Anda di halaman 1dari 4

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No.

1, (2012) 1-4

Sintesis Keramik Al2TiO5 Densitas Tinggi


dengan Aditif Fe2O3
Deasy Haryati, Suminar Pratapa
Jurusan Fisika, Fakultas IPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: suminar_pratapa@physics.its.ac.id
AbstrakSebuah sintesis keramik aluminium titanat (AT)
densitas tinggi dengan metode reaksi padatan telah selesai
dilakukan. Bahan dasar AT yang digunakan adalah serbukserbuk korundum (-Al2O3) dan rutil (TiO 2) serta serbuk Fe 2O3
sebagai aditif dengan komposisi berat 0%, 2%, dan 5% yang
disinter dengan variasi suhu 1450C, 1500C dan 1550C.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pembentukan
larutan padat berbasis AT dengan substitusi Fe dan keramik AT
densitas tinggi. Studi dilakukan dengan pengujian densitas dan
porositas serta analisis difraksi sinar-X menggunakan Rietica.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyusutan volum
terbesar diperlihatkan oleh sampel AT+5% Fe 2O3 suhu 1550C
sebesar 25%. Secara umum, semakin tinggi suhu sinter dan
penambahan Fe 2O3 semakin kecil porositas dan semakin tinggi
densitas bulk, dengan nilai maksimum 4,4% dan 3,2 gr/cm 3.
Hasil analisis XRD menunjukkan pada semua suhu sinter
terjadi peningkatan volum sel satuan AT terhadap penambahan
Fe2O3 yang menandakan terbentuknya larutan padat.
Kata Kuncialuminium titanat (Al 2TiO5), Fe3O4, reaksi pada
densitas, larutan padar.

I. PENDAHULUAN

LUMINIUM titanat (Al2TiO5 atau AT) merupakan salah


satu material keramik yang mempunyai koefisien
ekspansi termal rendah, ketahanan kejutan termal yang tinggi
dan titik leleh yang tinggi[1]. AT, sebaliknya, juga memiliki
kelemahan yang berhubungan dengan ketidakstabilan termal
pada rentang suhu 9001200C, yang mengakibatkannya
terdekomposisi kembali menjadi fasa-fasa awal, yaitu
korundum (-Al2O3) dan rutil (TiO2)[2]. Beberapa literatur
mengungkapkan bahwa dekomposisi termal AT dapat dicegah
dengan substitusi Al oleh Si atau Mg[3]. Di samping itu,
penambahan Fe2O3 juga dapat menaikkan kestabilan termal
AT[4,5].
AT terbentuk mengikuti persamaan reaksi perbandingan
molar dari korundum dan rutil di atas suhu 1280C[2].
Metode yang biasa digunakan untuk membentuk AT adalah
reaksi padat (solid state reaction)[6,7]. Salah satu aspek yang
menarik untuk dipelajari dari reaksi tersebut adalah
terbentuknya larutan padat berbasis AT ketika dilakukan
pemberian aditif dan penetapan suhu sinter yang bervariasi,
di samping sifat fisik dan komposisi fasa.
Tulisan ini melaporkan hasil sintesis reaksi padat dan
karakterisasi fisik dan fasa dari AT menggunakan se rb uk se rb uk korundum dan rutil sebagai bahan dasar pembuatan
AT dan Fe2O3 sebagai aditif (dengan variasi 0-5% berat).

