Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA LABORATORIUM BIDANG FISIKA BAHAN

Identifikasi Densitas dan Porositas Beberapa Jenis


Batu dengan Metode Four Point Probe
Ratri Berliana, Maya Andasari, Gontjang Prajitno
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Bhaskara IV No 23 Wisma Bhaskara Jaya, Surabaya 60112
E-mail: berliana.ratri12@mhs.physics.its.ac.id
Abstrak Praktikum dengan judul Identifikasi Densitas dan
Porositas Beberapa Jenis Batu dengan Metode Four Point
Probe memiliki tujuan yaitu mengetahui nilai densitas dan
porositas pada suatu padatan batuan, serta mengetahui
hubungan antara densitas dan porositas batuan. Prinsip kerja
pada praktikum ini adalah Hukum Archimedes dimana
berat fluida cair yang dipindahkan sama dengan gaya
apung yang mengenai benda. Densitas atau massa jenis
merupakan pengukuran massa setiap satuan volume benda.
Sedangkan porositas merupakan kemampuan suatu batuan
untuk menyimpan fluida dimana secara matematisnya adalah
perbandingan ruang kosong/pori-pori dalam batuan dengan
keseluruhan volume batuan. Praktikum ini dilakukan dengan
membandingkan lima buah batu dengan jenis berbeda yaitu
batu obsidian, konglomerat, apung, kuarsa, dan bata.
Dibutuhkan empat aspek yang harus diukur yaitu massa
kering, massa basah, berat kering, dan berat basah. Massa
kering dicari dengan cara mengoven batuan hingga massa
yang terukur pada neraca adalah konstan. Sedangkan massa
basah adalah ketika batu dengan massa basah tersebut dicelup
dengan air hingga gelembung-gelembung pada batu telah
hasbi lalu ditimbang. Berat kering adalah ketika batu bermassa
kering tersebut diikat dengan kain wol kemudian
digantungkan sehingga berat batu terukur. Begitu pula dengan
berat basah, namun kondisi batu dicelupkan ke dalam gelas
beker berisi air. Dari praktikum tersebut dapat disimpulkan
bahwa densitas batu obsidian, konglomerat, apung, kuarsa,
dan bata secara berturut-turut adalah 2,213; 2,216; 2,75; 2,5;
dan 2,98 kg/m3 sedangkan porositas batu obsidian,
konglomerat, apung, kuarsa, dan bata secara berturut-turut
adalah 0,904; 1,053; 0,606; 1,333; dan 0,671%. Hubungan
antara porositas dan densitas adalah berbanding terbalik.
Kata Kunci densitas, four point probe, hukum Archimedes. massa
jenis, porositas

I.

PENDAHULUAN

ALAM kehidupan sehari-hari, Panas atau yang


disebut dengan thermal adalah suatu kondisi
dimana molekul-molekul pada suatu benda saling
bergerak dan menimbulkan energi yang mengakibatkan
timbulnya panas. Kita juga mengetahui ada beberapa benda
yang dapat menghantarkan panas (konduktor) dan ada yang
tidak dapat menghantarkan panas (isolator). Pengukuran panas
dapat kita lakukan menggunakan beberapa alat ukur tertentu
seperti thermometer dan thermokopel. Pada dasarnya
pembuatan sistem pengukuran ini adalah aliran panas. Dimana
panas akan mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur
rendah. Hukum ini sebenarnya merupakan perluasan dari
Hukum Kekekalan Energi Energi tidak dapat dimusnahkan

atau diciptakan. Seringkali panas merupakan hasil kerja suatu


sistem, dimana panas yang berlebih dapat mengakibatkan
kerusakan suatu sistem. Misalnya adalah pada CPU, dalam
CPU kita memerlukan suatu benda yang dengan cepat
mengalirkan panas keluar dari CPU. Karena panas yang
berlebih dapat merusak komponen tertentu. Dalam hal ini
biasanya digunakan Alumunium untuk mengalirkan panas,
karena alumunium cepat mengalirkan panas. Cepat atau
lambatnya pengaliran panas tersebut tidak lain adalah
pengaruh dari konduktivitas termal suatu bahan. Oleh karena
itu
diperlukan
studi
lebih
mendalam
mengenai
pengidentifikasian nilai konduktivitas termal pada bahan agar
dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari [1].
Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi
pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau
material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya
kesetimbangan panas. Kesetimbangan panas terjadi jika panas
dari sumber panas sama dengan jumlah panas benda yang
dipanaskan dengan panas yang disebarkan oleh benda tersebut
ke medium sekitarnya. Proses perpindahan panas ini
berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu:
1. Konduksi
2. Konveksi
3. Radiasi. [2].
a. Konduksi - Perpindahan kalor secara perambatan atau
konduksi adalah perpindahan kalor dari suatu bagian benda
padat ke bagian lain dari benda padat yang sama, atau dari
benda padat yang satu ke benda padat yang lain karena terjadi
persinggungan fisik atau menempel tanpa terjadinya
perpindahan molekul molekul dari benda padat itu sendiri [3].
b. Konveksi - Perpindahan kalor secara aliran atau konveksi
adalah perpindahan kalor yang dilakukan oleh molekulmolekul suatu fluida (cair atau gas). Molekul molekul fluida
tersebut dalam gerakannya melayang kesana-kemari
membawa sejumlah kalor [4]. Konveksi adalah perpindahan
panas melalui media gas atau cairan seperti udara di dalam es
dan air yang dipanaskan di dalam ceret. Udara bersinggungan
dengan pipa-pipa Evaporator yang dingin di dalam lemari.
Udara mengambil panas, udara akan merenggang dan menjadi
ringan, kemudian mengalir lagi ke atas sampai udara
bersinggungan lagi dengan pipa evaporator [5].
c. Radiasi - Perpindahan kalor secara pancaran atau radiasi
adalah perpindahan kalor suatu benda ke benda yang lain
melalui gelombang elektromagnetik tanpa medium perantara.
Bila pancaran kalor menimpa suatu bidang, sebagian dari
kalor pancaran yang diterima benda tersebut akan dipancarkan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA LABORATORIUM BIDANG FISIKA BAHAN


kembali (re-radiated), dipantulkan (reflected) dan sebagian
dari kalor akan diserap [6].
Konduktivitas panas suatu bahan adalah ukuran
kemampuan bahan untuk menghantarkan panas (termal) [2].
Berlaku untuk sebuah bahan berbentuk balok dengan
penampang lintang A, energi yang dipindahkan persatuan
waktu antara dua permukaan berjarak l, sehingga diperoleh
dari persamaan

E A(T 2T 1)
=
t
l

(1.1)

Dengan merupakan konduktivitas termal, T1 dan T2


merupakan temperatur permukaan.

dalam air. Alat penggantung batu merupakan alat pendukung


dalam pengukuran berat batu.
Berikut ini adalah diagram alir langkah-langkah praktikum
yang telah dilakukan :

Start

Menimbang massa masing-masing batuan

Masing-masing batuan dioven selama 10 menit

Table 1.1 koefisien konduktivitas termal beberapa bahan [7].

Massa belum konstan


Menimbang massa masing-masing batuan

Massa sudah konstan


Mengukur berat kering dengan mengantungkan batu dengan tali wol ke neraca pegas

Mencelupkan batu ke gelas beker berisi air sampai tidak ada gelembung udara

Persamaan (1.1) akan berlaku dengan anggapan bahwa


Menimbang massa basah batu dengan neraca
permukaan yang berhadapan itu sejajar dan dengan asumsi
tidak ada panas yang hilang melalui sisi balok. Satuan SI
untuk konduktivitas termal adalah Js-1 m-1 K-1. Kebalikan
dari konduktivitas termal sebuah disebut resistivitas. Dalam
Mengukur berat basah dengan menggantungkan batuan pada neraca pegas. Batu itu diikat dengan tali wol dan dicelupkan dala
satuan SI, konduktivitas listrik.
II. METODOLOGI
Pada praktikum ini, digunakan alat dan bahan diantaranya
adalah lima jenis batuan yang berbeda yaitu batu obsidian,
konglomerat, apung, kuarsa, dan bata, juga gelas beker, tali
wol, air, oven, neraca ohauss, neraca digital, neraca pegas
Archimedes, tisu, dan alat penggantung batu. Kelima jenis
batuan dengan beda jenis tersebut digunakan sebagai objek
dalam perhitungan densitas dan porositas. Gelas beker
berfungsi untuk wadah air pada saat batu dicelupkan guna
mengukur berat basah. Tali wol digunakan untuk mengaitkan
batu dengan penggantung yang telah disediakan. Air
digunakan sebagai fluida cair yang diserap oleh batu pada saat
perhitungan massa basah dan berat basah. Oven digunakan
untuk mengeringkan batu hingga batu tersebut tidak terdapat
fluida cair didalamnya. Neraca ohauss dan neraca digital
digunakan untuk mengukur massa benda. Sedangkan neraca
pegas Archimedes digunakan untuk mengukur berat benda.
Tisu digunakan untuk mengeringkan batu setelah dicelupkan

Perhitugan densitas porositas

Finish
Gambar 2.1. Diagram alir percobaan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari percobaan yang telah dilakukan maka didapatkan data
yaitu pada tabel di bawah ini:
Table 3.1. Data hasil percobaan pada semen 1 cm.

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA LABORATORIUM BIDANG FISIKA BAHAN


Suhu Percobaan (oC)

No.

T1
60
59
55

1
2.
3.

T2
56
52
48

T3
36
39
45

T4
35
36
35

Table 3.2. Data hasil percobaan pada semen 1,5 cm


Suhu Percobaan (oC)
No.
T1
T2
T3
T4
1.
59
57
41
37
2.
64
62
40
36
3.
54
51
39
34
Table 3.3. Data hasil percobaan pada semen 3 cm.
Suhu Percobaan (oC)
No.
T1
T2
T3
1.
68
66
37
2.
66
64
40
3.
69
64
38

T4
36
38
36

Setelah didapatkan data maka dapat dilakukan perhitungan


dengan menggunakan persamaan 2.1, 2.2, dan 2.3 yaitu
sebagai berikut :
Table 3.4 Hasil perhitungan pada semen 1 cm.
T1

T2

-4
-7
-7

-1
-3
-10

L al (m)
0.03
0.03
0.03
Rata - rata

K al (W/m2 0C)
202
202
202

Ksampel
(W/m2 0C)
16.83333333
28.85714286
96.19047619
47.29365079

Tabel 3.5 Hasil perhitungan pada semen 1,5 cm.


T1

T2

-2
-2
-3

-4
-4
-5

L al (m)
0.03
0.03
0.03
Rata - rata

K al (W/m2 0C)
202
202
202

Ksampel
(W/m2 0C)
202
202
168.3333333
190.7777778

Tabel 3.6. Hasil perhitungan pada semen 3 cm.


T1

T2

-2
-2
-5

-1
-2
-2

L al (m)
0.03
0.03
0.03
Rata - rata

K al (W/m2 0C)
202
202
202

Ksampel
(W/m2 0C)
101
202
80.8
127.9333333

Panas terjadi pada sebuah bahan ketika bahan tersebut


diberi energi yang berupa panas, molekul-molekul pada bahan

tersebut akan bergetar sehingga akan menyebabkan kenaikan


suhu pada bahan tersebut Hal ini terjadi karena adanya
tumbukan antar partikel yang kemudian saling melepaskan
energi berupa energi panas.
Berdasarkan table 3.1, 3.2, dan 3.3 dapat dilihat bahwa T1
mempunya nilai yang paling tinggi. Hal ini sesuai karena T1
terletak paling bawah / paling dekat dengan api sehingga kalor
yang diterima lebih banyak dari pada bahan yang di atasnya.
Setelah itu pengkonduksian panas yang berada di T1
diteruskan ke T2 yang merupakan batas persinggungan antara
semen dengan aluminium. Dan dari T2 diteruskan menuju T3
yang juga merupakan batas persinggungan antara semen
dengan aluminium. Di sini kita lihat bahwa suhu pada T4
merupakan suhu yang paling kecil. Hal ini dikarenakan oleh
aliran panas pada T2 dan T3 yang merupakan materiala yang
berbeda yaitu semen. Dimana semen mempunyai kondutivitas
yang lebih kecil dibandingkan konduktivitas yang dimiliki
oleh aluminium itu sendiri. Sehigga secara fisis kalor yang di
salurkan pada aluminium yang paling atas berkurang dan
mempunyai nilai yang berbeda dengan kalor yang diterima
oleh aluminium yang paling bawah. Selain itu jarak yang
dimiliki oleh aluminium yang paling atas dengan api sebagai
sumber panas lebih jauh dari pada jarak yang dimiliki oleh
aluminium bawah. Dan jarak merupakan hal yang sangat
penting pada penghantar panas ini.
Setelah didapatkan data maka dilakukan perhitungan yang
hasilnya dapat dilihat pada table 3.4, 3.5, dan table 3.6. pada
Berdasarkan table 3.4. didapatkan harga koefisien
konduktifitas termal yang berbeda-beda walau jenis semen
yang digunakan adalah sama. Maka diambillah rata-rata
koefisien konduktifitas termal dari ketiga pengulangan
tersebut. Yang mana didapatkan koefisien konduktivitas
termal sebesar 47,29 pada semen dengan panjang 1 cm,
190,78 pada semen 1,5 cm, dan 127, 93 pada semen 3 cm,
dimana semua besaran konduktivitas termalnya dalam satuan
(W/m(C).
Setelah didapatkan koefisien konduktivitas termal yang
ditinjau dari atas dan dari bawah maka kita perlu mengetahui
konduktifitas rata rata setiap bahan. Yang dari konduktivitas
rata-rata tersebut mengindikasikan persebaran konduktivitas
pada masing masing bahan tersebut. Dimana konduktivitas
rata rata atau hasil tersebut dapat dilihat pada tabel dan
diketahui bahwa pada semen dengan panjang 1,5 cm memiliki
konduktivitas termal lebih besar dari pada pada semen dengan
panjang yang lain. Sejatinya karena bahan semen 1 cm lebih
pendek dari pada semen 1,5 cm maka konduktivitas termalnya
haruslah lebih tinggi dibandingkan semen dengan panjang
yang lain. Hal ini dikarenakan penumbukan molekul pada
semen 1 cm lebih pendek dibandingkan dengan semen dengan
panjang 3 cm.
Kesalahan data seperti ini disebabkan karena lamanya
pengukuran suhu dengan menggunakan pyrometer. Dimana
pada saat mengukur dengan pyrometer, bahan yang diukur
haruslah tepat pada permukaan bahan yang akan diukur
suhunya. Sehingga terkadang sasaran pada pyrometer meleset
sehingga mengenai permukaan lain dan suhu yang ditunjukkan
akan berpengaruh. Selain itu pada saat pengukuran bahan
diangkat dari kompor listrik yang kemudian salah satunya
diukur suhunya menggunakan pyrometer. Ketika salah satu
permukaan diukur maka permukaan yang lain akan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA LABORATORIUM BIDANG FISIKA BAHAN

melepaskan kalor sebelum pengukuran suhu dengan


pyrometer berlangsung. Sehigga pengukuran suhu yang
dilakukan secara bergantian membuat suhu yang terukur
tidaklah tepat pada suhu setelah 5 menit pemanasan. Selain itu
juga karena pengaruh suhu ruangan dan pengaruh suhu pada
penjepit yang digunakan saat bahan dijepit dan diukur
suhunya.

Dosen Fisika Laboratorium yaitu Drs. Gontjang Prajitno. Serta


rekan praktikum identifikasi densitas dan porositas beberapa
batu dengan metode four point probe dalam percobaan dan
penyelesaian laporan ini.

KESIMPULAN
Dari praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa densitas
batu obsidian, konglomerat, apung, kuarsa, dan bata secara
berturut-turut adalah 2,213; 2,216; 2,75; 2,5; dan 2,98 kg/m 3
sedangkan porositas batu obsidian, konglomerat, apung,
kuarsa, dan bata secara berturut-turut adalah 0,904; 1,053;
0,606; 1,333; dan 0,671%. Sehingga diketahui bahwa
hubungan antara porositas dan densitas adalah berbanding
terbalik.

[2]

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten
Laboratorium Fisika Bahan, yaitu Maya Andasari. Beserta

DAFTAR PUSTAKA
[1]

[3]
[4]
[5]

[6]
[7]

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20181457-S29323-Benny
%20Permana.pdf diakses pada tanggal 4 Desember 2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41101/4/Chapter
%20II.pdf diakses pada tanggal 26 November 2014.
Incropera, FP and Witt, P., Fundamental of Heat Transfer, John Wiley
and Sons, New York, 1981.
Isaacs, Alan., Kamus Lengkap FISIKA, 1994, Erlangga.
Zeemansky, W, Mark., Kalor dan Termodinamika, Edisi Keenam,
Terjemahan dari Heat and Thermodynamics oleh The How Liong, 1986,
ITB, Bandung.
Leybold., Physics Experiment, Volume 3, 1986, Leybold GMBH,
Hurth,.
Surdia, T. dan Saito, S., Pengetahuan Bahan Teknik, 1985, P.T. Pradnya
Paramita, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai