Anda di halaman 1dari 85

Sedimentologi Analisis Profil

BAB IV
ANALISIS PROFIL

Oleh: Ir. Salatun Said, MT

4.1. PENDAHULUAN
Analisis profil adalah salah satu cara untuk menentukan lingkungan
pengendapan dan mendapatkan gambaran paleogeografinya. Metode yang
digunakan sebenarnya adalah metode stratigrafi asli, yaitu dengan
menganalisis urut-urutan vertikal dari suatu sikuen. Analisis profil sangat
penting di dalam mempelajari lingkungan pengendapan. Suatu lingkungan
tertentu akan mempunyai mekanisme pengendapan yang tertentu pula.
Karenanya urut-urutan secara vertikal (dalam kondisi normal) akan mempunyai
karakteristik tersendiri. Dengan demikian dari suatu profil akan dapat diketahui
perkembangan pengendapan yang terjadi dan sekaligus dapat ditafsirkan
perkembangan cekungannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan alir
berikut:

Gambar 64. Diagram alir analisis cekungan (Potter & Pettijohn,1977)

93
Sedimentologi Analisis Profil

4.2. Dasar Falsafah Analisis Profil


4.2.1. Konsep Daur (Cyclus) dan Irama (Ritme)
Konsep ini menyatakan bahwa sedimentasi merupakan daur atau perulangan
dari urut-urutan yang sama. Contohnya luncuran-luncuran turbidit, perpindahan
jari-jari delta secara lateral.
Berbagai siklus atau irama yang diketahui, seperti :
Banding (interkalasi) : ab ab
Cyclic (simetri) : abcdcba, abcdcba
Pulsatoris : abcd abcd
4.2.2. Hukum Walter
Menyatakan bahwa dalam sedimentasi, urut-urutan fasies vertikal
mencerminkan urutan lateral. Hal ini disebabkan karena lingkungan-lingkungan
pengendapan yang dalam suatu satuan waktu (interval waktu) berada
berdampingan oleh proses progradasi dan terutama transgresi dan regresi
dapat bertumpuk, dimana satu lingkungan pengendapan berada di atas yang
lain.
4.2.3. Prinsip Hjulstrom
Prinsip ini memungkinkan lapisan-lapisan halus yang telah terendapkan tidak
dapat dierosi lagi oleh makin cepatnya arus (increasing current condition),
sehingga memungkinkan urut-urutan yang menghalus atau mengkasar ke atas.

Gambar 65. Diagram yang memperlihatkan lingkungan sedimen


dalam hubungannya dengan rekaman stratigrafi (Shaw,1964)

94
Sedimentologi Analisis Profil

4.3. Konstruksi Fasies


4.3.1. Batasan Fasies dan Fasies Sedimen
Istilah fasies diperkenalkan oleh Gressly (1838), disarikan oleh Tiechert
(1958) serta Krumbein dan Sloss ( 1963). Fasies adalah tubuh batuan dengan
sifat yang khas. Dalam batuan sedimen ditentukan berdasarkan warna,
perlapisan, tekstur, fosil dan struktur sedimen (Reading,1978). Moore (1949),
mendefinisikan fasies sebagai istilah yang diterapkan untuk setiap rekaman
yang berada pada suatu lingkungan pengendapan.
Dunbar dan Rodgers (1957), mendefinisikan fasies yang berarti aspek-aspek
umum dari suatu batuan, litologi dan biologis (dengan perluasan struktur atau
tektonik dan bahkan metamorfis), sebagai aspek yang merefleksikan kondisi
lingkungan dimana batuan tersebut terbentuk.
Istilah fasies banyak digunakan dengan pengertian yang berbeda, seperti:
• Produk batuan (misal: fasies batupasir)
• Genesa atau proses terbentuknya batuan (misal: fasies turbidit)
• Lingkungan dimana batuan terbentuk (misal: fasies fluviatil)
• Fasies tektonik (misal: molasse, post orogenic facies)
Suatu fasies idealnya harus merupakan batuan tersendiri yang terbentuk
pada kondisi sedimentasi tertentu, merefleksikan proses atau lingkungan yang
tertentu. Fasies dapat dibagi menjadi subfasies atau dikelompokkan menjadi
asosiasi fasies atau assemblager
Istilah Fasies Fluviatil sebaiknya dihindarkan jika lingkungan fluvial yang
dimaksudkan, dan seharusnya digunakan hanya untuk produk dari suatu
lingkungan.
Fasies Sedimen merupakan bagian dari suatu satuan stratigrafi tertentu dan
secara areal terbatas, menunjukkan ciri-ciri penting yang berbeda dari bagian-
bagian lainnya pada satuan stratigrafi tersebut (Moore, 1949).
Fasies Sedimen merupakan suatu massa batuan yang dapat ditentukan dan
dibedakan dengan lainnya oleh geometri, litologi, struktur sedimen, pola arus
purba dan fosilnya (Selley,1970).
Fasies Sedimen adalah produk dari suatu lingkungan pengendapan, suatu
tipe lingkungan sedimener yang tertentu, sehingga lingkungan dan fasies tidak
bisa dikacaukan.

95
Sedimentologi Analisis Profil

4.3.2. Hubungan Antara Fasies


Menurut Hukum Walter (Walter Law’s of Facies, 1884), yang menyatakan
bahwa dalam sedimentasi urut-urutan fasies vertikal mencerminkan urutan
lateral. Hal ini disebabkan karena lingkungan-lingkungan pengendapan yang
dalam suatu satuan waktu (interval waktu) berada berdampingan oleh proses-
proses progradasi dan terutama transgresi dan regresi dapat bertumpuk dimana
satu lingkungan pengendapan berada di atas yang lain.

4.3.3. Kontak
Kontak utama antara fasies meliputi :
a. Gradasi
b. Tegas
c. Erosi
Pada beberapa kontak ditunjukkan dengan jelas adanya boring, burrow,
deformasi ataupun diagenesa sedimen di bawahnya.
Kontak non erosional, menunjukkan fasies dengan segera diikuti fasies lain
sesuai waktunya.
Kontak tegas, bahkan bila erosi tidak dapat ditunjukkan, fasies telah
terbentuk dalam lingkungan pengendapan yang terpisahkan interval ruang
yang lebar

4.3.4. Asosiasi dan Sikuen


Asosiasi fasies yaitu kumpulan fasies yang terbentuk bersama-sama dan
mempunyai hubungan, baik genesa maupun lingkungannya. Contohnya :
lapisan tebal dari turbidit selang seling dengan grain flow, slump dan lempung.
Disini terlihat bahwa setiap kelompok akan memberikan hubungan yang jelas
dan akan memudahkan interpretasi lingkungan pengendapan, daripada meneliti
setiap fasies secara tersendiri. Analisis fasies secara vertikal dan teratur
disebut sikuen.
Fasies sikuen yaitu suatu seri fasies yang berubah secara berangsur ke arah
vertikal dari suatu fasies ke fasies lainnya. Sikuen dibatasi di bagian atas dan
bawah secara tegas, erosi, atau hiatus, pecahan-pecahan dan dapat terjadi
satu kali atau berulang (siklus).

96
Sedimentologi Analisis Profil

Sikuen fasies pada batuan karbonat klastik yaitu: model dimana hubungan
butiran dengan proses-proses biologi sangat dominan. Hal ini dapat diperjelas
karena struktur sedimen maupun tekstur pada karbonat klastik sangat jelas.
Untuk batuan karbonat yang terbentuk dari proses diagenesa, maka untuk
mempelajari fasies tersebut harus melalui studi petrografi dan mikrofasies.
Hubungan fasies dengan mudah dapat diketahui dari:

Penampang stratrigrafi, dari beberapa fasies dan dikorelasikan satu dengan


yang lainnya. Sehingga dapat diketahui hubungan baik secara vertikal
maupun lateral.
Log listrik, yaitu dengan mempelajari kick dari suatu data sumur dan dapat
diketahui hubungan satu dengan yang lain.

4.4. Sikuen Sedimentasi


4.4.1. Definisi –Definisi Pada Analisis Sikuen
4.4.1.1. Sikuen Batuan
Adalah urutan evolusi batuan yang saling berkaitan, vertikal maupun
horisontal yang memperlihatkan batasan-batasan alamiah. Sikuen tersebut
saling berhubungan atau berantai yang umumnya asimetri.

4.4.1.2. Rythme
Adalah urutan alamiah dari fasies yang saling terkait yang di dalamya terlihat
perulangan secara regular.

4.4.1.3. Siklus Sedimentasi


Adalah fasies yang terbentuk kembali atau terjadi perulangan. Penyebab
siklus:
• Adanya pengulangan penurunan cekungan
• Adanya pengangkatan dari source area
• Adanya perubahan iklim, pemukaan air laut, suplai sedimen dari partikel
yang mengambang.
Ada dua pendapat mengenai siklus sedimentasi, yaitu:
• Pengertian siklus kadang-kadang subyektif, dan ini digunakan untuk
analisis sikuen.

97
Sedimentologi Analisis Profil

• Teknik penggunaan siklus adalah dasar yang penting untuk membantu


interpretasi sedimentologi. Umumnya dipilih siklus yang ideal.
Dari kedua hal tersebut di atas ternyata siklus mempunyai peranan yang
penting sebagai dasar interpretasi untuk sedimentasi yang normal dan teratur.

4.4.1.4. Sikuen Positif dan Sikuen Negatif


Pada lingkungan pengendapan klastik ada dua sikuen yang penting, yaitu:

a. Sikuen Mengkasar ke Atas (Sikuen Negatif/ Coarsening upward))


Yaitu dicirikan oleh ukuran butir halus pada bagian bawah dan bagian atas
kasar, kemas mengambang pada bagian bawah sedangkan kemas tertutup
untuk bagian atas. Mempunyai batas tegas atau erosi, dimana hal ini
menunjukkan energi yang bertambah, dan terutama terdapat pada delta, shore
line, sungai yang mengalir ke dasar yang lebih dalam dan progradasi dari
alluvial fan atau sub marine fan

b. Sikuen Menghalus ke Atas (Sikuen Positif/ Fining upward))


Yaitu dicirikan oleh ukuran butir yang kasar pada bagian bawah, halus
bagian atas, kemas tertutup pada bagian bawah. Sedangkan bagian atas
kemas terbuka atau mengambang. Mempunyai batas bawah yang tegas atau
erosi. Hal ini menunjukkan energi pengangkut (flow power) berkurang.
Umumnya terdapat pada lapisan turbidit (graded bedding), pada bentuk migrasi
dari point bar sungai atau pengisian pada channel
Pemisah antara sikuen positif dan sikuen negatif didasarkan pada variasi dari
nivo energi. Sehingga pembagian ini tidak dapat dipakai pada batuan sedimen
kimiawi (evaporit) ataupun batuan sedimen biokimia.

4.4.1.5. Sikuen Transgresi dan Sikuen Regresi


Yaitu urutan evolosi dari batuan yang saling berhubungan atau berkaitan
secara vertikal memperlihatkan transgresi atau regresi.

4.4.1.6. Megasikuen
Merupakan sikuen yang terbesar atau tertinggi tingkatannya yang dapat
terdiri dari perulangan beberapa sikuen tertentu, siklus, rythme dari bawah ke
atas, yang ditandai oleh penipisan beberapa sikuen, pemunculan atau
hilangnya secara progresif dari sebagian urutan sedimentasi (batuan).

98
Sedimentologi Analisis Profil

Suatu megasikuen dapat bersifat positif atau negatif dan mencerminkan


peristiwa transgresi atau regresi.

4.4.1.7. Sikuen Ritmik


Yaitu perulangan secara monoton dari siklus atau sikuen tanpa variasi yang
saling berhubungan dari urut-urutan batuan atau ketebalannya.

4.4.1.8. Sikuen Diagraphic


Sikuen diagraphic adalah sikuen oleh data yang berasal dari log listrik.

4.4.2. Kriteria-Kriteria Dasar pada Analisis Sikuen


4.4.2.1. Terminologi Batuan
a. Nature Batuan
Batugamping, dolomite,……….dst
Batupasir, lanau, batulempung…………dst
b. Warna Batuan
c. Aspek kekerasan
d. Penyusun Utama
Pellet, oolite, fragmen cangkang,………….dst
Mineral, fragmen batuan,…………..dst
e. Tekstur yang berhubungan
dengan: Butiran: organik atau
anorganik Hubungan:
- matrik : mikrit, arsile (lempung),…………dst
- semen : kalsit, dolomite,……………dst
- kemas : tertutup, terbuka atau mengambang.
f. Elemen morfologi
g. Struktur sedimen: graded bedding, paralel laminasi, convolute, bioturbasi,
slump, cross-bedding, ripple mark, jejak akar,……..dst.

4.4.2.2. Batas- Batas


a. Kontak antara feuillets (lapisan tipis) dalam perlapisan miring (kontak
bersifat miring).

99
Sedimentologi Analisis Profil

b. Joint (kontak/ hubungan, sambungan): berhubungan dengan endapan


interbank.
c. Diastem: ditunjukkan oleh suatu permukaan perlapisan interbanch.
d. Ketidakselarasan kartografi, menyudut (unconformity, disconformity), erosi
e. Perubahan resistensi batuan (hardground).

4.4.2.3. Kriteria-kriteria Arah


Merupakan kriteria-kriteria dari atas ke bawah (top and bottom) dan dari tepi
(tidak boleh dilupakan arah horizontal: arah arus).

4.4.3. Interpretasi dari Sikuen dan Siklus Sedimentasi


4.4.3.1. Fluktuasi sedimentasi dalam cekungan yang dipengaruhi oleh
iklim-varva
4.4.3.2. Fluktuasi relatif dari batas lingkungan pengendapan dalam
cekungan sedimentasi oleh eustatisme atau subsiden
(epirogenesa): sikuen transgresi atau regresi.

4.4.3.3. Fluktuasi relatif dari lingkungan pengendapan dalam cekungan


sedimentasi akibat pengisian sedimen.
a. Sikuen limpah banjir:
Lingkungan lempung- Lingkungan karbonat
pasiran -
sikuen fluviatil -
sikuen estuaria -
sikuen pasang surut (a) sikuen alur (channel)
akibat transgresi (b)

b. Sikuen dekantasi:
Lingkungan lempung- Lingkungan karbonat
pasiran
sikuen delta lakustrin -
sikuen delta lagoon sikuen lagoon

100
Sedimentologi Analisis Profil

sikuen delta laut (d) sikuen klupfelienne


sikuen chenier sikuen recifale

4.4.3.4. Fluktuasi sedimentasi dalam cekungan yang dipengaruhi oleh


arus turbidit
Sikuen turbidit
Sikuen fluxoturbidit

4.5. Faktor Pengontrol Fasies


Macam-macam faktor yang mempengaruhi penyebaran dan perubahan
fasies, antara lain:
a. Proses Sedimentasi
Proses sedimentasi sangat berpengaruh dalam distribusi dan perubahan
fasies, yang oleh terjadinya progradasi.
b. Suplai Material

Berpengaruh dalam pembentukan ketebalan fasies dan macam material


sedimennya.
c. Iklim
Iklim secara luas memberikan perbedaan pada source area dan lingkungan
pengendapan. Sebagai contoh iklim yang hangat akan besar pengaruhnya
terhadap perkembangan karbonat.
d. Tektonik
Tektonik merupakan penyebab perubahan fasies secara lokal yang
disebabkan oleh gerak-gerak vertikal dan kemiringan blok sesar.
e. Perubahan Permukaan Air Laut
Perubahan permukaan air laut (transgresi-regresi) akan menyebabkan
terjadinya perubahan kedalaman air laut, sehingga sedimen yang dihasilkan
menjadi berbeda.

101
Sedimentologi Analisis Profil

f. Aktifitas Biologis
Sedimen organik dapat berupa pertumbuhan koral dan organisme lainnya
yang membentuk lapisan cukup tebal. Dengan adanya arus dan erosi maka
akan terendapkan organisme yang telah mati. Burrow organisme tidak hanya
merusak struktur dan homogenitas sedimen tetapi juga berlaku sebagai
sedimen dan pemilah kimiawi.

g. Komposisi Kimia Air


Salinitas dan komposisi kimia air laut dan danau bervariasi dari tempat yang
satu dengan tempat yang lain sepanjang waktu geologi. Faktor tersebut sangat
berpengaruh pada sedimen kimiawi dan biologis; misalnya: karbonat evaporit.

h. Vulkanisme
Aktifitas vulkanisme pengaruhnya lokal, terutama pada sedimen intra basinal.
Adanya gunungapi-gunungapi dan munculnya pulau-pulau adalah penyebab
perubahan lingkungan secara cepat, karena secara langsung berpengaruh
terhadap kedalaman air laut.

4.6. Fasies Model


Suatu fasies model dapat dipergunakan apabila memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu. Adapun syarat-syarat fasies model adalah:
• Merupakan suatu aturan (tatanan), untuk digunakan sebagai perbandingan.
• Merupakan suatu kerangka kerja dan petunjuk dalam observasi yang akan
dilakukan.
• Dapat digunakan sebagai penduga (predictor) dalam keadaan geologi yang
baru.
• Dapat digunakan sebagai dasar interpretasi lingkungan pengendapan atau
sistem yang diwakilinya.

102
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 66. Destilisi fasies model dari beberapa contoh lokal yang disederhanakan.
Model ini kemudian dipakai sebagai aturan, kerangka kerja untuk observasi, predictor
dan dasar penafsiran lingkungan pengendapan.

Gambar 67a. Sikuen limpah banjir

103
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 67b. Sikuen dikantasi

Gambar 67c. Sikuen turbidit

Gambar 68. Analisis masing-masing sikuen

104
Sedimentologi Analisis Profil

4.7. SISTEM TRANSPORT DAN SEDIMENTASI

4.7.1. Macam Sistem Transport dan Sedimen


Ada tiga macam:
Sistem arus traksi dan suspensi
Sistem arus turbidit dan arus pekat
Sistem suspensi dan kimiawi

4.7.1.1. Sistem Arus Traksi dan Suspensi


Berdasarkan gerakan partikelnya, konsentrasi sedimen tertransport,
kecepatan aliran dekat dasar, koefisien kekasaran, struktur sedimen yang
dibangun, sifat permukaan air dan turbulensi, maka rezim aliran dapat dibagi
menjadi:
Lower Flow Regime (rezim aliran rendah), dimana gaya berat berpengaruh.
Upper Flow Regime (rezim aliran tinggi), dimana daya inertia lebih
berpengaruh.

Gambar 69. Flow Regime Sequence dari bedform (Simons et.al, 1965)

105
Sedimentologi Analisis Profil

Bedform adalah bentuk yang terlihat dari hasil pengendapan pada


proses fluviatil atau proses yang melibatkan pergerakan air yang membawa
material pada proses sedimentasi atau bisa juga dua jenis rezim aliran dalam
satu arah aliran (biasanya fluvial), yang pada kecepatan yang berbeda-beda
menghasilkan struktur yang berbeda pula.

4.7.1.1.1. Struktur sedimen yang terbentuk dari sistem arus traksi:


a. Rezim Aliran Rendah
Karena gaya berat berpengaruh maka:
Terbentuk onggokan–onggokan dan scour (erosi).
Cara tertransport diseret dan jatuh bebas ke dalam scour.
Struktur sedimen sangat ditentukan sebagai akibat jatuhan partikel ke
dalam lubang-lubang.
Sudut kemiringan di cross laminae adalah searah arus.

b. Rezim Aliran Tinggi


Onggokan-onggokan disebabkan oleh penumpukan pada endapan yang
terjadi terlebih dahulu.
Cara transport menerus dan secara massal.
Struktur sedimen yang terbentuk pada umumnya adalah masif, akan tetapi
kadang-kadang membentuk perlapisan horizontal (transisi), lapisan
silangsiur sudut kecil (sudut kemiringan berlawanan) dengan arah arus dan
imbricated pebbles.
Pada sistem traksi suspensi, sedimentasi terjadi pada bagian dasar dengan
muatan suspensi secara berselang-seling. Terjadi pada rezim aliran rendah dan
membentuk ripple. Pengendapan suspensi yang terjadi disebut fall cut.

1. Oscilation ripples
2. Ripple laminae in phase
3. Ripple drift–climbing ripple
4. Intraformational recumbent fold
5. Convolute lamination

106
Sedimentologi Analisis Profil

4.7.1.2. Sistem Arus Turbidit dan Arus Pekat


Sedimen yang teronggok pada suatu lereng dapat tiba-tiba meluncur dengan
kecepatan tinggi bercampur dengan air berupa suatu aliran padat (density
current).
Partikel-partikel sedimen bergerak tanpa batuan benturan/seretan air, tetapi
inertia (inertia flow; Sanders, 1965). Energi potensial/ gravity dirubah menjadi
energi kinetik, pengendapan terjadi segera setelah energi kinetik habis.
Umumnya turbidit ditafsirkan sebagai endapan laut dalam meskipun
sebenarnya bisa saja terjadi pada laut dangkal, bahkan merupakan endapan
danau.

4.7.1.2.1. Mekanisme Pengendapan dan Struktur Sedimen


1. Peluncuran terjadi dekat dasar sehingga mempunyai kekuatan untuk
mengkikis, sehingga akan memyebabkan terjadinya struktur pada alas
lapisan misalnya: Drag cast, Flute cast (cetak suling), Scouring dsb.
2. Fraksi kasar. Sedimentasi terjadi segera setelah arus kehilangan tenaga.
Karena pengendapan berlangsung cepat, maka endapan yang terjadi
terpilah buruk. Akan tetapi fraksi kasar berkesempatan mengendap terlebih
dahulu, sehingga membentuk perlapisan bersusun/ Graded bedding
(interval a Bouma ' 62). Pada bagian atasnya pemilahan berkembang
semakin baik dan struktur sedimen yang terbentuk adalah perlapisan
sejajar/ parallel lamination (interval b Bouma ' 62).
3. Fraksi halus. Fraksi halus lebih lama tertinggal dalam dalam media sebagai
keadaan keruh. Pengendapan mula-mula berlangsung dengan adanya
aliran fraksi dari suatu suspensi. Dengan demikian secara berurut terjadi
climbing ripple, current ripple, recumbent folded laminae, convolute
lamination (interval c Bouma ' 62).

107
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 70. Sikuen turbidit Bouma ' 62, memperlihatkan struktur


sedimen, ukuran butir dan kondisi pengendapan.

Pada akhir pengendapan drift sudah tidak ada lagi, sehingga yang terbetuk
adalah pengendapan suspensi. Struktur yang terjadi yaitu laminasi sejajar
(interval d Bouma ' 62), disusul endapan pelitis (intervala e Bouma ' 62).

4.7.1.2.2. Macam-macam Arus Densitas


Berdasarkan atas gerakan relatif antar partikel selama masa sedimen
bergerak dan jarak dari sumber, maka arus densitas dibagi menjadi empat
(Middleton–Hampton, 1975), yaitu:
Debris Flow
Merupakan aliran butiran kasar (bisa mencapai bongkah) yang didukung
oleh masa dasar berupa campuran sedimen halus dan media air yang masih
mempunyai tenaga yang terbatas.
Jadi dalam hal ini peran media masih ada walau kecil sekali. Pergerakan itu
sendiri disebabkan oleh gaya berat. Karena butir kasar didukung oleh
campuran media dengan butiran yang berukuran lebih halus, maka endapan
yang terjadi dicirikan dengan adanya bongkah yang mengambang pada matrik
(floating). Apabila aliran seperti ini tanpa ada pengaruh dari media sama sekali
maka dikatakan sebagai slump.

108
Sedimentologi Analisis Profil

Grain Flow
Terjadi interaksi antara secara langsung, karena dalam mengalir butir-butir
tersebut belum sepenuhnya terlepaskan. Dalam hal ini peran media hampir
tidak ada. Matrik berupa pasir dan mengendap sekaligus. Debris flow dan grain
flow menghasilkan fluxo turbidite.

Fluidized Sedimen Flow


Butir-butir pasir yang mengalir sudah tidak rigid, tetapi butiran yang sudah
saling lepas-lepas dan didukung oleh media air. Pengedapan terjadi bila air pori
telah terperas keluar secara vertikal, dan akan menghasilkan struktur mangkok
(dish structure). Menghasilkan tipe endapan proximal turbidite.

Gambar 71. Klasifikasi proses-proses arus densitas (Middleton & Hampton, 1973).

Gambar 72. Diagram hubungan antara transport sedimen dan variasi jarak
(Kelling & Stanley, 1976)

109
Sedimentologi Analisis Profil

Turbidity Current
Butiran yang mengalir secara aktif merupakan butiran yang didukung fluida.
Sebagian butir mengalir secara turbulent, sehingga pengendapan secara
suspensi cukup berkembang, dan seluruhnya terendapkan bila energi telah
habis sehingga terjadi autosuspension yaitu keseimbangan antara turbulensi
dan suspensi (Bagnold,1974).
Dalam pengalirannya, aliran turbidit dapat berkembang menjadi tiga
bagian, yaitu:
1. Kepala (head)
Merupakan bagian yang paling tebal dengan bentuk yang khas. Sedimen
menyapu ke muka dan ke atas, kemudian jatuh lagi ke belakang. Di sini erosi
terjadi dan menghasilkan struktur scour dan tool marks.
2. Tubuh Utama (body)
Ketebalan arus bersifat seragam, dan merupakan keadaan yang
memungkinkan terjadinya autosuspensi. Interval A yang masif mungkin
disebabkan oleh pengendapan yang cepat dan menghasilkan lapisan bawah
(dasar) berubah bentuk selama tahap-tahap akhir pengendapan. Struktur
sedimen yang mungkin terbentuk adalah convolute lamination, plane lamination
dan ripple dift (Middleton, Blatt & Murray, 1980).
3. Ekor (tail)
Arus sudah menjadi encer, terbentuk lapisan arus traksi. Interval C banyak
dihasilkan. Oleh karena itu endapan yang dihaslkan dimulai dari interval C
sikuen Bouma ' 62.

Gambar 73. Pembagian skematik dari suatu aliran turbidit: kepala


(head), termasuk leher (neck), tubuh (body), dan ekor (tail)
(Middleton-Hampton, 1973).

110
Sedimentologi Analisis Profil

4.7.1.3. Sistem Arus Pekat


4.7.1.3.1. Sifat Arus Pekat
Sistem arus pekat pada umumnya mempunyai sifat-sifat:
Tidak dapat dibedakan antara sedimen dan media (air). Sedimen dan media
merupakan satu fasa.
Suatu massa bergerak sebagai cairan pekat, biasanya disebabkan oleh
gravitasi.
Pengendapan terjadi kalau massa tersebut berhenti, dan tidak ada proses
sedimentasi dalam arti pemisahan sedimen dan air.
Cara aliran tidak selalu laminer tetapi juga turbulen dan cepat sekali.
Dalam massa cairan, pekat, bongkah-bongkah dapat ditransport dan
didukung oleh massa sedimen sehingga bongkah seolah-olah mengambang
(floating).

Gambar 74. Contoh skematik sikuen struktur-struktur sedimen di


dalam hipotesa endapan tipe gravity flow (Middleton & Hampton,
1976).

111
Sedimentologi Analisis Profil

Struktur Sedimen
Dalam suatu sistem arus pekat, struktur sedimen yang mungkin terjadi
adalah terjadi floating dimana bongkah mengambang dalam matrik., dapat
membentuk suatu lapisan bersusun atau penjajaran bongkah-bongkah dan
suatu saat bisa terjadi sistem ini cukup terairkan sehingga struktur pada sistem
arus traksi terjadi.
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal batuan
sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan keadaan energi
pembentuknya. Pembentukannya dapat terjadi pada waktu pengendapan
maupun setelah proses pengendapan pengendapan (Pettijohn & Potter 1964 ;
Koesoemadinata, 1981).
Struktur sedimen merupakan bagian yang penting dari batuan sedimen.
Struktur dapat terbentuk pada bagian atas dan bawah permukaan dari suatu
lapisan maupun dibagian dalam dari lapisan itu sendiri, struktur sedimen dapat
digunakan untuk memperkirakan proses-proses dan juga kondisi yang terjadi
selama proses pengendapan, arah arus yang mengendapkan sedimen, dan
kepenerusan suatu strata. Struktur sedimen sangatlah beragam dan umumnya
dapat terbentuk pada hampir beragam lithologi.
Beberapa struktur sedimen dapat juga digunakan untuk mengindentifikasi
bagian top dan bottom dari perlapisan maka dapat digunakan untuk
mendeterminasikan apakah urutan-urutan sedimentasi berada dalam keadaan
stratigrafi pengendapan atau telah terbalikkan oleh pengharuh tektonik. Struktur
sedimen secara khusus melimpah pada batuan sedimen silisiklastik, namun
juga terjadi pada batuan sedimen nonsilisiklastik seperti pada batugamping dan
evaporite (Sam Boggs, Jr.).
Struktur sedimen berkembang dengan proses-proses fisis dan kimia yang
terjadi sebelum, selama, dan setelah pengendapan, dan juga dengan proses-
proses biologis.

Tucker (1982) mengelompokkan struktur sedimen kedalam 4 kelompok, yaitu :


1. Struktur pengikisan (Erosional structures)
2. Struktur pengendapan (Depositional structures)
3. Struktur pasca-pengendapan (Post-depositional sedimentary
structures)
4. Struktur sedimen asal jasad (Biogenic sedimentary structures)

112
Sedimentologi Analisis Profil

Struktur Erosional
Struktur umum dari jenis ini ialah flute, groove, dan tool marks yang
terbentuk pada bagian bawah permukaan dari suatu bed dan ada umumnya
termasuk juga scour dan channel.

Flute Casts
Flute cast dapat teridentifikasi dari bentuknya. Dari view datar, pada lapisan
dibawah permukaan berbentuk elongate sampai triangular dengan ujung
membundar maupun menunjuk kearah upstream, flarenya menunjukkan arah
downstream. Pada penampang, bentukan flute casts asimetri, dengan bagian
yang lebih dalam pada akhir upstreamnya.
Flute cast dapat terbentuk dengan panjang yang bervariasi mulai dari
beberapa sentimeter saja hingga puluhan sentimeter. Flutes terbentuk oleh
erosi pada permukaan muddy sedimen oleh pusaran atau eddies dengan
adanya arus turbulent dan sisa atau jejak yang ditinggalkan oleh proses erosi
tersebut terisi oleh material sedimen seiring dengan menurunnya kecepatan
aliran.

Flute casts merupakan penciri yang khas dari sandstone turbidites, flutes
juga terjadi pada underside dari fluvial sandstones. Flute marks merupakan
indikator untuk menentukan arah arus purba (paleocurrent direction analysis),
yang mana dapat dilakukan pengukuran pada orientasinya.

Groove Casts
Groove casts berbentuk tonjolan memanjang pada lapisan dibawah
permukaan, lebarnya berkisar dari beberapa milimeter sampai beberapa puluh
sentimeter dan juga dapat melebar secara lateral.
113
Sedimentologi Analisis Profil

Groove casts pada lapisan dibawah permukaan dapat paralel satu sama lain
dan menunjukkan variasi khusus hingga beberapa puluh derajad bahkan lebih.
Groove casts terbentuk selama pengisian dari grooves itu sendiri tang terbentuk
karena penggerusan oleh objek (lumps of mud or wood,etc) yang terseret
dengan jarak tertentu oleh arus.

Channel
Channel merupakan struktur erosional skala besar, beberapa meter hingga
kilometer persegi, umumnya merupakan media transport sedimen dalam jangka
waktu yang relatif cukup panjang. Banyak channel nampak dengan bentuk
cekungan membuka keatas dilihat dari penampang mendatar dan materialnya
dapat membentuk tubuh sedimen yang memanjang. Seperti halnya scours,
channel dapat dikenali dengan hubungan penerobosan atau penggerusannya
dengan lapisan sedimen dibawahnya. Channel biasanya diisi oleh sedimen
yang berukuran lebih kasar dibawahnya, dan umumnya terdapat lapisan dari
basal konglomerat berupa endapan lag deposit.
Sedimen yang mengisi channel umumnya menunjukkan perubahan distribusi
ukuran butir secara vertikal (biasanya menghalus keatas. Channel hadir pada
sedimen dibanyak lingkungan yang berbeda-beda, termasuk di dalamnya
fluvial, deltaic, shallow subtidal-intertidal, dan wa.

114
Sedimentologi Analisis Profil

Struktur Pengendapan

Pada klasifikasi ini terdapat beberapa struktur familiar yang termasuk


didalamnya, yaitu : perlapisan (bedding), laminasi, perlapisan silang-siur (cross-
stratification), ripple dan mudcrack. Struktur deposisi terjadi pada bagian atas
permukaan dari suatu lapisan dan juga didalamnya.

Bedding dan laminasi


Bedding dan laminasi berarti perlapisan atau stratifikasi. Bedding lebih tebal
dari 1 cm sedangkan laminasi lebih tipis dari 1 cm. Bedding disusun oleh beds,
sementara laminasi disusun oleh laminae. Bedding atau laminasi dihasilkan dari
perubahan gejala sedimentasi, dapat pula diartikan sebagai perubahan ukuran
butir sedimen, warna atau komposisi mineralogi. Bed boundaries atau batas
perlapisan dapat tergambar secara tajam atau jelas, halus atau irreguler, atau
gradasional. Biasanya terdapat seam, parting, atau sisipan tipis berupa
cangkang pada kontak antara lapisan batupasir dengan batugamping.
Permukaan bidang perlapisan dapat terimpresi dengan halus, undulasi, rippled,
sutured, dan dapat merepresentasikan jangka waktu terjadinya sedimentasi.

115
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 78. Salah satu contoh gambar dari bedding

Ripple, Dune Dan Sand-Wave


Merupakan bedform yang berkembang baik pada sedimen berukuran pasir,
batugamping atau batupasir, dan bahkan rijang, gipsum (gypsarenite) dan
ironstone. Ripple sangat umum dan terbentuk di permukaan suatu bed, namun
dalam skala besar yaitu dune dan sand-wave lebih sulit terpreservasi sebagai
bedform.

Migrasi dari ripple, dune, dan sandwave pada kondisi perkembangan


sedimentasi menghasilkan berbagai variasi tipe dari perlapisan silang siur/cross
stratifikasi, yang merupakan struktur internal yang paling umum dijumpai pada

116
Sedimentologi Analisis Profil

batupasir, batugamping, dan batuan sedimen lainnya. Baik air maupun angin
dapat menggerakkan partikel sedimen untuk membentuk struktur-struktur ini.

Cross-Stratification
Cross stratifikasi merupakan struktur sedimen internal pada sebagian besar
jenis pasir. Banyak perlapisan silang siur terbentuk sebagai hasil dari
pengendapan selama proses migrasi dari ripple, dune, dan sand-wave. Dalam
kondisi lain, perlapisan silang siur pada sedimen dengan jenis pasir dapat juga
terbentuk selama pengisian erosional hollow dan scours, pertumbuhan delta
kecil (seperti pada danau atau lagoon), perkembangan dari antidune dan
hummocky, migrasi lateral dari point bars pada channel dan pengendapan pada
beach foreshore.
Cross bedding skala besar merupakan penciri khas dari aeolian sandstone.
Cross bedding juga dapat terbentuk pada konglomerat, yang berasal dari
braided stream. Cross bedding dengan skala yang sangat besar disebut
sebagai clinoforms. Observasi yang teliti layak dilakukan untuk cross stratifikasi
ini di lapangan sebagai struktur yang paling bermanfaat untuk melakukan
interpretasi sedimentologi, termasuk melakukan analisis arah arus
purba/paleocurrent.

Gambar 80. Contoh gambar struktur cross stratification.

117
Sedimentologi Analisis Profil

Graded Bedding/Perlapisan Bersusun


Lapisan ini memperlihatkan perubahan dalam ukuran butir dari bawah
sampai kebagian atas. Yang paling umum ialah normal graded bedding dimana
partikel yang paling kasar pada bagian dasar memberikan tempat pada partikel
yang lebih halus dibagian atas.
Normal graded bedding biasanya dihasilkan selama pengendapan dari
waning flow, seiring penurunan kecepatan aliran lalu partikel yang lebih kasar
(lebih berat) terendapkan terlebih dahulu dan lalu diikuti oleh partikel sedimen
yang lebih halus. Struktur seperti graded bedding merupakan penciri dari
endapan arus turbidit dan arus akibat badai (storm-current deposits).

Gambar 81. Contoh gambar struktur graded bedding

Massive Beds
Endapan lapisan masif yang tidak menunjukkan struktur dalam lapisan
(Pettijohn & Potter, 1964) atau ketebalan lapisan lebih dari 120 cm ( Mc. Kee &
Weir, 1953). Endapan lapisan masif pada kondisi ini kebanyakan terbentuk
selama sedimentasi yang sangat cepat (rapid sedimentation) atau biasa disebut
dengan ‘dumping’, dimana tidak terdapat waktu yang cukup bagi bedform untuk
berkembang. Massive bedding merupakan kenampakan yang hadir pada
beberapa arus turbidit, grainflow sandstone, endapan-endapan debris-flow, dan
juga terjadi pada beberapa fluvial sandstone.

118
Sedimentologi Analisis Profil

Raindrop structure
Raindrop structure adalah cekungan kecil yang terbentuk oleh butiran air
hujan pada permukaan batuan sedimen berbutir halus yang masih lunak.
Struktur ini berguna untuk menentukan lapisan atas dan lapisan bawah dari
suatu perlapisan terutama pada lapisan yang miring maupun terbalik.

Gambar 83. Raindrop structure

119
Sedimentologi Analisis Profil

Post-Depositional Sedimentary Structures

Slumps Dan Slides


Struktur slump terutama ditemukan pada lapisan sandy shale dan
mudstones, akan tetapi juga mungkin terbentuk pada batugamping, batupasir
dan batuan evaporit. Struktur ini merupakan hasil dari perpindahan dan
pergerakan sedimen terkonsolidasi dan terdapat pada area lereng curam dan
tingkat sedimentasi yang cepat. Slump dan slide berkisar dari beberapa meter
sampai beberapa kilometer ukurannya. Kebanyakan dipicu oleh goncangan
gempa bumi. Kehadiran slump ataupun slide dapat disimpulkan dari peristiwa
dimana terdapat perlapisan yang tidak terganggu (undisturbed beds) pada
bagian atas dan bawahnya.

Nodule
Nodule juga disebut konkresi, biasanya terbentuk dalam sedimen setelah
pengendapan. Mineral-mineral yang sering terdapat pada nodul adalah kalsit,
dolomit, siderit, pirit, colophane dan kuarsa. Nodul kalsit, pirit dan siderit
diameternya bisa beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, biasanya
terdapat dalam batuan lumpur. Nodul chert biasanya terdapat dalam
batugamping, nodul kalsit dan dolomit kadang-kadang terdapat dalam
batupasir. Bentuk nodule bervariasi, bisa bulat, pipih, memanjang dan bisa juga
tidak teratur.

120
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 85. Gambar dari kenampakan Nodule structure

Dish dan Pillar structure


Struktur ini terdiri dari laminasi yang cekung keatas, biasanya beberapa
sentimeter lebarnya, dipisahkan oleh zona tanpa struktur (pillar). Dish dan Pillar
structure dibentuk oleh air yang lewat sedimen secara mendatar dan keatas
(fluid escape) dan umumnya terbentuk pada endapan kipas bawah laut.

Gambar 86. Gambar dari kenampakan dish structure

121
Sedimentologi Analisis Profil

Load structure
Struktur pembebanan (load structure) dibentuk melalui tenggelamnya
suatu lapisan kedalam lapisan yang lain. Tikas beban (load cast) biasanya
terdapat pada dasar batupasir yang terletak diatas batulumpur. Lumpur yang
ada dapat diinjeksikan keatas kedalam batupasir membentuk struktur flame.
Juga sebagai akibat pembebanan, biasanya pasir dapat tenggelam kedalam
lumpur membentuk struktur ball dan pillow.

Gambar 87. Gambar dari ball and pillow.

Biogenic Sedimentary Structures

Kebanyakan struktur biogenik terbentuk oleh aktivitas binatang dan


tumbuhan. Struktur yang terbentuk sangat bermacam oleh adanya gangguan
dari laminasi atau perlapisan. Satu binatang dapat menghasilkan struktur yang
berbeda, tergantung pada aktivitas binatang dan karakteristik dari sedimen.
Struktur ‘burrow’ umumnya dibentuk oleh crustacea, annelida, bivalvia, dan
echinoidea, sedangkan trail dan track dipermukaan dibentuk oleh crustacea,
trilobita, annelida, gastropoda, dan vertebrata.

122
Sedimentologi Analisis Profil

Bioturbation dan Ichnofabric


Bioturbasi diartikan sebagai kekacauan/gangguan dari sedimen oleh aktivitas
organisme dan tumbuhan. Ichnofabric dihasilkan dari struktur burrow berlainan
yang berpencar-pencar (umumnya diisi dengan sedimen berbeda warna,
komposisi, atau ukuran butir).

Gambar 88. Bioturbasi

Trace Fossil
Istilah trace fossil/fosil jejak merupakan istilah yang paling tepat digunakan
jika melihat dari cara pembentukannya : kelompok-kelompok yang penting dari
fosil jejak ini adalah (1) locomotion (crawling,walking,running,etc) tracks and
trails; (2) grazing trails dan (3) resting traces, terjadi diatas dan dibawah
permukaan lapisan; (4) feeding burrows dan (5) dwelling burrows, umumnya
terjadi didalam lapisan.
Keseluruhan struktur-struktur ini dibuat oleh hewan pada sedimen yang
belum terkonsolidasi, sedimen klastis, ataupun karbonat. Tipe-tipe lanjut dari
fosil jejak adalah (6) boring, dibuat oleh organisme di hard substrate-cemented
sedimen, pebbles atau fosil.

123
Sedimentologi Analisis Profil

Sedangkan Sam Boggs (2009) mengklasifikasikan struktur sedimen


berdasarkan morfologi dan genesanya. Secara Morfologi, Sam Boggs (2009)
membagi kedalam tiga kelas, yaitu:
1. Stratification and Bedforms
-Planar Bedding and Lamination
-Bedforms
-Cross Stratification
-Irregular Stratification
2. Bedding Plane and Marking
3. Other Structure

Secara Genesa, Sam Boggs (2009) mengklasifikasikan struktur sedimen


menjadi:
1. Depositional Structure

124
Sedimentologi Analisis Profil

2. Erosional Structure
3. Deformationl Structure
4. Biogenic Structure
Tabel 4.3. Klasifikasi Struktur Sedimen Berdasarkan Morfologi dan Genesa (Sam Boggs, 2009)

125
Sedimentologi Analisis Profil

126
Sedimentologi Analisis Profil

4.8. Model – Model Fasies Berbagai Lingkungan Pengendapan

Gambar 90. Gambar yang menampakan keterkaitan hubungan antar lingkungan pengendapan
(Shanmugam, G. 2006)

127
Sedimentologi Analisis Profil

4.8.1. Lingkungan Pengendapan Darat


4.8.1.1. Fasies Fluviatil

Gambar 91. The four basic fluvial channel styles. (Miall, l977)

128
Sedimentologi Analisis Profil

129
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 92. Gambar delapan elemen arsitektur dasar dari pengendapan fluvial (Miall, 1985)

Tabel 4.1. Asosiasi arsitektur fasies pada pengendapan fluvial (Miall, 1985)

130
Sedimentologi Analisis Profil

4.8.1.1.1. Sungai Bermeander


Sungai ini mempunyai aliran yang berkelok–kelok dan pada tepinya yang
berlawanan menunjukkan proses yang berbeda. Pada salah satu tepi terjadi
erosi dan pada tepi yang lain terjadi sedimentasi secara akresi.
Secara morfologis sungai bermeander terdiri dari bagian–bagian:
a. Point Bar
Pada bagian ini terjadi pengendapan secara akresi dari hasil erosi pada
tepi yang berlawanan.
b. Channel
Selalu tergenang oleh aliran sungai, dimana pada bagian dasarnya terdiri
dari lag deposits berupa material–material gravelan.
c. Leeve
Merupakan bagian tepi sungai dengan tebing yang relatif lebih terjal,
mengalami erosi yang diendapkan pada point bar.
d. Crevasse Splay
Merupakan titik-titik pinggir sungai tempat melimpahnya air sungai yang
menggerus tanggul alami/Leeve. Creavasse Splay sering disebut titik
limpah.

Gambar 93. Diagram blok yang memperlihatkan bagian–bagian


dari sistem sungai bermeander. (Walker, 1984).

131
Sedimentologi Analisis Profil

Sikuen–sikuen Sungai Bermeander


Dalam perkembangan sungai bermeander, aliran sungai dapat meninggalkan
meander loop dan meninggalkan channel abandonment. Proses ini ada dua
macam, yaitu:
Chute cut off
Yaitu proses yang terjadi secara berangsur–angsur. Sikuen yang terjadi
berturut–turut adalah endapan–endapan dengan struktur trough cross bedding
berukuran pasir di atas lag deposit, yang relatif tipis. Lapisan tebal pasir halus
dengan struktur ripple cross lamination, dan yang paling atas adalah endapan
halus dapat berukuran sampai lempung.
Neck cut off
Dimana proses abandoment terjadi secara tiba–tiba. Endapan yang terjadi
adalah pasir halus dengan strutur cross laminasi, kemudian selanjutnya
didominasi oleh endapan akresi vertikal (silt mud).

Gambar 94. Menunjukkan chute cut off dan neck cut off. Channel yang baru ditunjukkan
oleh garis putus–putus, terdiri dari sikuen aktif (ACT), abandoned (AB), dan akresi
vertikal (VA) dari sungai bermeander.

132
Sedimentologi Analisis Profil

4.8.1.1.2. Sungai Teranyam

Sungai teranjam lebih banyak dijumpai pada daerah–daerah arid dan


semiarid, dimana fluktuasi aliran merupakan faktor yang sangat penting.
a. Fasies –Fasies Sungai Teranjam
Secara umum, sungai teranjam terdiri dari fasies–fasies :
Channel floor (B)
Lag deposit yang kasar, ditutupi oleh trough cross bedding yang kurang
jelas (poorly defined).
Sikuen bar channel
Trough cross bedding yang nyata ( fasies B) dan susunan planar cross
bedding yang besar (fasies C) dengan orientasi arus purba yang divergen.
Sikuen bar top
Susunan planar tabular cross bedding yang lebih kecil (fasies D) dan
lapisan tipis dari akresi vertikal yang berupa batulanau dengan cross
lamination berselang seling dengan batulempung (fasies F), serta batupasir
cross stratification sudut rendah (fasies G).

Gambar 95. Diagram Blok yang memperlihatkan elemen–elemen sungai teranyam


(Walker, 1984).

133
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 96. Model untuk endapan–endapan akresi lateral dan vertikal yang
disederhanakan dari Devonian Old Red Sandstone of Britanian dan Catskill Rock of the
Eastern USA. Tebal rata–rata endapan akresi lateral adalah 2,89 m, dan endapan akresi
vertikal 3,86 m (Walker, 1984).

Tabel 4.2. Fasies–fasies sungai teranyam dan karakteristiknya (Sumber: Mial, 1977 ).

134
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 97. Sikuen fluviatil dari Devonian Battery Point Sandstone. SS = Scoured surface,
A = Poorly defied trough cross bedding, B = Well defined trough cross
bedding, C = Large plannar–tabular cross beds, D = small plannar–Tabular cross beds, D =
isolated scourfills, F = Ripple cross laminated silts and muds dan G = Low angle inclined
stratification. (Walker, 1984).

135
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 98. Sikuen ideal penghalusan ke atas (fining upward) endapan point bar (Reineck
& Singh, 1980).

4.8.1.2. Kipas Lembab (Humid fan)


Merupakan kipas alluvial yang berkembang dalam iklim lembab. Terjadi pada
lingkungan pengendapan yang disebabkan oleh perbedaan relief yang tinggi
dan mempunyai kesamaan dengan kipas di daerah iklim kering (arid fan),
hanya saja suplai air menerus.
Humid fan dapat berkembang menjadi daerah yang besar dengan daerah
yang luas mencapai ratusan kilometer.
Fasiesnya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam:
a. Facies Kipas Proximal
Didominasi oleh gravel, perlapisan tidak jelas dan imbrikasi tersebar secara
luas.
b. Facies Mid–Fan
Dicirikan oleh unit antara lapisan gravel dan cross stratification serta pebble
sandstone. Struktur scouring sangat jelas pada bagian dasar masing–
masing bagian.
c. Facies Distal
Mempunyai lebih banyak variasi dan karakteristik, misalnya trough cross
stratification sandstone.

136
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 99. Rekonstruksi humid–fan pada Van Horn Sandstone


(Mc.Gowen and groat, 1971).

Gambar 100. Skema diagram dari proses yang umum terjadi pada kipas aluuvial, yaitu
debris flows (a) atau sheetfloods (b). The catchment feeder channel (FC), fan apex (A),
incised channel (IC), dan intersection point (IP) (Blair dan McPherson, 2009)

4.8.1.3. Fasies Lacustrine


Pada umumnya danau–danau mempunyai tubuh yang kecil jika
dibandingkan dengan tubuh air laut. Walau begitu tidak menutup adanya danau
yang lebih besar dari tubuh laut. (contoh Laut Kaspia lebih besar daripada Teluk
Persia).

137
Sedimentologi Analisis Profil

Dalam kenyataannya banyak danau yang berukuran besar dan mempunyai


kedalaman ratusan meter. Danau yang besar banyak menyerupai lautan
dipandang dari proses fisik maupun sedimentasi. Adanya sedimentasi pelagis
umumnya dipengaruhi oleh gelombang dan khasnya dengan partikel sedimen
berbutir halus seperti batulempung dan lanau. Perlu diketahui bahwa di
danaupun terjadi arus turbidit, terutama pada danau–danau besar dan dalam,
dengan banyak membawa material–material sedimen.

Gambar 101. Diagram representatif model pengendapan danau terrigenous dengan


stratifikasi berkembang baik. Kedua model memperlihatkan perkembangan sebuah
delta. Tetapi a). proglacial dan b). tidak (Sturm and Matter, 1978).

138
Sedimentologi Analisis Profil

4.8.1.4. Fasies Gumuk Pasir


Gumuk pasir merupakan akumulasi pasir lepas berupa gundukan yang
dihasilkan oleh arah angin yang bekerja pada suatu daerah dan mempunyai
bentuk yang teratur. Gumuk pasir ini dapat terbentuk di daerah yang
endapannya lepas seperti pasir pada daerah gurun dan daerah pantai.
Syarat mutlak yang harus ditemui terbentuknya gumuk pasir adalah
akumulasi pasir yang cukup banyak, biasanya berasal dari akumulasi sedimen
sungai yang bermuara di situ, di samping faktor-faktor lain yang juga berperan.
Struktur khas pada gumuk pasir adalah cross bedding dan ripple mark. Dari
struktur yang terbentuk karena pergeseran antara angin dan butiran pasir, maka
dapat dipakai untuk menentukan arah angin.

139
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 102. Struktur dalam dari gumuk pasir tranverse, barchanoid, and dome. (modified
after McKee, 1966; McKee, 1973)

140
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 103. Pola umum cross bedding pola migrasi dari, a). Gumuk pasir (trough cross
bedding) dan b). sand wafes (tabular cross bedding). (Harm et al, 1975)

4.8.2. Lingkungan Pengendapan Transisi

4.8.2.1. Fasies Delta.


Delta merupakan proses akumulasi sedimen (dari darat), terutama akumulasi
pada muara sungai yang dapat terjadi di pantai maupun di danau. Secara
umum akan mempunyai asosiasi antara endapan darat seperti perlapisan pada
facies fluvial dan perlapisan pada laut terbuka. Morfologi delta secara umum
terdiri dari tiga, yaitu :
• Delta plain
• Delta front
• Prodelta
Syarat terbentuknya delta antara lain:
o Jumlah material yang dibawa sungai sebagai hasil erosi cukup
banyak.
o Bahan sedimentasi tidak terganggu oleh air laut.
o Arus sungai pada bagian muara mempunyai kecepatan
minimum.
o Laut pada muara cukup tenang.
o Tidak ada gangguan tektonik .

141
Sedimentologi Analisis Profil

Beberapa jenis delta :

Gambar 104. Jenis Delta.

Delta dibagi menjadi 3 jenis (Bhattacharya and Walker, 1992) :


1. Dominasi Sungai (River Dominated)
2. Pengaruh ombak (Tide Influenced)
3. Dominasi ombak (Wave Dominated)

142
Sedimentologi Analisis Profil

Diagram pengklasifikasian jenis delta :

Gambar 105. Delta triangle of Galloway (1975) as extended by Dalrymple et al. (1992) to reflect
changes in sediment supply (from Reading and Collinson, 1996)

143
Sedimentologi Analisis Profil

Sedimentologi Analisis Profil

River Dominated Wave Influence Wave Dominated

Gambar 106. Model Stratigrafi dari delta (Bhattacharya and Walker, 1991)

4.8.2.2. Fasies Estuarium


Yaitu muara sungai yang berbentuk corong, dimana proses pembentukannya
dipengaruhi oleh erosi lateral dan aktivitas pasang surut air laut .
Tipe morfologi estuarium ada 4 macam yaitu:
Lembah sungai tenggelam
Fiord
Estuarium yang dibangun oleh bar
Estuarium dari tektonik.
Secara tekstural sikuennya adalah finening-upward. Sedangkan struktur
sedimennya seperti cross-startification, lapisan flaser, lapisan bergelombang,
lapisan lentikuler bersama dengan bioturbasi.

144
Sedimentologi Analisis Profil

Penampang dari estuarium :

Gambar 107. Distribusi dari A) Tipe Energi, B) Komponen Morfologi pada plan view dan C) Fasies
Sedimentari pada bagian Longitudinal terhadap wave-dominated estuarin ideal. MSL = mean sea level
(from Dalrymple et al., 1992).

Note that for simplicity the complete transgressive succession that would be formed by landward migration
of the estuary is not shown.

145
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 108. Rekonstruksi Paleogeografi Estuarium selama pengendapan Fall River: a).
Suatu aliran yang memotong coastal marsh, b).Tempat yang menghasilkan tidal scour, c).
Akumulasi sedimen. (Campbell and Oakes. 1973).

Klasifikasi dari estuarium (Reinson, 1992) :

146
Sedimentologi Analisis Profil

4.8.2.3. Fasies Lagoon


Lagoon merupakan daerah dimana pada saat air pasang tergenang air laut
dan pada saat air surut ada air yang tertinggal di situ yang bisa bercampur
dengan air hujan/ air sungai. Dengan demikian kadar garam lagoon adalah
payau (Brachish lagoon). Biasanya pada air payau yang stagment (berhenti
sirkulasi) adalah anaerob (tanpa O2). Akibat pada tempat ini terjadi
pembusukan material yang disebabkan bakteri anaerob. Ciri-ciri lagoon adalah
sebagai berikut:
Struktur bioturbasi dan burrow dominan horisontal.
Batuan dengan ukuran lanau sampai lempung atau batupasir
halus. Adanya endapan batubara.
Kaya akan sisa-sisa tumbuhan.
Shale (lanau) memperlihatkan struktur flaser
Batu lempung atau lanau berwarna gelap, kemungkinan karena banyak
mengandung material organik.

4.8.2.4. Fasies Barrier


Barrier merupakan penghalang yang letaknya di depan pantai dan
berhubungan langsung dengan air laut. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
Batupasir ukuran butir halus sampai sangay halus.
Struktur paralel laminasi.
Sering dijumpai cross bedding.
Bioturbasi dominan vertikal.

147
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 110. Peta sketsa komplek kepulauan barrier, memperlihatkan


variasi lingkungan pengendapan sekarang ini (Blatt et al, 1980)

Gambar 111. Core dari Galveston Island (Texas), memperlihatkan struktur khas dan
representatip lingkungan pengendapan (Davis er al,1971)

148
Sedimentologi Analisis Profil

4.8.3. Lingkungan Pengendapan Laut Dangkal

Dalam hal ini lebih ditekankan pada lingkungan pantai non deltaic, yaitu
hingga kedalaman 200 m. Berdasarkan kisaran pasang surut (tidal range)
pantai terdiri dari 3 macam:

Pantai Microtidal, kisaran pasang surut kurang dari 2 m.


Pantai Mesotidal, kisaran pasang surut 2–4 m.
Pantai Macrotidal, kisaran pasang surut lebih dari 4 m.
Pada daerah pantai pada umumnya terbentuk tanggul-tanggul pantai dengan
bentuk yang memanjang, paralel dengan garis pantai. Tanggul pantai
dipisahkan dengan daratan oleh lagoon.
Suplai material pasir yang tetap dan stabilitas daerah yang cukup serta
gradien yang rendah merupakan faktor yang dapat menyebabkan majunya
sistem ini.

4.8.3.1. Fasies-Fasies Permukaan Pantai


Daerah permukaan pantai secara umum dapat dipisahkan menjadi sub-sub
lingkungan yang sejajar dengan garis pantai sebagai berikut:
a. Aeolian Sand Dunes
Merupakan daerah permukaan pantai di atas tinggi gelombang rata-rata
(supratidal) membentuk punggungan-punggungan (gumuk pasir) dengan
struktur cross bedding sudut curam serta dengan arah yang berubah–ubah.
Endapan ini mempunyai pemilahan yang baik, dan dapat dijumpai akar-akar
tanaman.
b. Back shore
Juga merupakan daerah supratidal dari pantai, dimana tergenang pada
waktu terjadi badai.
c. Fore shore
Merupakan daerah intertidal dari permukaan pantai, dan umumnya
menunjukkan swash flow dan swash zone,. Pada umumnya pada daerah ini
didapatkan punggungan asimetri yang dipisahkan oleh tunel-tunel dengan
lebar 100–200 m.

149
Sedimentologi Analisis Profil

d. Shore face
Merupakan bagian permukaan pantai yangh lebih dalam lagi, yaitu dari
permukaan rata-rata air surut sampai dengan dasar gelombang kondisi
tenang, jadi merupakan subtidal. Selanjutnya semakin jauh lagi merupakan
off shore.

4.8.3.2. Profil Endapan–Endapan Pantai


Profil endapan pantai energi gelombang tinggi:

Gambar 112. Zona–zona fasies untuk permukaan pantai kouchibougac Bay, (Reading, 1978).

Permukaan pantai energi gelombang tinggi dapat dibagi lagi menjadi


beberapa zona :
a. Asymetrical ripple zone
Dicirikan dengan ripple laminasi skala kecil, di atas foresets yang miring ke
arah laut dan darat, merefleksikan aktifitas gelombang badai.
b. Outer planar zone
Berupa perlapisan–perlapisan sejajar diatas foresets yang miring ke arah laut
dan darat.
c. Inner rough zone
Merupakan forests yang miring ke arah laut.

150
Sedimentologi Analisis Profil

d. Inner planar zone


Untuk endapan pada zona ini lebih merupakan endapan dengan struktur
perlapisan sejajar, tetapi terkadang diselingi foresets yang miring ke arah laut
dari inner trough zone

Profil endapan pantai energi gelombang sedang–rendah pada umumnya


memperlihatkan sikuen pengkasaran ke atas. Tetapi secara detail sikuen ini
dapat berbeda–beda, yang masing–masing mempunyai karakteristik tersendiri.
Untuk profil endapan pantai energi gelombang sedang hingga rendah ini
dengan beberapa tipe, yaitu:

a. Tipe daerah pantai Konchibouguac


Untuk tipe ini ada 4 (empat) fasies:
Seaward slope
Ripple laminasi sekala kecil yang mengarah ke darat, berselingan dengan
laminasi miring ke arah laut.
Bar crest
Perlapisan–perlapisan sejajar berselingan dengan struktur mangkok skala
kecil–sedang.
Landward slope
Perlapisan–perlapisan miring ke arah darat dengan sudut rendah, susunan
silang siur mangkok dan foresets miring ke arah darat dengan sudut curam.
Trough
Disusun oleh sedimen dengan ukuran yang lebih halus dengan ripple
laminasi yang dihasilkan oleh arus–arus sepanjang pantai. Juga dihasilkan
struktur planar cross bedding berarah ke darat dari pasir yang lebih kasar.

151
Sedimentologi Analisis Profil

b. Tipe profil endapan pantai Sapelo Island


Terdiri dari fasies–fasies :
Lower offshore
Pasir sedang–kasar dengan struktur megaripple.
Upper offshore
Endapan berupa pasir halus lumpuran dengan struktur bioturbasi (bagian
bawah) dan berselingan dengan pasir dan lumpur dengan struktur laminasi
sejajar dan bioturbasi.
Lower shoreface
Endapan dengan ukuran pasir halus dengan struktur ripple laminasi skala
kecil.
Upper shoreface
Pasir halus, struktur laminasi sejajar.
Foreshore
Pasir halus–sedang, struktur laminasi sejajar, antidune dan ripple laminasi
dengan sudut rendah dan tinggi di atas lapisan cangkang organik.
Backshore
Ukuran pasir halus dengan struktur laminasi sejajar dan ripple laminasi
skala kecil.

152
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 113. Model–model profil untuk endapan barrier, yang memperlihatkan sikuen
regresi, transgresi dan barrier inlet (Walker, 1984).

153
Sedimentologi Analisis Profil

4.8.4. Lingkungan Pengendapan Laut Dalam

4.8.4.1. Kipas Bawah Laut

Bagian–bagian kipas bawah laut (Walker, 1984)


a. Lower fan
Dicirikan adanya penebalan keatas (thickening upward), terdiri dari asosiasi
facies–facies classical turbidites.
b. Smooth portion of suprafan lobes
Penebalan ke atas, asosiasi classical turbidites, dalam sikuen progradasi
bagian atas sudah terdapat massive sandstone.
c. Channeled portion of suprafan lobes
Penipisan ke atas (thinning upward), asosiasinya adalah konglomeratan atau
pebly sandstone pada bagian bawah dan massive sandstone. Konglomerat
umumnya berlapis bersusun (graded bedding).
d. Upper fan
Merupakan sikuen–sikuen dari facies konglomerat, debris flow dan slump.
Sikuen menipis ke atas (thinning upward) umumnya tidak berlapis baik.

Gambar 114. Diagram blok yang memperlihatkan bagian–bagian dari sistem kipas bawah
laut. (Walker, 1984).

154
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 115. Model pengendapan kipas bawah laut, memperlihatkan sikuen perlapisan
pada masing–masing elemen (Walker, 1976)

155
Sedimentologi Analisis Profil

4.8.4.2. Sikuen Turbidit Bouma (Bouma, 1962)


Terbagi menjadi lima interval:

a) Gradded Interval (Ta)


Merupakan perlapisan bersusun dan bagian terbawah dari urut-urutan ini,
bertekstur pasir kadang-kadang sampai kerikilatau kerakal. Struktur perlapisan
ini menjadi tidak jelas atau hilang sama sekali apabila batupasir penyusun ini
terpilah baik. Tanda-tanda struktur lainnya tidak tampak.

b) Lower Interval of Parallel Lamination (Tb)


Merupakan perselingan antara batupasir dengan serpih atau batulempung,
kontak dengan interval dibawahnya umumnya secara berangsur.

c) Interval of Current Ripple Lamination (Tc)


Merupakan struktur perlapisan bergelombang dan konvolut. Ketebalannya
berkisar antara 5-20 cm, mempunyai besar butir yang lebih halus daripada
kedua interval dibawahnya. (Interval Tb).

d) Upper Interval of Parallel Lamination (Td)


Merupakan lapisan sejajar, besar butir berkisar dari pasir sangat halus sampai
lempung lanauan. Interval paralel laminasi bagian atas, tersusun perselingan
antarabatupasir halus dan lempung, kadang-kadang lempung pasirannya
berkurang ke arah atas. Bidang sentuh sangat jelas.

e) Pelitic Interval (Te)


Merupakan susunan batuan bersifat lempungan dan tidak menunjukan struktur
yang jelas ke arah tegak, material pasiran berkurang, ukuran besar butir makin
halus, cangkang foraminifera makin sering ditemukan. Bidang sentuh dengan
interval di bawahnya berangsur. Diatas lapisan ini sering ditemukan lapisan
yang bersifat lempung napalan atau yang disebut lempung pelagik.

156
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 116. Sikuen Bouma dengan lima interval.

4.8.4.3. Klasifikasi Turbidit oleh Kuenen (1950)


Kuenen membagi fasies turbidit berdasarkan pada jarak transportasi dan
keadaan massa sedimennya, maka endapan turbidit dapat dibagi menjadi tiga
kelompok besar :
a. Fluxo turbidite
Mempunyai ciri umum:
Ukuran butir kasar
Lapisan bersusun tidak berkembang jarang berasosiasi dengan serpih
umumnya berasosiasi dengan slump dan interval A sangat tebal
Sole mark jarang dijumpai
Banyak mengandung clay pellets
b. Proximal turbidite
Mempunyai ciri–ciri:
Secara umum ciri–cirinya sama dengan fluxo turbidite.
Jarang berasosiasi dengan slump
Gradasi lebih baik dengan ukuran butir
pasir Ketebalan interval A lebih tipis
Tidak dijumpai clay pellets

157
Sedimentologi Analisis Profil

c. Distal turbidite
Dicirikan oleh:
Kehadiran interval Bouma yang lebih lengkap
Seringkali membentuk Flysch
Pemilahan lebih baikdan butiran yang kasar berada dibawah

4.8.4.4. Klasifikasi Facies Turbidit oleh Walker (1973)


a. Classical turbidites
Munculnya sikuen Bouma (bisa lengkap atau tidak)
Ukuran butir berkisar dari pasir sampai lempung
Pada bagian bawah ukuran butir bisa mencapai granule
Struktur sedimen yang berkembang adalah lapisan bersusun, perlapisan
sejajar, lapisan bergelombang
b. Massive sandstone
Berupa singkapan batupasir yang tebal (lebih dari 50 cm)
Ukuran butir sedang sampai sangat kasar
Struktur mangkok (dish structure) seringkali muncul
Struktur perlapisan sejajar jarang dijumpai
c. Pebbly sandstone
Tidak dapat didiskripsi dengan sikuen Bouma
Terjadi penchannelan
Imbrikasi pebble sering dijumpai
Jarang berasosiasi dengan serpih
Merupakan batupasir konglomeratan
d. Conglomerates
Imbrikasi pebble maupun couble jarang dijumpai
Gradasi kurang baik
Ukuran butir sampai dengan couble
e. Slumps, Slides, Debris Flow & Exotic Facies
Struktur slump
Perlapisan sangat buruk
Sortasi sangat buruk

158
Sedimentologi Analisis Profil

Batas atas lapisan tidak teratur


Ukuran butir sangat bervariasi

Gambar 117. Sikuen progradasi kipas bawah laut. CT = Classical turbidite, MS = Pebble
sandstone, CGL = Conglomerates, DF = Debris flow, SL = Slump (Walker, 1984).

159
Sedimentologi Analisis Profil

4.8.4.5. Fasies Turbidit Mutti (1992)


Mutti (1992) membagi fasies-fasies pada endapan turbidit didasarkan pada
beberapa hal, diantaranya: tekstur batuan, komposisi batuan, struktur sedimen
dan kenampakan erosi. Sehingga dapat membedakan antara fasies yang satu
dengan fasies yang lain.
Fasies – fasies tersebut kemudian digolongkan menjadi 3 tipe utama, yaitu :
1. Very Coarse Grained Facies (VCGF : Bongkah, Berangkal dan Kerakal)
2. Coarse Grained Facies (CGF : Butiran sampai Pasir Kasar)
3. Fine Grained Facies (FGF : Pasir Sedang sampai Lempung)

4.8.4.5.1. Very Coarse Grained Facies (VCGF)

Endapan pada Fasies Turbidit ini terdiri dari beragam jenis tipe sedimen,
mulai dari mud supported sampai clast-supported conglomerates. Facies dasar
dari Very Coarse Grained Facies adalah F1, F2 dan F3.

Endapan – endapan pada fasies F1 dan F2 merupakan endapan –


endapan debris flow deposits, dimana sediment tertransport dan terendapkan
oleh arus cohesive. cohesive debris flow dapat mengindikasikan endapan-
endapan klastika yang didukung oleh aliran buoyancy dan cohesivitas dari
campuran antara lumpur dan air sebagai media pentransport sedimen.
Endapan F1 adalah produk dari cohesiv debris flow yang memiliki karakteristik
sebagai berikut :
• Terdapatnya lag deposit di bagian dasar aliran
• Klastika yang lebih besar mengambang dalam matriks
• Kecenderungan klastika yang kasar untuk berada di dasar dan menerus
hingga ke atas dari dasar aliran.

Endapan F2 adalah produk dari hyperconcentrated flow yang dihasilkan


dari proses transportasi dari debris flow menuruni lereng yang bercampur
dengan fluida. Endapan – endapan pada fasies F2 umumnya terdapat pada
coarse grained turbidite sistem. Karakteristik dari endapan-endapan pada fasies
F2 pada dasarnya hampir sama dengan karakteristik dari endapan-endapan
pada fasies F1, diantaranya :

160
Sedimentologi Analisis Profil

• Terdapat peristiwa dimana dasar aliran tergerus dan terbentuk struktur


rip-up mudstone clasts yang relatif besar.
• Klastika yang berukuran besar mengambang dalam matriks pasiran
• Klastika yang berukuran lebih besar menunjukkan kecenderungan untuk
berada di bagian bawah.

Tahap akhir dari proses transportasi cohesive debris flow adalah


menghasilkan endapan-endapan yang termasuk kedalam fasies F3 klastika
kasar dari (konglomerat). Endapan – endapan pada fasies F3 ini merupakan
salah satu tipe endapan turbidit yang dihasilkan oleh hyperconcentrated flow
yang mentrasnportasikan material berukuran butiran sampai kerikil (High
Density Turbidity Current). Endapan – endapan F3 terdiri atas konglomerat
dengan matriks pasiran yang membentuk dasar aliran, yang pada akhirnya
akan dibatasi oleh permukaan erosi. Endapan – endapan pada fasies F3 ini
dapat terbentuk akibat adanya shear strses yang diberikan oleh lapisan material
yang tertinggal oleh aliran.

4.8.4.5.2. Coarse Grained Facies (CGF)

Fasies-fasies yang termasuk ke dalam Coarse Grained Facies dalam


aliran yang menuju dasar cekungan yaitu WF, F4, F5, dan F6 yang dapat
diinterpretasikan sebagai produk dari butiran High Density Turbidity Current dan
proses transformasi yang akan dihasilkan pada akhir aliran. Endapan –
endapan pada fasies F4 dan F5 pada umumnya memiliki karakteristik yang
relatif tebal dan terdiri atas coarse-grained traction carpets.

Endapan-endapan pada fasies WF terdiri atas endapan – endapan yang


tipis, memiliki tingkat keseragaman butir yang buruk yang terdiri atas butiran
berukuran pasir sangat kasar dan pasir kasar yang menunjukkan struktur
laminasi bergelombang. Sedimen pada fasies WF dapat diinterpretasikan
sebagai produk dari upper flow regime yang dibentuk oleh transportasi dari
hyperconcentrated flow hingga high density & supercritical turbidity current.

161
Sedimentologi Analisis Profil

Endapan – endapan pada fasies F6 dapat diindikasikan sebagai endapan


– endapan berukuran kasar yang memiliki kecenderungan imbrikasi pada
butirannya. Endapan – endapan pada fasies F6 ini memiliki tingkat
keseragaman butir yang relatif baik dan di bagian bawahnya membentuk
butiran dengan kecenderungan menghalus ke atas. Sedimen – sedimen pada
fasies F6 ini adalah produk dari loncatan fluida yang merubah supercritical high
density turbidity current menjadi sub critical high density turbidity current.

Perpindahan aliran berikutnya membawa butiran yang lebih kasar dimana


butiran tersebut tertransport bersamaan dengan arus turbulensi vertikal, untuk
menyesuaikan searah dengan arus dan dapat tertransport secara traksi dan
terendapkan di sepanjang dasar aliran. Struktur sedimen yang berkembang
terdiri atas: perlapisan sejajar dan perlapisan memotong dalam skala kecil.
Karakteristik pada endapan – endapan fasies F6 selanjutnya dapat dilihat lebih
detail, yaitu :

• Seluruh ketebalan dari lapisan dasar pada umumnya dibatasi oleh batas
yang tajam dan terbentuk struktur rippled diatas permukaan lapisan.

• Endapan – endapan lag deposit yang berada di dasar aliran.

162
Sedimentologi Analisis Profil

4.8.4.5.3. Fine Grained Facies (FGF)

Fasies-fasies yang termasuk di dalam Fine Grained Facies adalah F7,


F8 dan F9. sedimen dari fasies – fasies tersebut merupakan produk dari low-
density, subcritical turbidity current. Arus turbid ini memulai pengendapannya
setelah melewati hydraulic jump (lihat sediment F6) atau arus gravity yang telah
mentransport fasies F5 dalam arus yang kemudian menghasilkan endapan
fasies F7. Tahap akhir dari pengendapan ini adalah meningkatnya kandungan
lumpur yang mengendap secara suspensi dan akhirnya dapat menyesuaikan
dengan aliran quo static. Endapan – endapan pada fasies F7 dalam sistem arus
turbidit pada umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut :

• Lapisan tipis dari batupasir yang relatif kasar

• Lapisan horizontal pada bagian dasar aliran dapat diindikasikan sebagai


hasil dari traction carpet, dan di beberapa tempat, endapan–endapan
tersebut menunjukkan kecenderungan butiran yang mengkasar keatas. Tapi
pada umumnya traction carpet ini akan menunjukkan kecenderungan butiran
yang menghalus ke atas yang mengindikasikan arus yang mentransport
sedimen tersebut.

Endapan – endapan pada fasies F8 merupakan salah satu endapan


yang paling ideal dengan tipe endapan pada sikuen Bouma, yang terdiri atas
struktur sedimen, dan ukuran butir dari pasir sedang – pasir halus,
kecenderungan penghalusan ke atas dapat hadir jika arus yang mentransport
dan material yang tertransport dapat memenuhi persyaratannya. Endapan –
endapan pada fasies F8 pada umumnya terdiri atas material – material berbutir
halus.

Endapan – endapan pada fasies F7 dan F8 merupakan hasil dari


rekonsentrasi sedimen yang terbentuk setelah loncatan fluida tersebut telah
terlewati, yang kemudian diikuti oleh proses sedimentasi sepanjang jalur tipis
dari traction carpet (F7) dan suspensi (F8). Endapan – endapan pada fasies F9
terbentuk oleh endapan – endapan berbutir sangat halus dengan struktur
laminasi sejajar yang dibatasi oleh batulempung berstruktur masif.

163
Sedimentologi Analisis Profil

Tingkatan fasies F9 dapat didefinisikan sebagai turbidite beds dimana


diendapkan oleh proses selesainya traction carpet yang berhubungan dengan
fase sebelumnya dalam sistem low density turbidity current. Fasies F9
kemudian dapat dibagi kedalam 2 sub fasies yaitu :

• Fasies 9a, yang sangat berkaitan dengan classical turbidite pada sikuen
Bouma.

• Fasies 9b, walaupun memiliki karakteristik yang hampir sama dengan fasies
9a namun pada dasarnya memiliki tingkat perbandingan “sand-shale ratio”
yang lebih besar, memiliki ukuran butir yang lebih kasar dibandingkan
dengan butiran pada fasies 9a, memiliki tingkat keseragaman butir yang
lebih buruk

Gambar 118. Aliran Turbulen.

164
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 119. Diagram pembagian/klasifikasi fasies turbidite (Mutti, 1992)

4.8.4.5. Contourite
Istilah Contourite diusulkan oleh Hollister dan Heezen (1972) untuk
endapan pada dasar samudra yang diendapkan oleh sistem arus traksi ysng
mengikuti garis kedalaman atau garis kontur. Arus ini merupakan arus traksi
yang disebabkan oleh perbedaan berat jenis air karena perbedaan salinitas dan
temperatur yang bersirkulasi secara global. Arus kontur ini lebih bersifat
mendristribusikan kembali sedimen yang terdapat pada dasar samudra dan
terjadi pemilahan yang baik. Sedimen yang terjadi berupa lempung dan lanau
yang berlapis sangat tipis (4–5 cm), menutupi dataran abisal ratusan hingga
jutaan kilometer kubik dan memiliki batas antar lapisan sangat tajam. Struktur
sedimen yang mungkin berkembang adalah current ripple lamination atau
kadang- kadang silang siur.
Arus kontur sangat berarti dalam lingkungan laut dalam dan oleh karena
itu Contourite diperkirakan tidak terakumulasi di daerah paparan. Berbeda

165
Sedimentologi Analisis Profil

dengan turbidit yang merupakan hasil dari kejadian tunggal, Contourite


merupakan produk dari kejadian yang berkelanjutan, dan karakteristiknya
dikenali sebagai hasil dari kecepatan arus yang bervariasi. Contourite cukup
sulit untuk dikenali dalam rekaman stratigrafi, dan endapan material halus
hanya dapat diinterpretasikan secara mudah merupakan hasil dari arus bawah
jika sudah memperlihatkan bahwa bukan hasil endapan turbidit. Ada
kemungkinan dimana terdapat perbedaan komposisi antara sedimen yang
tertransport di daerah lereng sebagai endapan turbidit dan sedimen yang
tertransportasi sejajar dengan lereng (Stow, 1979; Stow & Lovel, 1979).

166
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 121. a. Revised contourite facies model with five divisions proposed by Stow and
Faugères. b. Original contourite facies model by Faugères et al (Dalam Shanmugam, 2017)

167
Sedimentologi Analisis Profil

4.9. Pengukuran Penampang Stratigrafi


Tujuan pengukuran penampang stratigrafi secara umum adalah:
• Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap–tiap satuan stratigrafi.
• Untuk mendapatkan data litologi terperinci dari urut–urutan perlapisan suatu
satuan stratigrafi ( formasi, kelompok, anggota, dan sebagainya ).
• Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan
batuan dan urut–urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detail untuk
menafsirkan lingkungan pengendapan.

4.9.1. Perencanaan Lintasan Pengukuran


Satuan urut–urutan singkapan batuan yang merupakan singkapan stratigrafi setebal
dipilih untuk diukur, perlu dilakukan tindakan–tindakan pendahuluan.
Yang perlu diperiksa adalah seluruh urut–rutan singkapan secara keseluruhan,
yaitu:
Kedudukan lapisan (strike & dip), apakah curam, landai, vertikal atau
horisontal. Arah lintasan yang akan diukur sedapat mungkin tegak lurus
terhadap jurus perlapisan.
Perlu diketahui apakah jurus dan kemiringan lapisan itu terus–menerus
tetap atau berubah–ubah. Hal ini penting dalam menentukan metode–
metode dan perhitungan pengukuran.
Penentuan superposisi dari lapisan adalah suatu yang sangat penting tetapi
sering tidak diperlihatkan. Kriteria superposisi ini umumnya di dapat dari
struktur sedimen yang ada.
Meneliti kemungkinan adanya lapisan penunjuk yang dapat diikuti oleh
seluruh daerah (misalnya lapisan batubara, lapisan bentonit, dan
sebagainya)

4.9.2. Cara Pengukuran


Metode yang dipakai untuk mengukur penampang stratigrafi banyak
ragamnya. Namun salah satu cara yang sering digunakan di lapangan adalah
pengukuran dengan memakai pita ukur dan kompas. Sedapat mungkin
diusahakan agar arah pengukuran tegak lurus pada jurus perlapisan, untuk
menghindari koreksi–koreksi yang rumit. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai
berikut:

168
Sedimentologi Analisis Profil

1. Mulailah pengukuran dasar penampang yang akan diukur.


2. Tentukan satuan–satuan litologi yang akan diukur. Berilah patok–patok atau
tanda lainnya pada batas–batas satuan litologi ini.
3. Bila jurus (strike) dan kemiringan (dip) dari tiap satuan berubah–ubah
sepanjang penampang, sebaiknya pengukuran jurus dan kemiringan
dilakukan pada alas dan atap dari satuan ini dan dalam perhitungan
dipergunakan rata– ratanya.
4. Tentukan arah pengukuran (arah bentang pita ukur) dan besarnya sudut
lereng (slope).
5. Baca jarak terukur (tebal semu) dari satuan yang sedang diukur pada pita
ukur.
6. Kenalilah litologinya keadaan perlapisan dan struktur sedimen dari dari
satuan yang sedang diukur.
7. Jika ada sisipan, tentukan jaraknya dari alas satuan.
8. Jika satuan litologi yang akan diukur tebal semuanya 5 meter atau lebih
ambilah pengukuran satuan demi satuan dengan membentangkan pita
ukuran dari alas satuan sampai atap satuan tersebut.
9. Jika satuan–satuan litologi tersebut tebal semuanya kurang dari 5 meter,
lebih praktis bila pita ukuran ini dibentangkan sepanjang–panjangnya,
kemudian tebal semu diperoleh dengan mengurangkan pembacaan pada
atap dengan pembacaan pada alas.

4.9.3. Menghitung Tebal Lapisan.


Jarak terpendek antara bidang alas (bottom) dan bidang atap (top)
merupakan tebal lapisan. Oleh karena itu perhitungan tebalnya yang tepat
harus dilakukan dalam bidang yang tegak lurus jurus lapisan. Bila tidak tegak
lurus maka jarak terukur yang diperoleh harus dikoreksi terlebih dahulu dengan
rumus sebagai berikut:
d = ( Jarak terukur ) x Cos y
Dimana:
d = Jarak terkoreksi
Cos y = Sudut yang dibentuk antara arah kemiringan dan arah
pengukuran (azimut).

169
Sedimentologi Analisis Profil

Tanda–tanda yang biasa dipakai untuk pengukuran ketebalan lapisan


adalah:
T : tebal
d’ : Jarak terukur
: besar dip
: besar slope
: perbedaan arah dip dan azimut rentangan.

4.9.3.1. Pengukuran Pada Daerah Datar (lereng = 0o)

Gambar 122. Metode pengukuran pada daerah datar.

Jika jarak terukur adalah tegak lurus jurus, ketebalan langsung didapat dengan
perhitungan:
T = d . Sin
Dan apabila jarak terukur adalah tidak tegak lurus, maka perhitungan
adalah:
T = d . Cos . Sin

4.9.3.2. Pengukuran pada daerah tidak datar (lereng tidak sama dengan
0 o)
Posisi lapisan terhadap lereng banyak terdapat kemungkinannya.

• Kemiringan lapisan searah dengan lereng a . Bila dip searah slope


dan dip < slope

170
Sedimentologi Analisis Profil

Gambar 123. Metode pengukuran pada daerah tidak datar. Dengan syarat: Dip searah
dengan slope dan dip < slope.

T = d Cos Sin ( – )

b. Bila dip searah slope dan dip > slope

Gambar 124. Metode pengukuran pada daerah tidak datar. Dengan syarat: Dip searah
dengan slope dan dip > slope.

T = d Cos Sin ( – )

171
Sedimentologi Analisis Profil

• Perhitungan jika dip berlawanan dengan slope

Gambar 125. Metode pengukuran pada daerah tidak datar. Dengan syarat: Dip
berlawanan dengan slope.

T = d Cos Sin ( – )

4.9.4. Pemerian pada Penampang Stratigrafi


Dianjurkan supaya cara pemerian dilakukan secara beraturan dan sistematik.
Di bawah ini diberikan urutan susunan pemerian yang harus dimengerti, yaitu:
1. Nama satuan batuan
2. Batuan utama penyusun satuan dan sisipan
3. Pemerian litologi setiap lapisan
4. Kandungan fosil
5. Struktur batuan dan unsur–unsur lainya.
6. Hubungan dengan satuan di atasnya.

Di bawah ini adalah contoh penamaan batuan sedimen sebagai campuran


yang umum dijumpai.

172
Sedimentologi Analisis Profil

Tabel 4.4. Conton Penamaan Batuan Sedimen yang Umum Dijumpai

DAFTAR BATUAN SEDIMEN YANG UMUM


NAMA Sgb. NAMA Sbg.
Campuran Campuran
Konglomer - an Conglomera - ic, pseph
at - an te - ous
Breksi - an Breccia - ic
Aglomerat - an Agglomerat - sandy,
Batupasir Sandstone - arenaceous
- an - aceous
Tufa - an Tuff - silty
Batulanau - an Siltstone - ey
Serpih - an Shale - ey
Lempung - an Clay -y
Napal - an Marl - limy
Gamping Limestone - calcareous
- an - ic
Dolomit - an Dolomite -y
Batubara - Karbonan Coal -y
Chert

4.9.5. METODE ANALISIS


Dalam melakukan analisis lingkungan pengendapan dengan menggunakan
analisis profil sebaiknya melalui tahap–tahap sebagai berikut:

4.9.5.1. Pemerian
a. Menyiapkan alat–alat yang diperlukan antara lain:
- Palu geologi
- Kompas
- Tali ukur (diberi tanda tiap 1 m)
- Pita meteran

173
Sedimentologi Analisis Profil

- Komparator besar butir


- Larutan HCl
- Lembar pengukuran stratigrafi
- Alat tulis menulis
- Kamera

b. Merencanakan lintasan pengamatan


Lintasan pengamatan yang akan dilalui sebaiknya dipilih:
- Dianggap mewakili dengan lintasan yang cukup panjang.
- Sepanjang lintasan batuannya tersingkap dengan baik.
- Medan yang tidak terlalu sulit, sehingga mamudahkan dalam
pengamatan.

4.9.5.2. Pendataan Lapangan

a. Buatlah sketsa lintasan yang diambil


b. Ukur kedudukan lapisan dan tentukan posisi stratigrafinya.
c. Tentukan arah lintasan (dari muda ke tua atau sebaliknya).
d. Tentukan masing–masing unit genetiknya.
e. Diamati atau jenis alas perlapisanya apakah tegas, berangsur atau
erosional.
f. Diskripsi litologi tiap lapisan dan diukur ketebalannya.
g. Struktur sedimen yang berkembang.
Dalam hal ini struktur sedimen meliputi:
Struktur eksternal (pada bidang perlapisan) atau sering disebut struktur
bidang perlapisan :
▪ Pada alas lapisan (sole mark) misalnya: cetak suling, cetak beban,
grove marks, dsb.
▪ Pada bagian atas lapisan (surface mark): rain inprint, mud crack,
bioturbasi, dsb.
▪ Struktur internal atau struktur perlapisan misalnya: Perlapisan
sejajar, lapisan bergelombang, lapisan bersusun, dsb.
h. Membuat foto, dalam pengambilan gambar sedapat mungkin
manggambarkan close up : litologi, struktur sedimen, batas lapisan.
i. Sikuen vertikalnya.

174
Sedimentologi Analisis Profil

175
Sedimentologi Analisis Profil

4.9.5.3. Analisis Data


a. Gambarkan kolom stratigrafinya dengan detail, serta tafsirkan
mekanisme arus yang mengendapkanya, untuk pendekatan lingkungan
pengendapan.
b. Dari kolom stratigrafi, kemudian dibuat suatu rangkuman urutan secara
vertikal.
c. Pilih model yang sesuai dengan model profil yang dibuat.
d. Dengan menggunakan model, dianalisis perkembangan cekungannya,
apakah mengalami regresi (progradasi) atau trangresi (retrogradasi).

176
Sedimentologi Analisis Profil

DAFTAR PUSTAKA

Anderton, R., 1985, Clastik facies models and facies analysis, dalam,
Brenchley, P.J. and Willams, B.P.J. (editor), Sedimentologi
RecentDevelopments and Applied Aspects, Facies Model and Modem
sedimentary Environment, Sedimentologi spec. publ., p.31 – 47,
Blackwell Scientific Publications Oxford London, Edinburg, Boston, Palo,
Alto, Melbourne.
Boggs, Sam . 2009. Petrology of Sedimentary Rocks (2nd Edition). New Yor:
Cambridge University Press.
Collinson, J.D., Thompson, D.B., 1982, Sedimentary Structures, George Allen
and Unwin, London.
Koesoemadinata, R.P., 1985, Prinsip – Prinsip Sedimentasi, Departemen
Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung.
Nichols, Gary. 1999. Sedimentology and Stratigraphy. John Willey & Sons, Ltd.
Reading, H.G., 1978, Sedimentary Environment and Facies, Blackwell Scientific
Publications, Oxford.
Tucker, Maurice E., 1982, The Field discripsion of Sedimentary Rock, The Open
University Press., England
Walker, R.G., 1979, Facies Models, Geological Association of Canada, Toronto.

177

Anda mungkin juga menyukai