II.METODE
A. Tahap Telaah
Langkah awal dalam penelitian ini menyiapkan bahanbahan dasar mengikuti perbandingan massa dan molar
masing-masing (korundum, rutil dan Fe2O3) dengan
menentukan massa AT yang akan dibuat sebesar 6 gram.
Semua bahan dasar yang digunakan memiliki kemurnian di
atas 99%. Sampel-sampel yang disiapkan adalah AT dengan
aditif 5% dan 2% berat Fe2O3 (disebut sebagai sampel ATF);
sampel tanpa Fe2O3 (0%, disebut AT) juga disiapkan sebagai
kendali dan pembanding. Bahan-bahan tersebut dicampurkan
menggunakan ball mill selama 2 jam dengan kecepatan 100
putaran/menit. Ball mill ini berfungsi untuk mencampur
sekaligus menggiling. Proses penggilingan ini dilakukan
secara basah dengan media pencampur air dengan
perbandingan massa antara sampel dan bola adalah 1:20.
Setelah pencampuran, sampel dikeringkan pada suhu 90C
selama 24 jam. Langkah berikutnya, sampel yang sudah
kering diayak dan dicetak dengan alat cetak tekan uniaksial
dengan tekanan sebesar 55 MPa dengan waktu penahanan 15
menit. Sampel yang telah terbentuk kemudian disinter
dengan variasi suhu 1450C, 1500C, dan 1550C selama 3
jam. Proses sinter dilakukan dengan mengendalikan
kecepatan kenaikan suhu 5C/menit dan penurunan suhu
sinter 10C/menit untuk mencegah terjadinya dekomposisi
AT selama proses pendinginan.
Uji densitas dan porositas dilakukan dengan menggunakan
prinsip Archimedes dengan metode perhitungan seperti
diungkapkan peneliti-peneliti sebelumnya[8,9].
Analisis komposisi fasa dilakukan menggunakan data
difraksi sinar-x yang dikumpulkan dari difraktometer sinar-x
dengan sumber radiasi Cu (terbobot = 1,5418) yang
dioperasikan pada tegangan 40 kV dan arus 30 mA.
Pengukuran data difraksi ini dilakukan pada rentang sudut
15-602 dengan langkah 0,04 dan waktu cacah 1 s tiap
langkah. Identifikasi fasa dilakukan menggunakan perangkat
lunak Match! Perangkat lunak yang digunakan untuk
menentukan komposisi fasa maupun menghitung parameter
kisi (untuk membuktikan terjadinya larutan padat) adalah
Rietica[10] yang berbasis metode Rietveld[11]. Cara
penentukan komposisi fasa mengikuti metode ZMV yang
dikembangkan oleh Bish dan Howard[12]:

Wi

s i ZMV i

k s k ZMV k

(1)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

dengan Wi fraksi berat relatif fasa i (dalam %), s faktor


skala Rietveld, Z adalah jumlah rumus kimia dalam sel
satuan, M adalah berat fasa dan V adalah volume sel satuan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sifat Fisik
Gambar 1 menunjukkan volume fisik sampel-sampel ATF
dan AT setelah sinter pada tiga suhu berbeda. Semua sampel
mengalami penyusutan volume lebih dari 5% ketika suhu
sinter dinaikkan dari 1450 ke 1550C. Penyusutan volume
fisik ini diikuti dengan peningkatan densitas dan penurunan
porositas, seperti ditunjukkan Gambar 2 untuk sampel AT.
Pola perubahan densitas dan porositas sampel-sampel ATF
mirip dengan gambar tersebut (tidak ditampilkan), namun
dengan nilai nominal yang berbeda. Misalnya, densitas dan
porositas AT adalah sekitar 2,6-2,7 gr/cm 3 dan 16-13%,
sedangkan untuk ATF2 (dengan penambahan 2% Fe2O3)
adalah sekitar 3,0-3,2 gr/cm 3 dan 5-4%. Gambar 1
menunjukkan bahwa ATF5 adalah sampel dengan volume
fisik terkecil dan penyusutan terbanyak, sesuai dengan
pengukuran densitas dan porositas yang nilainya adalah
sekitar 3,2 gr/cm 3 dan 3-2%. Secara umum dapat dikatakan
bahwa menambahkan Fe2O3 (hingga 5% berat) dan
menaikkan suhu sinter menyebabkan peningkatan densitas
sampel AT (dan akibatnya penurunan porositas). Densitas
teoretik dari AT, korundum, dan rutil adalah berturut-turut
3,0; 4,0; dan 4,2 gr/cm 3[6,13]. Dengan nilai densitas dan
porositas akhir seperti di atas, diperkirakan sampel-sampel
hasil sintesis didominasi oleh AT. Hasil analisis data difraksi
berikut ini menjelaskan lebih lanjut hal tersebut.
B. Data Difraksi Sinar-x
Gambar 3 menyajikan data difraksi sinar-x untuk sampelsampel ATF2 setelah sinter pada ketiga suhu. Identifikasi fasa
pada data difraksi ini menunjukkan bahwa sampel ATF2
mengandung AT, korundum dan rutil (PDF No. 41-258, 431484, dan 21-1276) seperti ditunjukkan oleh simbol-simbol
pada gambar tersebut. Analisis data difraksi untuk sampelsampel AT dan ATF5 (tidak ditunjukkan) juga
memperlihatkan bahwa fasa-fasa yang ada di dalam sampelsampel tersebut adalah juga AT, korundum dan rutil.
Ketiadaan fasa Fe2O3 maupun besi oksida lain secara
independen mengindikasikan telah bereaksinya aditif ini
dengan matriks. Karena tidak ditemukan fasa yang
merupakan kombinasi Fe-Ti atau Fe-Al maupun oksidanya,
yang mungkin terjadi adalah reaksi larutan padat antara AT
dan Fe2O3 yang membentuk larutan padat Al 2(1-x)Fe2xTiO5[14].
Untuk lebih meyakinkan hal ini, data difraksi sinar-x
dianalisis lebih lanjut menggunakan Rietica [10] untuk
mengekstrak nilai volume kristal AT.
Gambar 4 menunjukkan perubahan volum sel satuan AT
terhadap penambahan Fe2O3 dan kenaikan suhu. Jelas terlihat
pada gambar tersebut bahwa terjadi peningkatan volume sel
AT dengan penambahan Fe2O3. Kenaikan volume ini
disebabkan karena sebagian ion Al 3+ yang berjari-jari
0,054nm disubstitusi oleh ion Fe3+ yang berjari-jari
0,064nm[15]. Sementara itu, volume sel korundum tidak

Gambar 1. Penyusutan volume sampel-sampel AT+aditif Fe 2O3 terhadap suhu


sinter.

Gambar 2. Densitas dan porositas tipikal pada sistem AT terhadap suhu sinter
(diambil dari sampel tanpa penambahan Fe2O3).

berubah secara signifikan terhadap penambahan dopan


seperti ditunjukkan Gambar 5. Bersama penjelasan kualitatif
sebelumnya yang menyatakan bahwa tidak ada fasa lain yang
teridentifikasi selain AT, korundum dan rutil, dapat
dikonfirmasi bahwa larutan padat Al 2(1-x)Fe2xTiO5 telah
terbentuk pada sampel-sampel ATF2 maupun ATF5.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4

Gambar 5. Volume sel satuan korundum luaran Rietica terhadap prosentase


aditif Fe2O3 pada suhu sinter berbeda.
Gambar 3. Pola difraksi sinar-x (CuK = 1.5418) dari AT+2%Fe2O3 dengan
variasi suhu 1450, 1500, 1550C. Ket: x = Aluminium titanat, # = korundum,
o = rutil.

porositas sampel-sampel tersinter. Kesimpulan lanjut dari

Gambar 6. Fraksi berat relatif fasa AT dan ATF (atas) menurut variasi jumlah
Fe2O3 pada suhu 1450C, 1500C, dan 1550C.

Gambar 4. Volume sel satuan AT luaran Rietica terhadap prosentase aditif


Fe2O3 pada suhu sinter berbeda.

Analisis data difraksi dengan Rietica juga memberikan


informasi mengenai komposisi fasa menurut perhitungan
dengan (1). Hasil analisis komposisi fasa pada data difraksi
untuk semua sampel ditunjukkan oleh Gambar 6. Informasi
yang dapat diambil dari gambar tersebut adalah bahwa tanpa
aditif, suhu sinter sangat berpengaruh pada fraksi berat AT
yang terbentuk, dengan nilai tertinggi sekitar 91%, dan aditif
2% menghasilkan ATF dengan fraksi berat yang relatif sama,
sekitar 80%, pada semua suhu sinter. Sementara itu, aditif
5% secara mengejutkan, menurunkan fraksi berat AT hingga
hanya sekitar 55%. Suhu sinter tidak secara signifikan
memberikan pengaruh pada komposisi fasa sampel-sampel
ATF. Perlu dilaporkan di sini bahwa fasa kedua yang
mendominasi pada semua sampel adalah korundum, misalnya
pada sampel ATF2 fraksi berat korundum sekitar 18%.
IV. KESIMPULAN
Penelitian ini berhasil mengkonfirmasi pembentukan
larutan padat Al 2(1-x)Fe2xTiO5 atau ATF melalui reaksi padat
antara serbuk-serbuk korundum dan rutil dan penambahan
serbuk Fe2O3 sebanyak 2 dan 5% berat total AT. Terbentuknya
larutan padat tersebut teridentifikasi melalui pola difraksi
sinar-x dan dikonfirmasi dengan perubahan volume sel AT
hasil analisis Rietveld. Keberadaan larutan padat tersebut
juga terbukti meningkatkan densitas dan menurunkan

penelitian ini adalah bahwa penambahan Fe 2O3 berpengaruh


terhadap komposisi fasa sampel uji, tetapi suhu sinter tidak
demikian kecuali untuk sampel AT. Dengan demikian dapat
direkomendasikan bahwa sampel ATF densitas tinggi cukup
disinter pada suhu di bawah 1500C.
UCAPAN TERIMA KASIH
Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan
Nasional Republik Indonesia yang memberikan bantuan
finansial pada penelitian ini melalui skema Hibah Penelitian
Hibah
Pascasarjana
dengan
nomor
kontrak
0536/I2.7/PM/2010.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]

H. A. J. Thomas and R. Stevens, "Aluminium Titanate - A Literature


Review. Part 2: Engineering properties and thermal stability," Br. Ceram.
Trans., vol. 88, pp. 184-190, 1989.
E. Kato, K. Daimon, and J. Takahashi, "Decomposition temperature of bAl2TiO5," Journal American Ceramic Society, vol. 63, pp. 355-356, 1980.
V. Buscaglia, P. Nanni, G. Battilana, G. Aliprandi, and C. Carry, "Reaction
Sintering of Aluminium Titanate: I - Effect of MgO Addition.," Journal of
European Ceramic Society, vol. 13, 1994.
G. Battilana, V. Buscaglia, P. Nanni, and G. Aliprandi, "Effect of MgO and
Fe2O3 on Thermal Stability of Al2TiO5," in High Performance Materials in
Engine Technology, P. Vincenzini, Ed.: Techna Srl., 1995, pp. 147-154.
H. R. Rezaie, R. Naghizadeh, N. Farrokhnia, S. Arabi, and M. sobhani,
"The effect of Fe2O3 addition on tialite formation," Ceramics International,
vol. 35, pp. 679-684, 2009.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-4


[6]
[7]

[8]
[9]

[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]

H. A. J. Thomas and R. Stevens, "Aluminium Titanate - A Literature


Review. Part 1: Microcracking Phenomena," Br. Ceram. Trans., vol. 88,
pp. 144-151, 1989.
L. Giordano, M. Viviani, C. Bottino, M. T. Buscaglia, V. Buscaglia, and P.
Nanni, "Microstructure and thermal expansion of Al2TiO5-MgTi2O5 solid
solutions obtained by reaction sintering," Journal of the European Ceramic
Society, vol. 22, pp. 1811-1822, 2002.
I. M. Low, R. D. Skala, and D. Zhou, "Synthesis of functionally gradient
aluminium titanate/alumina composites," Journal of Materials Science
Letters, vol. 15, pp. 345-347, 1996.
S. Pratapa, B. H. O'Connor, and I. M. Low, "Infiltration-processed
functionally-graded aluminium titanate/zirconia-alumina composite:I,
microstructural characterisation and physical properties," Journal of
Materials Science, vol. 33, pp. 3037-3045, 1998.
B. A. Hunter, "Rietica," in Newsletter of International Union of
Crystallography, Commission on Powder Diffraction. vol. 20 Sydney,
1998, p. 21.
H. M. Rietveld, "Line profiles of neutron powder diffraction peaks for
structure refinement," Acta Crystallographica, vol. 22, pp. 151-152, 1967.
D. L. Bish and S. A. Howard, "Quantitative phase analysis using the
Rietveld method," Journal of Applied Crystallography, vol. 21, pp. 86-91,
1988.
W. D. Kingery, H. K. Bowen, and D. R. Uhlmann, Introduction to
Ceramics, 2nd ed. New York: John Wiley and Sons, 1976.
M. Ishitsuka, T. Sato, T. Endo, and M. Shimada, "Synthesis and Thermal
Stability of Aluminum Titanate Solid Solutions.," Journal American
Ceramic Society, vol. 70, pp. 69-71, 1987.
M. W. Barsoum, Fundamentals of ceramics. New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc., 1997.

Anda mungkin juga menyukai