Anda di halaman 1dari 5

NAMA

: JEFFRI NORRIS

NIM

: F1D213010

PRODI

: TEKNIK GEOLOGI

TUGAS STRATIGRAFI ARTIKEL KETIDAKSELARASAN

POLA SEBARAN FORAMINIFERA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN


STRATIGRAFI SIKUEN (KETIDAKSELARASAN) DIDAERAH BLORA
I.

PENDAHULUAN
Perkembangan stratigrafi sikuen akhir-akhir ini menyebabkan perubahan pada

pemikirian biostratigrafi dengan menggunakan foraminifera saat ini apabila data dan
komponen kurang meyakinkan. Stratigrafi sikuen merupakan metode pendekatan yang
multidisplin serta berorientasi pada sejumlah proses untuk menginterpretasikan paket
sedimen. Sehingga konsep ini bertujuan untuk mengelompokkan urutan susunan batuan
sedimen kedalam suatu sikuen yang didasarkan pada selang pembatasnya.
Sikuen diakibatkan glacio-eustatic change dan tektonik local ataupun regional.
Sikuen tersebut terdiri atas komponen sikuen sebagai respon akibat permukaan relatif
yang naik. Interpretasi stratigrafi memerlukan pemahaman akan hubungan stratigrafi
,umur dan batimetri serta fasies.
Sikuen Stratigrafi adalah metode pendekatan yang multidisiplin serta berorientasi
pada sejumlah proses untuk menginterpretasi paket sedimen. Paket sedimen tersebut
diberi nama sikuen dan dibatasi oleh bidang ketidakselarasan atau bidang
kemenerusannya yang selaras dan bersifat regional. Secara teknis, konsep ini bertujuan
mengelompokkan urutan susunan batuan sedimen ke dalam suatu sikuen yang didasarkan
pada kronologi sebagai pembatas selang genesanya (Vail, dkk, 1984, Vail, 1987, dalam
Djuhaeni, 1996).
Analisis stratigrafi sikuen memerlukan data yang menyeluruh dari berbagai disiplin
ilmu geologi, termasuk biostratigrafi. Secara hipotesis, biostratigrafi (foraminifera) dapat
dijadikan alat untuk mengidentifikasi sikuen. Studi kasus di daerah lintang rendah telah
dilakukan dan beberapa parameter seperti asosiasi biofasies, bioeveti, kelimpahan, serta

keragaman dan komposisi fauna telah dicoba diterapkan untuk mencari pola atau
karakteristik tertentu yang dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasi sikuen. Peran
biostratigrafi foraminifera sebagai alat dalam interpretasi sikuen tampaknya dipengaruhi
oleh lingkungan tempat endapan sedimen ditemukan. Pada endapan laut dangkal,
meskipun resolusi umur kurang baik, batas sikuen, komponen sikuen, dan beberapa
horison dalam sikuen alian lebih dapat dikenali dari pola sebaran foraminiferanya
sebaliknya, pada laut dalam, meskipun resolusi umur akan lebih baik, unsur lain kurang
terlihat dengan baik, kecuali bidang condensed section yang berasosiasi dengan
maximum flooding surface.
Tipe tipe ketidakselarasan :
1. Ketidakselarasan menyudut (angular unconformity)
Ketidakselarasan dimana lapisan yang lebih tua memiliki kemiringan yang berbeda
(umumnya lebih curam) dibandingkan dengan lapisan yang lebih muda. Hubungan ini
merupakan tanda yang paling jelas dari sebuah rumpang, karena ia mengimplikasikan
lapisan yang lebih tua terdeformasi dan terpancung oleh erosi sebelum lapisan yang
lebih muda diendapkan.
2. Disconformity
Ketidakselarasan dimana lapisan yang berada di bagian atas dan bawah sejajar,
namun terdapat bidang erosi yang memisahkan keduanya (umumnya berbentuk tidak
rata dan tidak teratur).
3. Paraconformity
Lapisan yang berada di atas dan di bawah bidang ketidakselarasan berhubungan
secara sejajar/paralel dimana tidak terdapat bukti permukaan erosi, namun hanya bisa
diketahui berdasarkan rumpang waktu batuan.
4. Nonconformity
Ketidakselarasan yang terjadi ketika batuan sedimen menumpang di atas batuan
kristalin (batuan metamof atau batuan beku).

II.

MATERIAL DAN METODE


Daerah penelitian berletak didaerah blora ,jawa timur bagian utara. Contoh yang

digunakan sebanyak 101 buah yang berasal dari 6 sikuen. Pengambilan contoh dilakukan
diantara komponen dan selang sikuen yang sama ,kemudian diproses dari hasil didapat
juga dengan perlakuan yang sama masing masingnya dengan teknik penghitungan
,metode preparasi ,dan hitungan set fosil.
Adapun panduan atas beberapa literatur digunakan menggunakan konsep beberapa
ahli seperti pada taksonomi Taksonomi foraminifera mengikuti Loeblich & Tappan
sedangkan referensi untuk spesies planktonik dan zonasinya mengikuti Bolli Identifikasi
spesies bentonik berdasarkan antara lain Barker dan Adam .Selain menggunakan konsep
datum, penentuan umur relatif juga dibantu oleh pola perubahan putaran spesies tertentu.
Sernentara itu forarninifera besar mengikuti Adam. Data ekologi genus atau spesies
foraminifera dan asosiasi untuk tiap zona batimetri didasarkan pada berbagai sumber
seperti Rauwenda Murray ,Biswash , Hottinger,Jarr. Model batiinetri untuk lingkungan
pengendapan laut rnengikuti model yang digunakan oleh Ranu dan enda. Analisis iklirn
menggunakan metode whole fetuna dengan referensi spesies dari Boltovskoy & Wright
Tolderlund dalam Haynes. Salinitas ditafsirkan dari perbandingan Globi gerinoi dessa
cculiferi Gs ruber seperti yang digurrakan oleh Berggren dan Boersnia dalam Boltovsko.
Beberapa parameter lain juga digunakan dalam menentukan stratigrafi sikuen ini
yang bertujuan untuk melihat pola sebaran fosil foraminifera tersebut dengan beberapa
bantuan seperti kelimpahannya ,keragamannya ,bioevent ,biofasies ,maupun komposisi
dari fauna tersebut.

III.
PEMBAHASAN
1. Batas Sikuen
Sebanyak tujuh batas sikuen yang telah diteliti dimana setiap sikuen
mencirikan adanya penurunan dari batimetrinya. Dimana dari data yang diperoleh
terdapat pola yang konsisten atas keragaman dan kelimpahan dari fosil foraminifera
tersebut dan juga pola tersebut sangat berpengaruh dengan kondisi lingkungan
pengendapannya.
2. Lowstand System Track (TST)

Pembahasan di atas menunjukkan bahwa pola keragaman dan kelimpahan


tidak konsisten. Secara umum, endapan LST dicirikan oleh hadirnya fauna rombakan
yang relatif banyak dan pencampuran bentonik laut dangkal dan dalam. Biofasies
pada endapan LST yang dianalisis pada laut dangkal menunjukkan lingkungan
pengendapan yang relatif lebih dangkal daripada HST unit sikuen di bawahnya,
sedangkan yang pada laut yang relatif dalam tidak selalu menunjukkan pendangkalan
batimetri.
3. Transgressive System Track ( TST )
Analisis biofasies menunjukkan bahwa asosiasi faunanya makin ke atas makin
menunjukkan lingkungan yang makin mendalam, dan mencapai maksimum
kedalarnan di sekitar batas antara TST dan HST. Hal ini tampak jelas terutama pada
daerah laut dangkal. Parameter lain tidak menunjukkan pola tertentu.
4. Transgressive Surface ( TS )
Di atas bidang TS tampak lingkungan pengendapan yang relatif lebih dalam
daripada yang di bawahnya. Sikuen 7 berada pada laut yang relatif dalam dan tidak
rnenunjukkan perubahan batimetri. Keragaman ,kelimpahan, dan komposisi fauna
tidak menunjukkan pola yang konsisten.
5. Maximum Flooding Surface ( MFS )
Bidang MFS juga tampak berasosiasi dengan maksimum kedalaman di dalam
satu sikuen. Hal tersebut terefleksi pada asosiasi biofasiesnya. Pada laut dangkal, hal
tersebut terlihat dari pemunculan fauna yang relatif lebih dalam dibandingkan dengan
yang di atas atau di bawahnya,sedangkan pada laut dalam, tarnpak dari tingginya
kelimpahan dan keragaman total.
Pada penelitian kali ini perubahan muka laut relatif mempengaruhi pola
penyebaran formanifera. Fosil tersebut membantu menentukan umur serta
mengidentifikasi

batas

sikuen

dengan

perubahan

iklim

serta

membantu

mengidentifikasi condensed section yang berlandaskan MFS. Sehingga pola sebaran


foraminifera dapat membantu dan juga dapat digunakan sebagai alat dalam stratigrafi
sikuen yang mana stratigrafi merupakan salah satu terapan ilmu yang berasal dari
geologi. Jadi fosil ini sangat berperan sekali dalam ilmu geologi terutama dalam ilmu
stratigrafi juga.
Salah

satu

contoh

akibat

pengaruhnya

adalah

ketidakselarasan,

Ketidakselarasan adalah permukaan erosi atau non-deposisi yang memisahkan lapisan

yang lebih muda dari yang lebih tua dan menggambarkan suatu rumpang waktu yang
signifikan. Ketidakselarasan digolongkan berdasarkan hubungan struktur antar batuan
yang ditumpangi dan yang menumpangi. Ia menjelaskan rumpang pada sikuen
stratigrafi, yang merekam periode waktu yang tidak terlukiskan di kolom stratigrafi.
Ketidakselarasan juga merekam perubahan penting pada satu lingkungan, mulai dari
proses pengendapan menjadi non-deposisi dan/atau erosi, yang umumnya
menggambarkan satu kejadian tektonik yang penting.
Pengenalan dan pemetaan sebuah ketidakselarasan merupakan langkah awal
untuk memahami sejarah geologi suatu cekungan atau provinsi geologi.
Ketidakselarasan diketahui dari singkapan, data sumur, dan data seismik yang
digunakan sebagai batas sikuen pengendapan. Hasil penelititan menunjukan bahwa
peran utama biostratigrafi foraminifera adalah dalam penentuan umur endapan laut
serta interpretasi lingkungan pengendapannya. Peran biostratigrafi foraminifera
sebagai alat dalam interpretasi sikuen terlihat dipengaruhi oleh lingkungan dimana
endapan sedimen diketemukan. Pada endapan laut dangkal meskipun resolusi umur
kurang baik tetapi batas sikuen, komponen sikuen dan beberapa horison dalam sikuen
akan lebih dapat dikenali.

IV.

KESIMPULAN
Konsep Sikuenstratigrafi telah banyak diterapkan dan terbukti mampu memecahkan

sejumlah masalah eksplorasi / produksi pada industri minyak dan gas bumi. Analisis
stratigrafi dengan pendekatan Litostratigrafi prinsipnya berdasarkan pemerian lapisan
yang diamati. Penafsiran didasarkan atas kriteria yang teramati, yang sekaligus menjadi
pembatas dari penafsiran tersebut. Kriteria tersebut bisa bersifat litologi (Litostratigrafi),
fosil (Biostratigrafi) atau kombinasi keduanya sehingga muncul satuan Kronostratigrafi
dan Geokronologi seperti pada bantuan hasil ketidakselarasan pada ilmu stratigrafi atau
disebut stratigrafi sikuen yang berhubungan dengan cekungan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai