Terdiri dari mineral yang dapat diamati secara makroskopik, berbutir (kristal)
kasar, umumnya lebih besar dari 1 mm sampai lebih besar dari 5 mm. Pada pengamatan
lebih seksama dibawah mikroskop
● Afanitik, Terdiri dari mineral berbutir (kristal) halus, berukuran mikroskopik, lebih
kecil dari 1 mm, dan tidak dapat diamati dibawah pengamatan biasa.
c. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat batuan
secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal,
yaitu:
● Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
● Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
● Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:
Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
● Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
● Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi yang lain.
● Irregular, apabila bentuk kristal tidakteratur.
● Inequigranular
Istilah ini digunakan apabila ukuran butir kristalnya sebagai pembentuk batuan tidak
sama besar. Mineral yang besar disebut fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau
matrik yang bisa berupa mineral atau gelas. Apabila kristal-kristal penyusun massa dasar
dapat terlihat jelas dengan mata atau lup maka disebut Faneroporfiritik, dan apabila
kristal penyusun massa dasar tidak dapat terlihat dengan mata atau lup maka disebut
Faneroafanitik
Tekstur pada batuan beku merupakan pencerminan mineralogi dan proses pembekuan
magma atau lava pada tempat pembentukannya. Tekstur fanerik adalah hasil pembekuan yang
lambat, sehingga dapat terbentuk kristal yang kasar. Umumnya terdapat pada batuan plitonik.
Tekstur afanitik atau berbutir halus, umumnya terdapat pada batuan ekstrusif, yang merupakan
hasil pembekuan yang bertahap, dari proses pendinginan yang lambat, dan sebelum keseluruhan
magma membeku, kemudian berubah menjadi cepat. Tekstur vesikuler merupakan ciri aliran
lava, dimana terjadi lolosnya gas pada saat lava masih mencair, menghasilkan rongga-rongga.
Tekstur gelas terjadi karena pendinginan yang sangat cepat tanpa disertai gas, sehingga larutan
mineral tidak sempat membentuk kristal (amorf). tekstur ini umumnya terdapat pada lava.
Gambar 2.6 Skema hubungan lokasi pembekuan dengan tekstur pada batuan beku (Lutgens, dkk, 2012).
2.6 STRUKTUR
Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang
jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat
dilapangan saja, misalnya:
● Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut,
membentuk struktur seperti bantal.
● Joint struktur (Columnar joint), merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar
hexagonal yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Struktur ini biasanya
terjadi pada batuan beku ekstrusif (basalt). Columnar joint dapat menunjukkan arah
pendinginan magma disuatu batuan.
Sedangkan, struktur yang dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:
● Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang- lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang
tertanam dalam tubuh batuan beku.
● Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang- lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas
pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur.
● Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-lubangnya besar
dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
● Amigdaloidal, yaitu struktur di mana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral- mineral
sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
● Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan lain yang
masuk dalam batuan yang mengintrusi.
Namun klasifikasi diatas hanya digunakan saat adanya pembuktian secara geokimia, karena
lab geologi dasar hanya pemangatan secara megaskopis/ langsung, maka klasifikasi diatas jarang
digunakan. Batuan beku Felsik atau Mafiq tidak sama dengan batuan beku asam atau basa.
Batuan beku felsic dan mafik dilihat dari banyaknya kandungan mineral felsic dan mafik
didalamnya. Sedangkan batuan beku asam atau basa dilihat dari kandungan SiO2-nya.
Gambar 2.7 klasifikasi batuan beku berdasarkan tekstur (Lutgens et al., 2012)
- Material Epiklastik.
Material ini merupakan hasil dari pelapukan dan erosi dari batuan vulkanik dan umumnya
bukan merupakan hasil vulkanisme yang seumur. Karena endapan epiklastik ini merupakan
hasil proses rework dan telah mengalami transportasi maka pada umumnya fragmen-
fragmennya lebih rounded dan material piroklastik maupun hidroklastik. Fragmen- fragmen
tersebut dapat terbentuk oleh proses-proses non vulkanik atau proses epigenik sehingga
membentuk modifikasi butiran yang agak membulat. Material epiklastik di alam sering
dijumpai sebagai breksi laharik.
2.9 KLASIFIKASI
Pembuatan klasifikasi batuan piroklastik sudah banyak dibuat oleh para ahli, tetapi masih terjadi
kekurangan maupun perbedaan tentang batuan piroklastik. Klasifikasi berdasarkan
perkembangan terbentuknya batuan piroklastik sangat sulit, sedangkan saat ini klasifikasi
didasarkan pada (a) asal - usul fragmen, (b) ukuran fragmen, dan (c) komposisi fragmen.
d. Pemilahan (Sorting)
Pemilahan adalah tingkat keseragaman besar butir. Istilah- istilah yang dipakai adalah
“terpilah baik” (butir-butir sama besar), “terpilah sedang” dan “terpilah buruk” (Gambar 3.1).
f. Kemas (Fabric)
Kemas adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa dasar atau di antara semennya.
Istilah- istilah yang dipakai adalah “kemas terbuka” digunakan untuk butiran yang tidak saling
bersentuhan, dan “kemas tertutup” untuk butiran yang saling bersentuhan.
h. Porositas
Porositas adalah perbandingan antara jumlah volume rongga dan volume keseluruhan dari satu
batuan. Dalam hal ini dapat dipakai istilah-istilah kualitatif yang merupakan fungsi daya serap
batuan terhadap cairan. Porositas ini dapat diuji dengan meneteskan cairan. Istilah-istilah yang
dipakai adalah “porositas sangat baik” (very good), “baik” (good) , “sedang” (fair) , dan “buruk”
(poor).
a. Perlapisan (Lamination)
Perlapisan adalah bidang kemasan waktu
yang dapat ditunjukkan oleh perbedaan
besar butir atau warna dari bahan
penyusunannya. Jenis perlapisan
beragam dari sangat tipis (<1cm) yang
disebut laminasi, sampai sangat tebal
(>1cm) yang disebut bedding.
e. Flute cast
Struktur sedimen berbentuk suling dan
terdapat pada dasar suatu lapisan yang
dapat dipakai untuk menentukan arus
purba.
f. Load cast
Struktur sedimen yang terbentuk akibat
pengaruh beban sedimen di atasnya.
b. Kalsit
Kalsit adalah mineral utama pembentuk batugamping (limestone) yang juga dapat berfungsi
sebagai semen pada batupasir dan batulempung. Kalsium (Ca) berasal dari batuan-batuan
beku, sedangkan karbonat berasal dari air dan karbon dioksida. Kalsium diendapkan sebagai
CaCO3 atau diambil dari air laut oleh organisme-organisme dan dihimpun sebagai material
cangkang. Ketika organisme tersebut mati, fragmen- fragmen cangkangnya biasanya
terkumpul sebagai partikel klastik yang paling kaya membentuk macam-macam batugamping.
c. Lempung
Mineral- mineral lempung berasal dari pelapukan silikat, khususnya feldspar. Mereka sangat
halus serta terkumpul dalam lumpur dan serpih. Kelimpahan feldspar dalam kerak bumi dan
bukti bahwa pelapukan secara cepat dibawah kondisi atmosfer, terlihat dari mineral- mineral
lempung pada batuan-batuan sedimen dalam jumlah yang besar.
d. Fragmen-fragmen batuan
Batuan sumber yang telah mengalami pelapukan membentuk fragmen- fragmen berbutir kasar
dan endapan klastik seperti kerikil. Fragmen-fragmen batuan juga hadir sebagai butiran dalam
beberapa batuan berukuran halus.
- Napal (Marl)
Napal adalah batulempung yang mempunyai komposisi karbonat yang tinggi, yaitu antara
30% - 60%. Sifat ini dapat berangsur menjadi lebih kecil dari 30% yang dikenal dengan
nama batulempung gampingan dan dapat lebih besar dari 60% yang disebut batugamping
lempungan (umum dijumpai dalam pemerian batuan detrius yang mengandung unsur
karbonat).
b. Golongan karbonat
Secara umum dinamakan batugamping (limestone) karena komposisi utamanya adalah
mineral kalsit (CaCO 3 ). Termasuk pada kelompok ini adalah Dolomit (Ca, Mg (CO 3 )2 ).
Sumber yang utama batugamping adalah “terumbu” (reef), yang berasal dari kelompok
binatang laut. Pada batugamping klastik, sedimentasi mekanis sangat berperan, dimana bahan
penyusun merupakan hasil rombakan dari sumbernya. Dikenal beberapa jenis batugamping :
(1)Kalkarenit, yaitu batupasir dengan butiran gamping/kalsit.
(2)Kalsirudit yaitu berukuran butir lebih besar dari 2 mm
(3)Batugamping bioklastik atau batugamping kerangka (Skeletal), merupakan batugamping
klastik. Pada sedimentasi organik dikenal “Batugamping terumbu” dimana bahan
penyusun terdiri dari Koral, Foraminifera dan Ganggang yang saling mengikat satu sama
lainnya.
Sedimentasi yang sifatnya kimiawi, merupakan hasil penguapan larutan gamping, dikenal
sebagai “batugamping kristalin”, terdiri dari kristal kalsit. Dapat disebut dolomit, jika terjadi
penggantian kristal kalsit menjadi dolomit.
Klasifikasi batuan karbonat umumnya mengikuti klasifikasi Dunham (1962). Hal utama yang
diperhatikan dalam penentuan sesuai klasifikasi tersebut adalah :
1. Kehadiran dan jenis dari susunan material organik atau fosil
2. Besar butir
3. Proporsi antara partikel dan masa dasar, saat butiran mengambang di matrix adalah
matrix-supported sedangkan bila butiran saling bersentuhan adalah grain-supported.
c. Golongan evaporit
Umumnya batuan ini terdiri dari mineral, dan umumnya merupakan nama dari batuan
tersebut. misalnya :
- Anhidrit, yaitu garam gipsum (CaSO 4 ), garam halit/rocksalt (CaSO 4 xH2 O) yaitu garam
NaCl.
- Batubara, termasuk dari sisa tumbuhan yang telah mengalami proses tekanan dan
pemanasan. Dapat dibedakan jenisnya berdasarkan kematangannya dan variasi komposisi
karbon (C) dan hidrogen (H). Jenis batubara diantaranya :
1. Lignite, merupakan tingkatan paling rendah dari kualitas batubara, dengan
persentase karbon lebih sedikit dari sub bituminous dan masih banyak mengandung
material pengotor.
2. Sub bituminous, merupakan tingkatan menengah dari kualitas batubara, memiliki
kandungan karbon dibawah 69%.
3. Bituminous, adalah batubara berkualitas baik dengan kandungan karbon sebesar
69% hingga 86%.
4. Anthracite, adalah tingkatan paling tinggi dari kualitas batubara, memiliki
kandungan karbon sebesar 86% hingga 98%.
d. Golongan Silika
Terdiri dari batuan yang umumnya diendapkan pada lingkungan laut dalam, bersifat kimiawi
dan kadang-kadang juga berasosiasi dengan organisme seperti halnya radiolaria dan diatom.
Contoh batuan ini adalah : chert (rijang) radiolarit tanah diatom.
a. Foliasi
Struktur penciri pada batuan metamorf yang terpenting adalah “foliasi”, yaitu hubungan tekstur
yang memperlihatkan orientasi kesejajaran. Orientasi kesejajaran mineral ini tidak berhubungan
dengan perlapisan batuan sedimen. Foliasi juga mencerminkan derajat metamorfisme. Jenis-jenis
foliasi di antaranya :
a. Gneissic : perlapisan dari mineral- mineral yang membentuk jalur terputus-putus, dan terdiri
dari tekstur lepidoblastik dan granoblastik.
b. Schistosity : perlapisan mineral-mineral yang menerus dan terdiri dari selang-seling tekstur
lepodoblastik dan granoblastik.
c. Phyllitic : perlapisan mineral- mineral yang menerus dan terdiri dari tekstur lepidoblastik.
d. Slaty : merupakan perlapisan, umumnya terdiri dari mineral yang pipih dan sangat luas.
3) Sekis (schist), bertekstur khas yaitu kepingan-kepingan dari mineral- mineral yang sejajar dan
teratur, dan mengandung mineral feldspar, augit, hornblende, garnet, epidot. Derajat
metamorfosa batuan sekis lebih tinggi dari filit, dicirikan adanya mineral- mineral lain disamping
mika, dan paling umum dihasilkan oleh metamorfosis regional.
4) Gneis (gneiss), merupakan batuan hasil metamorfisme derajat tinggi yang bersifat faneritik
dengan ukuran butir kasar dan bersifat banded (“gneissic”). Batuan ini dapat berasal dari batuan
beku maupun batuan sedimen seperti serpih dan napal sehingga batuan ini memiliki komposisi
kuarsa, feldspar dan mineral- mineral mafic dan membentuk jalur-jalur khusus pada setiap
mineralnya. Mineral- mineral yang pipih atau merabut (menyerat) contohnya klorit, mika, granit,
hornblende, kyanit, staurolit, sillimanit.
b. Foliasi/Nonfoliasi
1) Amfibolit (amphibolites), sama dengan sekis, tetapi foliasi tidak berkembang baik.
Batuan ini merupakan hasil metamorfisme regional dari batuan basalt atau gabro,
berwarna kelabu, hijau atau hitam dan mengandung mineral epidot, (piroksen), biotit dan
garnet.
c. Tak berfoliasi
1) Kuarsit (quartzite), batuan ini berkomposisi mineral kuarsa yang terbentuk dari batuan
asal batupasir kuarsa, umumnya terjadi pada metamorfisme regional.
LABORATORIUM GEOLOGI DASAR
UNIVERSITAS PERTAM INA
47
Gambar 4.4. Hubungan derajat metamorfisme dengan komposisi mineral dan nama batuan
(Lutgens, 2012)
V. PETA DASAR I
Peta adalah gambaran suatu daerah yang memiliki informasi spasial tertentu dengan batasan
tertentu yang dibuat agar cukup dicetak atau dimuat di satu lembar kertas dengan dicantumkan
keterangan lokasi, skala, dan legenda.
5. 1. ELEMEN PADA PETA
Sistem koordinat UTM dikembangkan oleh militer Amerika untuk mempermudah menentukan
0
lokasi. Pada sistem ini, bumi dibagi menjadi 60 zona sebesar 6 gari bujur (longitude). Sistem
koordinat ini menggunakan format (Kode Zona Easting Northing). Northing adalah lokasi
koordinat pada sumbu Y, sedangkan Easting adalah lokasi koordinat pada sumbu X (Tabel 5.1).
Tabel 5.1. Contoh penyajian lokasi dengan system koordinat long-lat dan UTM (Google Earth, 2018)
Gambar 5.1 Contoh peta beserta elemennya. (dimodifikasi dari website Pemerintah Daerah Kecamatan
Banjarsari)
5. 2. PETA TOPOGRAFI
Peta topografi adalah peta yang merepresentasikan lanskap tiga dimensi dilihat dari atas, dengan
fitur garis (kontur) yang mewakili ketinggian relatif di atas datum (muka air laut) Peta topografi
memetakan tempat-tempat dipermukaan bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut
menjadi bentuk garis- garis kontur, dengan satu garis kontur mewakili satu ketinggian dengan
satuan meter atau feet. Perbedaan ketinggian antara garis kontur disebut interval kontur. Nilai
kontur akan spesifik dan memiliki nilai yang sama di satu lembar peta topografi.
Selain digunakan oleh geologist, peta topografi juga digunakan oleh pemburu, pendaki gunung,
kontraktor, arsitek, perencana lahan, ahli pertambangan, dan ahli kehutanan, oleh karena itu
selain fitur yang menyimbolkan ketinggian, pada peta topografi juga terdapat simbol-simbol
yang menunjukkan struktur buatan manusia, antara lain jalan, bangunan penting, dan jembatan.
Bagi seorang geologist, peta topografi dapat digunakan untuk beberapa hal, diantaranya adalah:
- Menjadi alat navigasi utama.
- Media menandakan lokasi fitur geologi.
- Memperkirakan fitur-fitur geologi yang ada di daerah tersebut.
- Memperkirakan proses permukaan yang terjadi di daerah tersebut.
- Memperkirakan dimensi dari fitur geologi yang ada ada di daerah tersebut.
Peta topografi dapat dibuat dengan beberapa cara, perbedaan cara pembuatan peta topografi
menyebabkan perbedaan resolusi spasial.
Tabel 5.2. Beberapa cara pembuatan peta topografi
Gambar 5.2. Contoh pola kontur yang menujukkan fitur geomorfologi bukit terisolasi (kiri), depresi
terisolir (tengah), dan monoklin/daerah miring (kanan) (Noor, 2012)
c. Menghitung Kemiringan
Kemiringan dihitung dengan cara menghitung jarak tegak lurus antara kontur, dan
menggunakan prinsip trigonometri untuk mendapatkan kemiringan seperti pada Gambar 5.4.
T an θ = 100/82
θ = atan (100/82)
θ = 50.6°
Penampang topografi adalah proyeksi dua dimensi dari sebuah peta topografi pada arah
tertentu. Dalam pembuatan penampang topografi, selain perlu mempertimbangkan skala
horizontal juga perlu mempertimbangkan pengali ketinggian vertikal (Vertical Exaggeration).
Vertical Exaggeration adalah pengali skala vertikal terhadap skala horizontal pada penampang.
Skala vertikal sering kali dibuat lebih besar dari skala horizontal guna menonjolkan fitur- fitur
topografi pada penampang.
1. Buatlah penampang A-A’ pada peta dengan Vertical Exaggeration 1x skala horizontal!
2. Hitung kemiringan pada ketiga panah merah!
3. Fitur topografi apakah yang terdapat pada peta topografi ini?
7.1. PENDAHULUAN
Peta geologi adalah bentuk ungkapan data dan informasi geologi suatu daerah/wilayah/kawasan
dengan tingkat kualitas berdasarkan skala pada suatu bidang datar yang menggambarkan informasi
sebaran dan jenis serta sifat batuan, umur, stratigrafi, stuktur, tektonika, fisiografi dan
sumberdaya mineral serta energi. Peta geologi disajikan berupa gambar dengan warna, simbol
dan corak atau gabungan ketiganya. Penjelasan berisi informasi, misalnya situasi daerah, tafsiran dan
rekaan geologi, dapat diterangkan dalam bentuk keterangan pinggir.
Pada dasarnya peta geologi merupakan rangkaian dari hasil berbagai kajian lapangan. Hal ini
pula yang menyebabkan mengapa pemetaan geologi diartikan sama dengan geologi lapangan.
Peta geologi umumnya dibuat diatas suatu peta dasar (peta topografi/rupa bumi) dengan cara
memplot singkapan-singkapan batuan beserta unsur struktur geologinya diatas peta dasar
tersebut. Pengukuran kedudukan batuan dan struktur di lapangan dilakukan dengan
menggunakan kompas geologi. Kemudian dengan menerapkan hukum- hukum geologi dapat
ditarik batas dan sebaran batuan atau satuan batuan serta unsur unsur strukturnya sehingga
menghasilkan suatu peta geologi yang lengkap.
Peta geologi dihasilkan dari pengamatan dan pengukuran singkapan di lapangan yang kemudian
diplot pada peta dasar yang dipakai (peta topografi), salah satunya adalah pengukuran jurus dan
kemiringan. Jurus dan kemiringan adalah besaran untuk menerangkan kedudukan perlapisan
suatu batuan sedimen. Pada suatu singkapan batuan berlapis, jurus dinyatakan sebagai garis arah
dan kemiringan dinyatakan sebagai besaran sudut (Gambar 7.1).
tan apparent dip = tan true dip x sin sudut antara strike dan sudut antara penampang
Gambar 7.4. Penentuan ketebalan lapisan dengan metoda orthografi (Noor, 2012)Pada suatu satuan
batuan yang mempunyai ketebalan tertentu dapat dibatasi dengan adanya jurus lapisan bagian atas (top)
dan bawah (Bottom) pada ketinggian yang sama. Dari sini dapat ditentukan pula ketebalan tiap satuan,
apabila penyebaran atau jurus top dan botom-nya dapat diketahui (Gambar 7.4).
Seringkali singkapan yang ada di daerah tropis dengan curah hujan tinggi tertutupi oleh soil yang
tebal dan vegetasi yang lebat sehingga sulit untuk mendapatkan singkapan yang segar. Namun
dari minimal tiga singkapan yang terpisah-pisah dengan ketinggian yang berbeda dapat dicari
kedudukan perlapisan batuan. Metoda untuk mencari kedudukan lapisan dari batuan tersebut
dikenal dengan metode tiga titik. Metoda ini dapat juga digunakan untuk mencari kedudukan
lapisan bawah permukaan dari data lubang bor, dengan syarat lapisan tersebut belum terganggu
struktur (lihat Gambar 7.4).
Gambar 7.5. Pengukuran tiga titik dari data singkapan dan data bor (Sumber :
dokumen.tips/documents/problema-tiga-titik.html)
Pada Gambar 7.5 diperlihatkan metode penentuan sebaran batuan berdasarkan singkapan batuan
yang diketahui jurus dan kemiringan lapisan batuannya. Untuk menentukan sebarannya
dilakukan langkah langkah sebagai berikut:
Gambar 7.6. Metode penentuan sebaran batuan berdasarkan perpotongan jurus perlapisan batuan
dengan garis kontur
1. Membuat garis “kontur struktur” melalui titik P (batas kontak batuan pada ketinggian 900
meter). Kontur struktur 900 dibuat melalui titik P yang merupakan kelanjutan dari jurus
perlapisan batuan. Batas sebaran kontak batuan adalah perpotongan antara garis kontur
struktur dengan kontur topografi pada ketinggian yang sama, yaitu pada kontur 900 meter.
2. Garis kontur struktur 880, 860, 840 dibuat dengan cara menarik garis yang sejajar dengan
garis struktur 900. Posisi garis kontur struktur 880, 860, 840 akan berada dibagian selatan dari
garis kontur struktur 900 karena arah kemiringan lapisan ke arah selatan (Gambar 7.5 b).
3. Penyebaran kontak batuan ditentukan berdasarkan perpotongan antara “kontur struktur”
dengan “kontur topografi” (kontur struktur 900 dengan kontur topografi 900, kontur struktur
880 dengan kontur topografi 880, kontur struktur 860 dengan kontur topografi 860, dan
kontur struktur 840 dengan kontur topografi 840.
4. Perpotongan kontur struktur dan kontur topografi 900 berpotongan di 2 titik, kontur 880
berpotongan di 2 titik, kontur 860 juga 2 titik, demikian juga perpotongan kontur 840 juga ada
2 titik. Penyebaran kontak batuan dibuat dengan cara menghubungkan titik-titik perpotongan
tersebut seperti diperlihatkan pada Gambar 7.5.c dengan garis putus-putus.
Aturan ini dapat dipakai untuk menggambarkan penyebaran batuan dipermukaan dengan mencari
titik‐titik tersebut, apabila jurus‐jurus untuk beberapa ketinggian dapat ditentukan. Sebaliknya,
dari suatu penyebaran singkapan dapat pula ditentukan kedudukan lapisan dengan mencari jurus-
jurusnya.
Gambar 7.7. Mencari pola singkapan (Billings, 1977). Diketahui kedudukan lapisan batuan di X adalah
0 0
N90 E/20 . Pola sebaran singkapan yang diharapkan (tanpa adanya gangguan struktur) akan
diperlihatkan oleh garis tebal yang melewati garis-garis kontur.
Sehubungan dengan ini terdapat suatu keteraturan antara bentuk topografi, penyebaran singkapan
dan kedudukan lapisan. Pada suatu bentuk torehan lembah, keteraturan ini mengikuti Hukum V
(Gambar 7.7).
Gambar 7.8. Pola penyebaran singkapan batuan berdasarkan topografi dan kemiringan lapisan batuan
(hukum V) (Ragan, 1973). (a) lapisan horisontal, (b) lapisan miring ke arah hulu lembah, (c) lapisan tegak,
(d) lapisan miring ke arah hilir lembah, (e) lapisan dan lembah memiliki kemiringan yang sama, (f)
lapisan miring ke arah hilir lembah dengan sudut yang lebih kecil daripada kemiringan lembah
(kemiringan lapisan < kemiringan lembah). (Noor, 2012
Suatu lapisan mempunyai kemiringan berarah Selatan Barat, dituliskan sebagai berikut:
0
JJ. Skala azimuth N 120 E/45 SW atau,
0
KK. Skala kwadran S 60 E/45 SW (Gambar 7.8)
Gambar 7.9. Cara penggambaran kedudukan lapisan secara skala Azimut dan Kwadran (Noor, 2012)
0
Lazimnya lebih sering dipakai skala azimuth karena lebih praktis karena selalu ditulis N... E
untuk arah jurusnya, sehingga kadang‐kadang tidak dicantumkan pada kwadran arah kemiringan
dicantumkan.
Peta geologi menggunakan tanda‐tanda yang menunjukkan jenis batuan, kedudukan, serta
struktur geologi yang ada pada daerah tersebut. Beberapa simbol yang umum dipakai
ditunjukkan pada Gambar 7.10. Disamping tanda (simbol) litologi, juga sering dipakai warna,
untuk membedakan jenis satuan (Gambar 7.10).
Peta geologi selalu dilengkapi dengan penampang geologi, yang merupakan gambaran bawah
permukaan dari keadaan yang tertera pada peta geologi. Keadaan bawah permukaan harus dapat
ditafsirkan dari data geologi permukaan dengan menggunakan prinsip dan pengertian geologi
yang telah dibahas sebelumnya.
Untuk dapat lebih jelas menunjukkan gambaran bahwa permukaan penampang dibuat
sedemikian rupa sehingga akan mencakup hal‐hal yang penting, misalnya ; memotong seluruh
satuan yang ada struktur geologi dan sebagainya.
Apabila penampang yang dibuat tegak lurus pada jurus lapisan, maka kemiringan lapisan yang
nampak pada penampang merupakan kemiringan lapisan sebenarnya, sehingga kemiringan
lapisan dapat langsung diukur pada penampang, akan tetapi bila tidak tegak lurus jurus,
kemiringan lapisan yang tampak merupakan kemiringan semu, sehingg harus dikoreksi terlebih
dahulu dengan menggunakan tabel koreksi atau secara grafis.
Gambar 7.12. Cara membuat penampang dengan batuan garis jurus. (Noor, 2012)
Sintesis geologi bertujuan untuk memberikan deskripsi geologi regional dan spesifik daerah
penelitian dengan memberikan data-data geologi seperti pola struktur, stratigrafi, dan sejarah
geologi yang terdapat di daerah tersebut.
Gambar 8.1. Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa (Effendi A.C, dkk., 1998)
- Judul peta
- Skala (skala garis dan angka)
- Sistem koordinat yang digunakan
- Grid
- Indikator utara (keterangan deklinasi/inklinasi)
- Legenda dan keterangan peta
- Peta inset
- Pengarang peta
- Tanggal peta dibuat
- Penampang geologi
- Keterangan batuan
8.2. STRATIGRAFI
Stratigrafi adalah urutan strata batuan yang dapat dikorelasikan berdasarkan atribut dan
karakteristik unit batuan tersebut. Kolom stratigrafi diperlukan sebagai acuan umur, lithology,
paleohigh, dan depositional environment yang pernah berlangsung di daerah penelitian. Korelasi
stratigrafi dapat dilakukan berdasarkan kesamaan umur (chronostratigraphy), fosil
(biostratigraphy), batuan (lithostratigraphy), dan sebagainya.
1) Kontak Tajam
Merupakan kontak antar lapisan yang menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok pada sifat
fisiknya, sehingga perbedaan antar lapisan satu dengan yang lain mudah diamati.
2) Kontak Berangsur
Adalah kontak antar lapisan yang dicirikan adanya gradasi perubahan sehingga kedua lapisan
memiliki batas yang tidak jelas dan menggunakan cara-cara tertentu untuk menentukannya.
3) Kontak Erosional
Merupakan kontak lapisan satu dengan yang lainnya dimana bidang perlapisan yang tampak
tergerus/tererosi, dikarenakan oleh material yang terbawa oleh arus.
Bidang horizontal yang merupakan batas antar dua lapisan batuan yang menunjukkan waktu
pengendapan terus menerus tanpa ada gap umur.
Angular Unconformity
Ketidakselarasan yang memisahkan batuan di atas yang lebih muda dan batuan di bawah
yang lebih tua, di mana kemiringan lapisan batuan di atas berbeda dengan kemiringan
lapisan batuan di bawahnya.
Disconformity
Kontak antar batuan yang parallel dengan bidang kemiringan batuan, di mana pada kontak
tersebut terdapat gap umur yang dicirikan adanya bidang erosi.
Paraconformity
Kontak antar dua lapisan sedimen yang bidang ketidakselarasannya sejajar dengan
perlapisannya. Pada kasus ini sangat sulit sekali melihat batas ketidakselarasannya karena
tidak ada batas bidang erosi. Cara yang digunakan untuk melihat keganjilan antara lapisan
tersebut adalah dengan melihat fosil di tiap lapisan. Karena setiap sedimen memiliki umur
yang berbeda dan fosil yang terkubur di dalamnya pasti berbeda jenis.
Nonconformity
Permukaan antara lapisan batuan sedimen dangan lapisan batuan beku atau metamorf.
Lapisan batuan beku atau metamorf terbentuk terlebih dahulu, kemudian tererosi baru
kemudian lapisan sedimen terbentuk di atasnya.
Satuan stratigrafi pada peta geologi ditunjukkan dengan singkatan huruf (lihat Gambar 8.3).
Sebagai dokumen/acuan satuan stratigrafi adalah tabel (chart) yang dibuat oleh Elsevier (1989) :
1. Huruf pertama (huruf besar) menyatakan jaman, misalnya P untuk Perem, TR untuk
Trias, T untuk Tersier.
2. Huruf kedua (huruf kecil) menyatakan seri, misalnya Tm berarti kala Miosen dalam
jaman Tersier.
3. Huruf ketiga (huruf kecil) menyatakan nama formasi atau satuan litologi, misalnya Tmc
berarti Formasi Cipluk berumur Miosen.
4. Huruf Keempat (huruf kecil) menyatakan jenis litologi atau satuan peta yang lebih rendah
(anggota), misalnya Tmcl berarti anggota batugamping Formasi Cipluk yang berumur
Miosen.
5. Huruf kelima digunakan hanya untuk batuan yang mempunyai kisaran umur panjang,
misalnya Tpokc berarti Anggota Cawang Formasi Kikim berumur Paleosen-Oligosen.
6. Huruf pT (p kecil sebelum T besar ) digunakan untuk singkatan umur batuan sebelum
Tersier yang tidak diketahui umur pastinya.
7. Untuk batuan yang mempunyai kisaran umur panjang, urutan singkatan umur
berdasarkan dominasi umur batuan, misalnya QT untuk batuan berumur Tersier hingga
Kuarter yang didominasi batuan berumur Quarter; JK untuk batuan berumur Jura hingga
Kapur yang didominasi batuan berumur Jura.
8. Batuan beku dan malihan yang tak terperinci susunan dan umurnya cukup dinyatakan
dengan satu atau dua buah huruf, misalnya a untuk andesit, b untuk basal, gd untuk
granodiorit, um untuk ultramafik atau ofiolit dan s untuk sekis.
9. Batuan beku dan malihan yang diketahui umurnya menggunakan lambang hurup jaman,
misalnya Kg berarti granit berumur Kapur.
10. Pada peta geologi skala kecil, himpunan batuan cukup dinyatakan dengan huruf di
belakang lambang era, jaman atau sub-jaman; misalnya Pzm berarti batuan malihan
berumur Paleozoikum, Ks berarti sedimen berumur Kapur, Tmsv berarti klastika
gunungapi berumur Miosen, Tpv berarti batuan gunungapi berumur Paleogen, Tni berarti
batuan terobosan berumur Neogen. Satuan bancuh dinyatakan dengan notasi m.
Gambar 8.4. Singkatan huruf satuan stratigrafi yang digunakan dalam peta geologi (Effendi A.
C. dkk, 1998)
Gambar 8.5. Konsep strike, dip direction, dan dip angle (Plummer et al. 2016).
1. Buatlah garis penampang dari titik 1 ke titik 2. Pembuatan garis penampang tidak bole
sejajar dengan arah strike.
2. Plot kontak antar batuan pada garis penampang.
3. Tentukan apparent dip pada masing- masing kontak antar batuan di garis penampang, jika
garis penampang tidak tegak lurus terhadap strike atau jurus.
4. Tentukan umur dan jenis kontak antar batuan.
5. Gambarlah penampang geologi.
6. Warnai litologi batuan pada penampang geologi yang telah dibuat.